cover
Contact Name
-
Contact Email
-
Phone
-
Journal Mail Official
-
Editorial Address
Jurusan Aqidah dan Filsafat Islam Fakultas Ushuluddin | Universitas Ialam Negeri Sunan Gunung Djati Bandung. Jl. AH Nasution No 105, Cibiru Bandung.
Location
Kota bandung,
Jawa barat
INDONESIA
Jaqfi : Jurnal Aqidah dan Filsafat Islam
ISSN : 27149420     EISSN : 2541352X     DOI : -
Core Subject : Religion, Education,
Jurnal Ilmiah JAQFI: Jurnal Aqidah dan Filsafat Islam adalah jurnal yang mempublikasikan hasil-hasil kajian dan penelitian orisinal terbaru dalam ilmu murni Filsafat Islam dan Aqidah (Teologi Islam), serta cakupannya meliputi kajian filsafat kontemporer, pendidikan, sosial, dan keagamaan dari perspektif filsafat maupun aqidah. Tujuan Jurnal berkala ini adalah untuk upaya meningkatkan intensitas kajian Filsafat Islam dan Aqidah, mengupayakan teori baru serta kontekstualisasinya bagi perkembangan intelektualitas.
Arjuna Subject : -
Articles 216 Documents
Konsep Konsumerisme Masyarakat Modern dalam Kajian Herbert Marcuse Rina Octaviana
Jaqfi: Jurnal Aqidah dan Filsafat Islam Vol 5, No 1 (2020): TUHAN DAN ESKATOLOGI
Publisher : Jurusan Aqidah dan Filsafat Islam Universitas Negri Sunan Gunung Djati Bandung

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (40.201 KB) | DOI: 10.15575/jaqfi.v5i1.6267

Abstract

Perkembangan zaman yang semakin hari semakin berubah dan meluas hingga memberikan dampak yang sangat signifikan di kehidupan manusia. Dari berkembangnya zaman ini sudah pasti akan memberikan berbagai dampak baik itu negatif dan positif. Kritik mengenai zaman globalisasi ini salah satunya dilontarkan oleh seorang filsuf Jerman ternama dan juga seorang pemikir kiri baru yang bernama Herbert Marcuse. Perkembangan zaman yang membuat masyarakat saat ini berkiblat hanya pada satu dimensi saja yaitu kapitalisme. Kemudian dari kejadian ini lahirlah suatu budaya baru yang dinamakan budaya konsumerisme. Budaya konsumerisme ini adalah suatu paham atau ideologi yang dijadikan panutan oleh masyarakat modern dalam segi gaya hidupnya yang menganggap bahwa barang-barang yang mewah merupakan tolak ukur dari kebahagiaan, kesenangan, dan pemuas hasrat manusia. Kegemaran masyarakat pada era modern ini dalam hal berbelanja dan memenuhi kebutuhan menjadikan budaya ini menjadi budaya yang tidak hemat. Adapun yang dimaksud dengan masyarakat modern adalah masyarakat yang ditandai dengan berbagai teknologi yang mereka miliki. Masyarakat modern ini sangat mudah untuk diidentifikasi, semakin canggihnya teknologi yang mereka punya maka itulah yang disebut dengan masyarakat modernPenelitian ini dilakukan untuk lebih mengetahui mengenai masyarakat modern dan juga berbagai bentuk konsumerisme masyarakat modern dalam kajian Herbert Marcuse. Kecanggihan dari teknologi dan kemajuan dari globalisasi memang sangat memberikan dampak baik bagi kehidupan manusia, namun tidak menafikan juga terdapat dampak buruk yang sangat besar yang dialami oleh manusia. Maka dari itu dengan lebih dibahasnya permasalahan mengenai masyarakat modern dan konsumerisme ini, maka  diharapkan dapat digunakan sebagai bahan referensi agar masyarakat tidak terbuai dengan berbagai efek negative yang diberikan oleh arus globalisasi.Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode kualitatif deskriptif  melalui studi pustaka. Studi pustaka merupakan metode dengan tahapan mengumpulkan berbagai data dan penelitian terdahulu guna menjawab permasalahan masyarakat modern dan bentuk konsumerisme masyarakat modern yang terjadi pada era globalisasi saat ini. Adapun berbagai sumber data yang digunakan berasal dari buku, artikel, jurnal, skripsi, atau bahkan dari film.  Penelitian ini disusun dengan cara mendeskripsikan berbagai macam pengertian dan sumber yang ada kemudian dibahas serinci mungkin.Hasil penelitian ini kemudian menemukan bahwa perilaku masyarakat modern saat ini memang menjadi suatu perilaku yang sulit untuk dihindari. Mengingat semakin berkembangnya kemajuan teknologi membuat masyarakat terbuai dengan kenyamanan yang diberikan oleh zaman modern ini. Berbagai kebutuhan palsu dapat berubah menjadi kebutuhan pokok yang harus dipenuhi. Meningkatnya budaya baru yang disebut Budaya Konsumerisme merupakan suatu budaya yang dilahirkan dari kemajuan arus globalisasi. Masyarakat kemudian menjadi makhluk dengan tingkat refresif yang tinggi. Dalam bukunya One Dimensional Man, Herbert Marcuse dengan gamblang mengatakan bahwa masyarakat modern saat ini merupakan masyarakat berdimensi satu yang telah telah berkiblat pada satu budaya yaitu budaya konsumerisme.
ISLAM PERSPEKTIF DAN PERSPEKTIF ISLAM TENTANG PENDETA SYAIFUDIN IBRAHIM (Analisis Pandangan, Asumsi, dan Tantangan Pendeta Syaifuddin Ibrahim Terhadap Umat Muslim) eko nopriyansa
Jaqfi: Jurnal Aqidah dan Filsafat Islam Vol 5, No 1 (2020): TUHAN DAN ESKATOLOGI
Publisher : Jurusan Aqidah dan Filsafat Islam Universitas Negri Sunan Gunung Djati Bandung

