Claim Missing Document
Check
Articles

Found 19 Documents
Search

KLAUSULA ASURANSI KEMATIAN PADA AKAD KREDIT KPR SUBSIDI DALAM KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM DAGANG Yandri Radhi Anadi
Jurnal Hukum dan Kenotariatan Vol 5, No 1 (2021): Februari
Publisher : Universitas Islam Malang

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (240.992 KB) | DOI: 10.33474/hukeno.v5i1.10048

Abstract

 The soul of a person can be insured for the needs of the person concerned, both for the duration of his life and for the time specified in the agreement. everyone who lives faces the risk of his own life, because he does not know when he will die. The risk suffered can be in the form of damage, loss or loss, resulting in efforts to avoid and transfer risks to the community through the subsidized KPR program. For banks, the death of a debtor is one of the risks that arise in providing credit. In writing, there are problems being studied, namely, how is the implementation of death insurance in the subsidized MORTGAGE credit agreement and what is the mechanism of death insurance claims for subsidized mortgages. In this research, the writer uses a legal research method which is normative juridical. This study uses a statutory approach, conceptual approach, and a comparative approach. The source of legal materials in this research uses primary sources of legal materials and sources of secondary legal materials. For data collection techniques used are literature review.Keywords: Life Insurance, Subsidized Home Ownership LoansJiwa sesorang dapat diasuransikan untuk keperluan orang yang berkepentingan, baik untuk selama hidupnya maupun untuk waktu yang ditentukan dalam perjanjian. setiap orang yang hidup menghadapi resiko atas hidupnya sendiri, sebab ia tidak mengetahui kapan ia akan meninggal dunia. Resiko yang diderita dapat berupa kerusakan kerugian atau kehilangan, sehingga timbul upaya untuk menghindari dan mengalihkan resiko kepada masyarakat melalui program KPR subsidi. Bagi bank dalam meninggalnya debitur adalah salah satu resiko yang timbul dalam pemberian kredit. Dalam penulisan terdapat permasalah yang dikaji yaitu, bagaimana implementasi asuransi kematian dalam akad kredit KPR subsidi dan seperti apa mekanisme klaim asuransi kematian pasa KPR subsidi. Dalam penelitian ini penulis menggunakan metode penelitian hukum yang bersifat yuridis normatif. Penelitian ini menggunakan pendekatan perundang-undangan, pendekatan konseptual, dan pendekatan perbandingan. Sumber bahan hukum dalam peneitian ini menggunakan sumber bahan hukum primer dan sumber bahan hukum sekunder. Untuk Teknik pengumpulan data yang digunkan adalah telaah Pustaka. Implementasi pemberian asuransi kematian Kredit Kepemilikan Rumah (KPR) subsidi, para pihak antara penanggung dan tertanggung harus memperhatikan hal-hal dasar yang dimana sesuai dalam perjanjian serta Mekanisme prosedur klaim asuransi kematian KPR subsidi sama dengan prosedur klaim asuransi jiwa pada umumnya.Kata Kunci: Asuransi Jiwa, Kredit Kepemilikan Rumah Subsidi
KEKUATAN HUKUM AKTA BUY BACK GUARANTEE DENGAN KUASA MENJUAL BAGI PIHAK DEVELOPER Yandri Radhi Anadi
Jurnal Hukum dan Kenotariatan Vol 3, No 1 (2019): Februari
Publisher : Universitas Islam Malang

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (505.773 KB) | DOI: 10.33474/hukeno.v3i1.1923

