Claim Missing Document
Check
Articles

Found 10 Documents
Search

PERLINDUNGAN PARA PIHAK AKIBAT WANPRESTASI PERJANJIAN JUAL BELI SECARA LISAN PROTECTION OF PARTIES DUE TO DEFAULT IN ORAL SALE AND PURCHASE AGREEMENT Ramadhan, Arrayan; Aidy, Zul; Rahmah, Siti
Causa: Jurnal Hukum dan Kewarganegaraan Vol. 6 No. 3 (2024): Causa: Jurnal Hukum dan Kewarganegaraan
Publisher : Cahaya Ilmu Bangsa

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.3783/causa.v6i3.6024

Abstract

This research discusses the source of the agreement in book III of the Civil Code article 1233 states “an obligation, born because of an agreement or because of the law”, then article 1313 of the Civil Code “an agreement is an act by which one or more people bind themselves to one or more other people”. However, in practice, one of the parties to an agreement does not fulfill the agreed achievements or obligations so that it can cause harm to the other party and the party who deviates from the agreement is considered to have defaulted. This research uses empirical juridical research methods. Data obtained through field research in the form of interviews and library research by studying legislation and other legal materials related to this research. As a result of this research, the factors causing the parties to carry out the sale and purchase agreement orally are due to habit, mutual trust in fulfilling achievements and ease. The form of default committed by the parties in the implementation of the oral sale and purchase agreement is to perform the performance but only partially in the form of having handed over half the money for the purchase of goods but not paying the remaining money in installments, and performing the promised performance but late in the form of the buyer being late in making installment payments which requires the seller to make several warnings to the buyer to immediately make payments. The form of protection of the rights of the parties who are harmed due to default in the implementation of an oral sale and purchase agreement is legal protection by litigation and non-litigation, especially by negotiation. Penelitian ini membahas tentang sumber perjanjian dalam buku III KUHPerdata pasal 1233 menyebutkan “perikatan, lahir karena suatu perjanjian atau karena undang-undang”, lalu pasal 1313 KUHPerdata “suatu perjanjian adalah suatu perbuatan dimana satu orang atau lebih mengikatkan diri terhadap satu orang lain atau lebih”. Namun dalam praktiknya salah satu pihak yang melakukan suatu perjanjian tersebut tidak memenuhi prestasi atau kewajiban yang telah diperjanjikan sehingga dapat menimbulkan kerugian bagi pihak lain dan pihak yang melakukan perbuatan menyimpang dari perjanjian dianggap melakukan wanprestasi. Penelitian ini menggunakan metode penelitian yuridis empiris. Data yang diperoleh melalui penelitian lapangan berupa wawancara dan penelitian kepustakaan dengan cara mempelajari peraturan perundang-undangan dan bahan-bahan hukum lainnya yang berkaitan dengan penelitian ini. Hasil dari penelitian ini, faktor penyebab para pihak melaksanakan perjanjian jual beli secara lisan yaitu karena kebiasaan, saling percaya akan memenuhi prestasi serta mudah. Bentuk wanprestasi yang dilakukan para pihak dalam pelaksanaan perjanjian jual beli secara lisan adalah melakukan prestasi namun hanya sebagian dalam bentuk telah menyerahkan setengah uang atas pembelian barang namun tidak melakukan pembayaran uang sisanya dengan cara angsuran, dan melakukan prestasi yang dijanjikan namun terlambat dalam bentuk pihak pembeli terlambat dalam melakukan pembayaran uang angsuran yang mengharuskan pihak penjual melakukan beberapa kali peringatan kepada pihak pembeli untuk segera melakukan pembayaran. Bentuk perlindungan hak para pihak yang dirugikan akibat wanprestasi pelaksanaan perjanjian jual beli secara lisan adalah perlindungan hukum secara litigasi maupun secara non litigasi khususnya secara negosiasi
IMPLEMENTASI SANKSI TERHADAP LARANGAN MELEPAS HEWAN DALAM KOTA BANDA ACEH: (Penelitian Di Kantor Satpol PP & WH Kota Banda Aceh) Akmal, Raihanul; Rahmah, Siti; Aidy, Zul
Causa: Jurnal Hukum dan Kewarganegaraan Vol. 7 No. 1 (2024): Causa: Jurnal Hukum dan Kewarganegaraan
Publisher : Cahaya Ilmu Bangsa

