Claim Missing Document
Check
Articles

Found 26 Documents
Search

Analisis Mutu Produk Spaghetti Komersil dan Pengembangan Produk Spaghetti Berbasis Tepung Beras, Jagung, Mocaf, Kedelai Mayasti, Nur Kartika Indah; Ushada, Mirwan; Ainuri, Makhmudun
JURNAL PANGAN Vol 27, No 2 (2018): PANGAN
Publisher : Perum BULOG

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (1056.952 KB) | DOI: 10.33964/jp.v27i2.373

Abstract

Produk spaghetti yang telah komersil di pasaran terbuat dari terigu durum dan ada pula yang terbuat dari tepung beras dan tepung jagung, namun proteinnya lebih rendah. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis  mutu produk spaghetti komersil sebagai produk pembanding dan mengembangkan pspaghetti dari tepung beras, jagung, mocaf dan kedelai. Penambahan tepung kedelai diharapkan dapat meningkatkan kadar protein. Produk spaghetti ini mengandalkan gelatinisasi dan mekanisme retrogradasi dengan mesin ekstruder pemasak dan pencetak. Variasi penambahan tepung kedelai yaitu  0%, 5%, 10%, 15%, 20% untuk mensubstitusi tepung beras yang awalnya 40 %, sedangkan bahan yang lain adalah tepung mocaf 40 % dan tepung jagung 20 %. Sampel dianalisa kadar protein, cooking time, cooking weight, cooking loss, elongasi, kelengketan, kekerasan, biaya bahannya dan dipilih 3 sampel terbaik untuk diuji organoleptik. Hasil penelitian menunjukkan bahwa spaghetti formulasi tepung kedelai 5 % adalah perlakuan yang terbaik dengan kadar protein 8,205 % bk yang lebih tinggi dibandingkan spaghetti non terigu yang telah komersil, cooking time 11 menit 30 detik, cooking weight 291,68%, cooking loss 22,70 %, elongasi 320,10 %, kelengketan -38,69, kekerasan  6089,79. Produk ini memiliki aroma, warna, rasa, kekerasan, kelengketan dan penerimaan keseluruhan yang agak disukai. Biaya variabel bahan untuk memproduksi spaghetti/1 kg bahan sebesar Rp 14.650,00.  
Modifikasi Parameter Produksi untuk Meningkatkan Mutu Kimia Gula Kelapa Cetak di Kabupaten Indragiri Hilir, Provinsi Riau Viona Zulfia; Makhmudun Ainuri; Nafis Khuriyati
Industria: Jurnal Teknologi dan Manajemen Agroindustri Vol 8, No 3 (2019)
Publisher : Department of Agro-industrial Technology, University of Brawijaya

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (631.71 KB) | DOI: 10.21776/ub.industria.2019.008.03.4

Abstract

AbstrakGula kelapa di Kabupaten Indragiri Hilir merupakan produk yang sangat potensial untuk dikembangkan, namun mutu produk gula kelapa yang dihasilkan belum memenuhi SNI-01-3743 tahun 1995. Hal ini diduga terdapat ketidaksesuaian parameter produksi yang dilakukan sehingga perlu perbaikan atau modifikasi parameter produksi. Salah satu indikator mutu produk gula kelapa ditentukan oleh karakteristik kimianya yang meliputi kadar air, kadar abu, kadar sukrosa, dan gula reduksi. Rancangan percobaan menggunakan metode Taguchi dengan empat faktor, yakni komposisi bahan pengawet nira, bahan anti buih, lama waktu penyadapan, dan suhu akhir masak. Hasil terbaik/optimum didapatkan pada kombinasi faktor bahan pengawet nira berupa kulit manggis dan natrium metabisulfit, anti buih menggunakan santan, lama waktu penyadapan 8 jam sadap pagi + 16 jam, serta suhu akhir masak 135oC. Uji konfirmasi karakteristik mutu kimia (dalam interval kepercayaan) menunjukkan bahwa kadar air sebesar 6,87±0,57%, kadar abu sebesar 1,96±0,13%, kadar sukrosa sebesar 77,77±5,19%, gula reduksi sebesar 8,09±4,28%. Modifikasi parameter dapat meningkatkan mutu kimia kadar air sebesar 4,46%, kadar abu sebesar 43,84%, kadar sukrosa sebesar 11,30% dan kadar gula reduksi sebesar 45,78% lebih baik dari sebelumnya dan memenuhi SNI.Kata kunci: gula kelapa, modifikasi, mutu kimia, parameter produksi AbstractCoconut sugar in Indragiri Hilir Regency is a potential product to be developed, but the quality of the sugar is not compliant with SNI- 01-3743 of 1995 which may be caused by improper parameter in its production. The parameter of coconut sugar production should be modified for improvement. One indicator of the quality of coconut sugar determined by its chemical characteristics which include water content, ash content, sucrose content, and reducing sugar. The experimental design uses the Taguchi method with four factors, i.e. the composition of sap preservatives, defoaming agent, duration of sap tapping, and final temperature of sap cooking. The best/optimum results were obtained on the combination of mangosteen peel and sodium metabisulfite as sap preservatives, coconut milk as defoaming agent, 8 hours of sap tapping duration in the morning + 16 hours, and final sap cooking temperature of 135oC. The results of confirmation test of chemical quality characteristics (in confidence intervals) were water content of 6.87±0.57%, ash content of 1.96±0.13%, sucrose content of 77.77±5.19%, reducing sugar of 8.09±4.28%. Modification of parameters can improve the chemical quality of water content of 4.46%, the ash content of 43.84%, sucrose content of 11.30% and reducing sugar content of 45.78% which is better than previous quality and compliant with SNI.Keywords: chemical quality, coconut sugar, modification, production parameters
Analisis Mutu Fisik dan Citarasa Kopi Indikasi Geografis Arabika Gayo Berdasarkan Ketinggian Tempat Pembina Purba; Anggoro Cahyo Sukartiko; Makhmudun Ainuri
Jurnal Tanaman Industri dan Penyegar Vol 7, No 2 (2020): Jurnal Tanaman Industri dan Penyegar
Publisher : Pusat Penelitian dan Pengembangan Perkebunan

