Claim Missing Document
Check
Articles

Found 8 Documents
Search

Hubungan antara Perilaku Personal Hygiene dengan Angka Kejadian Konjungtivitis pada Santri Pondok Pesantren Tarbiyatul Qur'an Al-Faqihiyah Julian, Cahaya Dena; Rasyid, Meriana
Tarumanagara Medical Journal Vol. 6 No. 1 (2024): TARUMANAGARA MEDICAL JOURNAL
Publisher : Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.24912/tmj.v6i1.30366

Abstract

Konjungtivitis umumnya terjadi pada usia 1-25 tahun, terutama pada anak-anak prasekolah dan usia sekolah. Infeksi konjungtivitis dapat meluas dan terjadi melalui kontak langsung serta kontak tidak langsung, yang sebagian besar akibat kebersihan yang buruk dan kurang cuci tangan. Perilaku kebersihan diri (personal hygiene) merupakan salah satu aspek penting dalam menghindari timbulnya suatu penyakit atau infeksi. Perilaku kebersihan diri dipengaruhi oleh berbagai macam faktor, termasuk pendidikan orang tua, pekerjaan, pengaruh teman sebaya, dan ketersediaan informasi serta fasilitas. Tujuan studi ini ialah untuk mengetahui hubungan antara sikap personal hygiene dengan angka kejadian konjungtivitis pada santri Pondok Pesantren Tarbiyatul Qur’an Al-Faqihiyah. Studi analitik observasional dengan metode potong lintang ini dilakukan pada 192 santri. Teknik pengambilan responden ialah total sampling. Hasil studi menunjukkan bahwa mayoritas santri mengalami kejadian konjungtivitis (82,8%) dan memiliki kebiasaan kebersihan diri yang tidak baik (74,5%). Pada 143 responden dengan personal hygiene yang kurang baik, didapatkan 137 (95,8%) responden yang memiliki insiden konjungtivitis, sedangkan pada 49 responden dengan personal hygiene yang baik, 22 (44,9%) responden yang mengalami konjungtivitis. Studi ini menemukan adanya hubungan antara sikap personal hygiene dengan kejadian konjungtivitis pada santri Pondok Pesantren Tarbiyatul Qur’an Al-Faqihiyah (p=0,000; PRR =2,13).
A Descriptive Study about Students’ Symptoms and Knowledge of Computer Vision Syndrome Irawaty, Enny; Rasyid, Meriana; Tirtasari, Silviana; Novendy, Novendy; Lontoh, Susy Olivia
Muhammadiyah Medical Journal Vol 2, No 2 (2021): Muhammadiyah Medical Journal (MMJ)
Publisher : Faculty of Medicine and Health Universitas Muhammadiyah Jakarta

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (236.701 KB) | DOI: 10.24853/mmj.2.2.41-48

Abstract

Background: The COVID-19 pandemic has had many impacts on various aspects of life, one of which is education. The education system has changed from face-to-face to online learning methods. Online learning methods make students more likely to use digital media such as computers, laptops or mobile phones. The use of digital media that occurs continuously and without being balanced with sufficient knowledge can certainly have impacts on eye health. One form of eye health problems that often arise due to the use of digital media is computer vision syndrome (CVS). Purposes: Therefore, it is necessary to conduct a study to see the picture of students' knowledge about this disorder. Methods: The method used in this research is cross-sectional descriptive. Result: The mean age of the respondents was 19.91±1.648 years. A total of 82.7% of respondents complained of having more than 5 symptoms and as many as 98.5% had CVS. 90.6% of respondents complained about fatigue eyes, followed by 80.5% complained about eye strain symptoms and 80.5% complained about headaches, 42.9% of respondents have a lack of knowledge about CVS and only 15.4% of respondents have a good level of knowledge about CVS. Conclusion: It can be concluded that respondents’ lack of knowledge about CVS is the cause of the high prevalence of CVS in students, so they don’t know how to prevent this CVS. Therefore, it is necessary to take actions to increase students' knowledge about this disorder, so that it doesn’t cause negative impacts on eye health in the future.
Durasi penggunaan gawai dan kejadian miopia pada pelajar SMA Negeri 1 Pangkalpinang Khairunnisa, Jasmine; Rasyid, Meriana
Tarumanagara Medical Journal Vol. 6 No. 2 (2024): TARUMANAGARA MEDICAL JOURNAL
Publisher : Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.24912/tmj.v6i2.31085