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.3783/causa.v7i1.6638

Abstract

Berdasarkan Qanun Kota Banda Aceh Nomor 12 Tahun 2004 tentang Penertiban Hewan. Di Kota Banda Aceh kecelakaan lalu lintas tunggal pernah terjadi disebabkan oleh hewan ternak yang berkeliaran, hal ini dialami oleh Mahasiswi pengemudi sepeda motor Honda Beat di Gp. Pango Raya Kec. Ulee Kareng Kota Kota Banda Aceh. Maka dari itu penulis ingin meneliti tentang Implementasi Sanksi Terhadap Larangan Melepas Hewan Dalam Kota Banda Aceh (Penelitian Di Kantor Wh & Satpol PP Kota Banda Aceh). Adapun yang menjadi tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui bagaimana implementasi sanksi terhadap larangan melepas hewan dalam Kota Banda Aceh dan untuk memahami bagaimana hambatan implementasi sanksi terhadap larangan melepas hewan dalam Kota Banda Aceh. Jenis penelitian ini menggunakan metode empiris, Penelitian empiris (Field Research) atau penelitian lapangan yaitu penelitian yang objeknya mengenai gejala-gejala, peristiwa, dan fenomena yang tejadi di masyarakat, lembaga atau negara yang bersifat non pustaka dengan melihat fenomena yang terdapat di masyarakat metode penelitian ini yang digunakan peneliti untuk mengumpulkan data dan menganalisa informasi dari dunia nyata untuk menjawab pertanyaan penelitian, penelitian ini didasarkan pada pengamatan langsung dan pengalaman nyata dan bertujuan untuk menemukan fakta untuk membuktikan hipotesis. Hasil penelitian ini adalah di Kota Banda Aceh, tanggung jawab ini berada pada Satuan Polisi Pamong Praja dan Wilayatul Hisbah, sebagaimana diatur dalam Qanun Kota Banda Aceh Nomor 12 Tahun 2004 tentang Penertiban Hewan. Jadi sanksi terhadap hewan ternak yang memang dilepaskan, itu bisa dikenakan hukuman atau sanksi denda paling banyak 3 juta bagi denda, sedangkan kurungannya 3 bulan sesuai dengan Qanun Kota Banda Aceh Nomor 12 tahun 2004 tentang hewan ternak, jadi yang sering dilakuk adalah penangkapan serta pengutipan uang pemeliharaan hewan yang diamankan dirumah hewan potong, perhari dikutip uang pemeliharaannya 100.000/ persatu hewan ternak. Hambatan implementasi sanksi terhadap larangan melepas hewan dalam Kota Banda Aceh terdapat beberapa faktor: Aparat penegak hukum kurang tegas, Batas teritorial di Kota Banda Aceh, Kurangnya kesadaran hukum masyarakat. Saran Satuan Polisi Pamong Praja dan Wilayatul Hisbah Kota Banda Aceh agar dapat mengoptimalkan penerapan implementasi sanksi terhadap larangan melepas hewan dalam Kota Banda Aceh, guna menjaga ketertiban dan kenyaman wilaya Kota Banda Aceh. Penerapan sanksi harus dilakukan secara konsisten dan transparan. Pemerintah Kota Banda Aceh juga perlu melakukan sosialisasi yang lebih intensif kepada masyarakat mengenai Qanun Nomor 12 Tahun 2004. Based on Qanun of Banda Aceh City Number 12 of 2004 concerning Animal Control. In Banda Aceh City, a single-vehicle traffic accident once occurred, caused by livestock roaming freely. This was experienced by a female student riding a Honda Beat motorcycle in Gp. Pango Raya, Ulee Kareng District, Banda Aceh City. Therefore, the author wishes to conduct research on the Implementation of Sanctions for the Prohibition of Releasing Animals in Banda Aceh City (A Study at the Wh & Satpol PP Office in Banda Aceh City). The objectives of this research are to understand how sanctions are implemented for the prohibition of releasing animals in Banda Aceh City and to understand the obstacles in implementing sanctions for the prohibition of releasing animals in Banda Aceh City. This type of research uses an empirical method, Empirical Research (Field Research), which is research that focuses on phenomena, events, and occurrences in society, institutions, or the state, which is non-literary in nature, by observing the phenomena in society. This research method is used by the researcher to collect data and analyze information from real-world situations to answer the research questions. This research is based on direct observation and real experience and aims to discover facts to prove the hypothesis. The results of this research show that in Banda Aceh City, the responsibility lies with the Civil Service Police Unit (Satpol PP) and Wilayatul Hisbah, as stipulated in Qanun of Banda Aceh City Number 12 of 2004 concerning Animal Control. Therefore, livestock that are released can be subjected to fines or sanctions of up to IDR 3 million, while imprisonment can be up to 3 months according to the Qanun of Banda Aceh City Number 12 of 2004 on livestock. What is often done is the capture of the animals, and the collection of maintenance fees for animals secured at the slaughterhouse, with a daily fee of IDR 100,000 per animal. The obstacles to implementing sanctions for the prohibition of releasing animals in Banda Aceh City include several factors: law enforcement officers being less strict, territorial boundaries in Banda Aceh City, and the lack of legal awareness among the public. The recommendations are for the Civil Service Police Unit and Wilayatul Hisbah of Banda Aceh City to optimize the enforcement of sanctions for the prohibition of releasing animals in Banda Aceh City to maintain order and comfort in the city. The application of sanctions must be carried out consistently and transparently. The Banda Aceh City Government also needs to conduct more intensive socialization to the public regarding Qanun Number 12 of 2004.
PERAN HAKIM DALAM MEDIASI PENYELESAIAN SENGKETA WARISAN DI MAHKAMAH SYAR’IYAH BANDA ACEH Asyraf, Muammar; Aidy, Zul; Fazzan, Fazzan
Causa: Jurnal Hukum dan Kewarganegaraan Vol. 7 No. 1 (2024): Causa: Jurnal Hukum dan Kewarganegaraan
Publisher : Cahaya Ilmu Bangsa

