Claim Missing Document
Check
Articles

Found 3 Documents
Search
Journal : Majalah Kesehatan FKUB

Laporan Kasus : PSEUDOHYPERKALEMIA DAN PSEUDOHYPOKALEMIA AKIBAT HIPERLEUKOSITOSIS YANG EKSTRIM PADA KEGANASAN HEMATOLOGI Hanggara, Dian Sukma; Indrawati, Yeti
Majalah Kesehatan FKUB Vol 6, No 3 (2019): Majalah Kesehatan
Publisher : Faculty of Medicine Universitas Brawijaya

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (1198.653 KB) | DOI: 10.21776/ub.majalahkesehatan.2019.006.03.6

Abstract

Pseudohyperkalemia dan pseudohypokalemia mengacu pada peningkatan ataupun penurunan kadar kalium serum yang tidak sesuai dengan kondisi sistemik pasien yang sebenarnya. Ketika klinisi dihadapkan pada kasus-kasus hiperkalemia atau hipokalemia, pertanyaan pertama yang seharusnya muncul adalah apakah hasil tersebut sesuai dengan kondisi klinis pasien. Beberapa faktor dapat menyebabkan timbulnya pseudohyperkalemia ataupun pseudohypokalemia, di antaranya adalah hiperleukositosis yang sering muncul pada kasus-kasus keganasan hematologi. Hiperleukositosis sangat berpengaruh pada hasil pemeriksaan laboratorium seperti kalium, fosfat, dan tekanan oksigen arterial. Kami menyajikan dua kasus dengan hasil kalium serum yang palsu pada pasien leukemia myeloid dengan jumlah leukosit yang sangat tinggi. Satu sampel pemeriksaan darah awal dari satu pasien menunjukkan hipokalemia dan pasien lainnya menunjukkan hiperkalemia tanpa keluhan yang sesuai. Sampel darah berikutnya yang diambil dari pasien pertama segera diperiksa setelah dilakukan sentrifugasi, yang memperlihatkan hasil elektrolit yang normal. Ketidaksesuaian dari hasil laboratorium ini kemungkinan disebabkan oleh aktivitas metabolisme leukosit secara in vitro pada kasus-kasus hiperleukositosis. Hasil laboratorium yang tidak sesuai ini dapat menyebabkan pengambilan keputusan yang salah baik dalam hal penegakan diagnosis dan pemberian terapi. Penemuan mengenai ketidaksesuaian hasil elektrolit dengan kondisi klinis pasien pada keganasan hematologi yang disertai dengan hiperleukositosis dapat mencegah intervensi terapeutik yang tidak tepat. Ke-simpulannya, hiperleukositosis dapat menyebabkan pseudohyperkalemia dan pseudohypokalemia yang dapat dicegah dengan pengambilan sampel yang benar dan analisis serum atau plasma dengan segera setelah proses sentrifugasi. 
Laporan Kasus : MULTISYSTEM LANGERHANS CELL HISTIOCYTOSIS DENGAN PENINGKATAN HbF PADA ANAK PEREMPUAN BERUSIA 2 TAHUN Aprilia, Andrea; Hanggara, Dian Sukma; Retnani, Diah Prabawati
Majalah Kesehatan FKUB Vol 7, No 2 (2020): Majalah Kesehatan
Publisher : Faculty of Medicine Universitas Brawijaya

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (207.89 KB) | DOI: 10.21776/ub.majalahkesehatan.2020.07.02.7

