cover
Contact Name
-
Contact Email
-
Phone
-
Journal Mail Official
-
Editorial Address
-
Location
Kota adm. jakarta pusat,
Dki jakarta
INDONESIA
Jurnal Ekonomi & Kebijakan Publik
ISSN : 20866313     EISSN : 25284673     DOI : -
Core Subject : Economy,
Journal of Economics and Public Policy (hence JEKP) is a national journal providing authoritative source of scientific information for the policy maker, researcher, and student. We publish original research papers, review articles, and case studies focused on economics and public policies as well as related topics. All papers are peer-reviewed by at least two reviewers. JEKP is released and published by Centre for Research, Expert Body of The House of Representatives of The Republic Indonesia and managed to be issued twice a year.
Arjuna Subject : -
Articles 202 Documents
Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja Perempuan dan Upah Riil: Analisis Tingkat Provinsi di Indonesia [Female Labour Force Participation Rate and Real Wage: Provincial-Level Analysis in Indonesia] Siti Rogayah
Jurnal Ekonomi & Kebijakan Publik Vol 12, No 1 (2021)
Publisher : Pusat Penelitian, Badan Keahlian DPR RI

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.22212/jekp.v12i1.1982

Abstract

This research explores the relationship between two essential aspects of economic development, namely the Female Labour Force Participation (FLFP) rate and the hourly real wage growth in Indonesia. Using the GLS-Random Effect Regression Method for panel data applied to Sakernas, Susenas, and RGDP Data for 2002-2018 in 30 provinces, this research finds out that when FLFP in Indonesia keeps increasing over time, the hourly real wage drops. This is thought to occur allegedly because most female workers in Indonesia work in business fields with a low level of productivity, which causes the labour supply line of the labour supply curve to shift to the right, which means that the real wage point shifts to a lower level. Both female workers and male workers have experienced this reduction in the hourly real wage. Based on this finding, this research recommends that an effort to increase female workers’ participation should be followed by a variety of more qualified jobs qualification for them. Also, some policies are needed to encourage the creation of wider job opportunities for women, especially in business fields with high productivity levels, and to eliminate various work barriers, both domestic and external, that would hinder female entry into the labour market.Keywords: female labour force participation, labour supply, hourly real wage, panel data regressionAbstrakStudi ini menganalisis hubungan antara dua aspek penting bagi pembangunan ekonomi, yaitu Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja Perempuan (TPAKP) dan tingkat upah riil per jam di Indonesia. Dengan menggunakan metode regresi data panel GLS-efek acak pada data Sakernas, Susenas, dan PDRB dalam kurun waktu 2002-2018 di 30 provinsi, ditemukan bahwa peningkatan TPAKP di Indonesia justru menyebabkan tingkat upah riil per jam menurun. Hal ini diduga terjadi karena mayoritas pekerja perempuan di Indonesia bekerja pada lapangan usaha yang memiliki tingkat produktivitas rendah sehingga membuat garis pasokan pekerja pada kurva penawaran tenaga kerja dan upah riil bergeser ke arah kanan yang bermakna terjadinya pergeseran titik upah riil ke tingkat yang lebih rendah. Penurunan tingkat upah riil per jam ini dialami baik oleh para pekerja perempuan maupun para pekerja laki-laki. Berdasarkan hasil temuan ini, maka studi ini merekomendasikan agar usaha peningkatan partisipasi angkatan kerja perempuan sebaiknya diikuti dengan ragam pekerjaan yang lebih bermutu bagi mereka. Selain itu, diperlukan suatu kebijakan untuk mendorong terciptanya kesempatan kerja yang lebih luas bagi para perempuan khususnya pada lapangan usaha dengan tingkat produktivitas yang tinggi, dan suatu kebijakan guna menghilangkan pelbagai hambatan kerja, baik berupa hambatan domestik maupun eksternal, yang kiranya dapat menghambat kesempatan masuknya para perempuan ke pasar tenaga kerja.Kata kunci: tingkat partisipasi angkatan kerja perempuan, kurva penawaran tenaga kerja, upah riil per jam, regresi data panel
Faktor-Faktor yang Memengaruhi Penerapan E-Budgeting dalam Mewujudkan Good Governance di Pemerintah Aceh Almuttaqin Almuttaqin; Nunung Kusnadi; Widyastutik Widyastutik
Jurnal Ekonomi & Kebijakan Publik Vol 12, No 2 (2021)
Publisher : Pusat Penelitian, Badan Keahlian DPR RI