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.3783/causa.v7i1.6640

Abstract

Mediasi merupakan salah satu penyelesaian sengketa di luar pengadilan. Mediasi telah diatur dalam Undang-Undang Nomor 30 Tahun 1999 Tentang Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa Namun, dalam undang-undang tidak mengatur secara eksplisit mengenai mediasi sehingga diatur di peraturan Mahkamah Agung Nomor 1 Tahun 2016 Tentang Prosedur Mediasi di Pengadilan oleh Mahkamah Agung, Jadi seringkali mediasi yang ditempuh gagal, seharusnya mediasi dalam pengadilan itu berhasil karena sebelum mengajukan gugatan ke pengadilan tentu telah dimediasikan terlebih dahulu dikampungnya, pada kenyataannya harus kembali diserahkan ke meja persidangan untuk diputuskan secara adil berdasarkan fakta-fakta persidangan oleh hakim yang berwewenang. Tujuan dalam pembahasan ini adalah Untuk mengetahui proses pelaksanaan mediasi dalam penyelesaian sengketa warisan di Mahkamah Syar’iyah Banda Aceh, Peran Hakim Dalam Mediasi Penyelesaian Sengketa Warisan dan Kendala-kendala dalam penyelesaian sengketa warisan melalui mediasi. Jenis penelitian yang digunakan adalah Penelitian Yuridis Empiris Merupakan suatu metode penelitian yang dalam hal ini menggabungkan unsur hukum normatif yang kemudian didukung dengan penambahan data atau unsur empiris. Berdasarkan hasil penelitian ini mengetahui proses pelaksanaan mediasi dalam penyelesaian sengketa warisan di Mahkamah Syar’iyah Banda Aceh Untuk Tantangan proses dan penyelesaiannya lebih kepada para pihak yang membuat perkara tersebut berhasil atau tidak, dikarenakan mediator hanya memfasilitasi akan tempat dan memberi solusi yang baik terhadap keduanya. Akan tetapi yang menjadi ketidaksepakatan atau halangan dalam menempuh mediasi yaitu para pihak yang lebih memikirkan egonya masing-masing sehingga sulit bagi seorang mediator untuk mendamaikan kedua belah pihak. Peran Hakim Dalam Mediasi Penyelesaian Sengketa Warisan bahwa mediasi telah berhasil yang di tanda tangani oleh para pihak dan juga mediator, kemudian perkara tersebut diberikan kepada hakim untuk diputuskan dalam bentuk akta perdamaian dengan merujuk kepada Kompilasi Hukum Islam serta Kendala-kendala dalam penyelesaian sengketa warisan melalui mediasi. berhasil atau tidak, yaitu para pihak yang menentukan setelah diberi masukan atau ide-ide oleh mediator Akan tetapi yang menjadi ketidaksepakatan atau halangan dalam menempuh mediasi yaitu salah satu pihak tidak hadir pada saat mediasi, mengedepankan sikap ego masing-masing, keahlian mediator terbatas dan keterbatasan ilmu mediator dan Faktor yang Mempengaruhi Peran Hakim yaitu terbagi 2 faktor, faktor internal adalah faktor yang mempengaruhi kemandirian hakim dalam menjalankan tugas dan wewenangnya yang datangnya dari dalam diri hakim itu sendiri. Jadi faktor internal di sini adalah segala hal yang berkaitan dengan sumber daya manusia (SDM) hakim itu sendiri, yaitu mulai dan rekrutmen/seleksi untuk diangkat menjadi hakim, pendidikan hakim dan kesejahteraan hakim, sedangkan faktor ekternal adalah faktor dimana di pengaruhi sama Peraturan perundang-undangan, Adanya intervensi terhadap proses peradilan Hubungan hakim dengan penegak hukum lain, Adanya berbagai tekanan, Faktor kesadaran hukum serta Faktor sistem pemerintahan (politik). Disarankan Agar Mahkamah Syar’iyah Banda Aceh (Pejabat) lebih mensosialisasikan dan mempublikasikan PERMA Nomor 1 Tahun 2008 khususnya menyangkut hak serta kewajiban para pihak dalam Penyelesaian Mediasi. Agar sebelum ketahap mediasi hakim harus memberikan informasi tentang manfaat mediasi bagi perkara yang dihadapi para pihak dan Hendaknya, para pihak (principal) diwajibkan untuk menghadiri sendiri proses mediasi atau setidaknya ia dapat didampingi oleh kuasa hukumnya dalam melakukan mediasi. Serta Hendaknya, pada saat mediasi para pihak bersikap lemah lembut dalam mengambil tindakan dengan tidak egois dan tidak mementingkan diri sendiri serta Pengadilan adalah benteng terakhir bagi para pencari keadilan (justiciable) dalam menyelesaikan perkaranya. Jadi lembaga peradilan sebenarnya menjadi tumpuan harapan masyarakat, manakala upaya penyelesaian secara damai dan kekeluargaan tidak membawa hasil. Dalam kedudukan yang demikian, maka lembaga peradilan seharusnya dapat memberikan pelayanan hukum sebaik-baiknya kepada masyarakat, dan menghindari tindakan-tindakan yang dapat menurunkan citra baiknya. Mediation is one form of dispute resolution outside of court. Mediation has been regulated by Law No. 30 of 1999 concerning Arbitration and Alternative Dispute Resolution. However, the law does not explicitly regulate mediation, so it is governed by Supreme Court Regulation No. 1 of 2016 concerning Mediation Procedures in Court by the Supreme Court. As a result, mediation is often unsuccessful. Mediation in court should succeed because, prior to filing a lawsuit, mediation should have already been attempted at the village level. However, in reality, the case must still be brought before the court to be adjudicated fairly based on the facts presented by the authorized judge. The purpose of this discussion is to understand the mediation process in resolving inheritance disputes at the Mahkamah Syar'iyah in Banda Aceh, the role of the judge in mediating inheritance disputes, and the obstacles to resolving inheritance disputes through mediation. The type of research used is Empirical Juridical Research, which is a research method that combines normative legal elements supported by additional data or empirical elements. Empirical Juridical Research refers to the procedure used to solve research problems by first examining secondary data, followed by primary data collection in the field. Primary data is obtained by interviewing respondents and informants. Based on the findings of this research, it is clear that the success or failure of the mediation process in resolving inheritance disputes at the Mahkamah Syar'iyah in Banda Aceh largely depends on the parties involved. The mediator’s role is to provide a venue and suggest solutions, but it is the parties themselves who determine whether the mediation is successful. One significant obstacle to successful mediation is the ego of the parties, which makes it difficult for the mediator to bring them to an agreement. The role of the judge in mediating inheritance disputes involves confirming that the mediation was successful by having the parties and the mediator sign the agreement. The judge then issues a decision in the form of a peace deed, referring to the Compilation of Islamic Law. Obstacles to resolving inheritance disputes through mediation include one party not attending the mediation, the parties prioritizing their own interests, the limited skills and knowledge of the mediator, and various other factors. Factors influencing the judge’s role in mediation are divided into two categories. Internal factors are those that affect the judge’s independence in performing their duties and come from within the judge themselves, including recruitment, judicial education, and the judge’s welfare. External factors include legislation, interference in the judicial process, the judge’s relationship with other law enforcement officers, various pressures, legal awareness, and the political system. It is recommended that the Mahkamah Syar'iyah Banda Aceh (officials) should further promote and publicize Supreme Court Regulation No. 1 of 2008, especially regarding the rights and obligations of the parties in mediation. Before entering mediation, judges should provide information on the benefits of mediation for the parties involved. It is also suggested that the principal parties be required to attend the mediation personally or, at the very least, be accompanied by their legal counsel. Additionally, during mediation, the parties should act kindly, avoiding selfishness and self-interest. The court is the last resort for those seeking justice (justiciable) to resolve their cases. Therefore, the judicial institution is the public’s hope when peaceful and familial dispute resolution efforts fail. In this role, the judiciary should provide the best possible legal service to the public and avoid actions that could damage its reputation.
PENEGAKAN HUKUM TERHADAP TINDAK PIDANA PERTAMBANGAN EMAS ILEGAL: (Studi Penelitian di Wilayah Hukum Polres Nagan Raya) Inayah, Isnanda Aviyani; Aidy, Zul; Aguswandi, Putra
Causa: Jurnal Hukum dan Kewarganegaraan Vol. 7 No. 9 (2024): Causa: Jurnal Hukum dan Kewarganegaraan
Publisher : Cahaya Ilmu Bangsa

