Claim Missing Document
Check
Articles

Found 11 Documents
Search

Modifikasi Media Jagung (Zea mays) dan Kacang Tanah (Arachis hypogea) sebagai Media Pertumbuhan Aspergillus flavus FITRIA, NOVI; SETIAWATI, FUJI
Jurnal Reka Lingkungan Vol 8, No 1 (2020)
Publisher : Institut Teknologi Nasional, Bandung

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (371.309 KB) | DOI: 10.26760/rekalingkungan.v8i1.57-66

Abstract

AbstrakKomposisi media Sabouraud Dextrose Agar (SDA) terdiri dari dekstrosa, pepton dan agar sebagai pemadat media. Dekstrosa mengandung karbohidrat dan pepton mengandung protein sebagai unsur penting dalam pertumbuhan Aspergillus flavus. Jagung (Zea mays) dan kacang tanah (Arachis hypogea) dipilih sebagai media alternatif dikarenakan memiliki komposisi karbohidrat dan protein yang diperlukan oleh Aspergillus flavus. Secara eksperimen akan dilakukan variasi komposisi media alternatif berbahan dasar Zea mays dan Arachis hypogea dengan empat variasi media. Aspergillus flavus ditanam dengan teknik single dot dan diinkubasi selama 5 hari pada suhu 37oC. Hasil penelitian menunjukkan bahwa media alternatif B (15,75g Zea mays dan 5,34g Arachis hypogea) memberikan diameter koloni dan panjang hifa yang tidak berbeda signifikan terhadap media SDA dengan nilai p value secara berturut-turut adalah 0,188 dan 0,790. Pemanfaatan bahan alami dalam pembuatan media dapat menjadi alternatif teknologi green value chain di bidang mikrobiologi lingkungan.Kata kunci: media alternatif, diameter koloni, panjang hifa, Aspergillus flavus.AbstractSabouraud Dextrose Agar SDA media composition consists of dextrose, peptone and agar as a media compactor. Dextrose contains carbohydrate and peptone contains protein as an important element in the growth of Aspergillus flavus. Corn (Zea mays) and peanuts (Arachis hypogea) were chosen as alternative media because they have the composition of carbohydrates and proteins needed by Aspergillus flavus. Experiments will be carried out variations in the composition of alternative media made from corn and peanuts with four media variations. Aspergillus flavus is planted by single dot technique and incubated for 5 days at 37oC. The results showed that alternative media B (15,75g of corn and 5.34g of peanut) gave a colony diameter and hyphae length that were not significantly different from the SDA media with p values of respectively 0.188 and 0.790.Keywords: alternative media, colony diameter, hyphae length, Aspergillus flavus.
Modifikasi Media Jagung (Zea mays) dan Kacang Tanah (Arachis hypogea) sebagai Media Pertumbuhan Aspergillus flavus FITRIA, NOVI; SETIAWATI, FUJI
Jurnal Reka Lingkungan Vol 8, No 1 (2020)
Publisher : Institut Teknologi Nasional, Bandung

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (371.309 KB) | DOI: 10.26760/rekalingkungan.v8i1.57-66