Abstract

Kedudukan akta buy back guarantee dalam sistem hukum jaminan tidak berbeda halnya dengan akta-akta notariil lainnya yang digunakan pada lembaga penjaminan. Ia berfungsi sebagai perjanjian ikutan/pelengkap (accesoir) dari perjanjian kredit, yang banyak digunakan pada perjanjian pemberian Kredit Pemilikan Rumah (KPR). Penggunaan akta buy back guarantee karena pada akhirnya bank menempuh upaya lelang, sehingga terkesan bahwa akta buy back guarantee hanyalah ikatan moral belaka, namun tetap diperlukan oleh perbankan sebagai alternatif lembaga penjaminanKata kunci: buy back guarantee, kekuatan hukum, kredit macet.The position of the buy back guarantee deed in the guarantee legal system is not different from the other notariil deeds used in the guarantee institution. It functions as a supplementary agreement (accesoir) of the credit agreement, which is widely used in the agreement for the provision of Housing Loans (KPR). The use of a buy back guarantee deed because the bank took an auction effort in the end, so it was impressed that the buy back guarantee deed was merely a moral bond, but it was still needed by banks as an alternative guarantee institutionKeywords: buy back guarantee, legal force, bad credit.
PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI NOMOR 47 TAHUN 2011 DALAM MEWUJUDKAN AKUNTABILITAS PENGELOLAHAN DANA DESA Faisol Faisol; Yandri Radhi Anadi
Jurnal Hukum dan Kenotariatan Vol 5, No 3 (2021): Agustus
Publisher : Universitas Islam Malang

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (163.384 KB) | DOI: 10.33474/hukeno.v5i3.12947

Abstract

 Pelaksaan pengelolaan dana desa dituntut adanya sebuah tata pemerintahan yang baik yang mana salah satu aspeknya adalah akuntabilitas. Dalam realitanya kucuran dana dalam rangka pengembangan desa tidaklah sedikit, terutama empat tahun belakangan ini. Dana desa yang begitu besar diharapkan memberikan dampak kemajuan yang signifikan dalam mewujudkan kesejahteraan masyarakat, khususnya masyarakat desa. Tentu dalam mewujudkan hal tersebut selain didukung dengan perencanaan yang baik juga perlu adanya pengawasan. Inspektorat merupakan badan  yang memiliki fungsi untuk melakukan pembinaan, pengawasan dan pemeriksaan terhadap urusan yang berkaitan dengan pemerintah sebagai mana yang tertuang pada Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 47 tahun 2011. Pembentukan inspektoran merupakan sebuah terobosan dalam rangka mewujudkan good governance dan clean governance dalam suatu sistem pemerintahan. Kabupaten Malang merupakan daerah yang memiliki jumlah desa cukup banyak yaitu sejumlah 378 desa. Adanya  jumlah desa yang sekian banyak maka diperlukan pengawasan dari lembaga perintah kabupaten malang terkait alokasi dan pengelohan dana desa. Hal ini dikarekan resiko munculnya penyalahgunaan dana desa yang hanya memberikan keuntungan sebagian kalangan tertentu.Kata Kunci: Inspektorat, Good Governace, Sistem Pemerintahan, Dana Desa The implementation of village fund management requires good governance, one of which is accountability. In reality, the disbursement of funds in the context of village development is not small, especially in the last four years. Such large village funds are expected to have a significant impact on progress in realizing community welfare, especially rural communities. Of course, in realizing this, in addition to being supported by good planning, supervision is also needed. The Inspectorate is an agency that has the function to conduct guidance, supervision and examination of affairs related to the government as stipulated in the Regulation of the Minister of Home Affairs Number 47 of 2011. The establishment of inspectors is a breakthrough in the context of realizing good governance and clean governance in a government system. Malang Regency is an area that has a large number of villages, namely 378 villages. The existence of such a large number of villages requires supervision from the Malang Regency command institution regarding the allocation and management of village funds. This is due to the risk of misuse of village funds which only benefits certain groups of people.Keywords: Inspectorate, Good Governace, Government System, Village Fund
PENDIDIKAN PENDAYAGUNAAN GENDER SEBAGAI PROBLEM SOLVING KONFLIK SOSIAL AKIBAT PAHAM ISLAM RADIKALISME DI DESA KLAMPOK SINGOSARI KABUPATEN MALANG Yandri Radhi Anadi; Faisol Faisol
Jurnal Ijtihad Vol 6, No 1 (2022): FEBRUARI
Publisher : Universitas Islam Malang

