Claim Missing Document
Check
Articles

Found 11 Documents
Search

Efektivitas Kebijakan Perlindungan Data Pribadi dalam Menjaga Hak Asasi Manusia di Era Teknologi di Indonesia Judijanto, Loso; Lubis, Arief Fahmi; Sam Karauwan, Donny Eddy; Bungin, Sator Sapan; Mau, Hedwig Adianto
Sanskara Hukum dan HAM Vol. 3 No. 01 (2024): Sanskara Hukum dan HAM (SHH)
Publisher : Eastasouth Institute

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.58812/shh.v3i01.445

Abstract

This research investigates the effectiveness of personal data protection policies in protecting human rights in the context of the technological era in Indonesia, using normative juridical analysis. The rapid advancement of digital technology has raised concerns regarding personal data protection, which directly impacts individuals' rights to privacy and freedom from exploitation. This research critically examines Indonesia's existing legal framework, including key regulations and the Personal Data Protection Bill, and assesses its alignment with international standards such as the GDPR. It identifies significant gaps and challenges in the current legal framework, including issues relating to law enforcement, public awareness, and the rapid pace of technological change. The findings suggest that while Indonesia has made progress in building a legal foundation for data protection, further improvements are needed to ensure robust protection for human rights in the digital age. The study concludes with recommendations to improve legal mechanisms to better protect individual rights in an ever-evolving technological landscape.
CRIMINAL ACCOUNTABILITY OF MEMBERS OF THE ARMY AS PERPETRATORS OF CYBERPORN IN THE PERSPECTIVE OF CRIMINAL LAW Mau, Hedwig Adianto
FOCUS: Jurnal of Law Vol 4 No 2 (2023): Focus: October Edition
Publisher : Faculty of Law Universitas 17 Augustus 1945 Cirebon

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.47685/focus.v4i2.580

Abstract

The misuse and negative impact of advances in information technology through computerized systems and internet networks known as Cybercrime gave birth to a new form of crime in the form of Cyberporn which expanded its impact so that members of the TNI also committed this type of crime. This research aims to find out: (1) law enforcement against TNI members as perpetrators of Cyberporn, and (2) criminal liability against TNI members as perpetrators of Cyberporn. This research is a descriptive law with a statute approach and legal analysis (analyhical approach). The specifications of this research are prescriptive and applied. The data used is secondary data from primary and secondary legal materials. Data analysis used in this legal writing is by using the syllogism method which uses deductive thinking patterns. The research results show that: (1) The crime of pornography actually has a clear legal umbrella, including the Criminal Code, Pornography Law, ITE Law, Press Law, Broadcasting Law, Film Law, PP Film Censorship Institute, Telecommunications Law. However, there is no legislation that regulates comprehensively for cyberporn cases, and (2) The legal consequences that will be obtained by TNI members who commit cyberporn crimes are clearly regulated in the ITE Law, namely regulated in article 45 paragraph 1 of Law number 11 of 2008 which is amended by Law number 19 of 2016 article 45 paragraph 1 and also in accordance with the article on the Military Criminal Code (KUHPM) in the form of criminal sanctions and other sanctions such as dishonorable discharge (PTDH), reduction of performance allowances to salary cuts and so on.
Kewenangan Pemerintah Di Bidang Kepemudaan Dalam Rangka Mendukung Pembangunan Nasional Melalui Organisasi Kepemudaan Siagian, Parulian Hasiholan; Mau, Hedwig Adianto; Candra, Mardi
SALAM: Jurnal Sosial dan Budaya Syar-i Vol 9, No 6 (2022)
Publisher : Faculty of Sharia and Law UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.15408/sjsbs.v9i6.28476