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.3783/causa.v7i9.7055

Abstract

Berdasarkan Undang-Undang Nomor 3 tahun 2020 Tentang Pertambangan Mineral Dan Batubara sudah mencakup segala peraturan mengenai pertambangan, namun permasalahan mengenai tindak pidana pertambangan emas ilegal masih saja kerap kali terjadi di Kabupaten Nagan Raya dan ini sudah sangat meresahkan karena dapat menimbulkan dampak negatif bagi masyarakat. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui bagaimana proses penegakan hukum terhadap tindak pidana pertambangan emas ilegal di wilayah hukum Polres Nagan Raya dan untuk mengetahui faktor apa saja yang menghambat kepolisian dalam proses penegakan hukum terhadap tindak pidana pertambangan emas ilegal di wilayah hukum Polres Nagan Raya. Metode penelitian dalam penelitian ini adalah metode penelitian empiris atau penelitian ini adalah penelitian lapangan (Field Research). Pengumpulan data dilakukan dengan melakukan wawancara, observasi dan dokumentasi. Lokasi penelitian di Polres Nagan Raya, dengan menggunakan bahan hukum primer yang diperoleh melalui wawancara, bahan hukum sekunder yang dikumpulkan melalui studi kepustakaan. Hasil Penelitian menunjukkan bahwa penegakan hukum yang dilakukan kepolisian Polres Nagan Raya melalui upaya preventif yaitu dengan melakukan sosialisasi dan pemasangan spanduk sebagai peringatan kepada masyarakat mengenai aturan, sanksi dan dampak dari melakukan pertambangan emas ilegal serta dengan melakukan pengawasan dan patroli, upaya represif yaitu dengan melakukan penangkapan dan penahanan terhadap pelaku dan penutupan aktivitas pertambangan. Faktor yang menghambat kepolisian dalam proses penegakan hukum terhadap tindak pidana pertambangan emas ilegal yaitu, Kurangnya kepedulian dan kesadaran hukum masyarakat mengenai aturan izin pertambangan serta sanksi melakukan aktivitas pertambangan emas ilegal, sulitnya akses menuju lokasi pertambangan, faktor lain yang mempengaruhi yaitu faktor ekonomi dan Faktor anggapan masyarakat tentang melakukan usaha sendiri. Saran kepada pihak Kepolisian Polres Nagan Raya perlu melakukan sosialisasi yang lebih intensif kepada masyarakat mengenai Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2020 Tentang Mineral dan Batubara serta meningkatkan kinerja dalam melakukan pengawasan dan patroli serta penutupan aktivitas pertambangan hal ini penting untuk menciptakan efek jera dan memastikan bahwa peraturan tersebut dihormati oleh seluruh masyarakat. Kepada masyarakat yang melakukan pertambangan emas ilegal agar dapat menghentikan aktivitas pertambangan guna menghindari terjadinya kerusakan lingkungan yang dapat merugikan masyarakat itu sendiri, serta kesadaran hukum mengenai aturan izin pertambangan dan sanksinya. Based on Law Number 3 of 2020 on Mineral and Coal Mining, all regulations concerning mining are already covered. However, issues regarding illegal gold mining crimes still frequently occur in Nagan Raya Regency, and this has become very concerning because it can cause negative impacts on the community. This research aims to understand how law enforcement processes illegal gold mining crimes within the jurisdiction of the Nagan Raya Police Department and to identify the factors that hinder the police in enforcing the law against illegal gold mining crimes in the Nagan Raya jurisdiction. The research method used in this study is empirical research or field research. Data collection was conducted through interviews, observations, and documentation. The research location is at the Nagan Raya Police Department, using primary legal materials obtained through interviews, and secondary legal materials collected through literature studies. The results of the study show that law enforcement by the Nagan Raya Police Department involves preventive efforts, such as conducting socialization and installing banners as warnings to the public regarding the rules, sanctions, and impacts of engaging in illegal gold mining, as well as conducting supervision and patrols. Repressive efforts include arrests, detentions of perpetrators, and the closure of mining activities. The factors that hinder the police in the process of law enforcement against illegal gold mining crimes include the lack of public awareness and concern about the regulations on mining permits and the sanctions for conducting illegal gold mining activities, the difficulty of accessing the mining sites, and economic factors, as well as the community’s perception of self-employment. Recommendations to the Nagan Raya Police Department include conducting more intensive socialization to the public about Law Number 3 of 2020 on Mineral and Coal Mining, and improving efforts in supervision, patrolling, and closing mining activities. This is crucial to create a deterrent effect and to ensure that the regulations are respected by the community. For those involved in illegal gold mining, it is advised to stop such activities to avoid environmental damage, which could ultimately harm the community itself. Legal awareness regarding mining permits and the corresponding sanctions is also essential.
