Claim Missing Document
Check
Articles

Found 5 Documents
Search

PENGARUH ELECTRO SHIELD SYSTEM (EES) PADA BOTTOM SET GILL NET TERHADAP HASIL TANGKAPAN ELASMOBRANCHII DI PERAIRAN TANJUNG PANDAN, KEPULAUAN BANGKA BELITUNG Aristi Dian Purnama Fitri; Herry Boesono; Kukuh Eko Prihantoko; Dwi Yoga Gautama; Desca E Dewi; Fajar Adiyanto
Saintek Perikanan : Indonesian Journal of Fisheries Science and Technology Vol 15, No 1 (2019): SAINTEK PERIKANAN
Publisher : Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Universitas Diponegoro

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (593.16 KB) | DOI: 10.14710/ijfst.15.1.26-31

Abstract

Electro Shield System  (ESS) adalah suatu perangkat elektronik sebagai alat bantu untuk mencegah tertangkapnya biota lasmobranchii yang umumnya sebagai bycatch pada saat operasi penangkapan bottom set gill net. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis pengaruh frekuensi ESS (Electro Shield System) sebesar 55 Hz dan 100 Hz selama operasi penangkapan pada jaring insang dasar (bottom set Gill net) terhadap biota elasmobranch. Metode penelitian adalah eksperimental fishing, dilakukan di perairan Tanjung Pandan, Bangka. Kepulauan Belitung di Indonesia dari bulan Maret hingga Mei, 2017. Variabel perlakuan adalah operasi penangkapan bottom set gill net yang dipasang alat ESS frekuensi ESS 55 Hz dan 100 Hz dibandingkan dengan bottom set gill net tanpa dipasang ESS (kontrol) untuk mengetahui hasil tangkapan elasmobranchii. Tangkapan Elasmobranch pada bottom set Gill net dengan ESS 55 Hz lebih rendah jumlahnya (5,26%) dibandingkan dengan tangkapan dengan ESS 100 Hz (6,21%) dan tanpa ESS (7,08%). Analisis statistik ANOVA (tanda 0,05) menunjukkan perbedaan yang signifikan antara bottom set gill net dengan dan tanpa ESS 55 Hz dan 100 Hz. Hal ini menunjukkan bahwa ESS dengan frekuensi 55 Hz dapat dideteksi oleh biota elasmobranch dalam organ ampullae lorenzini, sehingga tidak terperangkap pada bottom set Gill net.Electro Shield System  (ESS) was an electronic device as a tool to prevent the capture of common lasmobranchii biota as a by-catch during a bottom set gill net capture operation.The aim of research was analysed the effect of ESS (Electro Shield System ) frequency of 55 Hz and 100 Hz during the capture operation on bottom set Gill net against elasmobranch biota. The research method was an experimental fishing, conducted in the Tanjung Pandan waters of the Bangka. Belitung Islands in Indonesia from March to May, 2017. The treatment variable was the bottom set gill net capture operation that is installed ESS 55 Hz and 100 Hz frequency compared to without ESS (control) to find out the elasmobranch catch. Elasmobranch catches on set bottom set Gill nets with ESS 55 Hz were lower (5.26%) compared to catches with 100 Hz (7.08%) and without ESS (7.08 %). Statistical analysis of ANOVA (sign 0.05) shows a significant difference between bottom set Gill nets with and without ESS 55 Hz and 100 Hz. This indicates that an Electro Shield System  with a frequency of 55 Hz can be detected by elasmobranch biota in the organs of ampullae lorenzini, so as not to be caught on the bottom set Gill net.
KOMPOSISI IKAN HASIL TANGKAPAN JARING CADUK (SCOOP NET) YANG BEROPERASI DI PERAIRAN CILACAP Fajar Adiyanto; Kukuh Eko Prihantoko; Herry Boesono
Jurnal Perikanan Tangkap : Indonesian Journal of Capture Fisheries Vol 2, No 3 (2018): Jurnal Perikanan Tangkap, September 2018
Publisher : Jurnal Perikanan Tangkap : Indonesian Journal of Capture Fisheries

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (467.684 KB)