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.33474/multikultural.v6i1.13966

Abstract

 Dalam konteks radikalisasi dan gender, feminisme Indonesia secara aktif merespon regulasi restriktif dan praktik diskrimimatif yang berujung pada kekerasan yang mensubordinir perempuan. Sebagai bentuk problem solving yang dihadapi maka komunitas-komunitas keislaman yang ada di Indonesia memiliki peran yang sangat penting, salah satunya komunitas keislaman berdaya gender yaitu  Muslimat Nahdatul Ulama, yang mampu mampu menangkal segala macam bentuk radikalisasi seperti di Desa Klampok kecamatan singosari, untuk mempertahankan kultur masyarakat yang damai dan kondusif. Maka diperlukan sebuah solusi tentang pemberdayaan gender agar dapat melakukan aksi pencegahan bentuk radikalisasi yang berupa penyerangan ideologi. Penulisan ini dilatarbelakangi dengan adanya permasalahan yaitu, bagaimana pendayagunaan gender sebagai problem solving konflik sosial akibat radikalisme serta bagaimana menilai paham radikalisme dalam mempengaruhi lingkungan masyarakat desa klampok kecamatan singosari kabupaten malang. Dalam penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif sebagai pendekatan yang diharapkan nantinya dapat memberikan hasil yang terbaik.Kata Kunci: Radikalisme, Gender, Konflik Sosial In the context of radicalization and gender, Indonesian feminism actively responds to restrictive regulations and discriminatory practices that lead to violence that subordinates women. As a form of problem solving faced, Islamic communities in Indonesia have a very important role, one of which is a gender-powered Islamic community, namely Muslimat Nahdatul Ulama, which is able to ward off all forms of radicalization such as in Klampok Village, Singosari District, to maintain culture. peaceful and conducive society. So we need a solution about gender empowerment in order to take action to prevent radicalization in the form of ideological attacks. This writing is motivated by the existence of problems, namely, how to utilize gender as a problem solving social conflict due to radicalism and how to assess radicalism in influencing the environment of the village community in Klampok, Singosari District, Malang Regency. This study uses a qualitative approach as an approach that is expected to provide the best results.Keywords: Radicalism, Gender, Social Conflict.
Perlindungan Hukum Bagi Pengemudi Transportasi Akibat Pembatalan Sepihak Oleh Konsumen Yandri Radhi Anadi
Jatiswara Vol 36 No 1 (2021): Jatiswara
Publisher : Fakultas Hukum Universitas Mataram

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.29303/jatiswara.v36i1.264

Abstract

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengkaji tentang perlindungan hukum bagi pengemudi transportasi akibat pembatalan sepihak oleh konsumen karena dalam praktiknya kegiatan pesan memesan makanan lewat ojek online ini masih sering mengalami banyak kendala. Salah satunya adalah adanya pembatalan pesanan yang dilakukan secara sepihak oleh konsumen. Metode penelitian yang digunakan adalah metode penelitian hukum normatif dengan menggunakan metode pendekatan perundang-undangan (statute approach) dan pendekatan konseptual (conseptual approach). Berdasarkan hasil penelitian bahwa Pembatalan pesanan secara sepihak oleh konsumen tentu tidak berdampak terhadap konsumen, namunberdampak bagi pengemudi ojek online tersebut. Kerugian dalam bentuk materiil tentu masih bisa diganti, tetapi kerugian immateriil tidak akan bisa diganti. Pembatalan sepihak oleh konsumen tersebut merupakan suatu perbuatan pelanggaran hukum yang harus di pertanggungjawabkan oleh konsumen, bentuk perlindungan yang didapatkan oleh pengemudi ojek online adalah memberikan biaya ganti kerugian sebagaimana yang terdapat dalam ketentuan pasal 1365 KUHPerdata. Dalam ketentuan yang diberikan oleh undang-undang untuk perlindungan hukum kepada pengemudi ojek online harus mempunyai itikad yang baik bagi konsumen untuk mengembalikan kerugian yang sudah dialami oleh pengemudi ojek online.
FUNGSI PENGAWASAN DEWAN PERWAKILAN DAERAH (DPRD) SEBAGAI KONTROL TERHADAP PENGELOLAAN KEUANGAN PEMERINTAH DAERAH Faisol Faisol; Yandri Radhi Anadi
Jurnal Hukum dan Kenotariatan Vol. 6 No. 4 (2022)
Publisher : Universitas Islam Malang

