Claim Missing Document
Check
Articles

Found 8 Documents
Search

Efektivitas Kebijakan Perlindungan Data Pribadi dalam Menjaga Hak Asasi Manusia di Era Teknologi di Indonesia Judijanto, Loso; Lubis, Arief Fahmi; Sam Karauwan, Donny Eddy; Bungin, Sator Sapan; Mau, Hedwig Adianto
Sanskara Hukum dan HAM Vol. 3 No. 01 (2024): Sanskara Hukum dan HAM (SHH)
Publisher : Eastasouth Institute

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.58812/shh.v3i01.445

Abstract

This research investigates the effectiveness of personal data protection policies in protecting human rights in the context of the technological era in Indonesia, using normative juridical analysis. The rapid advancement of digital technology has raised concerns regarding personal data protection, which directly impacts individuals' rights to privacy and freedom from exploitation. This research critically examines Indonesia's existing legal framework, including key regulations and the Personal Data Protection Bill, and assesses its alignment with international standards such as the GDPR. It identifies significant gaps and challenges in the current legal framework, including issues relating to law enforcement, public awareness, and the rapid pace of technological change. The findings suggest that while Indonesia has made progress in building a legal foundation for data protection, further improvements are needed to ensure robust protection for human rights in the digital age. The study concludes with recommendations to improve legal mechanisms to better protect individual rights in an ever-evolving technological landscape.
Tanggung Jawab Hukum Bidan Praktik Mandiri Pada Kasus Rujukan Kegawat Daruratan Kebidanan Anisa M, Puti Nur; Wijayanti, Edy; Bungin, Sator Sapan
JURNAL SYNTAX IMPERATIF : Jurnal Ilmu Sosial dan Pendidikan Vol. 5 No. 5 (2024): Jurnal Syntax Imperatif: Jurnal Ilmu Sosial dan Pendidikan
Publisher : CV RIFAINSTITUT

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.36418/syntaximperatif.v5i5.492

Abstract

Kesehatan merupakan hak asasi manusia mendasar yang ingin dijunjung pemerintah melalui berbagai kebijakan, termasuk peningkatan layanan kesehatan ibu dan anak. Salah satu tanggung jawab bidan adalah merujuk pasien ke fasilitas pelayanan kesehatan yang lebih mampu jika pasien mengalami kondisi yang tidak dapat ditangani oleh bidan. Rujukan pasien ini merupakan upaya untuk memberikan pelayanan kesehatan yang optimal kepada pasien. Penelitian ini bertujuan untuk melakukan analisis yuridis terhadap tanggung jawab hukum bidan praktik mandiri pada kasus rujukan kegawat daruratan kebidanan. Dalam konteks pelayanan kesehatan, bidan praktik mandiri memiliki peran penting dalam memastikan keselamatan ibu dan bayi, terutama dalam situasi yang memerlukan rujukan ke fasilitas kesehatan yang lebih tinggi. Melalui pendekatan yuridis normatif, penelitian ini menganalisis peraturan-perundangan yang mengatur tanggung jawab dan perlindungan hukum bagi bidan praktik mandiri. Hasil penelitian menunjukkan bahwa tanggung jawab hukum bidan ini berkaitan dengan peraturan yang berlaku, seperti Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2014 tentang Tenaga Kesehatan dan Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2019 tentang Kebidanan, dan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2023 tentang Kesehatan.
Implementation of the Military Law on Military Members Involved in the Crime of Desertion Prakamto, Rudy Dwi; Prasetyo, Teguh; Bungin, Sator Sapan
AURELIA: Jurnal Penelitian dan Pengabdian Masyarakat Indonesia Vol 4, No 1 (2025): January 2025
Publisher : CV. Rayyan Dwi Bharata