Abstract

Jaring caduk (scoop net) merupakan alat tangkap tradisional yang beroperasi di perairan Cilacap. Target utama penangkapan adalah ikan Teri (Stolephorus Sp.). Jaring Caduk dioperasikan pada jam 18.00-05.00 WIB yang terbagi menjadi tiga trip pengoperasian. Pada saat pengoperasian jaring caduk, nelayan aktif mencari geromboan ikan dengan melihat kondisi Perairan. Sehingga, tidak menetap di satu titik pengoperasian. Alat bantu yang digunakan jaring Caduk adalah atraktor lampu sebagai penarik ikan untuk berkumpul. Pada pengoperasian jaring caduk jenis ikan yang tertangkap cenderung berasal dari satu jenis ikan dalam satu trip pengoperasian. Tujuan dari penelitian adalah untuk mengetahui komposisi hasil tangkapan jaring Caduk pada musim penangkapan yang berbeda. Metode penelitian ini adalah deskritif analisis. Adapun metode pengambilan data yaitu, dengan cara observasi, wawancara, dan dokumnetasi selama penelitian. Kriteria pengambilan sampel nelayan yaitu, 1) pengalaman nelayan lebih kurang 10 tahun, 2) beroperasi pada dua musim yang berbeda. Pengambilan data dilakukan dengan lima kali ulangan (lima trip) pengoperasian, yaitu lima kali pada musim biasa dan lima kali pengulanan pada musim puncak. Hasil yang diperoleh yaitu, pada periode musim biasa hasil tangkapan didominsi oleh ikan tembang (Sardinella fimbriata) dengan presentase 60 %  (165 Kg), selanjutnya ikan teri putih (Stolephorus indicus) dengan presentase 40 % (108 Kg).Sedangkan pada periode musim puncak hasil tangkapan didominasi oleh ikan Teri putih (Stolephorus indicus) dengan presentase hasil tangkapan 81 % (1.263 Kg), diikuti ikan Lemuru (Sardinella lemuru) 13 % (209 Kg), dan ikan Tembang (S.fimbriata) 6 % (69 Kg).
Estimasi Potensi dan Alokasi Sumber Daya Perikanan Demersal di Perairan Cilacap, Indonesia Hartono, Sugeng; Adiyanto, Fajar; Yuliardi, Amir Yarkhasy; Abdulrahman, Idris
Juvenil Vol 6, No 3: Agustus (2025)
Publisher : Department of Marine and Fisheries, Trunojoyo University of Madura, Indonesia