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (48.673 KB) | DOI: 10.15575/jaqfi.v5i1.6646

Abstract

The phenomenon of religious people and freedom to choose religion as a belief in life becomes freedom that cannot be bargained. The series of past history reminds religious people that the Presence of Religion is on the most principle principle, in order to be a solution in various aspects of human life, apart from the dark history of Religion which is ridden by the interests of power and vice versa on the power of Religion. Furthermore, the context of the past is a compass of the future of Religion which is burdened by every follower of Religion. The presence of Christianity as a Missionary religion and Islam as a Da'wah religion opened a space for religious social dialogue, because both were involved in Agamanization. Furthermore, the two characteristics possessed by each religion will certainly ignite the enthusiasm of Christian evangelists and preachers on the part of Islam to compete in assuming the truth of the perspective. The presence of this article will open a space for scientific dialogue to the two communities, in exposing the views and assumptions of Reverend Murtadin Saifudin Ibrahim who has an Islamic background and assumes that he is one of the Islamic leaders who then turned to become a Christian priest. Furthermore this article is not an Interference to Saifudin Ibrahim's new beliefs, but this article is to answer Saifudin Ibrahim's assumptions and views on Islam as the largest religion among religious people in Indonesia. In the end, hopefully this article can answer various obscure views and thoughts, and thoughts that intercept the faith in Islam in Indonesia.
ANALISIS TERHADAP PEMIKIRAN ALI SYARI’ATI TENTANG KONSEP HUMANISME ISLAM Asep Wildan
Jaqfi: Jurnal Aqidah dan Filsafat Islam Vol 4, No 1 (2019)
Publisher : Jurusan Aqidah dan Filsafat Islam Universitas Negri Sunan Gunung Djati Bandung

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (381.551 KB) | DOI: 10.15575/jaqfi.v4i1.9331

