cover
Contact Name
-
Contact Email
-
Phone
-
Journal Mail Official
-
Editorial Address
-
Location
Kota adm. jakarta pusat,
Dki jakarta
INDONESIA
Jurnal Ekonomi & Kebijakan Publik
ISSN : 20866313     EISSN : 25284673     DOI : -
Core Subject : Economy,
Journal of Economics and Public Policy (hence JEKP) is a national journal providing authoritative source of scientific information for the policy maker, researcher, and student. We publish original research papers, review articles, and case studies focused on economics and public policies as well as related topics. All papers are peer-reviewed by at least two reviewers. JEKP is released and published by Centre for Research, Expert Body of The House of Representatives of The Republic Indonesia and managed to be issued twice a year.
Arjuna Subject : -
Articles 202 Documents
Potensi Penurunan Pajak dan Strategi Kebijakan Pajak untuk Mengantisipasi Dampak Pandemi Covid-19: Perspektif Ketahanan Nasional Warsito Warsito; Palupi Lindiasari Samputra
Jurnal Ekonomi & Kebijakan Publik Vol 11, No 2 (2020)
Publisher : Pusat Penelitian, Badan Keahlian DPR RI

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.22212/jekp.v11i2.1933

Abstract

Corona Virus Disease 2019 (Covid-19) pandemic has had a major negative impact on economic and taxation aspects. Indonesia’s economic growth was only 2.97 percent (first quarter of 2020), then became -5.32 percent (second quarter of 2020). Economic downturn increases the potential loss of tax revenue as the main source of state revenue so that an appropriate strategy and policies are needed to anticipate it. The objectives of this study are (1) projecting potential loss of Corporate Income Tax (CIT), Employee Income Tax (EIT), and Domestic Value Added Tax (VAT) in 2020, and (2) formulating tax policy strategy to anticipate the impact of the Covid-19 pandemic from the national resilience perspective. This study uses Seasonal Autoregressive Integrated Moving Average method to project the potential loss of CIT, EIT, and Domestic VAT in 2020 and Strengths, Weakness, Opportunities, and Threats (SWOT) analysis to formulate tax policy strategies. The results showed a potential loss of CIT, EIT, and Domestic VAT income in 2020 amounted to IDR71.748.166.578.327 (10,41 percent). This potential loss is due to decreased consumption, economic downturn, and tax incentive policies. The government can implement several tax policy strategies to anticipate the impact of the Covid-19 pandemic, namely tax priority strategies, internal strengthening strategies, collaboration and supervision strategies, and support and economic recovery strategies.Keywords: SARIMA, SWOT, tax policy strategy, the Covid-19 pandemic, national resilienceAbstrakPandemi Corona Virus Disease 2019 (Covid-19) menimbulkan dampak negatif yang besar terhadap aspek ekonomi dan perpajakan. Pertumbuhan ekonomi Indonesia pada kuartal I 2020 hanya sebesar 2,97 persen kemudian menjadi -5,32 persen pada kuartal II 2020. Perlambatan ekonomi meningkatkan potensi kehilangan penerimaan pajak sebagai sumber utama pendapatan negara sehingga diperlukan strategi dan kebijakan yang tepat untuk mengantisipasinya. Tujuan penelitian ini adalah (1) memproyeksikan potensi kehilangan penerimaan Pajak Penghasilan (PPh) Badan, PPh Pasal 21, dan Pajak Pertambahan Nilai Dalam Negeri (PPN DN) tahun 2020, dan (2) merumuskan strategi kebijakan pajak untuk mengantisipasi dampak pandemi Covid-19 dengan menggunakan perspektif ketahanan nasional. Penelitian ini menggunakan metode Seasonal Autoregressive Integrated Moving Average untuk memproyeksikan potensi kehilangan penerimaan PPh Badan, PPh Pasal 21, dan PPN DN tahun 2020 dan analisis Strengths, Weakness, Opportunities, and Threats (SWOT) untuk merumuskan strategi kebijakan pajak. Hasil penelitian menunjukkan potensi kehilangan penerimaan PPh Badan, PPh Pasal 21, dan PPN DN tahun 2020 adalah sebesar Rp71.748.166.578.327 (10,41 persen). Potensi kehilangan penerimaan pajak tersebut disebabkan oleh penurunan konsumsi, perlambatan ekonomi, dan kebijakan insentif pajak. Pemerintah dapat menjalankan beberapa alternatif strategi kebijakan pajak dalam rangka mengantisipasi dampak pandemi Covid-19, yaitu strategi prioritas pajak, strategi penguatan internal, strategi kolaborasi dan pengawasan, serta strategi dukungan dan pemulihan ekonomi.Kata kunci: SARIMA, SWOT, strategi kebijakan pajak, pandemi Covid-19, ketahanan nasional
Hubungan Kepadatan Koperasi dan Keputusan Mengakses Pembiayaan Koperasi Nopitasari Nopitasari; Dwini Handayani
Jurnal Ekonomi & Kebijakan Publik Vol 11, No 2 (2020)
Publisher : Pusat Penelitian, Badan Keahlian DPR RI

