Claim Missing Document
Check
Articles

Found 7 Documents
Search

Karakteristik Sosiodemografi serta Tingkat Depresi dan Kecemasan pada Pasangan Suami-Istri Infertil di Poliklinik Obstetri dan Ginekologi RSUP Dr. Mohammad Hoesin Palembang Annisa Khaira Ningrum; M. Zainie Hassan A.R; Puji Rizki Suryani
Biomedical Journal of Indonesia Vol. 3 No. 1 (2017): Biomedical Journal of Indonesia
Publisher : Fakultas Kedokteran Universitas Sriwijaya (Faculty of Medicine, Universitas Sriwijaya) Indonesia

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Pasangan suami-istri yang belum mempunyai anak dalam waktu yang cukup lama akan merasa rendah diri, mudahtersinggung, dan mengalami kecemasan karena tidak punya generasi penerus. Banyak studi menyatakan insidendepresi berat sebesar lebih tinggi pada pasangan yang infertil daripada pasangan yang fertil, dan insiden kecemasansebesar lebih tinggi pada yang infertil daripada pasangan yang fertil. Oleh karena itu penelitian ini diharapkan dapatmengidentifikasi karakteristik sosiodemografi serta tingkat depresi dan kecemasan pada pasangan suami-istri infertildi Poliklinik Obstetri dan Ginekologi RSUP Dr. Mohammad Hoesin Palembang. Penelitian ini adalah penelitiandeskriptif kuantitatif. Penelitian ini menggunakan kuesioner Beck Depression Inventory-II (BDI-II) dan Zung Self-RatingAnxiety Scale yang telah divalidasi terjemahan bahasa Indonesia. Subjek penelitian adalah 30 pasang pasangan suami-istri infertil yang datang berobat ke Poliklinik Obstetri dan Ginekologi RSUP Dr. Mohammad Hoesin Palembang padabulan Oktober s.d. November 2016. Dari 30 pasang suami-istri (n=60) infertil didapatkan suami dengan depresisedang sebanyak 4 (13.3%) orang dan istri sebanyak 8 (26.7%) orang. Untuk tingkat kecemasan ringan sampai sedangdidapatkan 8 (26.7%) orang suami dan 16 (53.3%) orang istri. Dari penelitian didapatkan wanita lebih banyakmengalami depresi sedang dan kecemasan ringan sampai sedang daripada pria. Hal ini karena infertilitasmenyebabkan distress psikologi yang lebih tinggi pada wanita dibandingkan dengan pria karena stigma masyarakattentang infertilitas. Angka gejala depresi dan kecemasan pada wanita maupun pria yang mengalami infertil lebih tinggidari pada angka depresi (9% dan 5%) secara global dan kecemasan (6%) pada orang Asia.
Pendampingan pelaksanaan dan pembiasaan adaptasi kehidupan baru bagi masyarakat Puji Rizki Suryani; Susilawati; Riana Sari Puspita; Sadakata Sinulingga; Masayu Farah Diba
Jurnal Pengabdian Masyarakat: Humanity and Medicine Vol 2 No 1 (2021): Jurnal Pengabdian Masyarakat: Humanity and Medicine
Publisher : Fakultas Kedokteran Universitas Sriwijaya

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.32539/Hummed.V2I1.51

Abstract

Dunia dikejutkan dengan merebaknya virus baru yaitu corona virus jenis baru (SARS-CoV-2) pada tahun 2020 dan penyakitnya disebut Corona Virus Disease 19 (Covod-19). Virus ini pertama kali ditemukan di Wuhan, Tiongkok pada akhir Desember 2019 dan menyebar ke seluruh dunia. Adaptasi Kebiasaan Baru adalah sebuah upaya masyarakat untuk beradaptasi dengan lingkungan, dalam bentuk perubahan perilaku diri menjadi lebih disiplin, menjaga kebersihan, dan menaati peraturan protokol kesehatan. Kegiatan pengabdian masyarakat yang dilakukan bertujuan memberikanpenyuluhan secara langsung kepada masyarakat (maksimal 10 orang) Tegal Binangun Lorong Talang Petai RT. 30 Kelurahan Plaju Darat tentang tanda dan gejala, cara penularan, pencegahan COVID-19 dan adaptasi kehidupan baru. Selain penyuluhan, dilakukan pendampingan praktek cuci tangan yang baik dan benar, cara memakai masker yang benar, pembuangan dan pencucian masker kain, pembuatan desinfektan yang akan diajarkan secara langsung kepada masyarakat. Hasil posttest menunjukkan peningkatan nilai rata-rata yang cukup signifikan dibanding saat pretest. Warga yasng sebelumnya hanya mengetahui penggunaan cara memakai masker di era new normal ini, menjadi mengetahui cara memakai masker dengan benar, cara melepas masker, mencuci masker, mencuci tangan yang baik dan benar serta membuat desinfektan. Perlu dilakukan kegiatan pengabdian yang berkesinambungan dengan topik-topik penyakit yang berbeda juga pengabdian berupa pelayanan pemeriksaan dan pengobatan gratis kepada masyarakat sehingga selain mendapatkan pengetahuan yang baru juga dapat menikmati langsung pelayanan kesehatan.
Degenerasi Kognitif pada Stres Kronik Eka Febri Zulissetiana; Puji Rizki Suryani
Jurnal Kedokteran Universitas Lampung Vol 1, No 2 (2016): JK UNILA
Publisher : Fakultas Kedokteran