PERAN KEPALA GAMPONG (KEUCHIK) SEBAGAI MEDIATORDALAM PENYELESAIAN SENGKETA PERTANAHAN DI KECAMATAN SINGKIL Jumaat, Jumaat; Rahmah, Siti; Aidy, Zul
Causa: Jurnal Hukum dan Kewarganegaraan Vol. 7 No. 9 (2024): Causa: Jurnal Hukum dan Kewarganegaraan
Publisher : Cahaya Ilmu Bangsa

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.3783/causa.v7i9.7057

Abstract

Permasalahan sengketa tanah menjadi isu penting yang harus segera diselesaikan untuk menciptakan rasa aman dan nyaman di masyarakat desa. Kepala gampong (keuchik) memiliki peran utama sebagai mediator dalam menyelesaikan konflik ini, sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2024 tentang Desa dan Qanun Kabupaten Aceh Singkil Nomor 7 Tahun 2015 tentang Pemerintahan Kampung. Penelitian ini bertujuan mengkaji peran kepala gampong sebagai mediator, mekanisme penyelesaian sengketa tanah, serta kendala yang dihadapi dalam proses mediasi di wilayah kerjanya.Penelitian menggunakan metode yuridis empiris dengan data diperoleh melalui observasi, wawancara, dan kuisioner dari pemerintah desa. Hasil penelitian menunjukkan bahwa proses mediasi oleh kepala gampong di Desa Selok Aceh dan Teluk Ambun, Kecamatan Singkil, berjalan dengan baik. Tahapan mediasi meliputi penyelesaian awal oleh kepala dusun, dilanjutkan dengan kepala desa, tahap mediasi, dan akhirnya keputusan. Kendala utama dalam mediasi berasal dari ego masyarakat setempat yang dapat menghambat proses tersebut. Secara keseluruhan, kepala gampong telah melaksanakan tugasnya sesuai undang-undang. Namun, untuk meningkatkan efektivitas mediasi, disarankan agar pemerintah desa membekali diri dan masyarakat dengan pelatihan penyelesaian sengketa melalui tenaga ahli hukum. Selain itu, masyarakat diharapkan dapat menurunkan ego demi kelancaran proses mediasi. Pemerintah desa juga disarankan membuat administrasi resmi berupa berita acara keputusan damai dan menyediakan ruang khusus untuk mediasi agar proses berjalan lebih optimal. Land disputes are a critical issue that must be resolved promptly to ensure a sense of security and comfort within village communities. The village head (keuchik) plays a central role as a mediator in resolving such conflicts, as mandated by Law Number 3 of 2024 concerning Villages and Qanun of Aceh Singkil Regency Number 7 of 2015 concerning Village Governance. This study aims to examine the role of the village head as a mediator, the mechanisms for resolving land disputes, and the challenges faced during the mediation process in their jurisdiction. The study employs an empirical juridical method, gathering data through observations, interviews, and questionnaires with the village government. The findings reveal that the mediation process led by the village head in Selok Aceh and Teluk Ambun Villages, Singkil District, has been conducted effectively. The mediation stages include initial resolution attempts by the hamlet head, escalation to the village head, the mediation process, and the final decision. The main obstacle during mediation arises from the ego of local community members, which can hinder the process. Overall, the village head has performed their duties in accordance with existing laws. However, to enhance the effectiveness of mediation, it is recommended that village governments equip themselves and the community with training in dispute resolution facilitated by legal experts. Additionally, the community is encouraged to lower individual egos to ensure a smoother mediation process. Village governments are also advised to document resolutions through official minutes of reconciliation decisions and to provide a dedicated mediation room to optimize the process.
EFEKTIVITAS PENERAPAN SANKSI TINDAK PIDANA BALAP LIAR DI WILAYAH KOTA BANDA ACEH Maulana, Osama Bintang; Astini, Dewi; Fazzan, Fazzan; Aidy, Zul; Rahmah, Siti
Causa: Jurnal Hukum dan Kewarganegaraan Vol. 8 No. 7 (2024): Causa: Jurnal Hukum dan Kewarganegaraan
Publisher : Cahaya Ilmu Bangsa

