Claim Missing Document
Check
Articles

Found 22 Documents
Search

RUANG TERBUKA HIJAU SEBAGAI INFRASTRUKTUR HIJAU KOTA PADA RUANG PUBLIK KOTA (STUDI KASUS : ALUN-ALUN WONOSOBO) Hendriani, Adinda Septi
Jurnal Penelitian dan Pengabdian Kepada Masyarakat UNSIQ Vol 3 No 2 (2016): Mei
Publisher : Lembaga Penelitian, Penerbitan dan Pengabdian Masyarakat (LP3M) UNSIQ

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.32699/ppkm.v3i2.340

Abstract

Ruang terbuka hijau (RTH) wilayah perkotaan merupakan bagian dari penataan ruang kota yang berfungsi sebagai kawasan hijau pertamanan kota, kawasan hijau hutan kota, kawasan hijau rekreasi kota, kawasan hijau kegiatan olahraga dan kawasan hijau pekarangan. Ruang terbuka hijau adalah ruang-ruang dalam kota atau wilayah yang lebih luas, baik dalam bentuk area atau kawasan maupun dalam bentuk area memanjang atau jalur. Ruang terbuka hijau dalam kawasan merupakan salah satu infrastruktur hijau kota yang akan membentuk kota itu sendiri yang akan memenuhi kebutuhan masyarakat publik. Alun-alun Wonosobo sebagai ruang publik kota yang berupa elemen lansekap taman dapat disebut juga sebagai ruang terbuka hijau sebagai infrastruktur hijau kota. Alun-alun yang diperuntukkan untuk masyarakat publik sebagai pelaku kegiatan yang melakukan aktivitas pada kawasan Alun-alun Wonosobo. Selama perkembangannya tentunya telah terjadi perkembangan fungsi alun-alun kota sebagai infrastruktur hijau kota yang membentuk ruang publik dengan adanya kebutuhan manusia yang selalu bertambah. Oleh karena itu tujuan penelitian ini adalah untuk mengkaji kondisi ruang terbuka hijau sebagai infrastruktur hijau kota yang terdapat di Alun-alun Wonosobo saat ini. Seberapa penting Alun-alun Wonosobo berperan sebagai ruang terbuka hijau. Selain itu juga membahas Alun-alun Wonosobo sebagai ruang publik kota yang mendukung infrastruktur hijau kota.
Karakteristik Termal Rumah Tinggal Berdinding Batu di Lereng Gunung Sindoro, Wonosobo, Jawa Tengah Hendriani, Adinda Septi; Toharroni, Toharroni
Jurnal Penelitian dan Pengabdian Kepada Masyarakat UNSIQ Vol 7 No 1 (2020): Januari
Publisher : Lembaga Penelitian, Penerbitan dan Pengabdian Masyarakat (LP3M) UNSIQ

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.32699/ppkm.v7i1.1072

Abstract

Rumah vernakular menarik untuk diteliti termasuk dari kinerja termalnya. Penelitian ini bertujuan mengungkap karakteristik termal rumah tinggal berdinding batu di pegunungan. Metode yang digunakan adalah survey lapangan dengan menggunakan alat pengukuran termal untuk mengukur suhu udara, kelembaban udara, suhu radiasi matahari rata-rata dan kecepatan angin. Hasil penelitian menunjukkan bahwa variabel termal pada beberapa rumah tersebut berbeda namun tidak begitu jauh. Hal ini akibat dari pengaruh tata letak arsitektur dan penataan lingkungan sekitar yang mempengaruhi variasi dari variabel termal yang terjadi.
KONSEP ISLAM YANG MENDASARI PEMBENTUKAN DESA DESA DI PEGUNUNGAN DIENG Hermanto, Heri; Hendriani, Adinda Septi
Jurnal Penelitian dan Pengabdian Kepada Masyarakat UNSIQ Vol 7 No 3 (2020): September
Publisher : Lembaga Penelitian, Penerbitan dan Pengabdian Masyarakat (LP3M) UNSIQ