Abstract

AbstrakPenelitian ini bertolak dari pemikiran bahwa peradaban saat ini sangatlah kebarat-baratan, dengan kata lain Eropa menjadi acuan, humanisme Eropa menjadi dasar dari peradaban saat ini. Padahal, humanisme Eropa cenderung mengedepankan intelejensi dan kehendak bebas dari manusia yang pada akhirnya mendorong manusia untuk mengeksploitasi alam sedemikian rupa. Dengan kata lain mendorong manusia untuk berbuat kerusakan di muka bumi. Ali Syari’ati sendiri merupakan seorang tokoh dari Iran yang terkenal dengan gayanya yang khas, memaparkan hampir semua teori humanisme barat berikut kelemahan-kelemahannya, dan menghadapkan semua teori itu dengan pandangan dunia Islam. Yang juga mengajukan Islam sebagai agama yang mampu menjawab seluruh tantangan kehidupan modern. Dalam menghimpun data, baik primer juga sekunder, penulis menggunakan teknik studi kepustakaan serta dokumentasi. Dengan mengumpulkan semua buku dan literatur karya Ali Syari’ati yang telah di terjemahkan ke dalam bahasa Indonesia. Di kumpulkan juga buku dan literatur mengenai topik dan Ali Syari’ati yang ada relevansinya dengan masalah yang dibahas. Hasil analisis menunjukkan bahwa (1) Humanisme menurut Ali Syari’ati adalah aliran filsafat yang menyatakan bahwa tujuan pokok yang dimilikinya adalah untuk keselamatan dan kesempurnaan manusia. Humanisme memandang manusia sebagai makhluk mulia, dan prinsip-prinsip yang disarankannya didasarkan atas pemenuhan kebutuhan-kebutuhan pokok yang bisa membentuk manusia menjadi lebih baik. (2) Menurut Ali Syari’ati, pernyataan humanisme dalam Islam adalah yang paling dalam dan paling maju, mengacu pada kisah kejadian Adam dalam Al-Qur’an. Islam mengajarkan bahwa di hadirat Allah manusia bukanlah makhluk yang rendah, karena ia adalah rekan Allah, teman-Nya, pendukung amanah-Nya di bumi. Manusia menikmati afinitasnya dengan Allah, menerima pelajaran dari-Nya, dan telah menyaksikan betapa semua malaikat Allah jatuh bersujud kepada-Nya.
METAFISIKA AL-KINDI DALAM FÎ AL-FALSAFAH AL-ÛLA (FILSAFAT PERTAMA) Syihabul Furqon; Neng Hannah
Jaqfi: Jurnal Aqidah dan Filsafat Islam Vol 5, No 2 (2020): METAFISIKA DAN LEKSIKON POLITIK
Publisher : Jurusan Aqidah dan Filsafat Islam Universitas Negri Sunan Gunung Djati Bandung

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (414.839 KB) | DOI: 10.15575/jaqfi.v5i2.9711

Abstract

Metafisika adalah salah satu cabang filsafat mengenai segala sesuatu yang bersifat prinsipil. Bahkan dia adalah cabang filsafat yang menggambarkan inti dari penelusuran filsafat mengenai segala sesuatu. Metafisika berurusan dengan segala sesuatu sebagaimana adanya, namun dengan relasinya atas level realitas. Sebab manifestasi atau realitas segala sesuatu itu ditentukan oleh seberapa universalkah dia. Dalam pemikiran salah satu filsuf pertama Islam, Al-Kindi, filsafat pertama tidak hanya sekadar berurusan dengan level manifestasi, melainkan juga dengan doktrin Islam. Tepat di sinilah aspek penting dan signifikansi metafisika Al-Kindi patut ditinjau ulang sebagai salah satu pendekatan atas doktrin namun melalui jalur nalar. Melalui teks primernya, kami menemukan anasir bahwa tidak ada pertentangan antara doktrin dan nalar—sebagaimana tidak ada perselisihan antara filsafat dan doktrin Islam. Terutama mengenai inti kredo dalam Islam: tauhid (pengesaan).
JIWA DALAM PANDANGAN MULLA SHADRA Dadang Ahmad Fajar
Jaqfi: Jurnal Aqidah dan Filsafat Islam Vol 3, No 1 (2018)
Publisher : Jurusan Aqidah dan Filsafat Islam Universitas Negri Sunan Gunung Djati Bandung