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.3783/causa.v8i7.7591

Abstract

Seseorang dapat dikatakan melakukan perbuatan pidana, apabila perbuatan tersebut telah diatur dalam undang undang, sesuai dengan Asas Legalitas dalam Pasal 1 ayat (1) KUHP yang berbunyi, tiada suatu perbuatan dapat dipidana kecuali atas kekuatan aturan pidana dalam perundang-undangan yang telah ada, sebelum perbuatan dilakukan. Tujuan dalam pembahasan ini adalah untuk mengetahui bagaimana bentuk sanksi pidana yang diberikan kepada pelaku tindak pidana balap liar yang dilakukan di wilayah kota Banda Aceh, untuk mengetahui faktor penyebab terjadi balap liar semakin menjadi. Serta untuk mengetahui bagaimana efektivitas dari penerapan sanksi tindak pidana terhadap pelaku balap liar di wilayah kota Banda Aceh. Penelitian ini memperoleh data dalam penulisannya yang dilakukan dengan menggunakan metode penelitian hukum empiris, yaitu cara prosedur yang dipergunakan untuk memecahkan masalah penelitian dengan meneliti data sekunder terlebih dahulu untuk kemudian dilanjutkan dengan mengadakan penelitian data primer di lapangan dimaksudkan untuk memperoleh data primer dilakukan dengan wawancara para responden dan informan. Hasil penelitian ini dapat diketahui bahwa penindakan dilakukan untuk mencegah kegiatan balap liar ini dan memberi pengarahan tentang bahayanya aksi balap liar kepada pelaku dan masyarakat. Dapat diketahui bahwa efektivitas penanggulangan balap liar oleh Polresta Banda Aceh berdasarkan Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan sudah terlaksana dengan cukup efektif. Faktor-faktor yang menentukan efektivitas penanggulangan balap liar antara lain faktor sosialisasi tentang larangan balap liar, faktor masyarakat, faktor patroli di tempat-tempat yang rawan terjadi balap liar, faktor kerjasama antara pihak kepolisian dengan pemerintah kota. Bagi masyarakat, sebaiknya memberi peringatan secara lisan maupun tulisan agar remaja mengetahui bahwa kegiatan mereka mengganggu ketentraman warga masyarakat. Bagi remaja, sebaiknya mendengarkan aspirasi dari masyarakat dan dapat dijadikan pertimbangan, agar kegemaran dan pengembangan bakatnya tidak mengganggu orang lain. Bagi Pemerintah daerah, agar mampu mengatasi masalah tersebut dengan cara yang bijak. Sebaiknya diadakan pertemuan antara warga masyarakat, remaja yang melakukan balap liar dan pemerintah daerah sebagai mediator dan pembuat keputusan.
Efektivitas Pelaksanaan Pelatihan Kerja Narapidana di Lembaga Pemasyarakatan Kelas IIA Banda Aceh Firdausi, Firdausi; Megawati, Cut; Aidy, Zul; Rahmah, Siti; Fazzan, Fazzan
Abdurrauf Science and Society Vol. 2 No. 1 (2025): Abdurrauf Science and Society
Publisher : Yayasan Abdurrauf Cendekia Nusantara