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.22212/jekp.v11i2.1674

Abstract

Cooperative is a financial institution capable of providing financing for MSMEs which are still constrained by capital problems. Many MSMEs are constrained by financing problems, this indicates high demand for funding but there is a limited number of cooperative which can provide financing for MSMEs. Indonesia has the largest area where Cooperative is not spread evenly so that many households have difficulties in accessing financing from Cooperative. In this study, Cooperatives’ accessibility is proxied to its density. The purpose is to identify the relationship between the density of cooperatives and the decision to access Cooperative financing by using Susenas of March 2018 data and a sample of 283,478 households. By identifying the relationship, it would be recognizable whether Cooperative is still becoming a financing alternative or not. Based on the results of the Multinomial Logit Regression, the density of Cooperative is related to the decision of households to access financing from Cooperative. The density of cooperative improves the decision taken by households to access financing from Cooperative. The increase in the number of cooperatives will increase financial inclusion as well, which is helpful for people who need loans. The Indonesian government needs to conduct cooperative development programs to increase financial inclusion. However, the density of Cooperative doesn’t significantly influence the household decision to access financing from institutions other than cooperative. Thus, cooperative development programs should be implemented in areas where there are no financial institutions yet.Keywords: cooperative, microfinance, access to finance, householdAbstrakKoperasi merupakan salah satu lembaga keuangan yang dapat memberikan pembiayaan bagi Usaha Mikro, Kecil dan Menengah (UMKM) yang masih terkendala masalah modal. Banyaknya jumlah UMKM yang terkendala masalah pembiayaan mengindikasikan terdapat banyaknya permintaan akan pembiayaan namun belum diimbangi dengan jumah koperasi yang dapat memberikan pembiayaan kepada UMKM. Indonesia memiliki wilayah yang sangat luas, saat ini sebaran koperasi belum merata ke setiap wilayah Indonesia sehingga banyak rumah tangga yang terkendala aksesiblitas untuk mengakses pembiayaan koperasi. Pada penelitian ini aksesibilitas koperasi diproksikan dengan kepadatan koperasi. Pada penelitian ini bertujuan mengidentifikasi hubungan antara kepadatan koperasi terhadap keputusan mengakses pembiayaan koperasi dengan data Susenas Maret 2018 dan sampel sebanyak 283.478 rumah tangga. Dengan mengidentifikasi hubungan tersebut, dapat diketahui apakah koperasi masih menjadi salah satu alternatif pilihan pembiayaan atau bukan. Berdasarkan hasil regresi Multinomial Logit menunjukkan bahwa kepadatan koperasi mempunyai hubungan terhadap keputusan rumah tangga mengakses pembiayaan di koperasi. Kepadatan koperasi meningkatkan keputusan mengakses pembiayaan pada rumah tangga di koperasi. Bertambahnya jumlah koperasi akan meningkatkan inklusi keuangan sehingga dapat membantu masyarakat yang membutuhkan pinjaman. Pemerintah perlu melakukan program penumbuhan koperasi di Indonesia dalam rangka peningkatan inklusi keuangan. Namun kepadatan koperasi tidak berpengaruh secara signifikan terhadap keputusan rumah tangga mengakses pembiayaan di selain koperasi, sehingga program penumbuhan koperasi sebaiknya dilakukan pada daerah yang belum terdapat lembaga keuangan pada daerah tersebut.Kata kunci: koperasi, keuangan mikro, akses pembiayaan, rumah tangga
RCEP dari Perspektif Indonesia: Menguji Faktor Kedekatan Pembangunan Sebagai Strategi Peningkatan Ekspor Edy Can; Fithra Faisal Hastiadi
Jurnal Ekonomi & Kebijakan Publik Vol 11, No 2 (2020)
Publisher : Pusat Penelitian, Badan Keahlian DPR RI