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.22212/jekp.v12i2.2106

Abstract

Regional autonomy requires a bureaucratic reform in financial management by implementing good governance principles to improve government performance and accelerate regional development goals. During the 4.0 digitalization industrial era, information systems can be designed to support media, such as e-budgeting used by the Aceh Local Government. E-budgeting plays a role in the punctuality of the Ratification of the Aceh Regional Budget in 2020. However, the Bureaucratic Reform Index Realization did not increase, and even the Transparency Index decreased last year. This study aims to determine some factors that influence e-budgeting implementation. The study population was 47 Aceh Local Government Agencies (SKPA) as analysis units. The data collection technique used online questionnaires and interviews with 67 respondents via a google form. Descriptive analysis toward the implementation of e-budgeting in SKPA indicates good performance. Aceh Government e-budgeting implementation achieves the highest value on effectiveness principle and the lowest on transparency principle. The technique of multiple linear regression analysis was used at the 0.05 significance level. Results of the simultaneous test show a significance value of 0.042; thus, it can conclude that at least one independent variable affects the dependent variable. The partial test results also show a significance value of 0.049 with a constant value of 3.418, and the coefficient of determination is 0.437. This study proves that direct supervisor support and the number of operators positively and significantly affect implementing e-budgeting. Meanwhile, other variables, including formal education, experience, training, and income-work balancing, also have a positive impact but are insignificant.Keywords: e-budgeting, planning, Aceh Local Government, information system, multiple linear regression analysisAbstrakOtonomi daerah menuntut reformasi birokrasi dalam pengelolaan keuangan dengan menerapkan prinsip tata kelola yang baik untuk meningkatkan kinerja pemerintah dan mempercepat pencapaian tujuan pembangunan daerah. Pada era digitalisasi industri 4,0 saat ini, perkembangan sistem informasi dapat dirancang sebagai media pendukung, seperti e-budgeting yang digunakan oleh Pemerintah Aceh. Pengesahan Anggaran Pendapatan dan Belanja Aceh, yang hampir satu dekade sebelumnya selalu terlambat, akhirnya dapat dilakukan tepat waktu pada tahun 2020, di mana e-budgeting berperan penting terhadap pencapaian tersebut. Namun demikian, Indeks Reformasi Birokrasi yang direalisasikan tidak meningkat dari tahun lalu, sementara Indeks Keterbukaan Informasi Publik bahkan mengalami penurunan. Penelitian ini bertujuan untuk menentukan faktor-faktor yang memengaruhi penerapan e-budgeting. Populasi penelitian ini merupakan 47 Satuan Kerja Perangkat Aceh (SKPA) sebagai unit analisis. Teknik pengumpulan data menggunakan kuesioner online dan wawancara kepada 67 responden melalui google form. Analisis deskripsi terhadap penerapan e-budgeting pada SKPA mengindikasikan kinerja yang bagus. Penerapan e-budgeting dalam pengelolaan keuangan Pemerintah Aceh mencapai nilai tertinggi pada prinsip efektif dan terendah pada prinsip transparan. Teknik analisis regresi linier berganda digunakan pada tingkat signifikansi 0,05 (α = 5 persen). Hasil uji serempak menunjukkan nilai signifikansi sebesar 0,042 sehingga disimpulkan bahwa setidaknya ada satu variabel bebas memengaruhi variabel terikat. Hasil uji parsial menunjukkan nilai signifikansi sebesar 0,049 dengan nilai konstanta sebesar 3,418 dan koefisien determinasi sebesar 0,437. Hasil penelitian membuktikan bahwa dukungan atasan langsung dan jumlah operator e-budgeting memiliki pengaruh positif dan signifikan terhadap penerapan e-budgeting, sedangkan pendidikan formal, pengalaman, pelatihan, dan keseimbangan penghasilan dengan beban kerja juga berpengaruh positif namun tidak signifikan.Kata kunci: e-budgeting, perencanaan, Pemerintah Aceh, sistem informasi, analisis regresi linier berganda
Mengukur Persistensi Inflasi: Studi Komparasi Delapan Kabupaten/Kota di Jawa Timur Setyo Tri Wahyudi; M. Khusaini; Rihana Sofie Nabella
Jurnal Ekonomi & Kebijakan Publik Vol 12, No 2 (2021)
Publisher : Pusat Penelitian, Badan Keahlian DPR RI