Abstract

Youth has a very important position in the history of the struggle for Indonesian independence. Youth development is Indonesia's strategic agenda in order to prepare future generations who are strong and able to play a role in the development of the nation as a whole. In the present, youth are expected to continue to be able to fulfill independence in order to support national development. Seeing the very high potential of youth, the Government then saw the need to formulate special policies related to youth development. The research method in this writing is qualitative. The type of research in this research is using normative juridical law research. The purpose of the establishment of the Youth Law which provides specificity for the implementation of affairs in the field of youth cannot be carried out optimally so that it also has an impact on the Government's efforts in implementing youth development which is expected to support national development.Keywords: Authority; Youth; National development AbstrakPemuda memiliki kedudukan yang sangat penting dalam sejarah perjuangan kemerdekaan Indonesia. Pembangunan pemuda merupakan agenda strategis Indonesia dalam rangka mempersiapkan generasi masa depan yang tangguh dan mampu berperan dalam pembangunan bangsa secara keseluruhan. Di masa sekarang, pemuda diharapkan terus dapat mengisi kemerdekaan guna mendukung pembangunan nasional. Melihat potensi kaum muda yang sangat tinggi, Pemerintah kemudian memandang perlu menyusun kebijakan khusus terkait dengan pembangunan kepemudaan. Metode penelitian dalam penulisan ini adalah kualitatif, jenis Penelitian dalam penelitian ini yaitu menggunakan penelitian hukum yuridis normative. Tujuan pembentukan Undang-Undang Kepemudaan yang memberikan kekhususan penyelenggaraan urusan dibidang kepemudaan tidak dapat dilaksanakan dengan maksimal sehingga berdampak pula terhadap upaya Pemerintah dalam melaksanakan pembangunan kepemudaan yang diharapkan dapat mendukung pembangunan nasional.Kata Kunci: Kewenangan; Kepemudaan; Pembangunan Nasional
Kepastian Hukum Penanganan Pelanggaran Pemilihan Umum Pada Tahapan Pemungutan Suara Ulang Berdasarkan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 Tentang Pemilihan Umum Sibarani, Bertoni; Mau, Hedwig Adianto; Chandra, Mardi
Jurnal Sains, Ekonomi, Manajemen, Akuntansi dan Hukum Vol. 2 No. 3 (2025): SAINMIKUM : Jurnal Sains, Ekonomi, Manajemen, Akuntansi dan Hukum, Juni 2025
Publisher : Lumbung Pare Cendekia

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.60126/sainmikum.v2i3.958

Abstract

Tahap pemungutan suara ulang dilaksanakan untuk memastikan bahwa pemilihan umum dapat berlangsung dengan baik dan berintegritas. Tahap ini sangat rentan terhadap praktik politik uang oleh peserta pemilu yang ingin meraup suara dari pemilih. Undang-Undang Pemilu belum mengatur norma sanksi dalam tahap pemungutan suara ulang, sehingga menimbulkan kendala dalam penegakan hukum. Analisis kesenjangan hukum dalam Undang-Undang Pemilu ini menggunakan pendekatan teori kepastian hukum, teori sistem hukum, dan teori kewenangan. Penelitian ini menggunakan penelitian hukum normatif dengan pendekatan perundang-undangan untuk menganalisis Undang-Undang Pemilu. Penelitian ini melibatkan kajian teori, konsep, asas, dan peraturan perundang-undangan hukum untuk mengidentifikasi dan menafsirkan permasalahan hukum yang mendasarinya terkait dengan belum adanya pedoman normatif yang jelas. Ketidakpastian hukum dapat timbul akibat belum adanya pengaturan dalam Undang-Undang Pemilu dalam rangka penegakan hukum pemilu, bahkan dalam kasus yang diduga terjadi pelanggaran pemilu. Tujuan mendasar hukum adalah untuk menjaga ketertiban sosial dan menciptakan kedamaian masyarakat; oleh karena itu, pemberian sanksi yang tegas dan konsisten sangat penting. Sanksi yang tegas akan menegakkan kepatuhan dan kewibawaan hukum, apalagi masyarakat cenderung lebih mengutamakan apa yang dianggap lebih relevan atau bermanfaat dalam situasi ketidakpastian hukum. Peran Bawaslu sangat penting dalam menegakkan hukum, khususnya pada tahap pemungutan suara ulang. Oleh karena itu, perlu adanya penguatan kewenangan Bawaslu dalam menangani pelanggaran pemilu. Penguatan Bawaslu melalui revisi UU Pemilu sangat penting untuk mewujudkan penegakan hukum pemilu yang efektif dan berkeadilan, sesuai dengan asas hukum yang dicita-citakan (ius constituendum).
Penegakan Hukum Terhadap Pelaku Tindak Pidana Pencucian Uang yang Berasal dari Hasil Tindak Pidana Narkotika Hasibuan, Rando Vittoro; Chandra, Tofik Yanuar; Mau, Hedwig Adianto
Jurnal Sains, Ekonomi, Manajemen, Akuntansi dan Hukum Vol. 2 No. 4 (2025): SAINMIKUM : Jurnal Sains, Ekonomi, Manajemen, Akuntansi dan Hukum, Agustus 2025
Publisher : Lumbung Pare Cendekia