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.22212/jekp.v11i2.1745

Abstract

Indonesia and 15 other countries are negotiating the Regional Comprehensive Economic Partnership (RCEP) since 2013 until thisresearch has been written. This is a free trade agreement which considered different from what has been made before in the AsiaPacific Region. This research examines development proximity factors as a strategy to increase Indonesia’s exports in the RCEP market through the Gravity Model. The estimation model used is Random Effect Generalized Least Squared and Prais-Winsten with Standard Corrected Errors Panels. The results of the estimated coefficient are then used to determine the trade growth space using the trade potential ratio. The results show GDP per capita, similarity levels of GDP per capita, geographical distance and investment affect Indonesian exports. Indonesia has potential export to seven of 14 countries in RCEP. The highest trade potential ratio values in theRCEP market are New Zealand, Thailand, Australia, the Philippines, the Republic of Korea, Cambodia, and Malaysia. In the agriculturalsector, Indonesia has export potential with eight of the 14 RCEP members. The eight countries are Australia, Cambodia, Laos,Malaysia, New Zealand, the Philippines, the Republic of Korea, and Thailand. Meanwhile, in the manufacturing sector, Indonesia hasexport potential with six out of 14 countries. The six countries are Australia, Cambodia, New Zealand, Singapore, the Philippines, andThailand. This means that Indonesia has better room for export growth in the agricultural sector than in the manufacturing sector.Keywords: export, RCEP, development proximity, gravitation theoryAbstrakIndonesia dan 15 negara lainnya sedang bernegosiasi tentang Regional Comprehensive Economic Partnership (RCEP) sejak tahun2013 hingga penelitian ini ditulis. Ini adalah perjanjian perdagangan bebas yang dianggap berbeda dengan yang telah ada sebelum-sebelumnya di Kawasan Asia Pasifik. RCEP akan menghapus tarif dan hambatan nontarif semua perdagangan barang secara substansial serta menghapus secara substansial pembatasan dana atau tindakan diskriminatif sektor jasa. Penelitian ini mengujifaktor-faktor kedekatan pembangunan (development proximity) sebagai strategi untuk meningkatkan ekspor di pasar RCEP denganModel Gravitasi. Model estimasi yang dipergunakan adalah Random Effect Generalized Least Squared dan Prais-Winsten denganPanels Standard Corrected Errors. Hasil dari estimasi koefisien kemudian dipakai untuk mengetahui ruang pertumbuhan perdagangan dengan menggunakan rasio potensi perdagangan. Hasil dari model estimasi menunjukkan PDB per kapita, tingkat kesamaan PDB per kapita, jarak geografis dan investasi berpengaruh terhadap ekspor Indonesia. Indonesia mempunyai ruang pertumbuhan ekspor di tujuh dari 14 negara di RCEP. Nilai rasio potensi perdagangan tertinggi di pasar RCEP adalah Selandia Baru, Thailand, Australia, Filipina, Korea Selatan, Kamboja, dan Malaysia. Di sektor pertanian, Indonesia mempunyai potensi ekspor dengan delapan dari 14 negara yang tergabung dalam RCEP. Delapan negara tersebut yakni Australia, Kamboja, Laos, Malaysia, Selandia Baru, Filipina, Korea Selatan, dan Thailand. Sementara di sektor manufaktur, Indonesia mempunyai potensi ekspor dengan enam dari 14 negara. Keenam negara tersebut yakni Australia, Kamboja, Selandia Baru, Singapura, Filipina, dan Thailand. Ini artinya Indonesia mempunyai ruang pertumbuhan ekspor yang lebih baik di sektor pertanian dibandingkan dengan sektor manufaktur.Kata kunci: ekspor, RCEP, kedekatan pembangunan, teori gravitasi
Pengaruh Aglomerasi terhadap Produktivitas Tenaga Kerja Industri Pengolahan di Pulau Jawa Tahun 2005, 2010, dan 2015 Christiana Ari Sabatina
Jurnal Ekonomi & Kebijakan Publik Vol 11, No 2 (2020)
Publisher : Pusat Penelitian, Badan Keahlian DPR RI