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (373.749 KB) | DOI: 10.15575/jaqfi.v3i1.9551

Abstract

AbstrakPusat dari segala aktifitas mental (kognisi) manusia adalah pikiran. Pandangan ini sedikit berbeda di tangan Mulla Shadra—dan para filsuf muslim secara umum. Aktifitas kognisi manusia berpusat di jiwa dan oleh sebab itu jiwa menempati posisi paling utama dalam filsafat Islam. Menemukan—atau mengidentifikasi jiwa—merupakan salah satu tugas pokok filsafat Islam. Sebab yang membedakan manusia dengan spesies lain tidak sekadar penggunaan pikiran (daya mental) semata, melainkan yang paling utama adalah substansi jiwanya. Mulla Shadra, sebagai pembaharu (dalam level tertentu) peripatetisme Islam setelah Ibn Sina, memberikan penekanan menarik pada pembahasan mengenai jiwa. Dalam penelitian ini akan diuraikan sejumlah kata kunci sekaligus signifikansi filsafat Shadra dalam penjabaran mengenai jiwa.
TAREKAT ALAWIYYAH Konsep Ajaran Tarekat Alawiyyah pada Pondok Pesantren Masyhad An-Nur Desa Cijurai, Sukabumi – Jawa Barat (Analisis Filisofis) Mukhtar Sholihin
Jaqfi: Jurnal Aqidah dan Filsafat Islam Vol 4, No 2 (2019)
Publisher : Jurusan Aqidah dan Filsafat Islam Universitas Negri Sunan Gunung Djati Bandung

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (81.408 KB) | DOI: 10.15575/jaqfi.v4i2.9374

Abstract

AbstrakTarekat Alawiyyah merupakan salah satu tarekat yang berpengaruh di Indonesia, hampir seluruh tarekat yang tersebar di Indonesia merupakan bagian dari tarekat Alawiyyah, sebutan Alawiyyah merupakan berasal dari nama salah seorang nenek-moyang kelompok ini, yakni ‘Alwi bin Ubaidillah bin Ahmad bin Isa al-Muhajir bin Ali al-Uraidhi bin Ja’far Shadiq bin Muhammad al-Baqir bin Ali Zainal Abidin bin Husein bin Ali bin abi Thalib AS. Tarekat alawiyyah, tak pelak adalah suatu bentuk cara beragama yang berorientasi tasawuf. Namun, tak seperti tarekat pada umumnya, tarekat alawiyyah bukanlah suatu orde sufi (tarekat), meski tak bisa lepas dari dasar-dasar teoritis pemikiran kesufian, tarekat alawiyyah bisa dikelompokkan ke dalam apa yang biasa di sebut sebagai tasawuf akhlaki (Tasawuf Sunni). Para penyebar utama Islam awalnya adalah kaum sufi, selain menegaskan kenyataan ini, juga berusaha untuk mengembangkan versi yang menyakini bahwa para pendakwah Islam awal adalah dari keturunan Imam Ahmad bin Isa al-Muhajir, cucu Imam Ja’far as-Shadiq. Bukan hanya Wali Songo dan para pendakwah awal lainnya di Nusantara, bahkan kontribusi kaum Alawiyyin yang datang membawa pesan damai dan secara langsung perkembangan Islam berada di bawah pengaruh Tarekat Alawiyyah ini Di desa Cijurai lah terdapat sebuat pusat penyebarah tarekat Alawiyyah, yang sampai sekarang masih menjadi Icon sebuah lembaga yang non-formal bagi perkembangan suatu lembaga, tetapi bisa menjadi dasar sebuah penelitian awal, untuk mengkaji sebuah Tarekat tersebut. Pondok Pesantren Masyhad An-Nur ini masih menjaga Tradis dan cirri khas, prinsip dasar dari ajaran tarekat Alawiyyah sampai saat ini. Ada kesalah fahaman dalam memaknai prinsip dasar dari tarekat Alawiyyah yang saat ini berkembang di masyarakat sekitar Pondok Pesantren Masyahad An-Nur, oleh karena itu perlu pendefinisian yang jelas atas sebuah lembaga dan ajarannya yang murni atas prinsip dasar Tarekat Alawiyyah ini kepada Publik yang ada di sekitar Pondok. Agar lebih memahami dan bisa menjalankan apa yang di bawa oleh para Alawi dalam menjunjung tinggi rasa Ubudiyyah kepada Allah Swt.
Imanensi Fasisme dan Kedaulatan: Kritik Giorgio Agamben Atas State of Exception Muhammad Satria Abdul Karim
Jaqfi: Jurnal Aqidah dan Filsafat Islam Vol 5, No 2 (2020): METAFISIKA DAN LEKSIKON POLITIK
Publisher : Jurusan Aqidah dan Filsafat Islam Universitas Negri Sunan Gunung Djati Bandung