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.57235/aurelia.v4i1.3767

Abstract

Desertion is a military crime involving members of the Indonesian National Armed Forces (TNI) leaving their duties or military obligations without proper authorization from their superiors. Desertion has serious implications for military discipline, cohesion, and operational efficiency, and it can threaten national defense. The legal enforcement of desertion offenses is regulated under the Military Penal Code (KUHPM), particularly Articles 87 and 88. The process of handling desertion cases involves investigation by the Military Police (POM), investigation by military investigators, and trial by military courts that issue rulings according to the applicable laws. The penalties imposed vary, ranging from imprisonment, demotion, dishonorable discharge, and even the death penalty during wartime.This study aims to explore in-depth the implementation of military law on individuals who commit desertion and to analyze the factors causing desertion. These factors include personal issues, psychological pressure, and unfavorable working environments. The study employs a normative juridical method, with an approach focused on relevant regulations and military court case studies concerning desertion offenses. The findings show that the application of military law to desertion is a crucial effort in maintaining the stability, discipline, and integrity of the TNI. However, there are several challenges in enforcing the law, such as internal and external factors affecting military personnel. In the relationship between the Military Penal Code (KUHPM) and the Criminal Code (KUHP), both are complementary, where general crimes are regulated by the Criminal Code (KUHP), while offenses related to military duties are governed by the Military Penal Code (KUHPM). This study recommends strengthening law enforcement and discipline training to minimize desertion within the military.
Analisis Yuridis untuk DNR pada Futile Terapi di ICU Dihubungkan dengan Biaya dan Ketersediaan Tempat ICU Hutajulu, Sintha Vera Renata; M.Nasser, M.Nasser; Bungin, Sator Sapan
Jurnal Ilmu Hukum, Humaniora dan Politik Vol. 5 No. 6 (2025): (JIHHP) Jurnal Ilmu Hukum, Humaniora dan Politik
Publisher : Dinasti Review Publisher

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.38035/jihhp.v5i6.5467

Abstract

Intensive Care Unit (ICU) merupakan salah satu unit layanan kesehatan yang memiliki peran penting dalam menangani pasien-pasien dengan kondisi kritis Salah satu tantangan utama dalam perawatan di ICU adalah fenomena futile terapi, yaitu pemberian terapi yang tidak memberikan manfaat signifikan bagi pasien.Keputusan DNR pada kasus futile terapi di ICU melibatkan berbagai pertimbangan antara lain pertimbangan hukum, etis, dan praktis. Secara hukum, pasien dan/atau keluarga memiliki hak untuk menentukan status DNR berdasarkan otonomi dan keinginan mereka. Namun, tenaga medis juga memiliki kewajiban untuk memberikan perawatan yang sesuai dengan standar profesi dan tidak melakukan tindakan yang sia-sia. Dalam situasi ini, terdapat potensi konflik antara hak pasien/keluarga dan kewajiban tenaga medis.Keputusan DNR yang jelas dan terdokumentasi dengan baik dapat meningkatkan koordinasi antara tenaga medis, pasien, dan keluarga dalam memberikan perawatan yang sesuai dengan preferensi dan nilai pasien. Komunikasi yang baik antara tenaga medis, pasien, dan keluarga juga dapat memfasilitasi pengambilan keputusan DNR yang etis dan mempertimbangkan semua pihak yang terlibat.keputusan DNR pada kasus futile terapi juga dikaitkan dengan faktor biaya dan ketersediaan tempat di ICU. Perawatan intensif di ICU membutuhkan biaya yang sangat tinggi, sehingga penggunaan sumber daya ICU yang tidak memberikan manfaat bagi pasien dapat menjadi masalah.
Surrogate Informed Concent Sebagai Element Preventif Sengketa Medis Pada Pembedahan Elektif Wibowo, Arif; Nasser, M.; Husain, Bahtiar; Bungin, Sator Sapan
Jurnal Cahaya Mandalika ISSN 2721-4796 (online) Vol. 3 No. 1 (2022)
Publisher : Institut Penelitian Dan Pengambangan Mandalika Indonesia (IP2MI)