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.22212/jekp.v11i2.1754

Abstract

This study aims to estimate the effect of agglomeration on manufacturing labor productivity by considering the presence of spatial dependence for 110 regencies/cities in Java Island in 2005, 2010, 2015, and 2005-2010-2015. Estimations are conducted on cross section data using ordinary least square (OLS) method and spatial econometrics method. The estimation results show nonlinearrelationship between agglomeration and manufacturing labor productivity in the form of inverted U shape curve. An increase inagglomeration will increase labor productivity, but it will decline after reach the critical point (increasing but diminishing), along with the increase of manufacturing labor density as the measurement of agglomeration. The simulation of critical point value in conditions where an increase in 1 person/ha labor density will only increase productivity by less than (<) Rp1.000/person, shows that North Jakarta City in 2005 has passed this critical point while other regions are still below. Estimating Spatial Model with maximum likelihood estimator has not consistently shown the effect on the relationship between agglomeration effect and manufacturing labor productivity. There were spatial spillover effects between regions in Java Island on 2005 and 2005-2010-2015 in the form of labor productivity spillover from neighbouring regions and spatial dependencies on error. The positive result of output density parameter shows that agglomeration will give positive externality to output per area in Java Island.Keywords: agglomeration, productivity, labor density, spatial dependenceAbstrakPenelitian ini bertujuan untuk mengestimasi pengaruh aglomerasi terhadap produktivitas tenaga kerja industri pengolahan denganmempertimbangkan adanya dependensi/keterkaitan spasial (spatial dependence) untuk 110 kabupaten/kota di Pulau Jawa pada tahun 2005, 2010, 2015, dan 2005-2010-2015. Estimasi dilakukan pada data cross section dengan menggunakan metode ordinary least square (OLS) dan ekonometrika spasial. Hasil estimasi menunjukkan bahwa terjadi hubungan nonlinier antara produktivitas tenaga kerja industri pengolahan dengan aglomerasi dalam bentuk kurva U terbalik. Peningkatan aglomerasi akan meningkatkan produktivitas tenaga kerja industri pengolahan, namun kenaikan produktivitas tersebut semakin lama akan mengecil (increasing but diminishing) seiring dengan peningkatan kepadatan tenaga kerja industri pengolahan sebagai ukuran dari aglomerasi. Ketika disimulasikan nilai titik kritis aglomerasi pada kondisi di mana kenaikan kepadatan tenaga kerja sebesar 1 orang/ha hanya akan meningkatkan sebesar kurang dari (<) Rp1.000/orang maka dapat diketahui bahwa Kota Jakarta Utara pada tahun 2005 sudah melewati titik kritis, sementara wilayah lainnya masih berada di bawah titik kritis. Penggunaan estimator maximum likelihood dalam mengestimasi Model Spasial belum konsisten menunjukkan pengaruh terhadap hubungan dampak aglomerasi dan produktivitas tenaga kerja industri pengolahan. Terjadi pula efek curahan (spillover) spasial antarkabupaten/kota di Pulau Jawa pada tahun 2005 dan gabungan ketiga tahun (2005-2010-2015) berupa efek curahan (spillover) produktivitas tenaga kerja dari wilayah yang bertetangga serta dependensi/keterkaitan spasial (spatial dependence) pada error. Sementara itu, parameter kepadatan output menunjukkan hasil yang positif sehingga dapat menunjukkan bahwa aglomerasi menyebabkan eksternalitas positif terhadap output per luas wilayah di Pulau Jawa.Kata kunci: aglomerasi, produktivitas, kepadatan tenaga kerja, dependensi spasial
Apakah Keberadaan Mass Rapid Transit Berdampak terhadap Transjakarta? Studi Kasus Transportasi Publik di DKI Jakarta Salafi Nugrahani; Muhammad Halley Yudhistira
Jurnal Ekonomi & Kebijakan Publik Vol 11, No 2 (2020)
Publisher : Pusat Penelitian, Badan Keahlian DPR RI

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.22212/jekp.v11i2.1903

Abstract

Since 2004 the Provincial Government of DKI Jakarta has operated Transjakarta public transportation and began operating new publictransportation named Mass Rapid Transit (MRT) in 2019. However, the existence of the two modes still leaves some challenges in its setup. Currently, some of the Transjakarta operational areas intersect with the MRT operational areas within the same region. Inaddition, the Transjakarta modal setup is still constrained by physical integration with the new MRT mode since only two Transjakartabus stops have direct accessibility and connectivity with MRT stations in one transit area. This study aims to see the relationshipbetween the number of Transjakarta passengers with the existence of a new MRT mode, although currently Transjakarta is still constrained by physical integration with the MRT. This study also aims to see the complementary relationship when there is an increase in MRT ticket prices to a decrease in the number of Transjakarta passengers through the cross price elasticity approach. Testing this relationship is carried out using daily data at the bus stop level through the panel data regression method with a Fixed Effect Model approach. The estimation results show that the existence of the MRT is related to an increase in the number of Transjakarta passengers by 36.5 percent at Transjakarta stops which are within a 250 meter radius of the MRT station. However, this study has not found sufficient evidence of a complementary relationship related to the increase in MRT ticket prices to the decrease in the number of Transjakarta passengers.Keywords: cross price elasticity, fixed effect, Mass Rapid Transit (MRT), Transjakarta, transportationAbstrakSejak tahun 2004 Pemerintah Provinsi DKI Jakarta telah mengoperasikan moda transportasi publik Transjakarta dan mulaimengoperasikan moda transportasi publik baru berupa Mass Rapid Transit (MRT) pada tahun 2019. Akan tetapi, keberadaan keduamoda masih menyisakan beberapa tantangan dalam penataannya. Saat ini, sebagian wilayah operasional Transjakarta bersinggungandengan wilayah operasional MRT dalam lingkup area yang sama. Selain itu, penataan moda Transjakarta juga masih terkendalaintegrasi fisik dengan moda baru MRT karena hanya dua halte Transjakarta yang memiliki aksesibilitas dan konektivitas langsungdengan stasiun MRT dalam satu kawasan transit. Penelitian ini bertujuan melihat hubungan jumlah penumpang Transjakarta terhadap keberadaan moda baru MRT meski saat ini Transjakarta masih terkendala integrasi fisik dengan MRT. Penelitian ini juga bertujuan  melihat hubungan komplementer ketika terjadi kenaikan harga tiket MRT terhadap penurunan jumlah penumpang Transjakarta melalui pendekatan elastisitas harga silang. Pengujian hubungan tersebut dilakukan menggunakan data harian di tingkat halte melalui metode regresi data panel dengan pendekatan Model Fixed Effect. Hasil estimasi menunjukkan bahwa keberadaan MRTberhubungan dengan peningkatan jumlah penumpang Transjakarta sebesar 36,5 persen pada halte Transjakarta yang berada dalamradius 250 meter terhadap stasiun MRT. Namun, penelitian ini belum menemukan cukup bukti adanya hubungan komplementerterkait kenaikan harga tiket MRT terhadap penurunan jumlah penumpang Transjakarta.Kata kunci: elastisitas harga silang, fixed effect, Mass Rapid Transit (MRT), Transjakarta, transportasi
Trade Liberalization, Foreign Direct Investment Liberalization, and Wage Inequality in Indonesia Astriyany Astriyany; Shingo Takahashi
Jurnal Ekonomi & Kebijakan Publik Vol 12, No 1 (2021)
Publisher : Pusat Penelitian, Badan Keahlian DPR RI