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (361.647 KB) | DOI: 10.15575/jaqfi.v5i2.9048

Abstract

AbstractState of exception is a condition where law is suspended. Giorgio Agamben viewed such conditions as a trojan horse which allow fascism of sovereignty to prevail. Sovereignty itself is politically absolute yet imaginary. The logic of emergency, which is the kernel of sovereignty, has always been operating in modern state. State of exception is the immanence onthology that becomes the requirement of fascism to take place. Such political praxis undelies the fascism of the sovereignty since the sovereign itself act as a hidden absolute power in modern state which prevail in the state of exception. As long as politics and powers rely on the logic of inclusion and exclusion and the power of sovereignty, the power will have always been operated in fascistic ways.Keywords:Sovereignty; fascism; state of exception; post-structuralism; immanence__________________________ AbstrakKeadaan pengecualian adalah kondisi di mana hukum ditangguhkan. Giorgio Agamben memandang kondisi tersebut sebagai celah yang memungkinkan fasisme dari kedaulatan untuk muncul. Kedaulatan sendiri memiliki kekuatan politik absolut tetapi imanjiner. Logika darurat, yang menjadi inti kedaulatan, sudah selalu beroperasi di dalam negara modern. Keadaan pengecualian adalah ontologi imanen yang menjadi persyaratan fasisme untuk ada. Praktek politik demikian menjadi dasar bagi fasisme dari kedaulatan karena kedaulatan itu sendiri bertindak sebagai kekuasaan absolut tersembunyi di dalam negara modern yang muncul ketika keadaan pengecualian. Selama politik bergantung pada logika eksklusi dan inklusi serta kekuasaan berdaulan, kekuasaan akan sudah selalu dioperasikan dengan cara yang fasis.Kata Kunci:kedaulatan; fasisme; keadaan pengecualian; pasca-strukturalisme; imanensi.
ILMU MENURUT NURCHOLISH MADJID DALAM PRESPEKTIF POSTMODERNISME JEAN FRANCOIS LYOTARD Muhammad Amiruddin
Jaqfi: Jurnal Aqidah dan Filsafat Islam Vol 3, No 2 (2018)
Publisher : Jurusan Aqidah dan Filsafat Islam Universitas Negri Sunan Gunung Djati Bandung

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (460.01 KB) | DOI: 10.15575/jaqfi.v3i2.9565

Abstract

AbstractIt is a necessity that life is always developing and among its supports is science. That way, whether or not a civilization is good or not, it can be assessed how society views science and treats it. Today our world is entering what thinkers call postmodern, a century very different from before, so it cannot be denied or has influenced the rules of the game in various fields. Jean Francois Lyotard is one of the thinkers who talk about postmodern, especially his analysis of the field of science which has been organized differently by society today. Initially, science existed only as something to help human life, but in postmodern science it is now found that science is a tool of power with all interests and oppresses humanity; totalitarian and domination. That fact then, Lyotard attempted to transmit the concept to disrupt established science, by celebrating diversity. Islam really appreciates science, there is even a tendency that law is compulsory for Muslims. One of the Indonesian Islamic thinkers who in several of his writings discusses science is Nurcholish Madjid. Efforts to find out how Islam views science, feel the need to research it. Based on Lyotard's postmodern analysis tools, it is found that Islam can be a driving force for postmodern science or scientific performance.
DAMPAK PERNIKAHAN USIA DINI (Analisis Feminis Pada Pernikahan Anak Perempuan Di Desa Cibunar Kecamatan Cibatu Kabupaten Garut) Rovi Husnani; Devi Soraya
Jaqfi: Jurnal Aqidah dan Filsafat Islam Vol 4, No 1 (2019)
Publisher : Jurusan Aqidah dan Filsafat Islam Universitas Negri Sunan Gunung Djati Bandung