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.21082/jtidp.v7n2.2020.p83-92

Abstract

Kopi menjadi salah satu komoditas andalan dalam pasar ekspor internasional. Perannya menjadi penting bagi perekonomian dan mendorong pengembangan agroindustri dunia. Mutu fisik biji dan citarasa kopi merupakan komponen penting yang dipengaruhi oleh sifat genetik tanaman, praktek budidaya dan lingkungan tumbuh maupun interaksi antar keduanya. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui mutu fisik biji dan citarasa kopi Indikasi Geografis (IG) Arabika Gayo pada ketinggian tempat tumbuh yang berbeda. Penelitian dilakukan di dataran tinggi Gayo, Kabupaten Aceh Tengah dan Bener Meriah. Pengambilan sampel dilakukan dengan metode stratified sampling pada ketinggian 1.000-1.500 mdpl (meter di atas permukaan laut) dan 1.500-1.750 mdpl, masing-masing termasuk ke dalam klasifikasi kesesuaian lahan S1 dan S2. Peubah yang diamati yaitu mutu fisik (bobot 100 biji dan nilai cacat) dan profil citarasa. Data dianalisis dengan independent sample t-test. Hasil penelitian menunjukkan terdapat perbedaan rata-rata bobot 100 biji kopi Arabika antar ketinggian S1 dan S2, dan nilai cacat tidak berbeda antar ketinggian S1 dan S2. Hasil lainnya menunjukkan bahwa profil citarasa kopi IG Arabika Gayo untuk kedua Kabupaten dan ketinggian tempat tumbuh memiliki total skor yaitu 82,75 - 85,25 poin, dan termasuk ke dalam kategori kopi specialty (excellent). Secara umum, lokasi ketinggian S2 dataran tinggi Gayo menghasilkan mutu fisik bobot 100 biji kopi dan citarasa yang lebih baik dibandingkan dengan ketinggian S1.
Indikator Atribut Sensori Kopi Specialty Asal Jawa Barat Berbasis Komponen Biokimia Anandya Vanessa Isnidayu; Anggoro Cahyo Sukartiko; Makhmudun Ainuri
Jurnal Tanaman Industri dan Penyegar Vol 7, No 1 (2020): Jurnal Tanaman Industri dan Penyegar
Publisher : Pusat Penelitian dan Pengembangan Perkebunan