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.22212/jekp.v12i2.1905

Abstract

Inflation is becoming one of the critical variables in the economy. Any movement in inflation will cause some changes to fundamental economic variables, such as economic growth and unemployment. Therefore, inflation becomes a variable that is often observed and tested, both theoretically and empirically. Stable inflation is a prerequisite for sustainable economic growth, which ultimately benefits the improvement of people’s well-being. Using city-level inflation data in East Java, this study aims to measure inflation’s persistence at the city level in East Java. The persistence of inflation indicates the speed at which the inflation rate returns to its equilibrium level after a shock. This study will also analyze the causes of persistence in eight cities in East Java. In this study, to measure the degree of inflationary persistence, the study used an Autoregressive Univariate Model. The test results found that (1) inflation in eight cities in East Java tended to fluctuate throughout the research period. The highest inflation occurred in Probolinggo City, while the lowest was in Madiun City. The most significant contributors to inflation are food groups. Then (2) the result obtained is the degree of inflation persistence in eight cities in East Java is still relatively high, so it requires attention from regulators. Moreover, the persistence of inflation is caused by high inflation expectations or leading to forward-looking. Based on the findings, the government needs to devise a measured strategy to control inflation to be stable, such as optimizing the Regional Inflation Control Team (TPID).Keywords: inflation, persistence, autoregressiveAbstrakInflasi menjadi salah satu variabel penting dalam ekonomi. Setiap pergerakan inflasi akan menyebabkan beberapa perubahan terhadap variabel fundamental ekonomi, seperti pertumbuhan ekonomi dan pengangguran. Oleh karena itu, inflasi menjadi variabel yang seringkali diamati dan diuji, baik secara teoritis maupun empiris. Pertumbuhan ekonomi dapat berjalan dengan baik apabila didukung oleh angka inflasi yang stabil dan kemudian akan berguna untuk meningkatkan kesejahteraan penduduk. Menggunakan data inflasi tingkat kabupaten/kota di Jawa Timur, penelitian ini bertujuan untuk mengukur persistensi inflasi di tingkat kabupaten/kota di Jawa Timur. Persistensi inflasi menunjukkan kecepatan tingkat inflasi untuk kembali ke tingkat ekuilibriumnya setelah adanya suatu shock. Selain itu, penelitian ini juga akan menganalisis penyebab persistensi di delapan kabupaten/kota di Jawa Timur. Untuk mengukur derajat persistensi inflasi, penelitian ini menggunakan Model Univariate Autoregressive (AR). Berdasarkan hasil pengujian, diperoleh temuan bahwa (1) inflasi di delapan kabupaten/kota di Jawa Timur cenderung berfluktuasi sepanjang periode penelitian. Inflasi tertinggi berada di Kota Probolinggo, sedangkan yang terendah adalah Kota Madiun. Komoditas penyumbang inflasi terbesar dari kelompok bahan makanan, contohnya telur ayam ras, beras, ayam ras, tomat sayur, bawang merah, dan daging sapi. Kemudian (2) hasil yang diperoleh adalah derajat persistensi inflasi di delapan kabupaten/kota di Jawa Timur masih terbilang tinggi sehingga memerlukan perhatian dari regulator. Selain itu, persistensi inflasi ini disebabkan oleh tingginya ekspektasi inflasi atau mengarah ke forward looking. Berdasarkan temuan, pemerintah perlu menyusun strategi yang terukur dalam mengendalikan inflasi supaya stabil, seperti mengoptimalkan peran Tim Pengendali Inflasi Daerah (TPID).Kata kunci: inflasi, persistensi, autoregressive
Efektivitas Program Bantuan Pangan Nontunai di Kota Yogyakarta Dr. Iwan Hermawan, S.P., M.Si; Izzaty Izzaty S.T., M.E.; Eka Budiyanti, S.Si., M.S.E.; Rafika Sari, S.E., M.S.E.; Yuni Sudarwati, S.IP., M.Si.; Mohammad Teja, S.Sos., M.Si.
Jurnal Ekonomi & Kebijakan Publik Vol 12, No 2 (2021)
Publisher : Pusat Penelitian, Badan Keahlian DPR RI