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.32699/ppkm.v7i3.1348

Abstract

Rumah vernakular menarik untuk diteliti termasuk dari kinerja Keberadaan gua-gua kuno di Dieng, menunjukkan aktivitas peribadatan telah berlangsung lama sebelum masuknya pengaruh Hindu dan Budha (Rahardjo, 2002:175). Penyebaran Islam di Wonosobo dan sekitarnya, diperkirakan bermula di Dataran Tinggi Dieng pada jaman Raden Patah (1478-1513). (Babad Kedu). Desa Kreo Kecamatan Kejajar adalah merupakan desa tertua di Pegunungan Dieng. Bermula dari satu desa kemudian tumbuh beberapa desa di sekitarnya, selanjutnya meluas lebih jauh sampai desa-desa yang lebih jauh letaknya. Seperti yang disampaikan oleh Nastiti (1995), bahwa konsep permukiman Jawa Kuno dilandasi oleh konsep kerukunan yang dibangun oleh kekerabatan. Sehingga patut diduga bahwa terbentuknya desa-desa di Pegunungan Dieng dibangun oleh nilai-nilai ajaran Islam. Penelitian ini berusaha untuk menggali tentang konsep kekerabatan yang didalamnya terkandung nilai-nilai Islam dengan metode fenomenologi. Dari analisa ditemukan bahwa sistem kekerabatan yang didalamnya terkandung konsep nyepetno laku dan konsep brayan menjadi landasan masyarakat Dieng didalam membangun permukimannya. The vernacular house is interesting to study, including the performance of the existence of ancient caves in Dieng, showing worship activities had taken place long before the entry of Hindu and Buddhist influences (Rahardjo, 2002: 175). The spread of Islam in Wonosobo and its surroundings, is estimated to begin in the Dieng Plateau in the days of Raden Patah (1478-1513). (Babad Kedu). Kreo Village, Kejajar District, is the oldest village in the Dieng Mountains. Starting from one village and then growing several villages in the vicinity, then extending further to the villages that are farther away. As stated by Nastiti (1995), that the concept of Old Javanese settlements is based on the concept of harmony built by kinship. So it should be suspected that the formation of villages in the Dieng Mountains was built by the values ​​of Islamic teachings. This study seeks to explore the concept of kinship which contains Islamic values ​​using the phenomenological method. From the analysis it was found that the kinship system which contained the concept of nyepetno behavior and the concept of Brayan became the foundation of the Dieng community in building their settlements.
KONSEP MACAPAT PADA PERMUKIMAN DESA-DESA DI KECAMATAN KEJAJAR KABUPATEN WONOSOBO Hermanto, Heri; Hendriani, Adinda Septi
Jurnal Penelitian dan Pengabdian Kepada Masyarakat UNSIQ Vol 8 No 2 (2021): Mei
Publisher : Lembaga Penelitian, Penerbitan dan Pengabdian Masyarakat (LP3M) UNSIQ

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.32699/ppkm.v8i2.1810

Abstract

Macapat adalah konsep tradisi bermukim di Jawa yang sudah berumur tua. Macapat adalah pola perkembangan permukiman yang bermula dari satu desa induk yang dikelilingi oleh empat anak desa yang terletak di empat penjuru mata angin. Konsep mancapat menjadi suatu tatanan kerja masyarakat dengan tradisi sawah dan menjadi basis geopolitik yang penting bagi kerajaan Hindu untuk mencapai kejayaannya. Sejak dulu masyarakat di kecamatan Kejajar Kabupaten Wonosobo mengandalkan pertanian jagung dan tembakau pada ladangnya. Tradisi bermukim di desa-desa di kecamatan Kejajar diduga menggunakan konsep Macapat (Hermanto,H,2016). Kegiatan penelitian lanjutan dengan tema konsep Macapat pada permukiman desa di kecamatan kejajar ini menjadi penting, karena konsep Macapat dipakai pada masyarakat dengan tradisi sawah sedangkan di Kecamatan kejajar adalah masyarakat dengan tradisi ladang. Hasil penelitian menunjukkan bahwa desa Kreo yang di kelilingi oleh desa Tieng, desa Serang, desa kejajar, dan desa Buntu menggunakan konsep macapat dengan satu desa dikelilingi oleh 4 desa, tetapi tidak pada posisi 4 penjuru mata angin karena terhalang oleh alam.
MENELUSURI JEJAK ARSITEKTUR LANGGAR DI WONOSOBO Hermanto, Heri; Hendriani, Adinda Septi
Jurnal Penelitian dan Pengabdian Kepada Masyarakat UNSIQ Vol 8 No 3 (2021): September
Publisher : Lembaga Penelitian, Penerbitan dan Pengabdian Masyarakat (LP3M) UNSIQ