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.70742/asoc.v2i1.387

Abstract

This research aims to discuss the effectiveness of implementing job training programs for prisoners at the Class IIA Banda Aceh Correctional Institution (Lapas), which aims to support the rehabilitation and social reintegration process. Convicts as convicts who are serving a prison sentence have the right to guidance, including job skills training which is important in reducing recidivism rates and increasing economic independence. This research uses an empirical juridical approach by collecting data through interviews and observations at the Banda Aceh Class IIA prison with research informants involving the head of the correctional institution, employees and inmates who are taking part in a job training program. The research results show that even though the job training program has been implemented, its implementation still faces various obstacles such as limited facilities, lack of professional trainers, and low motivation from prisoners. This research also highlights the importance of conforming job training programs to correctional principles regulated in Law Number 22 of 2022 concerning Corrections. The conclusion and suggestion from this research is that the current implementation of industry-based independence programs in prisons does not only focus on providing coaching programs, but also adapts to the resources and market integrity of each prison location. Abstrak: Penelitian ini bertujuan untuk membahas tentang efektivitas pelaksanaan program pelatihan kerja bagi narapidana di Lembaga Pemasyarakatan (Lapas) Kelas IIA Banda Aceh, yang bertujuan untuk mendukung proses rehabilitasi dan reintegrasi sosial. Narapidana sebagai terpidana yang sedang menjalani pidana penjara memiliki hak atas pembinaan, termasuk pelatihan keterampilan kerja yang penting dalam mengurangi angka residivisme dan meningkatkan kemandirian ekonomi. Penelitian ini menggunakan pendekatan yuridis empiris dengan pengumpulan data melalui wawancara dan observasi di Lapas Kelas IIA Banda Aceh dengan informan  penelitian melibatkan kepala lembaga pemasyarakatan, pegawai, serta warga binaan yang mengikuti program pelatihan kerja. Hasil penelitian menunjukkan bahwa meskipun program pelatihan kerja telah dilaksanakan, pelaksanaannya masih menghadapi berbagai hambatan seperti keterbatasan fasilitas, kurangnya tenaga pelatih profesional, serta motivasi yang rendah dari narapidana. Penelitian ini juga menyoroti pentingnya kesesuaian program pelatihan kerja dengan prinsip-prinsip pemasyarakatan yang diatur dalam Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2022 tentang Pemasyarakatan. Kesimpulan dan saran dari penelitian ini adalah pelaksanaan program kemandirian berbasis industri pada Lapas saat ini tidak hanya berfokus pada pemberian program-program pembinaan saja, tetapi juga menyesuaikan dengan sumber daya serta keutuhan pasar pada masing-masing lokasi Lapas.
Kedudukan Surat Keterangan Tanah Yang Dibuat Oleh Kechik Dalam Pembuatan Akta Jual Beli Gunawan, Muhammad Arief; Rahmah, Siti; Aidy, Zul
Journal of Dual Legal Systems Vol. 2 No. 2 (2025): Journal of Dual Legal Systems
Publisher : Islamic Family Law Department, Sharia Faculty, Stai Syekh Abdur Rauf, Aceh Singkil

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.58824/jdls.v2i2.418

Abstract

The Land Certificate (SKT) made by the Kechik can be used as a basis for rights by the Land Deed Making Officer (PPAT), but the PPAT as the issuer of the Land Sale and Purchase Deed must be more careful in examining the land certificate. Many cases of land disputes arise due to the PPAT's carelessness in examining the land certificate used as the basis for making the sale and purchase deed. This carelessness often results in disputes that end up in court, so the PPAT must be more careful and observant in looking at the basis for the right to land ownership in making the sale and purchase deed. This study aims to explain the position of the land certificate made by the Kechik in making the sale and purchase deed, as well as the legality of the land certificate made by the Kechik in the dispute. The method used is normative juridical with a conceptual approach and a statutory approach. The data collection technique used is the survey book method or library research. The results of this study indicate that the SKT serves as one of the legal data components required to obtain a certificate. If the certification process is not yet complete, residents can use the SKT as proof of land ownership and utilization. However, since the enactment of Government Regulation Number 18 of 2021, the status and status of the SKT have been reduced, and it is only used as a guideline. The legality of the Kechik SKT, based on the latest government regulations, can only be used as a guideline. In a judicial context, the Kechik SKT can in some cases be accepted as written evidence used by parties to prove or defend their rights to control or utilize land. [Surat Keterangan Tanah (SKT) yang dibuat oleh Kechik dapat dijadikan alas hak oleh Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT), namun pihak PPAT selaku yang menerbitkan Akta Jual Beli Tanah harus lebih hati-hati dalam memeriksa surat keterangan tanah tersebut. Banyak kasus sengketa tanah yang muncul disebabkan oleh ketidak hati-hatian PPAT dalam memeriksa surat keterangan tanah yang digunakan sebagai alas hak untuk dijadikan dasar dalam membuat akta jual beli. Dari ketidak hati-hatian tersebut tidak jarang menimbulkan sengketa yang berakhir ke pengadilan, sehingga PPAT harus lebih teliti dan jeli dalam melihat dasar alas hak atas kepemilikan tanah dalam pembuatan akta jual beli. Penelitian ini bertujuan untuk menjelaskan tentang kedudukan surat keterangan tanah yang dibuat oleh Kechik dalam pembuatan akta jual beli, serta legalitas dari surat keterangan tanah yang dibuat oleh Kechik dalam sengketa. Metode yang digunakan adalah yuridis normatif dengan pendekatan konsep dan pendekatan undang-undang. Teknik pengumpulan data yang digunakan yaitu metode survey book atau liberary research. Hasil penelitian ini menyatakan bahwa SKT berkedudukan sebagai salah satu syarat komponen data yuridis untuk memperoleh sertifikat, apabila proses sertifikasi belum usai maka warga dapat mempergunakan SKT sebagai tanda bukti penguasaan dan pemanfaatan tanah. Namun sejak adanya Peraturan Pemerintah Nomor 18 tahun 2021 terjadi penurunan status dan kedudukan, SKT hanya dijadikan sebagai petunjuk. Legalitas SKT Kechik berdasarkan regulasi pemerintahan terbaru hanya dapat digunakan sebagai alat bukti petunjuk. Dalam konteks peradilan, SKT Kechik dalam beberapa kasus dapat diterima sebagai alat bukti tertulis yang digunakan para pihak untuk membuktikan hak atau mempertahankan hak atas penguasaan atau pemanfaatan atas tanah.]
DAYAH NURUL HUDA, BIMBINGAN HUKUM, PENDIRIAN DAN MANAJEMENNYA MENUJU KEMANDIRIAN SEBAGAI UPAYA PEMENUHAN GIZI PARA SANTRI: - Aidy, Zul; Rahmah, Siti; Fazzan, Fazzan
Community Development Journal : Jurnal Pengabdian Masyarakat Vol. 5 No. 2 (2024): Volume 5 No. 2 Tahun 2024
Publisher : Universitas Pahlawan Tuanku Tambusai