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.60126/sainmikum.v2i4.1093

Abstract

Tindak pidana pencucian uang yang bersumber dari hasil tindak pidana narkotika merupakan bentuk kejahatan berlapis (double crime) yang tidak hanya merugikan sistem hukum nasional, tetapi juga menghambat efektivitas pemberantasan narkotika. Penegakan hukum terhadap pelaku kejahatan ini memerlukan pendekatan komprehensif dari segi substansi hukum, aparat penegak hukum, hingga sistem pembuktian. Penelitian ini bertujuan untuk mengkaji bentuk tindak pidana pencucian uang yang berasal dari tindak pidana narkotika serta bagaimana penegakan hukumnya di Indonesia. Metode yang digunakan adalah penelitian hukum normatif dengan pendekatan perundang-undangan dan konseptual, didukung data sekunder dan primer sebagai bahan hukum. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pencucian uang dari tindak pidana narkotika merupakan tindak pidana berkelanjutan yang dilaksanakan melalui tiga tahap utama: penempatan, pelapisan, dan pengintegrasian, sebagaimana diatur dalam Pasal 3, 4, dan 5 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2010. Penegakan hukumnya dilakukan secara terpadu oleh Kepolisian, BNN, Kejaksaan, PPATK, dan Pengadilan berdasarkan UU No. 8 Tahun 2010 dan UU No. 35 Tahun 2009. Fokus utama penegakan hukum adalah pada pemidanaan pelaku serta perampasan aset hasil kejahatan. Meskipun dalam praktiknya masih terdapat berbagai kendala teknis dan yuridis, strategi pemiskinan pelaku melalui pelacakan dan penyitaan aset terbukti menjadi pendekatan yang efektif dalam memutus mata rantai kejahatan terorganisasi ini.
ANALISIS YURIDIS PENYELESAIAN PELANGGARAN LALU LINTAS YANG DILAKUKAN OLEH MILITER DALAM PERSPEKTIF KRIMINOLOGI Sandy Arya Prathama; Mau, Hedwig Adianto
The Juris Vol. 9 No. 1 (2025): JURNAL ILMU HUKUM : THE JURIS
Publisher : Lembaga Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat STIH Awang Long

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.56301/juris.v9i1.1587

Abstract

This study aims to analyze the legal resolution of traffic violations committed by military personnel within the framework of criminology, focusing on a case study in the Kogartap I/Jakarta area. Traffic violations involving military personnel raise complex issues related to legal authority, military jurisdiction, and the interaction between civil and military law. The research employs a qualitative approach with a criminological perspective to examine how military personnel are handled in cases of traffic violations, focusing on both the legal procedures and the sociological implications of these violations. The study found that military personnel involved in traffic violations are typically subject to military law, but the legal process often intersects with civilian law, leading to challenges in enforcement and adjudication. This research contributes to the understanding of the intersection between military and civilian legal systems, emphasizing the need for clearer protocols and more effective coordination between civil and military authorities to address such violations. The study also explores the criminological aspects of military involvement in traffic offenses, highlighting factors such as discipline, accountability, and the impact of military culture on behavior in the civilian sphere.
Constitutional Implications of Abolishing the Presidential Threshold on Democracy and the Electoral System in Indonesia Mau, Hedwig Adianto
Legal Standing : Jurnal Ilmu Hukum Vol 9, No 3 (2025): Legal Standing
Publisher : Universitas Muhammadiyah Ponorogo