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.21107/juvenil.v6i3.31300

Abstract

ABSTRAKStudi ilmiah terkait potensi dan alokasi pemanfaatan sumber daya perikanan demersal di Perairan Cilacap belum pernah dilakukan. Oleh karenanya, penelitian bertujuan menentukan tangkapan lestari maksimum atau Maximum Sustainable Yield (MSY) untuk mengkaji potensinya. Adapun alokasi pemanfaatannya ditentukan berdasarkan analisis tangkapan yang dibolehkan atau Total Allowable Catch (TAC). Data sekunder dikumpulkan untuk kebutuhan analisis yang berupa data jumlah tangkapan dan jumlah usaha penangkapan yang bersumber dari PPS Cilacap dan Dinas Perikanan Kabupaten Cilacap. Selanjutnya, kajian estimasi potensi dilakukan dengan menggunakan Rumus Surplus Produksi Gordon-Schaefer. Ada tujuh alat tangkap yang digunakan nelayan untuk memanfaatkan sumber daya ikan demersal di Perairan Cilacap. Hasil tangkapannya terdiri atas 64 jenis ikan demersal yang dapat dibagi menjadi dua kelompok, yaitu Osteichthyes (35 jenis) dan Chondrichthyes (29 jenis). Perikanan demersal di Perairan Cilacap masih memiliki potensi untuk dimanfaatkan. Namun, ada banyak jenis ikan demersal yang harus diberi kesempatan untuk pulih agar populasinya dapat lestari. Setidaknya 21 ikan demersal dari masing-masing Osteichthyes dan Chondrichthyes masuk kategori tereksploitasi secara penuh dan berlebihan. Jenis ikan dari Osteichthyes meliputi Black pomfret, Silver pomfret Three lined rockcod, White spotted triggerfish, Indian halibu, Banded grunter, Black jew, Sin croaker, Triple tail, Red snapper, Largescaled terapon, Chacunda gizzard shad, Largehead hairtail, Common ponyfish, Giant trevally, Goatfish, Bluespot mullet, Bombay duck, Yellow pike conger, Flathead, dan Giant catfish. Sementara jenis ikan dari Chondrichthyes meliputi Tiger shark, Sharpnose sevengill shark, Silky shark, Gummy shark, Bigeye thresher, Dog fish, Sandbar shark, Blue shark, Spot tail shark, Spinner shark, Smalltooth thresher shark, Longfin mako, Shortfin mako, Guitarfishes, Wing skate, Giant manta ray, White spotted whipray, Japanese devilray, Round ribbontail ray, Bowmouth guitarfish, dan Leopard whipray. Penangkapan sumber daya ikan demersal selanjutnya di Perairan Cilacap harus dilakukan dengan mempertimbangkan aspek lingkungan dan biodiversitas, agar perikanannya berkelanjutan. Caranya meliputi pemeliharaan dan perbaikan ekosistem perairan serta pembatasan dan pemantauan jumlah tangkapan sumber daya ikan demersal yang dieksploitasi. Peningkatan kualitas kedua aspek dapat mempercepat resiliensi populasi masing-masing spesies.Kata Kunci: Perikanan demersal, status pemanfaatan, tangkapan lestari.   ABSTRACTScientific studies on the potential and allocation of demersal fishery resource utilization in Cilacap waters have not yet been conducted. Therefore, this study aims to determine the Maximum Sustainable Yield (MSY) to assess its potential. The allocation of utilization is determined based on the Total Allowable Catch (TAC) analysis. Secondary data were collected for the analysis, consisting of catch and fishing effort data obtained from Cilacap Fishing Port (PPS Cilacap) and the Cilacap District Fisheries Office. Subsequently, potential estimation was carried out using the Gordon–Schaefer Surplus Production Formula. There are seven fishing gears used by local fishers to exploit demersal fish resources in Cilacap Waters. The catches consist of 64 species of demersal fish, which can be divided into two groups, namely Osteichthyes (35 species) and Chondrichthyes (29 species). Demersal fisheries in Cilacap waters still have potential for further utilization. However, many demersal fish species need opportunities to recover in order to sustain their populations. At least 21 demersal fish species from both Osteichthyes and Chondrichthyes are classified as fully or overexploited. Species of Osteichthyes included black pomfret, silver pomfret three lined rockcod, white spotted triggerfish, Indian halibu, banded grunter, black jew, sin croaker, triple tail, red snapper, largescaled terapon, chacunda gizzard shad, largehead hairtail, common ponyfish, giant trevally, goatfish, bluespot mullet, bombay duck, yellow pike conger, flathead, and giant catfish. Meanwhile species of Chondrichthyes included tiger shark, sharpnose sevengill shark, silky shark, gummy shark, bigeye thresher, dog fish, sandbar shark, blue shark, spot tail shark, spinner shark, smalltooth thresher shark, longfin mako, shortfin mako, guitarfishes, wing skate, giant manta ray, white spotted whipray, Japanese devilray, round ribbontail ray, bowmouth guitarfish, and leopard whipray. Future fishing of demersal fish resources in Cilacap waters must be carried out with consideration for environmental and biodiversity aspects to ensure sustainable fisheries. Methods include maintaining and rehabilitating the aquatic ecosystem, as well as limiting and monitoring the catch size of exploited demersal fish resources. Improving the quality of these two aspects can accelerate the population resilience of each species.Keywords: Demersal fisheries, sustainable yield, utilisation status.
ANALISIS PENGARUH BENTUK REFLEKTOR LAMPU HALOGEN TERHADAP ILUMINASI CAHAYA DAN HASIL TANGKAPAN PERIKANAN JARING SEROK DI PERAIRAN CILACAP Adiyanto, Fajar; Dian Purnama Fitri , Aristi
Jurnal Perikanan Unram Vol 15 No 4 (2025): JURNAL PERIKANAN
Publisher : Universitas Mataram