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.23960/jk unila.v1i2.1651

Abstract

Alzheimer dan Parkinson adalah penyakit neurodegeneratif yang paling sering dijumpai di seluruh dunia dan merupakan penyebab utama penurunan fungsi kognitif pada usia lanjut. Insidensi Alzheimer dan Parkinson semakin meningkat setiap tahunnya sehingga menjadi salah satu masalah serius di sistem pelayanan kesehatan.Penurunan fungsi kognitif ini akan berdampak pada tingginya risiko disabilitas fisik, penurunan kualitas hidup dan kematian. Perawatan jangka panjang danseringnya hospitalisasi pada penderita ini menyebabkan tingginya biaya dan beban ekonomi pada keluarga maupun negara. Hingga saat ini penyebab pasti dari penurunan fungsi kognitif belum diketahui tetapi diduga diperantarai oleh interaksi yang kompleks antara faktor usia, genetik dan lingkungan seperti stres. Tinjauan pustaka ini bertujuan untuk mengetahui efek stres kronik pada penurunan fungsi kognitif.Beberapa hasil penelitian memperlihatkan paparan stress kronik akan menyebabkan peningkatan kadar kortisol jangka panjang yang akan menimbulkan efek yang merugikan di berbagai regio otak khususnya hipokampus yang memegang peranan penting dalam proses belajar dan penyimpanan memori. Peningkatan kadar kortisol akan memperantarai proses apoptosis neuron dan menurunkan ekspresi berbagai neurothropin. Kortisol juga dapat menyebabkan perubahan dalam homeostasis kalsium, transmisi glutamat, meningkatkan proses long term depression(LTD) dan gangguan pada proses induksi Long Term Potentiation (LTP) sehingga akan menurunkan eksitabilitas hipokampus. Dengan demikian, Stres diyakini sebagai penyebab berbagai gangguan neuropsikiatri dan mempengaruhi perkembangan dan onset timbulnya penyakit neurodegeneratif. [JK Unila. 2016; 1(2)]Kata kunci: hipokampus, kognitif, kortisol, neurodegeneratif, stres
Medical education in clerkship: From here and out Bintang Arroyantri Prananjaya; Zain Budi Syulthoni; Ziske Maritska; Lathifah Nudhar; Syarifah Aini; Puji Rizki Suryani; Diyaz Syauki Ikhsan
Qanun Medika - Jurnal Kedokteran FK UMSurabaya Vol 8 No 02 (2024): Qanun Medika Vol 08 No 02 2024
Publisher : Universitas Muhammadiyah Surabaya

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.30651/jqm.v8i02.21094

Abstract

The COVID-19 pandemic has changed many things in the medical education system. This change requires adaptation and modification from education providers, teachers, and students. A virtual learning system has been implemented instead of a face-to-face learning system. However, this makes several challenges and issues that must be considered. Virtual learning is considered less attractive and interactive and not effective in teaching clinical skills. For student clerks, the reduced time to undergo education in the hospital leads to fewer case exposures. Another problem is the facilities and infrastructure. Several ways to solve this problem have been implemented while minimizing risk and taking strict precautions. Some institutions modify and innovate to maximize the effectiveness of learning activities. In addition to technical and effectiveness issues, changes in the education system also have an impact on the mental health of medical students, therefore it is important for institutions to be sensitive to changes and risks to students' mental health during the pandemic.
Suicide in Medical Student: How To Prevent? Diyaz Syauki Ikhsan; Prananjaya, Bintang Arroyantri; Syarifah Aini; Puji Rizki Suryani; Verdy Cendana; Nicholas Tze Ping Pang
Jurnal Psikiatri Surabaya Vol. 11 No. 2 (2022): November
Publisher : Faculty of Medicine, Universitas Airlangga