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.24269/ls.v9i3.11579

Abstract

The Constitutional Court's Decision No. 62/PUU-XXII/2024, which nullified the application of the presidential threshold in Indonesia’s presidential and vice-presidential elections, represents a transformative development in the country's electoral framework. This research investigates the legal and political ramifications of the ruling, particularly its impact on democratic practices and the structure of the electoral system in Indonesia. Employing a normative juridical approach, the study explores the constitutional justification for eliminating the threshold, assesses its effects on political inclusiveness, and examines its implications for governmental stability. The results suggest that eliminating the presidential threshold may strengthen democratic processes by enabling broader candidate participation and encouraging a more competitive political environment. Nevertheless, the absence of such thresholds could also lead to heightened political fragmentation, potentially resulting in a more divided electoral arena. From a regulatory standpoint, this shift demands careful revision of electoral procedures to maintain administrative efficiency and uphold the integrity of election outcomes. This research contributes original insights by being among the first to critically assess the legal reasoning of the Constitutional Court’s decision in the context of Indonesia’s evolving democratic architecture. It highlights the tension between normative constitutional ideals and practical governance needs, offering a nuanced interpretation that bridges theory and institutional realities. However, the study is limited by its focus on normative and doctrinal analysis without incorporating empirical data from political actors or voter behavior post-ruling. In conclusion, the abolition of the presidential threshold introduces a multifaceted impact on Indonesia's democratic development and electoral integrity, warranting further scholarly inquiry into regulatory frameworks that can harmonize openness with governance efficacy post-ruling.
The Concept of Open Legal Policy in Constitutional Court Decision No. 90/PUU-XXI/2023 on the Age Limit for Candidates for President and Vice President Husni, Sabar Indra; Mau, Hedwig Adianto; Sagala, Rotua Valentina
POLICY, LAW, NOTARY AND REGULATORY ISSUES Vol. 4 No. 3 (2025): JULY
Publisher : Transpublika Publisher

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.55047/polri.v4i3.1723

Abstract

Article 6A paragraph (5) of the 1945 Constitution of Indonesia affirms the principle of open legal policy by stipulating that the procedures for the election of the President and Vice President must be regulated by law. This provides space for the legislature to regulate various provisions related to elections, while the Constitutional Court acts as an interpreter of the constitution. This study aims to analyze the application and suitability of the concept of open legal policy in the Constitutional Court Decision Number 90/PUU-XXI/2023 concerning the age limit of candidates for President and Vice President. The study employs normative legal research techniques with a qualitative juridical analysis perspective, utilizing secondary data, tertiary legal resources, and primary data for reinforcement. The theory of authority and trias politica (division of powers) is used to analyze the examined decision. The results showed that the Constitutional Court in Decision No. 90/PUU-XXI/2023 was inconsistent in deciding cases, even though the articles tested were the same and the legal considerations and rulings were similar. Therefore, it is recommended that the Constitutional Court be more consistent in issuing decisions, especially those related to open legal policies. Strengthening the capacity of Constitutional Court judges is also needed to better understand the authority and division of powers within the framework of the 1945 Constitution of the Republic of Indonesia. In conclusion, the application of the concept of open legal policy needs to be implemented consistently and wisely to maintain legal stability in Indonesia.
Analisis Yuridis Pemanfaatan Barang Milik Negara (BMN) pada Tanah Perkeretaapian dalam Mewujudkan Kepastian Hukum Hartanto, Gunawan; Mau, Hedwig Adianto; Candra, Mardi
Journal Evidence Of Law Vol. 4 No. 2 (2025): Journal Evidence Of Law (Agustus)
Publisher : CV. Era Digital Nusantara