Abstract

Langerhans cell histiocytosis (LCH) merupakan suatu penyakit keganasan hematologi yang jarang ditemui. Petanda utamanya adalah proliferasi sel Langerhans. Manifestasi LCH dapat berupa unisistem atau multisistem. Kasus ini membahas seorang anak perempuan usia 2 tahun yang datang dengan keluhan utama adanya benjolan di bagian kanan leher disertai sesak napas. Pemeriksaan fisik menemukan adanya takipneu, anemis, splenomegali serta redup ketika dilakukan perkusi pada lapang paru kiri. Pemeriksaan laboratorium hematologi terdapat anemia, leukositosis, disertai trombositopenia dan pada bone marrow puncture (BMP),  disimpulkan suspek limfoma dengan diagnosis banding LCH. Pemeriksaan kimia darah menunjukkan penurunan Fe serum, TIBC, transferin, dan hipoalbuminemia serta peningkatan globulin yang menggambarkan suatu proses yang bersifat kronis. Pemeriksaan CT Scan thoraks menunjukkan adanya lesi litik tulang serta nodul dengan karakteristik ganas pada leher. Pada pemeriksaan IHK didapatkan S100 dan Vimentin positif yang cukup untuk menegakkan diagnosis LCH. Ekokardiografi menemukan adanya dilated cardiomyopathy dan regurgitasi pada semua katup jantung. Anemia dan trombositopenia merupakan manifestasi gangguan sumsum tulang akibat infiltrasi LCH ke sumsum tulang. Leukositosis merupakan akibat infeksi berulang karena sistem imun menurun pada LCH. Hasil pemeriksaan BMP menggambarkan infiltrasi sel histiosit pada sumsum tulang. Splenomegali menunjukkan keterlibatan limpa dan efusi pleura menunjukkan keterlibatan paru serta lesi litik membuktikan adanya penyebaran ke tulang oleh LCH. Berdasarkan  anamnesis, pemeriksaan fisik, serta pemeriksaan penunjang disimpulkan bahwa pasien menderita LCH multisistem yang menyerang sumsum tulang, lien, paru, dan tulang disertai komplikasi infeksi berulang, efusi pleura, serta anemia yang menyebabkan gangguan jantung. Kasus LCH merupakan kasus yang jarang ditemukan dengan gejala klinis berbeda-beda tergantung dengan organ apa saja yang terlibat sehingga penyakit ini penting untuk dikenal lebih baik. 
Laporan Kasus: ACUTE MYELOMONOCYTIC LEUKEMIA DENGAN SWEET’S SYNDROME PADA ANAK LAKI-LAKI USIA 7 TAHUN Amalia, Christina; Siska, Fran; Hanggara, Dian Sukma
Majalah Kesehatan Vol. 12 No. 2 (2025): Majalah Kesehatan
Publisher : Faculty of Medicine Universitas Brawijaya

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.21776/majalahkesehatan.2025.012.02.9

Abstract

Sweet’s syndrome merupakan kondisi inflamasi kulit yang sangat jarang terjadi ditandai oleh adanya demam, lesi kulit yang nyeri, leukositosis dengan neutrofilia, dengan hasil pemeriksaan histopatologis ditemukannya infiltrasi neutrofil pada dermis atau epidermis. Sekitar 25% kasus Sweet’s syndrome pada anak dikaitkan dengan keganasan hematologi yaitu acute myeloid leukemia (AML).Tujuan laporan kasus ini untuk membahas terjadinya Sweet’s syndrome yang jarang terjadi pada pasien anak-anak dengan AML-M4.  Dilaporkan seorang pasien anak laki-laki berusia 7 tahun dengan AML-M4 stadium relaps tampak keluhan adanya luka berbentuk lepuhan yang berair dan nyeri, demam, batuk, pilek. Pada pemeriksaan fisik didapatkan vesikel dan plak dengan bula berdinding tegang, berisi cairan jernih, multipel, bentuk ireguler, ukuran bervariasi, area sekitar nampak eritema, dan nyeri di belakang telinga kiri, wajah, dan tungkai bawah kanan. Pemeriksaan laboratorium menunjukan adanya anemia, leukositosis, dan peningkatan C-reactive protein (CRP). Pada pemeriksaan Tzank pada bula, tidak ditemukan multinucleated giant cell. Hasil pemeriksaan patologi anatomi dari jaringan luka didapatkan lesi vesikobulosa dengan infiltrasi neutrofil yang luas pada dermis dan epidermis.  Berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penunjang disimpulkan bahwa pasien menderita AML-M4 dengan Sweet’s syndrome, khususnya tipe malignancy - associated. Gejala yang ditampilkan oleh pasien Sweet’s syndrome mirip dengan infeksi kulit oleh bakteri maupun virus, tetapi terapi yang diperlukan berbeda, dimana pasien dengan Sweet’s syndrome merespons baik dengan pemberian kortikosteroid. Maka dari itu perlu dicurigai adanya Sweet’s syndrome pada pasien dengan lesi kulit yang nyeri, demam dan adanya leukositosis serta neutrofilia, terutama pada pasien dengan leukemia akut.