This research aims to review and describe circumcision and polygamy in terms of medical, psychological, historical and phenomenological aspects. In order to be able to make a mapping of the parties involved in the pros and cons of circumcision and polygamy. This research uses a descriptive qualitative method. With library research research methods (library research). Among them are books related to circumcision and polygamy, journals, articles, and other references. The results of the research are that female circumcision is not a religious order, both from the Qur'an and authentic hadith. So it is not obligatory to do it in Islam. Female circumcision is only a tradition, although from a medical point of view it is said to be good, but from a psychological point of view, it is traumatizing for women when viewed from the phenomenological perspective, which is practiced excessively. While polygamy only men are allowed to do it. However, you must carry out the Shari'a that must be fulfilled, such as being able to be firm, having the intention of worship, maintaining the honor of your wife, and not for the lust of having many wives. The cause and effect of polygamy itself contains many benefits for the family, wife, and children, which are examined from the historical, psychological, medical and phenomenological aspects.ABSTRAKPenelitian ini bertujuan untuk mengulas dan mendeskripsikan sunat dan poligami dari aspek medis, psikologis, historis, dan fenomenologis. Agar dapat membuat pemetaan pihak-pihak yang terlibat dalam pro dan kontra sunat dan poligami. Penelitian ini menggunakan metode kualitatif deskriptif. Dengan metode penelitian library research (penelitian kepustakaan). Diantaranya buku-buku yang berkaitan dengan khitan dan poligami, jurnal, artikel, dan referensi lainnya. Hasil dari penelitian tersebut adalah bahwa khitan perempuan bukanlah perintah agama, baik dari Al-Qur'an maupun hadits shahih. Sehingga tidak wajib hukumnya untuk dilakukan dalam Islam. Khitan perempuan hanya sebuah tradisi, meskipun dari segi medis dikatakan baik, namun dari segi psikologis menimbulkan trauma bagi perempuan jika dilihat dari perspektif fenomenologi yang dipraktekkan secara berlebihan. Sedangkan poligami hanya pria yang diperbolehkan melakukannya. Namun, harus menjalankan syariat yang harus dipenuhi, seperti harus bisa bersikap tegas, memiliki niat ibadah, menjaga kehormatan istri, dan bukan karena nafsu memiliki banyak istri. Sebab dan akibat dari poligami itu sendiri mengandung banyak manfaat bagi keluarga, istri, dan anak-anak, yang ditinjau dari aspek historis, psikologis, medis, dan fenomenologis.