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.32699/ppkm.v8i3.2038

Abstract

Dengan ditemukannya beberapa makam kuno di Wonosobo, maka dapat diduga bahwa Dakwah Islam di Wonosobo telah dilakukan oleh para sayyid jauh sebelum Demak menjadi sebuah Kerajaan Islam. Penelitian tentang sejarah dakwah Islam selalu berkaitan dengan biografi tokoh penyebar, masjid, dan makam. Namun sayangnya sedikit sekali penelitian tentang bangunan langgar. Di awal Islam masuk di Wonosobo, bangunan langgar menjadi komponen yang sangat penting di dalam proses penyebaran Islam di Wonosobo. Langgar tidak hanya berfungsi sebagai tempat ibadah, langgar juga berfungsi sebagai institusi pendidikan, pewaris, pelestari, dan penerus nilai nilai lama. Penelitian tentang arsitektur langgar di Wonosobo sangat penting untuk dilakukan, karena belum pernah ada penelitian sebelumnya. Dengan menggunakan metode deskriptif-kualitatif, hasil penelitian menunjukkan bahwa arsitektur Langgar di Kabupaten Wonosobo memiliki bentuk arsitektur yang merupakan hasil Islamisasi dari kebudayaan Jawa sebelum agama Hindu datang ke Wonosobo.
Bagenen-Botolan as Basic Concepts Formation of Settlement in Dieng Mountains Heri Hermanto; Adinda Septi Hendriani
Tesa Arsitektur Vol 16, No 2: 2018
Publisher : Unika Soegijapranata Semarang

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.24167/tesa.v16i2.1413

Abstract

Settlements in the Dieng Mountains is a manifestation of the culture of Dieng society. On a micro scale, bagenen connected by botolan is a settlement element that is always present in the Dieng community house. Bagenen-botolan becomes the main container of social, cultural and economic activity. When the settlements develop, the community then uses latar ombo for social, cultural, economic and sport activities that cannot be done in Bagenen-botolan. Between latar ombo one with the other is always connected by jalan latar and jalan tritian. This phenomenon raises the notion that, in the village scale, latar ombo that connected jalan latar and jalan tritian became a kind of bagenen-botolan. The notion is further strengthened by the existence of a village field that is always connected by jalan terabasan. Research questions that are then proposed are; what is the concept underlies the formation of settlements in the Dieng Mountains.The results of grandtour and minitour found 8 (eight) themes, namely, 1) The kinship system as a village builders, 2) Bagenen as a multifunctional space, 3) Latar ombo as bagenen in village scale, 4) Field as multifunctional space on the scale between villages, 5) Bagenen connected botolan 6) Latar ombo connected by jalan latar and jalan tritian, 7) The mosque connected by jalan latar and jalan tritian, 8) The field connected by jalan terabasan on the scale between villages.Inductive analysis of the eight themes found three concepts underlying the formation of settlements in the Dieng Mountains, namely: 1) Connected concepts, 2) Nyepetno concept, and 3) Brayan concept.The concept is empirically seen on all space scales. Layout arrangement of physical elements of settlement in Dieng Mountains always refers to this concept. These findings are a significant contribution for the science of architecture especially related to the spatial and values that form the Mountains settlements.
MUSEUM GEOLOGI WONOSOBO DENGAN PENDEKATAN ARSITEKTUR BIOKLIMATIK Wisnu Wahyu Santoso; Hermawan Hermawan; Adinda Septi Hendriani
Journal of Economic, Business and Engineering (JEBE) Vol 2 No 2 (2021): April
Publisher : Fakultas Ekonomi (FE) dan Fakultas Teknik dan Ilmu Komputer (FASTIKOM) Universitas Sains Al Qur'an