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.36312/jcm.v3i1.3740

Abstract

yang membentuk hubungan terapeutik dan hubungan hukum. Kepercayaan dan harapan pasien, dapat menimbulkan kekecewaan ketika hasil pelayanan medis tidak sesuai harapan, yang kemudian menimbulkan konflik atau sengketa medik. Dokter Orthopaedi merupakan ahli bedah yang berpotensi lebih tinggi untuk menghadapi resiko tindakan medis daripada spesialisasi lain. Pembedahan orthopaedi merupakan tindakan yang sangat berpotensi terjadi resiko medis. Persetujuan tindakan medis merupakan suatu persetujuan yang harus diberikan oleh pasien dan keluarganya setelah mendapatkan penjelasan yang lengkap tentang rencana tindakan medis. Seringkali Dokter Orthopaedi memerlukan persetujuan tindakan pada saat pembedahan elektif berlangsung, untuk memberikan persetujuan tindakan yang tidak termasuk dalam penjelasan awal. Penelitian ini untuk menganalisis pentingnya surrogate informed consent selama pembedahan elektif berlangsung dengan tujuan menghindari timbulnya sengketa medis. Metode penelitian yang digunakan pada penelitian ini adalah melalui pendekatan yuridis normative. Surrogate informed consent dalam hal seorang Dokter Orthopaedi memerlukan persetujuan tindakan pada saat pembedahan elektif berlangsung, merupakan prosedur yang bisa dibenarkan secara hukum.
Penyelesaian Sengketa Medis Pasca Disahkannya Undang-Undang Kesehatan Nomor 17 Tahun 2023 Sari, Kumala; Prastopo, Prastopo; Bungin, Sator Sapan
Jurnal Cahaya Mandalika ISSN 2721-4796 (online) Vol. 5 No. 2 (2024)
Publisher : Institut Penelitian Dan Pengambangan Mandalika Indonesia (IP2MI)

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.36312/jcm.v5i2.3741

Abstract

Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis penyelesaian sengketa medis pasca disahkannya Undang-Undang Kesehatan Nomor 17 Tahun 2023. Undang-undang ini membawa perubahan signifikan dalam regulasi layanan kesehatan di Indonesia, termasuk mekanisme penyelesaian sengketa medis. Dalam konteks ini, penelitian ini mengkaji bagaimana implementasi UU tersebut mempengaruhi proses penyelesaian sengketa antara pasien dan tenaga medis, serta antara tenaga medis dengan lembaga kesehatan. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan kualitatif dengan analisis studi kasus dari berbagai sengketa medis yang terjadi setelah UU Kesehatan diundangkan. Data dikumpulkan melalui wawancara mendalam dengan praktisi hukum, tenaga medis, dan pasien, serta analisis dokumen terkait. Hasil penelitian menunjukkan bahwa meskipun UU Kesehatan 17/2023 menyediakan kerangka hukum yang lebih jelas, tantangan tetap ada dalam hal penegakan hukum dan sosialisasi kepada semua pihak terkait. Temuan ini menyoroti perlunya peningkatan pemahaman dan kesadaran di kalangan tenaga medis dan pasien tentang hak dan kewajiban mereka, serta pentingnya adanya mekanisme mediasi yang efektif. Selain itu, penelitian ini merekomendasikan pengembangan sistem penyelesaian sengketa yang lebih terintegrasi dan berbasis teknologi untuk mempermudah akses bagi pihak-pihak yang terlibat. Dengan demikian, UU Kesehatan 17/2023 dapat berfungsi secara optimal dalam menciptakan lingkungan medis yang lebih aman dan transparan. Penelitian ini diharapkan dapat memberikan kontribusi pada pengembangan kebijakan kesehatan yang lebih baik di Indonesia.
Analisis Yuridis Informed Consent Dalam Pelayanan Kesehatan Venia, Venia; PH., Agustinus; Nasser, M.; Bungin, Sator Sapan
Jurnal Cahaya Mandalika ISSN 2721-4796 (online) Vol. 5 No. 2 (2024)
Publisher : Institut Penelitian Dan Pengambangan Mandalika Indonesia (IP2MI)