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.29303/jp.v15i4.1722

Abstract

Jaring scoop net atau jaring caduk merupakan alat tangkap ikan pelagis kecil yang dioperasikan di perairan Cilacap. Jaring scoop net dioperasikan dengan alat bantu lampu halogen. Untuk memfokuskan cahaya, nelayan menggunakan reflektor (wadah). Bentuk dan ukuran reflektor yang digunakan nelayan bervariasi, ada dua bentuk reflektor yang sering digunakan nelayan yaitu reflektor kerucut dan cekung. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh penggunaan reflektor kerucut dan cekung terhadap hasil tangkapan. Metode yang digunakan adalah metode deskriptif. Sedangkan metode pengumpulan data yang digunakan adalah observasi, dokumentasi dan wawancara dengan pihak-pihak terkait. Penelitian ini dilakukan pada bulan Agustus 2023. Hasil penelitian menunjukkan bahwa nilai iluminasi cahaya pada kondisi redup, standar dan maksimum pada reflektor kerucut berturut-turut sebesar 20 lux, 4.970 lux dan 6.970 lux. Sedangkan pada reflektor cekung sebesar 13 lux, 3.470 lux dan 5.170 lux. Komposisi hasil tangkapan selama 15 trip, yaitu dari jenis ikan teri putih (Stolephorus indicus), teri nasi (Stolephorus comersonni), lemuru (Sardinella lemuru), tembang (Sardinella fimbriata). Hasil tangkapan dengan menggunakan reflektor kerucut yaitu teri putih 1.360 Kg, teri nasi 197 Kg, lemuru 198 Kg, dan tembang 981 Kg. Sedangkan untuk reflektor cekung diperoleh hasil tangkapan, teri putih 1.270 Kg, teri nasi 48 Kg, lemuru 376 Kg, dan tembang 805 Kg. Berdasarkan uji statistik diperoleh bahwa penggunaan bentuk reflektor yang berbeda tidak berpengaruh terhadap perolehan hasil tangkapan selama proses penangkapan.
ANALISIS PRODUKTIVITAS ALAT TANGKAP SCOOP NET YANG BEROPERASI DI PERAIRAN CILACAP Adiyanto, Fajar; Fitri, Aristi Dian Purnama; Hanifa, Irfan; Suryanti, Ani; Hartono, Sugeng; Junaidi, Teuku
Saintek Perikanan : Indonesian Journal of Fisheries Science and Technology Vol 21, No 3 (2025): SAINTEK PERIKANAN
Publisher : Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Universitas Diponegoro

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.14710/ijfst.21.3.191-198

Abstract

Kajian mengenai jaring scoop net di perairan Cilacap masih tergolong minim. Keterbatasan data perikanan ini berdampak pada rendahnya pemahaman terhadap manfaat dan kontribusi alat tangkap tersebut terhadap perikanan skala kecil. Penelitian ini bertujuan untuk mengkaji nilai produktivitas jaring scoop net. Pengumpulan data dilakukan melalui observasi dan wawancara, sedangkan analisis produktivitas dihitung menggunakan pendekatan Catch per Unit Effort (CPUE). Hasil penelitian menunjukkan bahwa komposisi hasil tangkapan terdiri dari empat spesies, yaitu teri putih (Stolephorus commersonii), teri nasi (S. indicus), teri jengki (S. insularis), dan tembang (Sardinella fimbriata). Jenis tangkapan didominasi oleh teri putih (S. commersonii) sebesar 57,63%, sedangkan jumlah terendah berasal dari teri nasi (S. indicus) sebesar 0,7%. Nilai CPUE tertinggi yang diperoleh adalah 500 kg/trip, rata-rata sebesar 260 kg/trip, dan terendah sebesar 77 kg/trip. Tangkapan spesies S. commersonii paling banyak diperoleh pada periode Agustus–Oktober. Periode tersebut bertepatan dengan musim puncak migrasi dan pemijahan ikan pelagis kecil di perairan selatan Jawa, yang ditandai dengan suhu perairan yang lebih hangat dan peningkatan ketersediaan fitoplankton sebagai sumber makanan utama. Hasil ini menunjukkan bahwa produktivitas jaring scoop net masih cukup tinggi dan dapat dimanfaatkan sebagai dasar pertimbangan dalam pengelolaan perikanan skala kecil yang berkelanjutan di wilayah pesisir Cilacap.