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.21082/jtidp.v7n1.2020.p1-8

Abstract

Assessing coffee sensory quality is generally carried out by panelists using cup testing with reference to the Specialty Coffee Association of America (SCAA) standards. A high level of sensitivity sensory is essential thus it must be done by trained panelists. Given the limitations of the method, a deeper study is required to obtain a standard of assessment of coffee sensory quality based on more reliable and precise analytical methods, one of which is biochemical components. This study was aimed to analyze the sensory quality and biochemical components of Arabica coffee and determine the indicators of sensory attributes based on those biochemical components. The study was conducted at two Arabica coffee-producing areas in West Java from May to September 2019. The biochemical components analyzed included caffeine, trigonelline, chlorogenic acid (CGA), sucrose, and lipid, while the sensory attributes assessed were aroma, flavor, aftertaste, acidity, body, balance, uniformity, sweetness, clean cup, and overall. The survey method with stratified and simple random sampling was used and followed by Two-way Anova and Partial Least Square analysis. Results showed variations in the biochemical content of coffee from the two areas. Lipid has a positive correlation with the aroma and flavor attributes, and negatively correlated with the body attribute. Caffeine has a negative correlation with the aftertaste attribute, whereas CGA has a negative correlation with the acidity attribute. Correlation between biochemical components with sensory attributes showed that the biochemical content acts as an indicator of sensory attributes.
Analisis Sebaran Tipe dan Performa Mutu Fisik Kakao pada Tiga Rentang Elevasi Retno Utami Hatmi; Makhmudun Ainuri; Anggoro Cahyo Sukartiko
Jurnal Tanaman Industri dan Penyegar Vol 5, No 1 (2018): Jurnal Tanaman Industri dan Penyegar
Publisher : Pusat Penelitian dan Pengembangan Perkebunan

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.21082/jtidp.v5n1.2018.p11-20

Abstract

Cacao genotype most cultivated in Indonesia divided into three main groups, namely Criollo, Forastero, and Trinitari. Beside genetical factor, the pod and beans qualities are also strongly influenced by the environment in which the plant grows. The research aimed to analyze the types and physical qualities of the pod and bean from Patuk, Gunungkidul at three elevations range (154.00–267.20, 302.00–401.00, and 469.20–657.90 m above sea level/asl). The research was conducted at smallholder plantations in Patuk District, Gunungkidul, Yogyakarta from September until Desember 2017. As many as 40–42 samples were randomly taken from each elevation range and analyzed by descriptive statistic and one-way anova. The parameters observed  were  cocoa types identification (Criollo, Forastero, and Trinitario), pod’s physical quality (fresh weight of fruits, length to width ratio, fresh weight of beans, number of beans, and  fresh weight of one bean), and bean’s physical quality (thickness, length/width ratio, dry weight of one bean, and number of beans in 100 g). The results showed that Trinitario cacao type dominates at elevation range of 154.00–267.20 m asl, while Forastero dominates at elevation range of 302.00–401.00 and 469.20–657.90 m asl. The pod physical qualities of Criollo, Forastero, and Trinitario showed highest  fresh weight per bean at 469.20–657.90 m asl compared to those at lower elevation (increased 19.05%–31.94%). At elevation of 469.2–657.9 m asl, Forastero shown  higher beans physical quality at all variables, whereas  Criollo was significantly higher dry weight per bean and number of beans per 100 g, and Trinitario shown significantly higher bean thickness.
Reduksi Pemborosan untuk Perbaikan Value Stream Produksi “Mi Lethek” Menggunakan Pendekatan Lean Manufacturing Aditya Nugroho; Makhmudun Ainuri; Nafis Khuriyati
agriTECH Vol 35, No 2 (2015)
Publisher : Faculty of Agricultural Technology, Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta, Indonesia

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (501.229 KB) | DOI: 10.22146/agritech.9408

Abstract

"Mi Lethek" industry is an industry that produce dry noodles. In the production process of "Mi Lethek" industry, there were some waste that could inflict a financial loss for industry. Waste that occur in "Mi Lethek" industry were unnecessary = inventory and excessive transportation. To reduce that waste, lean manufacturing approach is required. Lean approach functionalized as a system for identified all of activities in "Mi Lethek" industry. That activities were classified into two kind activities, namely value added activity and non value added activity. The time of each activity used to calculate the process cycle efficiency (PCE). Based on the research, the existing score of PCE in "Mi Lethek" industry was 12,05%. The recommendations for increase PCE are relayouting the plant and change the order scheduling of raw materials. These recommendations could increase PCE score  to 15,68 %.ABSTRAKIndustri “Mi Lethek” merupakan industri yang menghasilkan produk berupa mi kering berbahan baku tepung tapioka. Pada proses pengolahan mi di industri “Mi Lethek”, terdapat berbagai pemborosan (waste) yang dapat merugikan industri. Diantara pemborosan yang terjadi berupa persediaan bahan baku yang belum diperlukan dan transportasi berlebih. Untuk mereduksi pemborosan tersebut diperlukan suatu perbaikan pada value stream  menggunakan pendekatan lean. Pendekatan lean difungsikan sebagai sebuah sistem yang digunakan untuk mengidentifikasi seluruh aktivitas yang ada pada industri “Mi Lethek”. Aktivitas-aktivitas tersebut kemudian digolongkan menjadi dua jenis aktivitas, yaitu aktivitas yang memberikan nilai tambah dan aktivitas yang tidak memberikan nilai tambah. Waktu dari masing-masing aktivitas tersebut yang selanjutnya digunakan untuk menghitung nilai process cycle effieciensy (PCE). PCE adalah efisiensi relatif dalam sebuah proses yang mer=wakili presentase waktu yang digunakan untuk menambah nilai pada produk dibandingkan total waktu yang digunakan produk selama dalam proses. Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan, didapatkan nilai PCE awal dari industri "Mie Lethek" sebesar 12,05%. Perbaikan yang dilakukan ialah dengan mengubah tata letak pabrik dan melakukan perbaikan penjadwalan pemesanan bahan baku. Hasil perbaikan tersebut berhasil meningkatkan nilai PCE menjadi 15,08%.
Rancang Bangun dan Uji Kelayakan Finansial Alat Pengering Mekanis untuk Pemenuhan Pasokan Eceng Gondok (Eichhornia Crassipes) sebagai Bahan Baku Kerajinan Kunto Purbono; Makhmudun Ainuri; Suryandono Suryandono
agriTECH Vol 30, No 2 (2010)
Publisher : Faculty of Agricultural Technology, Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta, Indonesia