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.22212/jekp.v12i1.1920

Abstract

This study purposes to re-examine the relationship between trade liberalization, foreign direct investment (FDI) liberalization, and wage inequality between unskilled and skilled workers by considering international trade theories, the Heckscher-Ohlin-Samuelson model, and The Human Capital theory from labor economics. The panel data sourced from the latest SAKERNAS or National Labor Force Survey of Indonesia between 2015 and 2017 are estimated to determine employment by gender, age, marital-status, wages per hour, level of education, and classification of industry. Wage inequality is examined by using a two-stage estimation strategy. Specifically, in the first stage, using SAKERNAS data at the household level, wages are regressed with their worker characteristics to get coefficients of our interest, which are industry wage premium for unskilled workers and industry wage premium for a skilled worker. In the second stage, in the industrial level, two sets of estimated coefficients are used as dependent variables and regressed with nominal tariff and FDI inflow as proxy variables to trade liberalization and FDI liberalization, respectively. Our estimation showed that trade liberalization and FDI liberalization do have a statistically significant relationship with industry wage premium for unskilled workers. In contrast, there is a positive relationship for the case of an industry wage premium for skilled workers. Overall, the results show that trade liberalization decreases wage inequality between unskilled and skilled workers, which in line with the HOS model. Moreover, FDI liberalization increases wages for skilled workers, which in line with Human Capital theory.Keywords: trade liberalization, FDI liberalization, wage inequalityAbstrakPenelitian ini bertujuan untuk mempelajari kembali hubungan antara liberalisasi perdagangan, liberalisasi penanaman modal asing (PMA), dan ketimpangan upah di Indonesia antara pekerja berkemampuan tinggi dan pekerja berkemampuan rendah dengan mempertimbangkan teori perdagangan internasional yaitu Heckscher-Ohlin-Samuelson model dan teori tenaga kerja yaitu teori Human Capital. Panel data berasal dari data terbaru survei angkatan kerja nasional (SAKERNAS) antara tahun 2015 dan 2017 yang digunakan untuk mengestimasi pekerja berdasarkan jenis kelamin, umur, status perkawinan, gaji per jam, tingkat pendidikan dan klasifikasi industri. Ketimpangan upah diukur menggunakan dua tahap metode estimasi. Di metode tahap pertama, dengan menggunakan data SAKERNAS di level individu, data upah diregresi menggunakan karakteristik pekerja untuk mendapatkan estimasi koefisien ketimpangan upah yang diinginkan yaitu untuk pekerja berkemampuan tinggi dan pekerja berkemampuan rendah. Di metode tahap kedua, hasil koefisien dari metode tahap pertama digunakan sebagai variabel terikat untuk kemudian diregresikan dengan nominal tarif sebagai proksi atau representasi dari liberalisasi perdagangan dan PMA inflow sebagai proksi dari liberalisasi PMA. Hasil penelitian ini mengindikasikan bahwa liberalisasi perdagangan dan liberalisasi PMA memiliki pengaruh yang signifikan terhadap ketimpangan upah untuk pekerja yang berkemampuan rendah, sedangkan untuk ketimpangan upah pekerja berkemampuan tinggi terdapat hubungan yang positif dan linier. Secara keseluruhan, hasil penelitian ini menunjukkan bahwa liberalisasi perdagangan menurunkan ketimpangan upah antara pekerja berkemampuan tinggi dan pekerja berkemampuan rendah yang linier dengan HOS model dan liberalisasi PMA menaikkan upah untuk pekerja berkemampuan tinggi yang linier dengan teori Human Capital.Kata kunci: liberalisasi perdagangan, liberalisasi PMA, ketimpangan upah
Apakah Pemilihan Kepala Daerah Memengaruhi Pola Migrasi Keluar? Bukti Empiris di Indonesia [Does Local Election Influence Outmigration Pattern? Evidence from Indonesia] Diana Sartika; Vid Adrison
Jurnal Ekonomi & Kebijakan Publik Vol 12, No 1 (2021)
Publisher : Pusat Penelitian, Badan Keahlian DPR RI