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.33474/hukeno.v6i4.19254

Abstract

Sesuai dengan amanat Undang-undang No.32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah, menyatakan: “bahwa dalam penyelenggaraan otonomi daerah dipandang perlu untuk menekankan pada prinsip-prinsip pemerintahan yang baik (Good Governance) dan pemerintahan yang bersih (Clean Governance) dalam mewujudkan pembangunan daerah yang desentralistik dan demokratis. Menindaklanjuti hal itu ketentuan perundang-undangan menyebutkan bahwa DPRD juga merupakan bagian yang tidak terpisahkan dengan Pemerintah Daerah. Kedudukan DPRD dan Kepala Daerah adalah sejajar, DPRD bukanlah subsistem dari Pemrintah atau Kepala derah. DPRD diberi wewenang seperti yang termuat dalam Pasal 41 yang menyatakan:”DPRD memiliki fungsi legislasi, anggaran, dan pengawasan.” Terlebih dalam hal pengelolaan keuangan pemerintahan daerah, fungsi pengawasan dari DPRD sangatlah diperlukan. Pengelolaan keuangan pemerintahan daerah merupakan hal fundamental dalam menentukan kemajuan masyarakat daerah baik dari perekonomian dan kemajuan pembangunan di daerah. Kata Kunci: Pemerintahan Daerah, Kepala Daerah, Fungsi Pengawasan, Keuangan Pemerintah Daerah In accordance with the Undang-Undang No. 32 of 2004 concerning Regional Government, states: "that in the implementation of regional autonomy it is deemed necessary to emphasize the principles of good governance (Good Governance) and clean governance (Clean Governance) in realizing regional development decentralized and democratic. Following up on this, statutory provisions state that the DPRD is also an integral part of the Regional Government. The position of the DPRD and the Regional Head is equal, the DPRD is not a subsystem of the Government or the Regional Head. The DPRD is given the authority as contained in Article 41 which states: "The DPRD has legislative, budgetary and supervisory functions." Especially in terms of regional government financial management, the supervisory function of DPRD is very necessary. Regional government financial management is fundamental in determining the progress of local communities both from the economy and progress of development in the region. Keywords: Regional Government, Regional Head, Oversight Function, Regional Government Finance
PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP ANAK SEBAGAI PELAKU TINDAK PIDANA DENGAN MENGGUNAKAN KONSEP DIVERSI DAN PENDEKATAN RESTORATIVE JUSTICE Rizki Akbar; Yandri Radhi Anadi
Jurnal Hukum dan Kenotariatan Vol. 6 No. 4 (2022)
Publisher : Universitas Islam Malang