Abstract

AbstrakKomposisi media Sabouraud Dextrose Agar (SDA) terdiri dari dekstrosa, pepton dan agar sebagai pemadat media. Dekstrosa mengandung karbohidrat dan pepton mengandung protein sebagai unsur penting dalam pertumbuhan Aspergillus flavus. Jagung (Zea mays) dan kacang tanah (Arachis hypogea) dipilih sebagai media alternatif dikarenakan memiliki komposisi karbohidrat dan protein yang diperlukan oleh Aspergillus flavus. Secara eksperimen akan dilakukan variasi komposisi media alternatif berbahan dasar Zea mays dan Arachis hypogea dengan empat variasi media. Aspergillus flavus ditanam dengan teknik single dot dan diinkubasi selama 5 hari pada suhu 37oC. Hasil penelitian menunjukkan bahwa media alternatif B (15,75g Zea mays dan 5,34g Arachis hypogea) memberikan diameter koloni dan panjang hifa yang tidak berbeda signifikan terhadap media SDA dengan nilai p value secara berturut-turut adalah 0,188 dan 0,790. Pemanfaatan bahan alami dalam pembuatan media dapat menjadi alternatif teknologi green value chain di bidang mikrobiologi lingkungan.Kata kunci: media alternatif, diameter koloni, panjang hifa, Aspergillus flavus.AbstractSabouraud Dextrose Agar SDA media composition consists of dextrose, peptone and agar as a media compactor. Dextrose contains carbohydrate and peptone contains protein as an important element in the growth of Aspergillus flavus. Corn (Zea mays) and peanuts (Arachis hypogea) were chosen as alternative media because they have the composition of carbohydrates and proteins needed by Aspergillus flavus. Experiments will be carried out variations in the composition of alternative media made from corn and peanuts with four media variations. Aspergillus flavus is planted by single dot technique and incubated for 5 days at 37oC. The results showed that alternative media B (15,75g of corn and 5.34g of peanut) gave a colony diameter and hyphae length that were not significantly different from the SDA media with p values of respectively 0.188 and 0.790.Keywords: alternative media, colony diameter, hyphae length, Aspergillus flavus.
Optimasi Perolehan Bioetanol dari Kulit Nanas (Ananas cosmosus) dengan Penambahan Urea, Variasi Konsentrasi Inokulasi Starter dan Waktu Fermentasi FITRIA, NOVI; LINDASARI, EVA
Jurnal Reka Lingkungan Vol 9, No 1 (2021)
Publisher : Institut Teknologi Nasional, Bandung

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (579.668 KB) | DOI: 10.26760/rekalingkungan.v9i1.1-10

Abstract

AbstrakBioetanol dapat dibuat dari bahan yang mengandung karbohidrat melalui proses fermentasi. Kulit nanas mengandung karbohidrat jenis fruktosa dan sukrosa dengan bantuan ragi karbohidrat tersebut akan diubah menjadi bioetanol melalui proses fermentasi. Pada penelitian ini, untuk memperoleh kadar bioetanol yang optimal dilakukan eksperimen yaitu dengan menambahkan urea sebanyak 5 gram dan variasi konsentrasi inokulasi starter 1%, 1,5%, 2% dan 2,5% dengan waktu fermentasi selama 24 jam, 48 jam, 72 jam dan 96 jam pada suhu 30oC melalui dua perlakuan yaitu melalui proses pemutaran dan tanpa melalui proses pemutaran. Hasil menunjukkan bahwa perolehan bioetanol yang optimum sebanyak 28,05% pada penambahan inokulasi starter 1,5% dengan waktu fermentasi 96 jam, pH 5 dan tanpa pemutaran. Limbah kulit nanas dapat dimanfaatkan untuk menghasilkan energi yang ramah lingkungan berupa bioetanol.Kata kunci: bioetanol, inokulasi starter, fermentasi, limbah kulit nanas.AbstractBioethanol can be made from materials containing carbohydrates through the fermentation process. Pineapple skin contains fructose and sucrose type carbohydrates with the help of yeast carbohydrates will be converted into bioethanol through the fermentation process. In this study, to obtain optimal bioethanol levels, an experiment was carried out by adding 5 grams of urea and variations in the concentration of starter inoculations of 1%, 1.5%, 2% and 2.5% with fermentation time for 24 hours, 48 hours, 72 hours and 96 hours at a temperature of 30oC through two treatments, with and without shaking process. The results showed that the optimum bioethanol acquisition was 28.05% on the addition of 1.5% starter inoculation with 96 hours fermentation time, pH 5 and without shaking processKeywords: bioethanol, starter inoculation, fermentation, pineapple skin waste.
Optimasi Perolehan Bioetanol dari Kulit Nanas (Ananas cosmosus) dengan Penambahan Urea, Variasi Konsentrasi Inokulasi Starter dan Waktu Fermentasi FITRIA, NOVI; LINDASARI, EVA
Jurnal Reka Lingkungan Vol 9, No 1 (2021)
Publisher : Institut Teknologi Nasional, Bandung

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (579.668 KB) | DOI: 10.26760/rekalingkungan.v9i1.1-10