Abstract

Penggunaan gawai memberikan dampak positif yang signifikan dalam berbagai aspek kehidupan manusia. Pertama, gawai memberikan akses mudah ke berbagai sumber informasi dan platform pembelajaran. Penggunaan gawai dalam pendidikan dapat meningkatkan akses ke materi belajar, memfasilitasi pembelajaran mandiri, dan memperkaya pengalaman belajar. Meskipun demikian, penggunaan gawai dapat berpotensi memiliki dampak negatif pada kesehatan, terutama pada kesehatan mata. Salah satu kelainan refraksi mata yang terkait dengan aktivitas digital ialah miopia atau rabun jauh. Tujuan studi ini untuk mengetahui hubungan penggunaan gawai terhadap kejadian miopia pelajar SMA Negeri 1 Pangkalpinang. Studi ini merupakan studi deskriptif analitik cross-sectional. Studi ini melibatkan 200 pelajar yang terdiri dari 96 (48%) laki-laki dan 104 (52%) perempuan. Diagnosis miopia dilakukan dengan melakukan pemeriksaan visus sedangkan durasi penggunaan gawai menggunakan kuesioner. Hasil studi didapatkan mayoritas menggunakan gawai lebih dari 3 jam (165 subjek; 82,5%) dan tidak menderita miopia (139 subjek; 69,5%). Analisis statistik dengan menggunakan chi square didapatkan tidak ada hubungan signifikan anatara durasi penggunaan gawai dengan kejadian myopia (nilai p 0,137). Namun, secara epidemiologi durasi gawai yang lama dapat menjadi factor risiko terjadinya myopia (PRR 1,64). Selain itu, perlu diperhatikan faktor-faktor lain yang dapat memengaruhi risiko miopia, seperti faktor genetik, pencahayaan atau lingkungan, dan kebiasaan membaca.
PREVALENCE OF COLOR BLIND BASED ON DIGITAL SCREENING AMONG STUDENTS OF SMA NEGERI 1 CIWARU BAROKAH, DILA; RASYID, MERIANA
Al-Iqra Medical Journal : Jurnal Berkala Ilmiah Kedokteran Vol. 8 No. 2 (2025): Al-Iqra Medical Journal: Jurnal Berkala Ilmiah Kedokteran
Publisher : Journal Medical Universitas muhammadiyah Makassar

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.26618/qhxzd561

Abstract

Buta warna adalah kelainan persepsi warna akibat gangguan pada sel kerucut retina yang dapat membatasi kemampuan membedakan warna dan memengaruhi pemilihan karir di masa depan. Di Indonesia, prevalensi buta warna diperkirakan sekitar 0,7%, namun banyak kasus tidak terdeteksi karena kurangnya edukasi dan keterbatasan akses pemeriksaan. Pada masa SMA, saat pemilihan jalur pendidikan dan karir mulai direncanakan, sebagian siswa belum mengetahui status buta warna mereka. Penelitian ini bertujuan mengetahui prevalensi dan jenis buta warna pada siswa kelas 3 SMA Negeri 1 Ciwaru serta perbedaan berdasarkan jenis kelamin. Studi deskriptif kuantitatif dengan desain cross-sectional ini melibatkan 167 responden, terdiri dari 71 laki-laki (42,5%) dan 96 perempuan (57,5%). Skrining buta warna dilakukan secara digital menggunakan tes Ishihara berbasis Google Form. Hasil menunjukkan prevalensi buta warna sebesar 1,80% dengan tipe parsial merah-hijau paling sering ditemukan. Prevalensi lebih tinggi pada siswa laki-laki (66,67%) dibanding perempuan (33,33%). Penggunaan skrining digital memudahkan pemeriksaan massal, namun masih memerlukan validasi lebih lanjut. Edukasi kesehatan mata dan pemeriksaan rutin perlu ditingkatkan untuk meningkatkan kesadaran dan mencegah keterlambatan diagnosis buta warna pada pelajar
KORELASI IMT, PENGGUNAAN GADGET DAN AKTIVITAS FISIK TERHADAP KEJADIAN MIOPIA MAHASISWA FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS TARUMANAGARA Khoiro, Islahudin Fayakun; Rasyid, Meriana
PREPOTIF : JURNAL KESEHATAN MASYARAKAT Vol. 9 No. 2 (2025): AGUSTUS 2025
Publisher : Universitas Pahlawan