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.33474/hukeno.v6i4.19620

Abstract

Upaya perlindungan hukum terhadap anak sebagai pelaku tindak pidana melalui ketentuan yang terdapat dalam Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2012 Tentang Sistem Peradilan Pidana Anak, yakni dengan menggunakan konsep Diversi dan pendekatan Restorative Justice. Akan tetapi dalam pemberlakuan pemberian perlindungan hukum, dari aparat penegak hukum mulai dari kepolisian, kejaksaan, sampai dengan hakim, masih condong memberikan pemenuhan hukum dengan pemberlakuan putusan pidana penjara untuk anak yang berhadapan dengan hukum. Kenyataan tersebut dapat mencedrai kultur masyarakat yang dalam penyelesaian masalah melalui jalan damai. Penulisan ini dilatarbelakangi dengan adanya permasalahan yaitu seperti apa perkembangan konsep Diversi dan Restorative Justice dalam memberikan perlindungan hukum terhadap anak sebagai pelaku tindak pidana. Serta bagaiaman upaya penerapan Diversi dan pendekatan Restorative Justice dalam memberikan perlindungan hukum terhadap anak sebagai pelaku tindak pidana. Jenis penelitian yang dilakukan dalam penulis ini penelitian yuridis normatif. Sedangkan jenis pendekatan dalam penelitian ini menggunakan beberapa pendekatan Pendekatan Perundang-Undangan (statute approach), dan Pendekatan Konseptual (conseptual approach). Kata Kunci: Diversi, Keadilan Restoratif, Perlindungan Anak. Efforts to protect children as perpetrators of criminal acts through the provisions contained in Law Number 11 of 2012 concerning the Juvenile Criminal Justice System, namely by using the concept of Diversion and the Restorative Justice approach. However, in the implementation of the provision of legal protection, law enforcement officers from the police, prosecutors, to judges, are still inclined to provide legal fulfillment by enforcing prison sentences for children who are in conflict with the law. This fact can injure the culture of the people who are solving problems through peaceful means. This writing is motivated by the existence of problems, namely what is the development of the concept of Diversion and Restorative Justice in providing legal protection for children as perpetrators of criminal acts. As well as how to implement the Diversion and Restorative Justice approach in providing legal protection for children as perpetrators of criminal acts. The type of research conducted in this author is normative juridical research. While the type of approach in this study uses several approaches to the Legislative Approach (statute approach), and the Conceptual Approach (conceptual approach). Keywords: Diversion, Restorative Justice, Child Protection.
TINDAK PIDANA PENCUCIAN UANG (MONEY LAUNDERING) YANG DILAKUKAN OLEH KORPORASI MENURUT HUKUM POSITIF DI INDONESIA Yandri Radhi Anadi; Rizky Akbar
Negara dan Keadilan Vol. 12 No. 2 (2023): Jurnal Negara dan Keadilan
Publisher : UNIVERSITAS ISLAM MALANG

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.33474/negkea.v12i2.21396

Abstract

Abstrak Salah satu kejahatan dalam pencucian uang adalah dengan melibatkan korporasi. Keterlibatan korporasi dalam melakukan tindak pidana pencucian uang merupakan potensi ancaman bagi yang perlu dicegah dan diberantas, karena tindak pidana ini merupakan kejahatan terorganisasi yang memiliki jaringan yang luas dan melintasi negara serta didukung dengan kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi. Sehingga korporasi dapat dipertangungjawabkan secara pidana, karena kejahatan yang dilakukan korporasi berdampak kerugian besar pada masyarakat, lingkungan dan negara. Dalam penulisan ini terdapat masalah yang diangkat penulis yaitu, bagaimana kedudukan korporasi sebagai subjek dalam tindak pidana pencucian uang di indonesia. serta bagaimana pertanggungjawaban korporasi dalam tindak pidana pencucian uang menurut hukum positif. Jenis Penelitian yang digunakan dalam penelitian ini merupakan jenis penelitian yuridis normatif. Sedangkan pendekatan yang digunakan dalam penelitian adalah Pendekatan Perundang-Undangan dan Pendekatan Konseptual. Abstract One of the crimes in money laundering is to involve corporations. The involvement of corporations in committing money laundering crimes is a potential threat that needs to be prevented and eradicated, because this crime is an organized crime that has a wide network and crosses countries and is supported by advances in science and technology. So that corporations can be held criminally accountable, because crimes committed by corporations have a huge impact on society, the environment and the state. In this paper, there is a problem raised by the author, namely, how is the position of the corporation as a subject in money laundering in Indonesia. as well as how the corporate responsibility in the crime of money laundering according to positive law. The type of research used in this study is a type of normative juridical research. While the approach used in the research is the Legislative Approach and the Conceptual Approach.
The Phenomenon of Development Misyar Marriage from the Perspective of Islamic Law and Human Rights Arinda Putri.J, Pramai Shella; Radhi Anadi, Yandri; Deuraseh, Nurdeng
De Jure: Jurnal Hukum dan Syari'ah Vol 15, No 1 (2023)
Publisher : Shariah Faculty UIN Maulana Malik Ibrahim Malang