Abstract

AbstrakBioetanol dapat dibuat dari bahan yang mengandung karbohidrat melalui proses fermentasi. Kulit nanas mengandung karbohidrat jenis fruktosa dan sukrosa dengan bantuan ragi karbohidrat tersebut akan diubah menjadi bioetanol melalui proses fermentasi. Pada penelitian ini, untuk memperoleh kadar bioetanol yang optimal dilakukan eksperimen yaitu dengan menambahkan urea sebanyak 5 gram dan variasi konsentrasi inokulasi starter 1%, 1,5%, 2% dan 2,5% dengan waktu fermentasi selama 24 jam, 48 jam, 72 jam dan 96 jam pada suhu 30oC melalui dua perlakuan yaitu melalui proses pemutaran dan tanpa melalui proses pemutaran. Hasil menunjukkan bahwa perolehan bioetanol yang optimum sebanyak 28,05% pada penambahan inokulasi starter 1,5% dengan waktu fermentasi 96 jam, pH 5 dan tanpa pemutaran. Limbah kulit nanas dapat dimanfaatkan untuk menghasilkan energi yang ramah lingkungan berupa bioetanol.Kata kunci: bioetanol, inokulasi starter, fermentasi, limbah kulit nanas.AbstractBioethanol can be made from materials containing carbohydrates through the fermentation process. Pineapple skin contains fructose and sucrose type carbohydrates with the help of yeast carbohydrates will be converted into bioethanol through the fermentation process. In this study, to obtain optimal bioethanol levels, an experiment was carried out by adding 5 grams of urea and variations in the concentration of starter inoculations of 1%, 1.5%, 2% and 2.5% with fermentation time for 24 hours, 48 hours, 72 hours and 96 hours at a temperature of 30oC through two treatments, with and without shaking process. The results showed that the optimum bioethanol acquisition was 28.05% on the addition of 1.5% starter inoculation with 96 hours fermentation time, pH 5 and without shaking processKeywords: bioethanol, starter inoculation, fermentation, pineapple skin waste.
The Effects of Community Characteristics on Solid-Waste Generation and Management in the Village (A Case Study: Kurandak, North Sumatra) Wisnu Prayogo; Royana Chairani; Desy Rahmadani Telaumbanua; Novi Fitria; Firdha Cahya Alam; Muhammad Faisi Ikhwali; Rifka Noor Azizah; Istiqomah Shariati Zamani
Jurnal Presipitasi : Media Komunikasi dan Pengembangan Teknik Lingkungan Vol 19, No 2 (2022): July 2022
Publisher : Universitas Diponegoro

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (1180.008 KB) | DOI: 10.14710/presipitasi.v19i2.303-3015

Abstract

Waste is a very complex and urgent problem to be solved. The problems occur due to the participation of the residents as the leading actor. This study aimed to determine the significance of the influence of gender, age, education, employment status, income, duration of stay, and the level of knowledge on waste generation and management. Respondents to questionnaires and interviews were 37 people whose numbers were determined based on the Slovin equation, while data was analyzed using SPSS Statistics 20 software. A person's educational status significantly positively affects people's habits in reducing waste generation. The following positive significance was income, gender, and length of stay. Age and employment status have a negative correlation, indicating that the older and working, the less waste the society generates. Besides affecting waste generation, it turned out that education also significantly affects waste management. Therefore, education is the main factor considered in waste planning. The results of this study can be used as input for the Indonesian Government in providing information through training and the provision of waste management facilities.
ESTIMASI INHALATION EXPOSURE CONSENTRATION (IEC) PARTIKULAT TERESPIRASI DAN BLACK CARBON DI KAWASAN INDUSTRI DAERAH BANDUNG DAN CIMAHI Novi Fitria; Marcelina Jelsih; Agie Adhitya Gunawan; Tiny Agustini Koesmawati
Jurnal Reka Lingkungan Vol 10, No 2 (2022)
Publisher : Institut Teknologi Nasional, Bandung

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.26760/rekalingkungan.v10i2.145-154