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.36312/jcm.v5i2.3763

Abstract

Penelitian ini bertujuan untuk melakukan analisis yuridis terhadap praktik informed consent dalam pelayanan kesehatan di Indonesia. Fokus utama penelitian adalah mengidentifikasi dan mengevaluasi kerangka hukum yang mengatur hak pasien untuk mendapatkan informasi yang memadai sebelum menerima perawatan medis. Penelitian ini merinci Undang-Undang No. 17 tahun 2023 serta peraturan kesehatan, kode etik kedokteran, dan putusan mahkamah agung yang mendukung proses informed consent. Melalui pendekatan hukum perdata dan pidana, penelitian ini menganalisis aspek ius contractu dan ius delicto yang terlibat dalam pembentukan hak dan kewajiban antara dokter dan pasien. Selain itu, penelitian ini mengeksplorasi implikasi kedudukan informed consent terhadap perubahan dinamika hubungan antara dokter dan pasien, khususnya dalam evolusi dari pola paternalistik menuju hubungan kontraktual. Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan pemahaman yang lebih mendalam tentang landasan hukum informed consent dalam praktik pelayanan kesehatan di Indonesia. Implikasi temuan penelitian ini dapat memberikan kontribusi pada upaya melindungi hak-hak pasien, menjaga integritas praktik kesehatan, dan memperkuat tanggung jawab hukum dokter dalam menyediakan informasi yang cukup kepada pasien.
IMPLEMENTASI UNDANG-UNDANG NOMOR 3 TAHUN 2002 TENTANG PERTAHANAN NEGARA DALAM PENYELESAIA KONFLIK DI PAPUA Husada, Yohanes Prasetya; Lubis, Arief Fahmi; Bungin, Sator Sapan
Jurnal Review Pendidikan dan Pengajaran Vol. 7 No. 4 (2024): Vol. 7 No. 4 Tahun 2024
Publisher : LPPM Universitas Pahlawan Tuanku Tambusai

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.31004/jrpp.v7i4.41147

Abstract

Permasalahan penyelesaian konflik Organisasi Papua Merdeka masih menjadi polemik yang serius. Penyelesaian konflik yang belum optimal terhadap OPM, menjadikan akar permasalahan yang akan dibahas dalam penelitian ini. Permasalahan pertama antara lain 1) Bagaimana kebijakan pemerintah dalam penetapan Organisasi Papua Merdeka sebagai Kelompok Separatis Bersenjata berdasarkan Undang-Undang No. 3 Tahun 2002 tentang Pertahanan Negara  ? dan 2) Bagaimana langkah yang dapat diambil untuk implementasi Undang-Undang No. 3 Tahun 2002 tentang Pertahanan Negara guna mendukung upaya penyelesaian konflik di Papua secara berkelanjutan ?.Jenis penelitian yang akan digunakan dalam tesis ini yaitu yuridis normatif yang mengacu kepada norma-norma hukum yang ada dalam Perundang-Undangan. Spesisifikasi Penelitian yang diterapkan dalam penelitian ini adalah deskriptif analisis dan preskriptif analisis. Pendekatan yang digunakan yaitu Pendekatan Undang-Undang dan Pendekatan Konseptual serta data yang diperoleh yaitu data sekunder yang terdiri dari bahan hukum primer, bahan hukum sekunder dan bahan hukum tersier.Untuk menganalisis data menggunakan analisis kualitatif. Hasil penelitian ini menunjukan bahwa kebijakan pemerintah dalam penetapan Organisasi Papua Merdeka sebagai Kelompok Separatis Bersenjata berdasarkan Undang-Undang No. 3 Tahun 2002 tentang Pertahanan Negara mencerminkan upaya untuk mengatasi ancaman terhadap kedaulatan dan keutuhan negara Indonesia di wilayah Papua. Melalui penetapan ini, pemerintah berupaya mengidentifikasi OPM sebagai entitas yang mengancam keamanan dan stabilitas nasional serta menentang upaya-upaya pemisahan diri dari NKRI. Langkah yang dapat diambil untuk implementasi Undang-Undang No. 3 Tahun 2002 tentang Pertahanan Negara guna mendukung upaya penyelesaian konflik di Papua secara berkelanjutan antara lain Pembangunan infrastruktur dan pelayanan publik, sinergitas TNI dengan K/L terkait, mengedepankan HAM, mendorong dialog dan partisipasi masyarakat, mengedepankan pemberdayaan masyarakat, meningkatkan akses terhadap Pendidikan dan keseharan serta mendorong pembentukan Peraturan Daerah untuk kesejahteraan masyarakat Papua.