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.31004/prepotif.v9i2.47323

Abstract

Semua indera yang kita miliki merupakan hal penting untuk menunjang dan meningkatkan kualitas hidup kita, salah satunya indera penglihatan (mata) kita dapat melakukan semua aktivitas dengan mudah apabila kita melihat lingkungan sekitar kita. Berdasarkan data WHO tahun 2012, mayoritas gangguan penglihatan global disebabkan oleh refraksi tidak terkoreksi, disusul katarak dan glaukoma. Perhatian yang kurang terhadap kesehatan mata dapat menyebabkan gangguan penglihatan seperti miopia, yang merupakan gangguan refraksi paling umum di dunia. Penelitian ini bertujuan mengetahui hubungan perbedaan penggunaan gadget, IMT, dan aktivitas fisik terhadap miopia pada mahasiswa kedokteran Universitas Tarumanagara. Penelitian ini menggunakan desain cross-sectional dan data dari mahasiswa kedokteran terkait penggunaan gadget, IMT, aktivitas fisik, dan kejadian miopia. Hasil penelitian menunjukkan mayoritas responden adalah perempuan (78,6%) dengan tingkat kejadian miopia yang cukup tinggi. Analisis statistik menunjukkan bahwa hanya jarak penggunaan gadget yang berhubungan signifikan dengan kejadian miopia pada mata kanan (p < 0,05). Variabel lain seperti intensitas cahaya, posisi penggunaan gadget, IMT, serta aktivitas fisik di dalam dan luar ruangan tidak menunjukkan hubungan signifikan terhadap kejadian miopia. Sehingga dapat disimpulkan bahwa jarak pandang yang terlalu dekat saat menggunakan gadget berpotensi meningkatkan risiko miopia, sementara faktor lain seperti IMT dan aktivitas fisik tidak berperan signifikan pada sampel di Universitas Tarumanagara.
DIABETES MELITUS SEBAGAI FAKTOR RISIKO KATARAK SENILIS MATUR : LAPORAN KASUS Kurnia, Wawan; Anggraini, Irastri; Rasyid, Meriana
PREPOTIF : JURNAL KESEHATAN MASYARAKAT Vol. 9 No. 3 (2025): DESEMBER 2025
Publisher : Universitas Pahlawan

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.31004/prepotif.v9i3.50401

Abstract

Secara global, diabetes melitus merupakan salah satu faktor penyebab utama yang mengakibatkan gangguan penglihatan dan kebutaan pada kasus katarak. Katarak merupakan kekeruhan pada lensa mata akibat berbagai faktor yang menyebabkan penurunan kualitas fungsi penglihatan. Meskipun memiliki etiologi multifaktorial, proses penuaan merupakan penyebab tersering dengan faktor risiko penyakit sistemik seperti diabetes melitus, penggunaan jangka panjang kortikosteroid, serta paparan sinar ultraviolet dapat mempercepat terjadinya katarak. Menurut data World Health Organization (2023), katarak menjadi penyumbang terbesar dari total 2.2 miliar penduduk dunia yang mengalami gangguan penglihatan, yaitu 94 juta kasus. Disajikan sebuah laporan kasus seorang perempuan berusia 61 tahun dengan keluhan penglihatan mata kiri buram disertai dengan pandangan seperti tertutup awan sejak 1 tahun yang lalu dan memberat dalam 3 bulan terakhir. Visus OD 0.2 dan OS 1/300. Ditemukan ODS tenang, OD terpasang IOL, OS lensa keruh merata, shadow test ODS (-). Hasil pemeriksaan tonometri TIO OD dan OS masing-masing 14 mmHg dan  15 mmHg. Rencana tatalaksana yang akan dilakukan berupa fakoemulsifikasi.
ASTHENOPIA AND ITS CORRELATION IN USING LAPTOP DURATION OF TARUMANAGARA UNIVERSITY STUDENTS CESSILIA NAFILEITA JAUHARY, MINERVA; RASYID, MERIANA; IRAWATI, ENNY
Al-Iqra Medical Journal : Jurnal Berkala Ilmiah Kedokteran Vol. 7 No. 1 (2024): Al-Iqra Medical Journal: Jurnal Berkala Ilmiah Kedokteran
Publisher : Journal Medical Universitas muhammadiyah Makassar