Abstract

Salah satu dampak dari aktivitas industri adalah pencemaran udara ambien akibat paparan partikulat terespirasi dan Black Carbon (BC) yang berdampak pada kesehatan pekerjanya. Penelitian ini dilakukan di Kawasan Industri Kota Bandung dan Cimahi di lima (5) lokasi titik sampling yaitu Cibeureum, Cimahi, Padalarang, Bandung Wetan dan Buahbatu. Tujuan dari penelitian ini adalah menganalisis kualitas udara di area tersebut berdasarkan indeks ISPU dan Inhalation Exposure Concentration (IEC) dari TSP, PM10, PM2.5 dan BC. IEC dihitung sebagai potensi paparan partikulat respirasi dan BC kepada pekerja melalui jalur inhalasi. Studi ini membuktikan bahwa di Kawasan Industri daerah Bandung dan Cimahi mengandung BC rentang 0,90-1,65 µg/m3. Sedangkan tingkat pencemaran udara untuk PM2.5 di kawasan industri, daerah Bandung Wetan berada dikategori “Sedang” dan daerah Buahbatu menunjukkan kategori “Tidak Sehat”. Hasil perhitungan IEC diketahui bahwa bagi pekerja outdoor dan masyarakat di kawasan industri daerah Bandung dan Cimahi terpapar IEC TSP berkisar 10,29-36,99 µg/m3; IEC PM10 berkisar 6,65-34,69 µg/m3; IEC PM2,5 antara 2,24-19,83µg/m3 dan BC ada di rentang 0,20-0,36µg/m3. PM2.5 dan PM10 berkorelasi positif dengan TSP dengan nilai korelasi  berturut-turut r= 0,999 dan r = 0,909.
ANALISIS RISIKO PENGELOLAAN LIMBAH INFEKSIUS RUMAH SAKIT BERDASARKAN PROFILNYA MENGGUNAKAN METODE FAILURE MODE AND EFFECT ANALYSIS (FMEA) UNTUK KUALITAS LINGKUNGAN YANG BERKELANJUTAN Novi Fitria; Umi Hamidah; Herlian Eriska Putra; Agie Adhitya Gunawan; Wisnu Prayogo
Jurnal Reka Lingkungan Vol 10, No 3 (2022)
Publisher : Institut Teknologi Nasional, Bandung

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.26760/rekalingkungan.v10i3.252-261

Abstract

Pandemi COVID-19 telah memberikan dampak bagi kualitas lingkungan khususnya dengan meningkatnya timbulan limbah medis dari fasilitas pelayanan kesehatan. Timbulan limbah medis yang bersifat infeksius meningkat hingga 4x lipat dari sebelum pandemi COVID-19. Sehingga pemusnahan limbah infeksius menjadi tantangan pada masa pandemi. Pengelolaan limbah medis yang belum sesuai dengan peraturan serta sumber daya manusia yang belum tersertifikasi kompeten menjadi faktor terjadinya kegagalan dalam pengelolaan limbah medis. Oleh karena itu kajian analisis risiko pengelolaan limbah medis menjadi penting dilakukan sebagai upaya pencegahan dan mengurangi risiko yang diakibatkan oleh kegagalan proses pengelolaan limbah medis. Hasil studi menunjukkan metode analisis risiko Failure Mode and Effect Analysis (FMEA) dapat diaplikasikan pada pengelolaan limbah medis rumah sakit sesuai dengan rekomendasi Komite Akreditasi Rumah Sakit Indonesia (KARS). Komponen severity (S), Occurrence (O) dan Detection (D) dalam FMEA menjadi variabel terukur dalam analisis risiko berupa nilai Risk Priority Number (RPN).  
Pembuatan Video Promosi Ekowisata Kampung Manggis, Pauh, Padang Yaningsih, Yaningsih; Marzuki, Dony; Elkhairat, Mutia; Fitria, Novi
Jurnal Abdimas: Pengabdian dan Pengembangan Masyarakat Vol 6 No 1 (2024)
Publisher : Pusat Penelitian dan Pengabdian Kepada Masyarakat

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.30630/jppm.v6i1.1192

Abstract

Video profile is a short video designed to introduce an individual, company or organization to the public. It is information about the existence of an object such as product, service, or area which has its own uniqueness, aimed to increase public awareness and trust through a clear picture of the subject being presented. Such video could be published on various media as a part of a marketing campaign. English Department of Politeknik Negeri Padang carried out activity to create a profile/promotional video in one of the thematic villages in Padang City, namely Kampung Manggis, which is located on Limau Manis sub-district, Pauh District. Being potential area in Padang city, this thematic village is the central area of mangosteen fruit in which 80% of the mangosteen productions in the city are from this area. Kampung Manggis is the second-largest mangosteen producer in West Sumatra, providing high-quality mangosteen for both domestic and international markets. Moreover, as an area that is also potential to become one of Padang City's agro tourism destinations, it is necessary to introduce and recommend the place to broader public through right media. There were three stages implemented in creating the video profile; pre-production, production, and post-production. The result was a five minutes-twelve second-video profile, which hopefully, will grade the existence of this thematic village to public after being uploaded to social media
Gaya Bahasa Propaganda Penjajahan Zionis Israel terhadap Warga Palestina: Tinjauan Stilistika Lilimiwirdi, Lilimiwirdi; Fitria, Novi; Tri Putra, Roni; Sukatik, Sukatik
Puitika Vol. 21 No. 1 (2025)
Publisher : Universitas Andalas