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.59066/jel.v4i2.1499

Abstract

Penelitian ini bertujuan menganalisis pengaturan dan kepastian hukum pemanfaatan BMN berupa tanah perkeretaapian dalam rangka optimalisasi aset negara. Metode yang digunakan adalah penelitian hukum normatif dengan pendekatan perundang-undangan dan konseptual. Data primer diperoleh dari peraturan perundang-undangan, seperti UUD 1945, Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2007, dan Peraturan Pemerintah Nomor 28 Tahun 2020, sedangkan data sekunder berasal dari literatur, jurnal, dan pendapat ahli. Analisis dilakukan secara deduktif untuk menilai kesesuaian norma dengan praktik di lapangan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa tanah RUMIJA dan RUMAJA telah diatur sebagai BMN dan kewenangan pengelolaannya berada pada Direktorat Jenderal Perkeretaapian (DJKA) Kementerian Perhubungan. Namun, masih terdapat aset yang bersertifikat atas nama PT Kereta Api Indonesia, sehingga berpotensi menimbulkan masalah hukum dan kerugian negara. Penelitian merekomendasikan pembatalan sertifikat tersebut dan penggantian dengan sertifikat atas nama Pemerintah Republik Indonesia. Temuan ini memberikan implikasi praktis bagi pembuat kebijakan dan instansi terkait dalam merumuskan strategi pengelolaan aset negara yang lebih transparan, akuntabel, dan berorientasi pada kepentingan publik.
Tanggung Jawab Pejabat Pembuat Akta Tanah dalam Pengembalian Uang Titipan Pajak Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan Bangunan dari Pembeli Izza, Ning Aqidatul; Sudirman, M.; Mau, Hedwig Adianto
Themis : Jurnal Ilmu Hukum Vol. 2 No. 2 (2025)
Publisher : LPPI Yayasan Almahmudi bin Dahlan

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.70437/themis.v2i2.891

Abstract

Pejabat Pembuat Akta Tanah merupakan pejabat umum yang mempunyai wewenang untuk memastikan pembayaran pajak sebelum dilakukannya penandatangan akta, Pejabat Pembuat Akta Tanah juga dapat menerima amanah dari klien untuk membantu menyetorkan pajak. Akan tetapi, Pejabat Pembuat Akta Tanah tidak melakukan amanah tersebut, dengan menggunakan uang pajak untuk keperluan pribadi. Adapun rumusan masalah dalam penelitian ini adalah bagaimana upaya hukum pembeli dalam memperoleh pengembalian uang pajak bea perolehan hak atas tanah dan bangunan yang dititipkan kepada Pejabat Pembuat Akta Tanah dan bagaimana tanggung jawab Pejabat Pembuat Akta Tanah dalam pengmbalian uang titipan pajak bea perolehan hak atas tanah dan bangunan dari pembeli. Teori yang digunakan yaitu teori upaya hukum Prof Soedikno Mertokusumo dan teori tanggung jawab Hans Kelsen. Penelitian  ini merupakan penelitian yuridis normatif, yaitu penelitian hukum yang dilakukan dengan cara meneliti bahan pustaka atau data sekunder dengan sumber bahan hukum primer, sekunder dan tersier. Pendekatan penelitian yang digunakan meliputi penkatan perundang-undangan dan pendekatan kasus serta teknik pengumpulan bahan hukum dilakukan dengan mengidentifikasi aturan hukum positif, literatur buku, jurnal dan sumber bahan hukum lainnya. Diperoleh bahwa upaya hukum pembeli dalam memperoleh pengembalian uang pajak bea perolehan hak atas tanah dan bangunan yang dititipkan kepada Pejabat Pembuat Akta Tanah yaitu dengan melakukan mediasi terlebih dahulu, namun apabila mediasi tidak tercapai dengan baik maka dapat mengajukan pengaduan kepada Majelis Pembina dan Pengawas Pejabat Pembuat Akta Tanah Daerah atau melakukan gugatan ke pengadilan dan tanggung jawab Pejabat Pembuat Akta Tanah terhadap perbuatannya dapat dimintai pertanggungjawaban secara perdata, pidana maupun administrasi sesuai undang-undang yang berlaku.