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.18860/j-fsh.v15i1.19013

Abstract

Misyar marriage is one of several Muslim terms in the Middle East. Due to the evolution of life and society, this marriage is a significant phenomenon in Islamic circles. Misyar marriage is performed by a man under the correct contract and conditions, where both parties must give up some rights that are incomparable with the conditions of other marriages Misyar marriage demands that women relinquish certain rights ordinarily associated with marriage, which raises concerns for human rights, particularly those governing discrimination against women. On the contrary, human rights uphold the values of rights and dignity regardless of gender, particularly for women who should receive the same treatment and rights as men, one of which is discussed in the conventions on eradicating all forms of discrimination against women and the rights of the child. This study examines the phenomenon of Misyar marriage through the lens of Islamic law and human rights, employing legal doctrinal or normative research methods, a statutory approach, and a historical perspective. The findings of this study indicated that Misyar marriage differs from other marriages and has a connection to human rights, particularly women's rights to marry. Some scholars believe that this Marriage is permissible and valid. However, according to the following opinion, Misyar marriage is prohibited. This is a violation of international law and not a violation of human rights because the conditions for marriage are not satisfied.
MENINGKATKAN KESADARAN MASYARAKAT TERHADAP PENDAFTARAN TANAH, GANTI UNTUNG DAN TUKAR GULING LAHAN TERDAMPAK PENGEMBANGAN KAWASAN WISATA RELIGI MAKAM AULIA KI AGENG GRIBIG KELURAHAN MADYOPURO KECAMATAN KEDUNGKANDANG KOTA MALANG Yandri Radhi Anadi; Faisol Faisol
Konferensi Nasional Pengabdian Masyarakat (KOPEMAS) #5 2024 Konferensi Nasional Pengabdian Masyarakat (KOPEMAS) 2022
Publisher : Konferensi Nasional Pengabdian Masyarakat (KOPEMAS) #5 2024

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Indonesia mempunyai potensi wisata religi yang sangat besar, di karena Indonesia dikenal sejak dahulu, karena sebagai negara majemuk. Akan tetapi dalam perkambangan dengan adanya potensi wisata religi, akan menimbulkan permasalahan tersendiri dalam legalitas dari tempat wisata, yang dalam hal ini adalah legalitas dari tanah yang dimanfaatkan untuk membangun wisata religi. Permasalahan demikian masih menimbulkan dinamika hukum yang menimbulkan konflik sosial antara masyarakat yang memiliki hak atas tanah yang dijadikan tempat wisata religi. Dari latara belakang demikian, dapat di angkat beberapa permasalahan di antaranya Pengetahuan masyarakat terhadap legalitas tanah pada lahan wisata Religi Makam Aulia Ki Ageng Gribig di Kelurahan Madyopuro Kecamatan Kedungkandang Kota Malang, serta kendala yang dihadapi masyarakat Kelurahan Madyopuro Kecamatan Kedungkandang Kota Malang Dalam Mendapatkan Legalitas atas Tanahanya yang Dijadikan Wisata Religi. Metode analisis yang digunakan dalam penelitian ini yaitu penelitian yuridis empiris dengan pendekatan yuridis sosiologis.