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.32500/jebe.v2i2.1757

Abstract

Kabupaten Wonosobo merupakan sebuah kabupaten di Jawa Tengah. Kabupaten Wonosobo mempunyai potensi besar dalam dunia kepariwisataan. Potensi wisata dapat ditemukan maupun dibuat, tergantung keadaan geografis dan ketersediaan objek alami. Objek alami yang sangat besar potensinya seperti Dieng yang diyakini sebagai pusat peradaban manusia hingga Wadaslintang dengan potensi alam yang menawan. , wisata yang berada di lubang sewu saat ini di rasa masih belum mampu memanjakan wisatawan yang datang karena kurangnya fasilitas yang memadai oleh sebab itu, diwisata lubang sewu perlu adanya museum geologi Wonosobo yang dapat mendukung area tersebut yang berpotensi ilmu pengetahuan yang saat ini sangat sedikit yang menerapkan pengenalan kondisi geologi pada bangunan terkait, di mana sebenarnya hal tersebut sangat perlu diterapkan dan di exspos. Oleh karena itu di kabupaten Wonosobo harus memiliki wisata serta museum geologi dengan konsep arsitektur bioklimatik
KONDISI TERMAL PADA RUMAH MODERN DI DAERAH DINGIN (STUDI KASUS RUMAH TINGGAL DI KEJAJAR, WONOSOBO) Andhika Danu Dwi Prasetya; Hermawan Hermawan; Adinda Septi Hendriani; Nasyiin Faqih; Annisa Nabila Arrizqi
Jurnal Ilmiah Arsitektur Vol 12 No 1 (2022): Juni
Publisher : Jurusan Arsitektur

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.32699/jiars.v12i1.2808

Abstract

Rumah merupakan tempat berteduh sekaligus tempat beraktivitas manusia sehingga diperlukan kenyamanan di dalam rumah. Masyarakat cenderung membuat rumah dengan bentuk modern dengan alasan karena kemewahan. Kondisi termal di rumah modern perlu diinvestigasi agar dapat diketahui kenyamanan termal pada rumah modern. Penelitian akan mengungkap kondisi termal di rumah modern pada daerah pegunungan yang mempunyai iklim dingin. Penelitian menggunakan metode kuantitatif dengan cara pengukuran menggunakan alat termal. Variabel yang diukur adalah suhu udara, kelembaban udara dan beberapa varaibel lain yang merupakan variabel dalam iklim mikro. Hasil penelitian menunjukkan bahwa rumah modern di daerah dingin mempunyai suhu udara yang rendah sesuai dengan iklim mikro pegunungan. Beberapa ruang di dalam rumah modern menunjukkan suhu udara sejuk pada jam siang dan dingin pada pagi hari.
MODEL KENYAMANAN TERMAL DENGAN MENGGUNAKAN STRUCTURAL EQUATION MODELING (SEM) PADA PONDOK PESANTREN DI WONOSOBO Adinda Septi Hendriani; Hidayatus Sibyan; Hermawan Hermawan
Jurnal Arsitektur ZONASI Vol 5, No 3 (2022): Vol 5, No 3 (2022): Jurnal Arsitektur Zonasi Oktober 2022
Publisher : KBK Peracangan Arsitektur dan Kota Program Studi Arsitektur Fakultas Pendidikan Teknologi