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.25077/puitika.v1i1.668

Abstract

Gaza war between Israel and Palestine has involved the international community. The news related to the war appears in the mass media in various styles. The media chosen as the sample was Kompas published from 1 October 2023 to 1 August 2024. The method used is the listening method. Listening is not only related to the use of spoken language but also written language. Languages of propaganda used by Israel in fighting against Palestinians are as follows. First, figures of speech based on sentence structure are climax, anticlimax, parallelism, antithesis, and repetition. Second, figures of speech based on the directness or indirectness of meaning include euphemism, pleonasm and tautology, erotesis or rhetorical question, hyperbole, prolepsis or anticipation, chiasmus, assidenton, correction or epanorthosis, figurative language, metaphor, metonymy, allusion, irony, cynicism, and sarcasm. The language of propaganda influences psychology and culture. Its influence on psychology can be seen in the psychology of Palestinian people affected by the war and the psychology of readers reading news that is terrible, sadistic, and full of fear. Then, the effects on culture is the attitude of many consumers who boycott Israeli products; in the security field, the high level of crime and insecurity in the Palestinian territories and surrounding areas; the high number of muallaf (converts) and interest in leading Islam due to the attitude and morals of the Palestinians who are steadfast in facing the war; and high solidarity in helping Palestinians. Moreover, it also influences the language, namely new words, symbol language, and expressions used during the war.
Uji Antimikroba Minyak dengan Variasi Katalisator Hasil Pengolahan Limbah Medis Padat Pasca Sterilisasi Secara Pirolisis terhadap Bakteri Staphylococcus aureus Alam, Vania Aramintana; Hasan, Rusdi; Rosada, Keukeu Kaniawati; Fitria, Novi
JURNAL BIOEDUKASI Vol 7, No 2: Jurnal Bioedukasi Edisi Oktober 2024
Publisher : UNIVERSITAS KHAIRUN

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.33387/bioedu.v7i2.8365

Abstract

Semakin hari peningkatan limbah medis semakin bertambah seiring dengan pertumbuhan ekonomi. Pengolahan limbah medis dapat dilakukan dengan metode insinerasi, microwaving, hingga pirolisis. Dalam proses pirolisis diperlukan katalisator untuk mempercepat reaksinya. Hasil pirolisis dapat berupa cair, padat, dan gas. Tujuan dari penelitian ini adalah menganalisis perbedaan uji resistensi antimikroba dari minyak kontrol dan dengan variasi katalisator hasil pengolahan limbah medis padat pasca sterilisasi dengan metode pirolisis menggunakan bakteri Staphylococcus aureus yang tidak dapat mendegradasi hidrokarbon. Minyak hasil pirolisis limbah medis padat kemudian di uji antimikroba dengan bakteri S. aureus dengan metode sumuran. Metode yang digunakan dengan mengukur zona bening yang terbentuk pada media lalu dianalisis dengan uji anova satu arah. Hasil analisis menunjukkan bahwa rata-rata zona bening yang terbentuk dari minyak kontrol, etilen glikol, dan N-Heksana adalah 15,88 mm, 15,06 mm, dan 13,56 mm dimana termasuk ke dalam kategori kuat. Hal ini menunjukkan bahwa sampel minyak hasil pirolisis memiliki aktivitas sensitivitas kuat terhadap bakteri S. aureus dan bakteri tidak mendegradasi senyawa hidrokarbon. Hasil analisis statistik menunjukkan nilai 0,247 yang menunjukkan bahwa tidak terdapat perbedaan secara signifikan antara minyak kontrol, minyak etilen glikol, dan minyak N-Heksana terhadap zona bening yang terbentuk dengan bakteri uji.    Kata kunci: Antimikroba, limbah medis padat, pirolisis, Staphylococcus aureus