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.22212/jekp.v12i2.2237

Abstract

Non-Cash Food Assistance (BPNT) aims to help the poor in accessing some of their food. Unfortunately, various obstacles and challenges are still found in the implementation that can potentially reduce the full benefits of BPNT. This research aims to analyze the effectiveness of BPNT implementation in Yogyakarta City as a pilot area. A qualitative approach is used to answer it, supplemented by a variety of primary and secondary data. The primary data comes from a questionnaire based on an e-warong perspective and indepth interviews with relevant stakeholders, namely Ministry of Social Affairs, academics, social service, and other. Secondary data comes from the publication of the Coordinating Ministry for Human Development and Cultural Affairs, Non-Governmental Institutions observing public policy, Statistics Indonesia, the Ministry of Social Affairs, the National Logistics Agency, and other. The Importance Performance Analysis (IPA) approach is specifically applied to measure the effectiveness characteristics of the BPNT implementation. The results showed that the implementation of BPNT in Yogyakarta City was generally effective but with a note when viewed from 6 accuracy indicators. The administrative dimension has not performed better than the others. Moreover, according to the interviews, the established dimensions still have a chance to decrease its performance due to various factors. Based on that finding, the government needs to improve food supply, infrastructure, and data collection mechanism. In addition, other suggestions are to improve BPNT based on beneficiary and region, and to increase the National Logistics Agency’s involvement and performance to support BPNT and national food affairs.Keywords: Non-Cash Food Assistance, effectiveness, food, e-warong, Importance Performance AnalysisAbstrakBantuan Pangan Non Tunai (BPNT) bertujuan untuk membantu masyarakat miskin mengakses sebagian pangannya. Namun sayang, berbagai kendala dan tantangan masih jamak ditemukan dalam pelaksanaannya sehingga berpotensi mengurangi manfaat utuh dari adanya BPNT. Tujuan penelitian ini untuk menganalisis efektivitas pelaksanaan BPNT, khususnya di Kota Yogyakarta sebagai salah satu daerah percontohan BPNT di Indonesia. Untuk menjawabnya, digunakan pendekatan kualitatif dengan dilengkapi data primer dan sekunder. Sumber data primer berasal dari kuesioner berdasarkan perspektif e-warong dan juga wawancara mendalam dengan narasumber dari Kementerian Sosial, akademisi, dinas sosial, dan lainnya. Sedangkan data sekunder berasal dari publikasi Kementerian Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan, Lembaga Swadaya Masyarakat pemerhati kebijakan publik, Badan Pusat Statistik, Kementerian Sosial, dan Perum Bulog. Selanjutnya secara khusus pendekatan Importance-Performance Analysis (IPA) diaplikasikan guna mengukur karakteristik efektivitas dari pelaksanaan BPNT. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pelaksanaan BPNT di Kota Yogyakarta secara umum berjalan efektif namun dengan catatan jika dilihat berdasarkan indikator prinsip 6T. Dimensi administrasi menjadi dimensi yang belum berperforma baik dibandingkan dimensi lainnya. Apalagi dimensi-dimensi lain yang sudah efektif ternyata masih berpotensi menurun kinerjanya karena berbagai faktor berdasarkan hasil dari wawancara yang dilakukan. Berdasarkan temuan tersebut, berbagai rekomendasi kebijakan disarankan, antara lain penyempurnaan pasokan, perbaikan infrastruktur, dan menyempurnakan mekanisme pendataan. Selain itu, saran lainnya adalah menyempurnakan BPNT sesuai karakteristik masyarakat dan wilayah serta meningkatkan intensitas keterlibatan dan kinerja Bulog untuk mendukung BPNT dan urusan pangan nasional.Kata kunci: Bantuan Pangan Non Tunai, efektivitas, pangan, e-warong, Importance-Performance Analysis
Implementasi Kebijakan dan Realisasi Rencana Tata Ruang Kec. Garut Kota di Kab. Garut: Studi Analisis Kebijakan Lukmanul Hakim; Emma Rochima; Santhy Wyantuti
Jurnal Ekonomi & Kebijakan Publik Vol 12, No 2 (2021)
Publisher : Pusat Penelitian, Badan Keahlian DPR RI

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.22212/jekp.v12i2.1938

Abstract

The Regional Spatial Planning Policy (RTRW) is a legal umbrella in regional development, but the policy is sometimes not based on actual conditions on the ground, resulting in an out-of-sync with the direction of spatial use. As a result, there is a gap between the spatial planning policy and its realization. This is what happened to the Garut Regency RTRW policy related to the Industrial Designated Area. This study aims to determine the suitability and gap between the Garut Regency RTRW policy and the realization, especially regarding the industrial designation area for the Sukastret leather tanning industry, Garut Kota District. The policy research method (policy research) is used in this study by synchronizing the RTRW policy with conditions in the field and with related laws and regulations combined with an Importance Performance Analysis (IPA) approach to determine the level of a gap between policy and realization. Based on the analysis results, the direction of the spatial pattern of the RTRW related to the industrial designation area in Garut Kota District has not been based on regulations, laws, and conditions in the field, so that there is asynchrony in planning. Likewise, with the direction of the spatial planning policy with actual conditions in the field, there is a gap of 42 percent. For the spatial planning policy to be effective, the existing RTRW Regional Regulation needs to be reviewed (PK) for further revision based on the relevant laws and regulations and actual conditions in the field.Keywords: spatial planning policy, leather tanning industry, gap analysisAbstrakKebijakan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) merupakan payung hukum dalam pembangunan daerah, tetapi kebijakan tersebut terkadang tidak didasarkan kepada kondisi aktual di lapangan, sehingga terjadi ketidaksinkronan dengan arahan pemanfaatan ruang. Akibatnya muncul kesenjangan antara kebijakan rencana tata ruang dengan realisasi. Hal ini yang terjadi pada Kebijakan RTRW Kabupaten Garut terkait dengan Kawasan Peruntukan Industri. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui kesesuaian dan kesenjangan antara Kebijakan RTRW Kabupaten Garut dengan realisasi, khususnya terkait kawasan peruntukan industri untuk industri penyamakan kulit Sukaregang, Kecamatan Garut Kota. Metode penelitian kebijakan (policy research) digunakan dalam penelitian ini dengan melakukan sinkronisasi antara Kebijakan RTRW dengan kondisi di lapangan dan dengan peraturan perundang-undangan terkait yang dikombinasi dengan pendekatan Importance Performance Analysis (IPA) untuk mengetahui tingkat kesenjangan antara kebijakan dan realisasi. Berdasarkan hasil analisis, arahan pola ruang RTRW terkait Kawasan Peruntukan Industri di Kecamatan Garut Kota belum didasarkan pada peraturan dan perundangan serta kondisi di lapangan, sehingga terjadi ketidaksinkronan dalam perencanaan. Demikian juga dengan arahan kebijakan rencana tata ruang dengan kondisi aktual di lapangan terjadi kesenjangan sebesar 42 persen. Agar kebijakan rencana tata ruang dapat berjalan efektif maka Perda RTRW yang ada perlu dilakukan peninjauan kembali (PK) untuk selanjutnya dilakukan revisi yang didasarkan kepada peraturan perundangan yang terkait serta kondisi aktual di lapangan.Kata kunci: kebijakan rencana tata ruang, industri penyamakan kulit, analisis kesenjangan
Dampak Penerapan Rencana Aksi APEC pada Lima Indikator Ease of Doing Business terhadap Pendirian Usaha di Kawasan APEC Elsya Yunita; Nining Indroyono Soesilo
Jurnal Ekonomi & Kebijakan Publik Vol 12, No 2 (2021)
Publisher : Pusat Penelitian, Badan Keahlian DPR RI