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.26618/aimj.v7i1.10549

Abstract

The COVID-19 pandemic has caused the use of electronic devices since many activities have moved online. The use of computers (desktops), tablets, laptops or other electronic devices (smartphones or e-book readers) has increased the incidence of asthenopia. This study aims to determine the incidence rate of eye fatigue or asthenopia for students in UNTAR Medicine and Engineering Faculties, as well as to compare the incidence rate among students in both faculties to recognize the relationship between the duration of laptop use and the incidence of asthenopia. Three hundred forty-seven respondents from the Faculties of Medicine and Engineering, class of 2019-2021, who had studied for at least five months. The prevalence of asthenopia in the Faculty of Medicine is 86,26%, and in the Faculty of Engineering is 82,35%, with a total of 85,30% in both faculties. There is no difference in the incidence of asthenopia between students of the Faculty of Medicine and the Faculty of Engineering, University of Tarumanagara. During online learning, 98,10% of students from the Faculty of Medicine and 92,94% from the Faculty of Engineering spent >2 hours studying using a laptop. In addition, the results show that there is no significant difference between symptoms and time staring at a laptop screen. The Chi-Square test results revealed a significance value of 0.122. It means there is no correlation between the length of time staring at a laptop screen and asthenopia symptoms.
Distrofi Kornea Unilateral: Laporan Kasus Oktaviani, Deitra Rifqah; Juwita, Oktarina Nila; Rasyid, Meriana
Jurnal Ners Vol. 9 No. 4 (2025): OKTOBER 2025
Publisher : Universitas Pahlawan Tuanku Tambusai

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.31004/jn.v9i4.49643

Abstract

Secara global, prevalensi distrofi kornea bervariasi berdasarkan wilayah dan etnis dari 1,3% hingga 4%. Varian yang paling umum, Fuchs endothelial corneal dystrophy (FECD), diperkirakan memengaruhi sekitar 7,33% populasi dewasa (> 30 tahun) di seluruh dunia, dengan 300 juta pada tahun 2020 dan diperkirakan akan meningkat sebesar 41,7% menjadi 415 juta individu padatahun 2050. Distrofi kornea biasanya bersifat bilateral, simetris, progresif dan tidak terkait dengan faktor lingkungan ataupunsistemik. Kami melaporkan kasus distrofi kornea unilateral yang didiagnosis secara klinis pada wanita berusia 18 tahun dengan gejala ringan seperti mata kering dan berair. Pada pemeriksaan klinis, visus tanpa bantuan pada kedua mata adalah 6/6. Hasil pemeriksaan slit-lamp didapatkan kornea menunjukkan kekeruhan difus, multipel, bulat hingga granular, seperti breadcrumbsyang melibatkan sub-epitel hingga stroma dalam. Diagnosis distrofi kornea unilateral ditegakkan secara klinis melalui temuan klinis. Pasien tidak memiliki riwayat penyakit yang memungkinkan kondisinya rentan terhadap infeksi, dan pemeriksaan fisik juga tidak menunjukkan tanda-tanda peradangan. Pemeriksaan histopatologi dan genetik diperlukan untuk klasifikasi kasus distrofi kornea secara spesifik.