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.22212/jekp.v12i1.1767

Abstract

Differences in migration flow between regions suggest a gap in development, such as amenities and public goods provision. Indonesia has decentralized to reduce this gap, including through direct election at the regional level (pilkada). The elected leader can provide public goods and services according to people’s needs and preferences. A change in policy direction related to amenities and the provision of public goods from local government will occur at the election time. This influences different migration patterns. This study specifies and estimates a panel model for inter-municipal outmigration in Indonesia during the elections period using Indonesia’s 514 municipal migration data between 2014 and 2018 from the Ministry of Home Affairs; we show that throughout the observed year our regression analysis demonstrates that there are a strong lead effect and lag effect of local election on the size of outmigration flows. Our findings thus suggest that local election can reduce outmigration flow in a district that went through election by 0.01 percent, due to public anticipation on the new policy direction of the prospective regional head and people tend to wait and see. Other findings suggest that there is a strong lag effect, by 0.02 percent. These results indicate that new policy direction may provide incentives to stay or delay the timing of migration for potential migrant, thus reduce the migration outflow, at least in the short run.Keywords: migration, local election, IndonesiaAbstrakPerbedaan pola migrasi antardaerah menunjukkan adanya kesenjangan pembangunan, salah satunya dari sisi fasilitas serta penyediaan barang dan layanan dasar. Desentralisasi merupakan salah satu upaya Pemerintah Indonesia untuk mengurangi kesenjangan dan mempercepat proses pemerataan pembangunan daerah, di antaranya melalui desentralisasi politik yaitu pemilihan langsung kepala daerah (pilkada). Kepala daerah terpilih diharapkan dapat menghasilkan kebijakan sesuai dengan kebutuhan dan preferensi masyarakatnya. Oleh karena itu, akan ada perubahan arah kebijakan terkait fasilitas dan penyediaan layanan dasar dari pemerintah daerah. Hal ini akan menyebabkan pola migrasi yang berbeda. Oleh karena itu, penelitian ini bertujuan untuk melihat pola migrasi keluar antardaerah pada saat pelaksanaan pilkada di Indonesia menggunakan data migrasi per semester tahun 2014-2018 dari Dirjen Kependudukan dan Pencatatan Sipil Kemendagri pada 514 kabupaten/kota. Sepanjang tahun pengamatan, hasil regresi menunjukkan bahwa ada efek antisipasi dan efek lag yang kuat dari pilkada pada arus migrasi keluar. Hasil estimasi menggunakan model panel fixed effect menunjukkan bahwa waktu pelaksanaan pilkada dapat menurunkan arus migrasi keluar pada daerah yang melaksanakan pilkada sebesar 0,01 persen, karena adanya efek antisipasi masyarakat terhadap arah kebijakan baru dari calon kepala daerah dan masyarakat cenderung untuk melakukan wait and see. Hasil estimasi juga menunjukkan bahwa terdapat efek lag yang kuat sebesar 0,02 persen. Hasil ini mengindikasikan bahwa arah kebijakan baru di daerah dapat menjadi insentif untuk menetap atau menunda waktu bermigrasi bagi potensial migran, sehingga menurunkan arus migrasi keluar, setidaknya pada short run.Kata kunci: migrasi, pilkada, Indonesia
The Relationship Between Indonesia’s Foreign Direct Investment and Bilateral Intra-Industry Trade with Japan, China, and ASEAN-9 Suhaila Marisa; Ichihashi Masaru
Jurnal Ekonomi & Kebijakan Publik Vol 12, No 1 (2021)
Publisher : Pusat Penelitian, Badan Keahlian DPR RI