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.22212/jekp.v12i2.2019

Abstract

Inefficient business regulation may hinder the growth of business activities. In 2009, APEC established the APEC Ease of Doing Business Action Plan (the APEC Action Plan) to promote business regulatory reforms in its member region. There are five indicators of ease of doing business identified as reform priorities in the APEC Action Plan, namely starting a business, dealing with construction permits, getting credit, trading across borders, and enforcing contracts. This study tested the impact of regulatory reforms on these fiveindicators on firm creation in the APEC region in the presence of the APEC Action Plan as an intervention. Using a combination of Fixed Effects Model, Random-Effects Model, and Random Effects-instrumental variables on the panel data of 15 APEC member economies over the 2006-2018 period, results show a better score improvement in the five indicators of ease of doing business after implementing the APEC Action Plan. Regulatory reforms on the starting a business indicator have the most significant impact on firm creation in the APEC region. Specifically, the increasing number of firm creations is strongly driven by the decreasing number of days required to obtain a license to start a business. The other four indicators show an insignificant relationship to the firm creation. APEC members are suggested to design policies that focus on providing licensing services to start a business that is easy, cheap, and fast. For example, by implementing “one-stop-shops” services and developing electronic-based services to speed up the licensing process and minimize costs.Keywords: APEC, ease of doing business, firm creation, regulation, panel dataAbstrakRegulasi usaha yang tidak efisien dapat menghambat pertumbuhan aktivitas usaha. Pada tahun 2009, APEC menetapkan Rencana Aksi Kemudahan Berusaha APEC (Rencana Aksi APEC) sebagai bentuk intervensi untuk mendorong perbaikan regulasi usaha di kawasan anggotanya. Terdapat lima indikator kemudahan berusaha yang menjadi prioritas perbaikan dalam Rencana Aksi APEC, yaitu memulai usaha, perizinan terkait mendirikan bangunan, akses perkreditan, perdagangan lintas negara, dan penegakan kontrak. Penelitian ini menguji bagaimana dampak perbaikan regulasi usaha pada kelima indikator tersebut terhadap pendirian usaha di kawasan APEC, dalam kondisi adanya intervensi berupa penerapan Rencana Aksi APEC. Menggunakan kombinasi Fixed Effects Model, Random-Effects Model, dan Random Effect-instrumental variable pada data panel 15 ekonomi anggota APEC tahun 2006-2018, hasil penelitian menunjukkan bahwa terjadi peningkatan perbaikan skor pada lima indikator kemudahan berusaha setelah adanya penerapan Rencana Aksi APEC. Perbaikan regulasi pada indikator memulai usaha memiliki pengaruh paling signifikan terhadap pendirian usaha di kawasan APEC, di mana peningkatan jumlah pendirian usaha di kawasan APEC dipengaruhi secara signifikan oleh penurunan jumlah hari yang dibutuhkan untuk mengurus perizinan memulai usaha. Adapun empat indikator kemudahan berusaha lainnya menunjukkan hubungan yang tidak signifikan terhadap pendirian usaha. Dari hasil penelitian, disarankan agar anggota APEC merancang kebijakan yang memfokuskan pada penyediaan layanan perizinan memulai usaha yang mudah, murah dan cepat. Misalnya dengan mengimplementasikan layanan “one-stop shops” serta mengembangkan layanan berbasis elektronik untuk mempercepat proses perizinan dan meminimalkan biaya yang harus dikeluarkan.Kata kunci: APEC, kemudahan berusaha, pendirian usaha, regulasi, data panel
Analisis Kointegrasi Keterbukaan Perdagangan dan Pertumbuhan Ekonomi di Indonesia Sri Amanda Fitriani; Dedi Budiman Hakim; Widyastutik Widyastutik
Jurnal Ekonomi & Kebijakan Publik Vol 12, No 2 (2021)
Publisher : Pusat Penelitian, Badan Keahlian DPR RI