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.20473/jps.v11i2.39874

Abstract

ABSTRACTIntroduction: Suicide is a deliberate act to end one's life. Suicidal incidents are often found among medical students. The suicide rate among medical students is very high when compared with students of other majors. Method: This review wishes to provide a brief explanation of factors contributing to the incidence of mental health disorders among medical students along with potential management including prevention and promotion related to the situation. Results: A study in the United States stated that the prevalence of suicidal ideation in medical students was 11%, twice of the general population, while the prevalence of attempted suicide was 6.9%. Several factors related to the academic situation that contribute to mental disorders among medical students include pressure in medical education, demand for good skills, and long education time. Discussion: These factors make them prone to depression, burnout, and various emotional and mental disorders that can trigger suicide. Therefore, efforts are needed to prevent and detect the possibility of suicidal behavior. This effort must be carried out in a multidisciplinary manner. Optimizing the academic atmosphere, family involvement, the social environment, and the ability of adequate health facilities are needed.
An Overview of Knowledge of Traditional Medicine for Self-medication in the Community in the Era of the COVID-19 Pandemic Pariyana; Muhammad Aziz; Mariana; Suryadi Tjekyan; Puji Rizki Suryani; Theodora Viani; Salsa Amalia
International Journal Of Community Service Vol. 1 No. 2 (2021): August 2021 (Indonesia - Malaysia)
Publisher : CV. Inara

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.51601/ijcs.v1i2.19

Abstract

Self-medication is usually used by the community to treat minor illnesses, especially during the COVID-19 pandemic, such as fever, dizziness, cough, flu, pain, ulcers, diarrhea, and others. Most self-medication leads to inappropriate drug use. Self-medicated knowledge is the key to prevent unwanted events, one of the example is by providing education about traditional medicine for self-medication. In addition, making a plantation pharmacy is also a solution to make it easier for people to obtain traditional medicines. The method of implementing this community service activity is to provide counseling on using traditional medicine for self-medication and planting pharmacy plantation. An overview of knowledge of traditional medicine for self-medication in the community in the era of the COVID-19 pandemic is descriptive research by looking at primary data (from questionnaires) taken in a cross-sectional manner. Based on the data obtained, it can be concluded that most people have a sufficient level of knowledge (59.09%). The community has a positive attitude towards traditional medicine self-medication as evidenced by the number of respondents who answered agree from these statements. Therefore, research can be carried out as well as counseling, education and health promotion to society with a larger sample.
Assessment of Behavioral, Social and Emotional Skills in Medical Students: A Strategy to Improve Mental Health Prananjaya, Bintang Arroyantri; Lathifah Nudhar; Syarifah Aini; Puji Rizki Suryani; Diyaz Syauki Ikhsan; Nicholas Tze Ping Pang; Regina Shalsabilla; Miranti Dwi Hartati
Jurnal Psikiatri Surabaya Vol. 14 No. 2 (2025): November
Publisher : Faculty of Medicine, Universitas Airlangga

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.20473/jps.v14i2.60488

Abstract

Introduction: Students during college face important phases in their lives, have greater responsibilities, and are required to improve their skills. Of the various types of skills, social skills have a large impact on mental health. This study aimed to determine the behavioral, emotional, and social skills among medical students in South Sumatra, Indonesia. Methods: This study is observational with a cross-sectional design. The participants were all students of the Faculty of Medicine in South Sumatra. Descriptive analysis was conducted by presenting the BESSI-45 score data in the median value. Results: The number of participants was 702 people, 74,9% female, 17-26 years old, 83,5% lived in South Sumatra, 3,4% had a history of mental disorder, and 4,3% had a history of mental disorders in their family. The largest median value of 73.33 is in the cooperation skills domain, followed by the median value of 71.11 in the self-management domain. The innovation skills and social engagement domains have the lowest median value of 62.22. It was found that 364 participants (51.9%) had scores below the median, while 338 participants (48.1%) had scores above the median. Conclusions: The study concluded that the majority of medical students in South Sumatra exhibit moderate levels of behavioral, emotional, and social skills, with the highest scores in cooperation and self-management domains. However, innovation skills and social engagement were identified as areas needing improvement. These findings highlight the need for targeted interventions to enhance the overall social and emotional well-being of medical students.