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.22212/jekp.v12i1.1925

Abstract

Many countries try to engage more in international trade to be part of global networks. Foreign investment is one of the ways to improve a country’s economies of scale. Thus, developing countries, such as Indonesia, try to attract more FDI. FDI is mainly export oriented and wants to compete globally. Intra-industry trade measures export and import in the same industry. A high degree of intra-industry trade means a country has strong integration with a partner’s country. This study examines the relationship between FDI in Indonesia’s manufacturing sector and bilateral intra-industry trade between Indonesia and Japan, China, and ASEAN-9, especially at the industry level. The method of this study is the Fixed Effect Model. The result shows that the linkage between FDI and intra-industry trade is only significant in specific industries. In the case of Indonesia and Japan, FDI in the vehicle and other transportation industry has the highest correlation with intra-industry trade. Meanwhile, in the case of Indonesia and China, FDI in the metal, except machinery, and equipment industry shows the highest association with intra-industry trade. In the case of Indonesia and ASEAN-9, the highest linkage between FDI and intra-industry trade is in the textile industry. The relationship between FDI and intra-industry trade differs across locations and industries.Keywords: foreign direct investment, manufacture, intra-industry tradeAbstrakBeberapa negara mencoba untuk lebih terlibat dalam perdagangan internasional untuk menjadi bagian dari jaringan global. Investasi asing dipercaya merupakan salah satu cara untuk meningkatkan skala ekonomi dari suatu negara. Oleh karena itu, negara berkembang seperti Indonesia mencoba untuk menarik lebih banyak penanaman modal asing (PMA). Tujuan utama PMA biasanya adalah berorientasi ekspor dan ingin bersaing di pasar global. Perdagangan intraindustri mengukur ekspor dan impor dalam satu kategori industri. Indeks perdagangan intraindustri yang mempunyai nilai tinggi berarti suatu negara memiliki integrasi yang kuat dengan negara mitra. Kajian ini mencoba menganalisis hubungan antara PMA sektor manufaktur di Indonesia dan bilateral perdagangan intraindustri antara Indonesia dengan masing-masing Jepang, China, dan ASEAN-9, khususnya pada level industri. Metode dari penelitian ini menggunakan Fixed Effect Model. Hasil penelitian menunjukkan bahwa keterkaitan antara PMA dan perdagangan intraindustri hanya signifikan pada industri tertentu. Dalam kasus Indonesia dan Jepang, PMA pada industri kendaraan bermotor dan alat transportasi lain memiliki korelasi tertinggi dengan perdagangan intraindustri. Sedangkan untuk kasus Indonesia dan China, PMA pada industri logam dasar, barang logam, bukan mesin dan peralatannya menunjukkan hubungan yang paling tinggi dengan perdagangan intraindustri. Dalam kasus Indonesia dan ASEAN-9, hubungan tertinggi antara PMA dan perdagangan intraindustri adalah pada industri tekstil. Hubungan PMA dan perdagangan intraindustri berbeda antarlokasi dan industri.Kata kunci: penanaman modal asing, manufaktur, perdagangan intraindustri
Dampak Kebijakan Hilirisasi Industri Kelapa Sawit terhadap Permintaan CPO pada Industri Hilir Bambang Irawan; Nining Indroyono Soesilo
Jurnal Ekonomi & Kebijakan Publik Vol 12, No 1 (2021)
Publisher : Pusat Penelitian, Badan Keahlian DPR RI

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.22212/jekp.v12i1.2023

Abstract

The Indonesian palm oil industry has an important role in the national economy as a foreign exchange earner, a provider of employment and a source of household income. In developing the palm oil industry, Indonesia only emphasizes on CPO exports so that the added value obtained is still low. Domestic consumption of CPO is only about 30 percent, while the other 70 percent is exported. This study aims to analyze the impact of the government’s downstream policy on CPO consumption in the downstream industry. The analysis technique used in this study is Fixed Effect Model on panel data from the downstream CPO industries with the 2000-2015 research year period. The results showed that the downstream policy and the export duty did not have a significant effect on CPO consumption. The number of companies and international CPO prices have a positive and significant effect, while the price gap and production output in the previous year have a significant negative effect on CPO consumption. Industries that have a significant influence in absorbing domestic CPO are the palm cooking oil industry, the pet food ration industry, the basic oleochemical and biodiesel industry, and the edible oil and vegetable fats industry. Meanwhile, the coconut cooking oil industry and the soap and cleaning industry did not have a significant effect. From the results of this study, it is suggested that downstream policies should be accompanied by accelerated in infrastructure development and adequate energy availability so as not to hamper production and smooth logistics.Keywords: downstreaming policy, CPO consumption, downstream industry, Fixed Effect ModelAbstrakIndustri minyak sawit Indonesia memiliki peran penting bagi perekonomian nasional sebagai penghasil devisa dan penyedia lapangan kerja serta sumber pendapatan rumah tangga. Dalam pengembangan industi sawit ini, Indonesia hanya menekankan pada ekspor CPO sehingga nilai tambah yang diperoleh masih rendah. Konsumsi CPO domestik hanya sekitar 30 persen, sedangkan 70 persen lainnya diekspor. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis dampak dari kebijakan hilirisasi dari pemerintah terhadap konsumsi CPO pada industri hilir. Teknik analisis yang dipakai dalam penelitian ini adalah Fixed Effect Model pada data panel dari industri-industri hilir CPO dengan periode tahun penelitian 2000-2015. Hasil penelitian menunjukkan bahwa kebijakan hilirisasi dan kebijakan bea keluar tidak mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap konsumsi CPO domestik. Sementara itu jumlah perusahaan dan harga CPO internasional mempunyai pengaruh yang postif dan signifikan, sedangkan gap harga dan output produksi tahun sebelumnya berpengaruh negatif signifikan terhadap konsumsi CPO pada industri hilir. Industri yang berpengaruh signifikan dalam menyerap CPO domestik adalah industri minyak goreng kelapa sawit, industri ransum makanan hewan, industri oleokimia dasar dan biodiesel serta industri minyak makan dan lemak nabati lainnya. Sedangkan industri minyak goreng kelapa dan industri sabun dan bahan pembersih keperluan rumah tidak berpengaruh secara signifikan. Dari hasil penelitian ini disarankan kebijakan hilirisasi harus dibarengi oleh percepatan pembangunan infrastruktur dan ketersediaan energi yang memadai sehingga tidak menghambat produksi dan juga kelancaran logistik.Kata kunci: kebijakan hilirisasi, konsumsi CPO, industri hilir, Fixed Effect Model
Revitalization of Food Barns to Support Community and National Food Security Putri Wulansari; Mhd. Rasidin; Doli Witro
Jurnal Ekonomi & Kebijakan Publik Vol 12, No 1 (2021)
Publisher : Pusat Penelitian, Badan Keahlian DPR RI