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.17509/jaz.v5i3.50258

Abstract

Abstract: The thermal comfort model still needs to be developed in order to find a thermal comfort model that is applicable to all regions. The problem of different thermal variables and human culture in different areas makes the thermal comfort model still needs to be researched. The use of different analytical methods will also make differences in the thermal comfort models found. Cold areas and differences in activity in a building become interesting for research. The purpose of the study was to analyze the thermal comfort in Islamic boarding schools in cold areas using the Structural Equation Modeling (SEM) method. The research uses quantitative methods by measuring thermal and personal variables, namely air temperature, globe temperature, air humidity, wind speed, human activities, and human clothing. Data analysis using graphs and using AMOS software to find the prediction model. The results showed that the wind speed in the room tends to be constant and the flow does not feel so it has a zero value. In the SEM analysis, the wind variable cannot be entered because an error result will be obtained. The model is made without wind variables so as to produce a mathematical equation: TSV = -0.418clothes + 2.796activity - 0.47air temperature - 0.539mrt + 0.178air humidity +0.686. Keywords: thermal comfort model, SEM analysis, Islamic boarding school  Abstrak: Model kenyamanan termal masih perlu dikembangkan agar ditemukan model kenyamanan termal yang berlaku untuk semua wilayah. Permasalahan variabel termal yang berbeda-beda dan budaya manusia di suatu wilayah yang berbeda pula membuat model kenyamanan termal masih perlu diteliti. Penggunaan metode analisis yang berbeda juga akan membuat perbedaan model kenyamanan termal yang ditemukan. Wilayah dingin dan perbedaan aktivitas pada suatu bangunan menjadi menarik untuk dijadikan penelitian. Tujuan penelitian adalah menganalisa kenyamanan termal di pondok pesantren di daerah dingin dengan menggunakan metode Structural Equation Modelling (SEM). Penelitian menggunakan metode kuantitatif dengan melakukan pengukuran variabel termal dan personal yaitu suhu udara, suhu globe, kelembaban udara, kecepatan angin, aktivitas manusia dan pakaian manusia. Analisa data menggunakan grafik dan menggunakan software AMOS untuk menemukan model prediksinya. Hasil penelitian menunjukkan bahwa kecepatan angin di dalam ruangan cenderung tetap dan tidak terasa alirannya sehingga mempunyai nilai nol. Pada analisa dengan SEM, variabel angin tidak bisa dimasukkan karena akan didapat hasil error. Model dibuat tanpa variabel angin sehingga menghasilkan persamaan matematis : TSV = -0,418pakaian + 2,796aktivitas - 0,47suhu_udara - 0,539mrt + 0,178kelembaban_udara +0,686.Kata Kunci: model kenyamanan termal, analisa SEM, pondok pesantren
KAWASAN BOARDING SCHOOL DENGAN KONSEP ARSITEKTUR EKOLOGI DAN METODE DESAIN PARAMETRIK Dama Primanda; Hermawan Hermawan; Adinda Septi Hendriani
Journal of Economic, Business and Engineering (JEBE) Vol 4 No 1 (2022): Oktober
Publisher : Fakultas Ekonomi (FE) dan Fakultas Teknik dan Ilmu Komputer (FASTIKOM) Universitas Sains Al Qur'an

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.32500/jebe.v4i1.3413

Abstract

Boarding school merupakan salah satu lembaga pendidikan yang menerapkan nilai-nilai agama di kegiatan belajar mengajarnya, selain di bekali dengan ilmu-ilmu umum para peserta didik juga di bekali ilmu agama. Salah satunya adalah SMK Nusantara Wonosobo yang telah berkolaborasi dengan Pondok Pesantren Nurun ‘Alannur. adanya kerja sama tersebut, saat ini melakukan pembangunan baru di lokasi Jl. Ajibarang Secang, Kapencar, Kec. Kertek, Kabupaten Wonosobo. pada luas tanah 3.7 hektar. Oleh karena itu, diperlukan suatu gambar rencana pembangunan untuk dapat memenuhi kebutuhan yang dapat diwujudkan secara fisik dengan mutu yang baik. Tujuan : Menghasilkan desain perencanaan kawasan boarding school melalui konsep arsitektur ekologi yang sesuai dengan kebutuhan lembaga pengembang yang bisa mengintegrasikan lingkungan dengan tepat dan berkelanjutan. Metode : Perancangan ini dilakukan dengan analisa lapangan, pengumpulan data dan analisis kebutuhan pembangunan dengan pihak pengembang lembaga. Metode dasain parametrik juga digunakan untuk mempermudah perencanaan dan perancangan desain dengan konsep arsitektur ekologi. Hasil : output dari perencanaan ini adalah Master Plan Kawasan beserta gambar dari setiap gedung bangunan, gambar landscape, gambar 3D dan detail gambar kerja. Kesimpulan : Hal ini dapat disimpulkan, Metode pengumpulan data bersama dengan pengembang lembaga dapat lebih tepat menjawab kebutuhan perencanaan. Selain itu, konsep ekologi dan meode desain parametrik dapat menghasilkan tiпgkat efektivitas peraпcaпgaп kawasan boarding school yaпg yaпg meпdekatkaп aпtara liпgkuпgaп, baпguпaп, maпusia. daп Tuhaп YME.