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.31004/cdj.v5i2.27286

Abstract

Pentingnya legalitas dayah sebagai lembaga pendidikan islam tradisional yang memiliki peran penting dan memberi pengaruh terhadap kehidupan sosial masyarakat di aceh harus menjadi perhatian semua pihak, sementara keterbatasan informasi dan kurangnya pemahaman serta sulitnya akses pada pelayanan publik yang berkaitan dengan itu menjadi hambatan dan pada akhirnya melahirkan ketidakpastian hukum yang berpotensi menimbulkan konflik dikemudian hari. Pengabdian kepada masyarat ini memberikan bimbingan hukum terkait dengan legalitas, pendirian dan manajemennya menuju kemandirian sebagai upaya pemenuhan gizi para santri, yang dengannya dapat mempercepat transformasi dan harmonisasi Dayah Nurul Huda Ajee Cut Kabupaten Aceh Besar nantinya. Kegiatan ini dilakukan dengan dua pendekatan yaitu pertama dengan melakukan bimbingan dan penyuluhan langsung kepada pimpinan dan para santri, kedua yaitu dengan bimbingan terukur serta pendampingan hukum terbatas dalam rangka legalitas dan menajemen Dayah Nurul Huda. Dengan dilakukannya pembimbingan hukum dan advokasi kepada pimpinan dan manajemen Dayah Nurul Huda maka diharapkan nantinya akan memahami pentingnya kepastian hukum berkaitan dengan legalitas, pendirian dan manajemen Dayah sebagai dasar landasan operasional yang dengannya maka akan mudah memperoleh fasilitas dari pemerintah baik itu yang sifatnya material atau immaterial.
Perlakuan Hukum terhadap Barang Bawaan Penumpang di Bandara Internasional Sultan Iskandar Muda: Suatu Kajian Socio-Legal Efendi. A, Edi; Rahmah, Siti; Aidy, Zul
Journal of Dual Legal Systems Vol. 2 No. 2 (2025): Journal of Dual Legal Systems
Publisher : Islamic Family Law Department, Sharia Faculty, Stai Syekh Abdur Rauf, Aceh Singkil

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.58824/jdls.v2i2.451

Abstract

The legal treatment of passenger baggage at Sultan Iskandar Muda International Airport in Banda Aceh is a crucial issue in customs and public protection. The Directorate General of Customs and Excise (DJBC) is responsible for collecting taxes and protecting the public from dangerous goods. The increase in smuggling indicates a lack of understanding among passengers regarding applicable legal provisions. Many passengers assume that goods for personal use are tax-free, but in fact, there are value limits that must be understood. This study aims to identify legal provisions regarding passenger baggage from within and outside the country, as well as sanctions for violations. The method used is sociological legal research, with data collection through field observations and literature studies. The results show that legal provisions are regulated in Law No. 1 of 2009 concerning Aviation and No. 17 of 2006 concerning Customs. Administrative and criminal sanctions serve as a deterrent effect. Factors such as financial literacy and outreach from airlines contribute to passenger understanding. Better education from authorities is essential to reduce the risk of disputes and improve the travel experience. [ Perlakuan hukum terhadap barang bawaan penumpang di Bandara Internasional Sultan Iskandar Muda Banda Aceh merupakan isu penting dalam kepabeanan dan perlindungan masyarakat. Direktorat Jenderal Bea dan Cukai (DJBC) bertanggung jawab untuk memungut pajak dan melindungi masyarakat dari barang berbahaya. Meningkatnya penyelundupan menunjukkan kurangnya pemahaman penumpang mengenai ketentuan hukum yang berlaku. Banyak penumpang mengira barang untuk keperluan pribadi bebas pajak, padahal ada batasan nilai yang harus dipahami. Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi ketentuan hukum mengenai barang bawaan penumpang dari dalam dan luar negeri, serta sanksi terhadap pelanggaran Metode yang digunakan adalah penelitian hukum sosiologis, dengan pengumpulan data melalui observasi lapangan dan studi pustaka. Hasil penelitian menunjukkan bahwa ketentuan hukum diatur dalam Undang-Undang No. 1 Tahun 2009 tentang Penerbangan dan No. 17 Tahun 2006 tentang Kepabeanan. Sanksi administratif dan pidana berfungsi sebagai efek jera. Faktor seperti literasi keuangan dan sosialisasi dari maskapai berkontribusi terhadap pemahaman penumpang. Edukasi yang lebih baik dari pihak berwenang penting untuk mengurangi risiko sengketa dan meningkatkan pengalaman perjalanan.]