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.22212/jekp.v12i2.2033

Abstract

The flow of globalization is a problem for almost all states in the world. Every country is currently conducting trade openness to support domestic needs and encourage economic growth. The trend of Indonesia’s trade openness ratio which tends to decrease, it has not trend with Indonesia’s economic growth. This study aims to analyze the relationship between trade openness and economic growth in Indonesia, both in the short and long term, using various trade openness indicators. The type of research data is secondary data in an annual time series from 1980 to 2019. The method used in this study is Autoregressive Distributed Lag (ARDL). All trade openness measure (exports plus imports, exports, and imports) used in this study show a positive and significant relationship between trade openness and economic growth in Indonesia over the long term but a negative relationship in the short term. For a long term, there has been a negative relationship between Foreign Direct Investment (FDI) and economic growth in Indonesia; however, there is a positive relationship in the short term. Human capital has a long term positive relationship with economic growth in Indonesia, but it is not significant in the short term. This study suggests a need for an increase in trade performance in a short term by reviving the real domestic market, increasing monitoring and cooperation from all stakeholders involved in supporting FDI, and providing easy access for people who are less able to pursue higher education.Keywords: trade openness, economic growth, ARDLAbstrakArus globalisasi menjadi tantangan tersendiri bagi hampir seluruh negara di dunia. Setiap negara saat ini melakukan keterbukaan perdagangan untuk menunjang kebutuhan domestik dan mendorong pertumbuhan ekonomi. Pergerakan rasio keterbukaan perdagangan Indonesia cenderung menurun dan rendah, tidak sejalan dengan pertumbuhan ekonominya. Studi empiris menganalisis hubungan keterbukaan perdagangan dan pertumbuhan ekonomi di Indonesia yang telah dilakukan memiliki hasil penelitian yang berbeda. Tujuan penelitian ini adalah menganalisis hubungan keterbukaan perdagangan dan pertumbuhan ekonomi di Indonesia dalam jangka pendek maupun jangka panjang berdasarkan beberapa indikator keterbukaan perdagangan. Jenis data penelitian adalah data sekunder dalam deret waktu tahunan (time series) dari tahun 1980-2019. Penelitian ini menggunakan metode Autoregressive Distributed Lag (ARDL). Hasil penelitian menunjukkan terdapat hubungan positif dan signifikan antara keterbukaan perdagangan dan pertumbuhan ekonomi di Indonesia dalam jangka panjang tetapi negatif dalam jangka pendek dari seluruh indikator keterbukaan perdagangan yang digunakan (ekspor ditambah impor dibagi PDB, ekspor dibagi PDB, dan impor dibagi PDB). Dalam jangka panjang terdapat hubungan yang negatif antara Foreign Direct Investment (FDI) dan pertumbuhan ekonomi di Indonesia, sedangkan dalam jangka pendek terdapat hubungan positif. Untuk modal manusia memiliki hubungan positif dengan pertumbuhan ekonomi di Indonesia dalam jangka panjang, tetapi tidak signifikan dalam jangka pendek. Rekomendasi dari penelitian ini, perlu adanya peningkatan kinerja perdagangan dalam jangka pendek dengan menghidupkan sektor riil dalam negeri, peningkatan pengawasan serta kerja sama dari seluruh stakeholders yang terkait dalam mendukung FDI, dan memberikan kemudahan akses bagi masyarakat kurang mampu untuk menempuh pendidikan tinggi.Kata kunci: keterbukaan perdagangan, pertumbuhan ekonomi, ARDL
Pandemi Covid-19 dan Dampak Ekonomi pada Pekerja Migran Indonesia dan Keluarganya: Sebuah Kajian Pustaka Mita Noveria; Haning Romdiati
Jurnal Ekonomi & Kebijakan Publik Vol 13, No 1 (2022)
Publisher : Pusat Penelitian, Badan Keahlian DPR RI