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.22212/jekp.v12i1.1628

Abstract

After implementing the green revolution policy and the existence of the National Logistics Agency (Bulog) as an institution whose role is to maintain food stability, the people’s food barns have lost their existence. The impact of the decline in the existence of community food barns, in the long run, causes food instability in Indonesia. This is due to several factors, including the conversion of agricultural land into industrial land, the use of inorganic fertilizers which causes soil fertility to decline resulting in reduced crop yields, Bulog’s transfer of function from a government entity to a state-owned enterprise/Perum, and an increase in demand for food caused by a surge in population that is not comparable to the existing food supply. This paper aims to dig deeper about strengthening food security through the modernization of food barns departing from the Indonesian people’s local wisdom and the extent to which the modernization of food barns can be a solution in overcoming food insecurity due to not achieving food security. This paper uses descriptive qualitative research methods based on literature data, discussing alternative concepts to revitalize community food barns to maintain community and national food security stability. The concept being offered is to modernize community food granaries in terms of both management of stored foodstuffs and managerial aspects of community food storage management. Besides, it is necessary to develop cooperation to synergize between several food barns that are close to the community so that the working area coverage becomes wider.Keywords: management modernization, community food storage, food securityAbstrakPasca diterapkannya kebijakan revolusi hijau serta keberadaan Badan Urusan Logistik (Bulog) sebagai lembaga yang berperan menjaga kestabilan pangan, lumbung pangan masyarakat telah kehilangan eksistensinya. Dampak dari berkurangnya eksistensi lumbung pangan masyarakat tersebut dalam jangka panjang justru menyebabkan ketidakstabilan pangan di Indonesia. Hal ini disebabkan oleh beberapa faktor, di antaranya alih fungsi lahan pertanian menjadi lahan industri, penggunaan pupuk anorganik yang menyebabkan kesuburan lahan menurun sehingga menyebabkan hasil panen berkurang, terjadinya alih fungsi Bulog dari lembaga pemerintah menjadi BUMN/Perum, dan terjadinya peningkatan permintaan pangan yang disebabkan oleh peningkatan penduduk yang tidak sebanding dengan persediaan pangan yang ada. Tulisan ini bertujuan menggali lebih dalam tentang penguatan ketahanan pangan melalui modernisasi lumbung pangan yang bertolak dari kearifan lokal masyarakat Indonesia dan sejauh mana modernisasi lumbung pangan dapat menjadi solusi dalam mengatasi rawan pangan akibat belum tercapainya ketahanan pangan. Tulisan ini menggunakan metode penelitian kualitatif deskriptif berbasis data literatur, membahas alternatif konsep untuk merevitalisasi lumbung pangan masyarakat dalam upaya menjaga kestabilan ketahanan pangan masyarakat dan nasional. Konsep yang ditawarkan adalah memodernisasi lumbung pangan masyarakat baik dari segi pengelolaan bahan pangan yang disimpan, maupun aspek manajerial pengelolaan lumbung pangan masyarakat. Selain itu, perlu pengembangan kerja sama untuk bersinergi antar beberapa lumbung pangan masyarakat yang berdekatan dengan masyarakat sehingga cakupan wilayah kerjanya menjadi lebih luas.Kata kunci: modernisasi pengelolaan, lumbung pangan masyarakat, ketahanan pangan