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (362.494 KB) | DOI: 10.15575/jaqfi.v4i1.9347

Abstract

AbstrakFenomena pernikahan usia dini pada akhir ini angkanya semakin meningkat. Di Indonesia terutama daerah pedesaan yaitu di Desa Cibunar Kecamatan Cibatu Kabupaten Garut. Pernikahan usia dini di desa ini sangatlah sering terjadi, baik orang yang sudah mampu maupun orang yang belum mampu untuk melaksanakan pernikahan. Pernikahan dini yang berlangsung sejak dulu dan masih bertahan sampai sekarang. Bagi masyarakat pernikahan usia dini tidak hanya terjadi karena faktor ekonomi saja, tapi ada faktor lain yaitu kurangnya pendidikan orang tua serta anak. Hingga pernikahan usia dini menjadi solusi bagi mereka. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui dampak pernikahan usia dini bagi anak perempuan melalui analisis feminisme liberal yang mengkategorikan perempuan dan laki-laki memiliki hak dan kesempatan dan pendidikan yang sama. Dengan teori Wollstonecraft, bahwa “inferioritas” perempuan sebagai agen rasional disebabkan pendidikan yang rendah. Pendidikan hanya diprioritaskan hanya untuk laki-laki. Dalam hal ini langkah-langkah yang ditempuh oleh penulis dalam melakukan penelitian pertama, melalui pencarian data objektif dengan cara observasi, studi dokumentasi dan wawancara (interview). Kedua melalui studi kepustakaan yaitu penelaahan buku-buku yang berhubungan dengan masalah penelitian. Hasil penelitian menunjukan bahwa, faktor penyebab pernikahan dini di Desa Cibunar yaitu (1) Faktor ekonomi, (2) Faktor rendahnya dan kesadaran terhadap pentingnya pendidikan, (3) Faktor lingkungan mereka tinggal. Dampak yang timbulkan dari pernikahan usia dini di desa cibunar kecamatan cibatu kabupaten garut yaitu: (1) Ekonomi, (2) Kesehatan, (3) Pandangan masyarakat terhadap pelaku pernikahan usia dini, sedikit permasalahan muncul karena cerminan kebiasaan perempuan itu sendiri seperti malas, bangun tidur siang, pemalu dan lain sebagainya. Kata kunci: Dampak pernikahan usia dini, feminisme, pernikahan dini.
EPISTEMOLOGI SUFI (Telaah literatur atas definisi Pengobatan cara sufi) Naan Naan
Jaqfi: Jurnal Aqidah dan Filsafat Islam Vol 3, No 1 (2018)
Publisher : Jurusan Aqidah dan Filsafat Islam Universitas Negri Sunan Gunung Djati Bandung

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (555.92 KB) | DOI: 10.15575/jaqfi.v3i1.9552

Abstract

AbstractThe essence of the teachings of the Sufis is with God. The goal is taqarrub ilallah, to get closer to Allah. This close relationship is maintained and arranged in such a way through ritualistic Sufi teachings. The research method used is qualitative. The researcher analyzed the data on the Sufism texts. The results of data processing state that in Sufism, all activities of human life are worship. Worship is not enough with prayer and fasting, but it is perfected with morals. Worship which is accompanied by morals directs salik to perfection, where the physical and mental dimensions are in unity. This unity of identity is what is healthy in Sufism. Healthy in Sufism means physical, mental and spiritual health.

Page 4 of 22 | Total Record : 216