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.22212/jekp.v13i1.1947

Abstract

The Coronavirus disease 2019 (Covid-19) pandemic negatively impacts the Indonesian migrant workers since their host countries suffer from the effect of infectious diseases. A big number of Indonesian migrant workers lost their jobs which caused them unable to send money to their families at home country. This paper aims to discuss the impacts of Covid-19 on Indonesian migrant workers’ welfare and their families at home country. This paper is based on analysing existing statistical data and reviewing existing literature and research publications. The results show that the direct impacts of Covid-19 on Indonesian migrant workers are layoffs for both permanent and temporary workers. Indonesian migrant workers who have been laid off have to go back to their home country. Some Indonesian migrant workers who are still working in host countries received decreasing income due to salary reduction and no additional income for their extra working hours. Such condition brings about negative impacts on Indonesian migrant workers’ welfare and their families at home country, mainly because of the reduce of remittances, reaching 10.28 percent during the Covid-19 pandemic. Considering the condition of migrant workers’ families who have experienced a decrease in remittances, they should be eligible for receiving any safety net from social security programs due to Covid-19 pandemic impact.Keywords: Indonesian migrant workers, Covid-19 pandemic, social securityAbstrakPekerja Migran Indonesia (PMI) merupakan salah satu kelompok penduduk yang terkena dampak negatif dari pandemi Covid-19 karena negara tempat mereka bekerja tidak luput dari penyakit infeksi menular tersebut. Dari sisi ekonomi, dampak yang dirasakan oleh sebagian PMI adalah kehilangan pekerjaan, karena Covid-19 memengaruhi aktivitas ekonomi berbagai negara tempat mereka bekerja. Akibatnya, mereka tidak mempunyai penghasilan yang bisa dikirim untuk keluarga yang ditinggalkan. Tulisan ini bertujuan untuk membahas dampak Covid-19 terhadap kesejahteraan PMI dan keluarga mereka di daerah asal. Analisis tulisan ini berdasarkan pada berbagai data sekunder yang diperoleh melalui kajian pustaka terhadap literatur yang relevan. Hasil analisis memperlihatkan dampak langsung yang dirasakan PMI adalah diberhentikan dari pekerjaan atau tidak adanya perpanjangan kontrak kerja. PMI yang tidak dapat terus bekerja di luar negeri terpaksa harus kembali ke daerah asal. Sebagian PMI yang masih bekerja mengalami pengurangan pendapatan, antara lain karena pemotongan upah dan tidak ada penghasilan tambahan yang diperoleh saat bekerja lembur. Kondisi ini berpengaruh negatif terhadap kesejahteraan PMI dan keluarganya karena aliran remitansi menjadi berkurang. Remitansi dari PMI ke Indonesia telah mengalami penurunan selama pandemi Covid-19, yaitu mencapai 10,28 persen. Mempertimbangkan kondisi keluarga PMI yang mengalami penurunan remitansi maka kelompok ini perlu mendapat perhatian, terutama terkait dengan jaminan sosial bagi penduduk yang terdampak Covid-19.Kata kunci: pekerja migran Indonesia, pandemi Covid-19, jaminan sosial
Manajemen Hubungan Pelanggan Bagi Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah Yuni Sudarwati; Izzaty Izzaty
Jurnal Ekonomi & Kebijakan Publik Vol 13, No 1 (2022)
Publisher : Pusat Penelitian, Badan Keahlian DPR RI

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.22212/jekp.v13i1.1988

Abstract

The need for Micro, Small, and Medium Enterprises (MSMEs) to connect with customers is increasing. Understanding customer behavior is necessary for running a business, especially during a pandemic. Customer Relationship Management (CRM) helps MSMEs to manage this connection. However, in its implementation, MSMEs experience obstacles such as not understanding the CRM concept, the absence of a strong leader, and limited resource support. Therefore, it is crucial to know how MSMEs should carry out CRM. The study conducted through this literature study aims to analyze the application of CRM by MSMEs and provide policy advice to the government to help MSMEs during the pandemic. The results of the study show that the most crucial thing MSMEs must do is to understand what kind of CRM is needed. This will affect the choice of the most suitable type of CRM to run and how MSMEs are trying to run it. A balance between the three main elements in the CRM namely people, systems and processes, and technology, must be met. Therefore, the government can take a role both in the short and long term because of the importance of the role of MSMEs for the country’s economy. In the short term, by providing training and mentoring support for MSMEs to go online. Meanwhile, for the long term, by providing support for technology infrastructure, product development, and distribution. In addition, the government can reflect on the Malaysian government, which makes MSMEs a part of politics.Keywords: MSMEs, Customer Relationship Management (CRM), customer, governmentAbstrakKebutuhan Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM) untuk terhubung dengan pelanggan semakin meningkat. Memahami perilaku pelanggan merupakan keniscayaan dalam menjalankan usaha terutama di masa pandemi. Manajemen Hubungan Pelanggan (MHP) membantu UMKM untuk mengelola keterhubungan tersebut. Namun dalam pelaksanaannya, UMKM mengalami kendala seperti belum dipahaminya konsep MHP, belum adanya pemimpin yang kuat, dan terbatasnya dukungan sumber daya. Oleh karena itu, penting untuk mengetahui bagaimana MHP yang sebaiknya dilakukan oleh UMKM. Kajian yang dilakukan melalui studi literatur ini bertujuan untuk menganalisis penerapan MHP oleh UMKM dan memberikan saran kebijakan kepada pemerintah untuk membantu UMKM dalam masa pandemi. Hasil kajian menunjukkan bahwa yang paling utama harus dilakukan oleh UMKM adalah memahami MHP seperti apa yang sebenarnya dibutuhkan. Hal ini akan memengaruhi pilihan jenis MHP yang paling sesuai untuk dijalankan dan bagaimana upaya UMKM menjalankannya. Keseimbangan antara ketiga unsur utama dalam MHP, yaitu manusia, sistem dan proses, serta teknologi harus terpenuhi. Oleh karena itu, Pemerintah dapat mengambil peran baik dalam jangka pendek maupun jangka panjang karena pentingnya peran UMKM bagi perekonomian negara. Dalam jangka pendek dengan memberi dukungan pelatihan dan pendampingan bagi UMKM untuk bisa Go Online. Sedangkan untuk jangka panjang dengan memberikan dukungan pada infrastruktur teknologi, pengembangan produk, dan juga dalam hal distribusi. Selain itu, pemerintah dapat berkaca pada Pemerintah Malaysia yang menjadikan UMKM sebagai bagian dari politik.Kata kunci: UMKM, Manajemen Hubungan Pelanggan (MHP), pelanggan, pemerintah
Dampak Upah Minimum Terhadap Produktivitas Tenaga Kerja: Studi Kasus Industri Manufaktur Indonesia Jemila Rahmi; Riyanto Riyanto
Jurnal Ekonomi & Kebijakan Publik Vol 13, No 1 (2022)
Publisher : Pusat Penelitian, Badan Keahlian DPR RI

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.22212/jekp.v13i1.2095

Abstract

In the last two decades, the manufacturing industry’s contribution to Gross Domestic Product (GDP) has decreased from 26.4 percent in 2000 to 21.7 percent in 2019. The sinking productivity of the manufacturing industry causes this decline in performance. Therefore, to increase the manufacturing industry’s performance, productivity must be boosted. One way to improve the manufacturing industry’s productivity is to increase labor productivity it self. According to the wage efficiency theory and production theory, wage is one of the factors that can affect labor productivity. Through the spillover effect mechanism, an increase in the minimum wage will increase workers’ wages. Meanwhile, the increase in workers’ wages will affect labor productivity. This study aims to examine the spillover effect using a syllogistic framework, which examines the effect of an increase in minimum wages on wage increases, and the effect of wages on labor productivity in the manufacturing industry. Using the panel data regression model and BPS large medium industry survey data from 2010 to 2015, this study shows that minimum wages are positively and significantly associated with wages, and positively and significantly associated with labor productivity. These results indicate a spillover effect of an increase in the minimum wage on the increase in workers’ wages, which has implications for labor productivity in the manufacturing industry. Thus, the minimum wage policy can be used as an instrument in boosting labor productivity of the manufacturing industry.Keywords: minimum wages, spillover effect, manufacturing industry, labor productivityAbstrakDalam dua dekade terakhir, kontribusi industri manufaktur terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) mengalami penurunan dari 26,4 persen pada tahun 2000 menjadi 21,7 persen pada tahun 2019. Penurunan kinerja tersebut disebabkan oleh menurunnya produktivitas industri manufaktur. Agar kontribusinya terhadap PDB dan pertumbuhannya kembali meningkat, maka produktivitas industri manufaktur harus ditingkatkan. Salah satu caranya adalah dengan meningkatkan produktivitas tenaga kerja industri manufaktur itu sendiri. Menurut teori efisiensi upah dan teori produksi, upah merupakan salah satu faktor yang dapat memengaruhi produktivitas tenaga kerja. Melalui mekanisme spillover effect, kenaikan upah minimum akan memengaruhi kenaikan upah pekerja tetap. Sementara kenaikan upah pekerja diduga akan memengaruhi produktivitas tenaga kerja. Penelitian ini bertujuan menguji adanya spillover effect tersebut dengan kerangka silogisme yaitu menguji pengaruh kenaikan upah minimum terhadap kenaikan upah, dan menguji pengaruh upah terhadap produktivitas karyawan/pekerja tetap pada industri manufaktur. Dengan menggunakan panel data regression model dan data survei industri besar-sedang BPS dari tahun 2010 sampai dengan tahun 2015, penelitian ini menunjukkan bahwa upah minimum berasosiasi positif dan signifikan terhadap upah, dan upah berasosiasi positif dan signifikan terhadap produktivitas tenaga kerja. Hasil ini membuktikan adanya spillover effect kenaikan upah minimum terhadap kenaikan upah pekerja yang berimplikasi pada meningkatnya produktivitas tenaga kerja pada industri manufaktur. Oleh karena itu, kebijakan upah minimum dapat digunakan sebagai instrumen untuk meningkatkan produktivitas tenaga kerja pada industri manufaktur.Kata kunci: upah minimum, spillover effect, industri manufaktur, produktivitas tenaga kerja