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (925.003 KB) | DOI: 10.22146/agritech.9677

Abstract

Mechanical dryer is needed to accomplishment of dry eichhornia crassipes materials and quality increasing of materi- als and eichhornia crassipes handicraft products. The research method used to design of mechanical dryer and feasi- bility test of technical, quality of materials result of draining, and finance. The result of the research was mechanical dryer of ‘cabinet dryer’ type which has dimension of length x width x height 120 x 120 x 208 (cm3), maximal capacity80 (kg/10hours) with wood coal fire source, and drying duration for 10 hours. The average highest of temperature per-formance was reached at chimney drying 50 (kg/10hours) capacity was 62,3 0C, with temperature distribution between62,95 0C-65,45 0C, the highest heat requirement was reached  by chimney dryer 80 (kg) capacity was 14.087,1 (kJ) with 36,753 % efficiency, 12,195 % moisture content, and 16,26397 (kg/hour) was needed for drying air. The maximum average of tensile strength was reached by chimney drying 50 (kg) capacity was 23,537 (N/mm2), while the maximum tensile strength in sun drying as 15,681 (N/mm2), eichhornia crassipes’s color most coming near to natural colour (green’s colour) at chimney drying was L 36, while the colour in sun drying at L 51, 89. Financially, with the analysis of incremental BCR was 1,015, analysis of NPV Rp. 2.569.148,31, IRR 39 %, BEP was reached after the drier has been producing 962,1 (kg)(s) or equivalent to cost Rp.5.291.288,30, so that mechanical dryer usage for drying of eichhornia crassipes can get good benefit.ABSTRAKAlat pengering mekanis diperlukan guna pemenuhan pasokan bahan baku eceng gondok kering dan peningkatan kuali- tas bahan dan produk kerajinan eceng gondok. Metode penelitian yang digunakan yaitu rancang bangun dan uji ke- layakan teknis, kualitas bahan hasil pengeringan, dan finansial. Hasil penelitian, alat pengering mekanis tipe cabinet dryer, dengan dimensi panjang x lebar x tinggi, 120 x 120 x 208 (cm3), kapasitas maksimal 80 (kg/10jam), bahan bakar arang kayu, dan waktu pengeringan 10 (jam). Rerata capaian suhu pengeringan tertinggi dicapai pada pengeringan cerobong dengan kapasitas 50 (kg/10jam) sebesar 62,3 0C, dengan sebaran suhu antara 62,95 0C-65,45 0C, kebutuhan kalor tertinggi dicapai pada pengeringan cerobong kapasitas 80 (kg) sebesar 14.087,1 (kJ) dengan efisiensi 36,753%, kadar air 12,195 %, kebutuhan udara pengering 16,26397 (kg/jam).  Rerata kekuatan tarik terbesar dicapai pada pengeringan cerobong kapasitas 50 (kg) sebesar 23,537 (N/mm2), sedang kekuatan tarik hasil penjemuran hanya sebesar 15,681 (N/mm2), warna paling mendekati alami (kehijauan) terdapat pada hasil proses pengeringan cerobong kapasitas 50 (kg) yaitu L 36,39; sedang warna hasil penjemuran L 51,89. Secara finansial, dengan analisis incremental BCR didapat angka 1,015, analisis NPV Rp. 2.569.148,31, IRR 39 %, dan BEP dicapai setelah alat memproduksi eceng gondok kering 962,1 (kg), atau telah menghasilkan Rp. 5.291.288,30, sehingga pemakaian alat pengering mekanis untuk pengeringan eceng gondok sangat menguntungkan.
Nilai Ekonomi Modal Sosial sebagai Media Rekayasa Difusi Teknologi pada Sentra Industri Pangan Skala Kecil Makhmudun Ainuri
agriTECH Vol 29, No 4 (2009)
Publisher : Faculty of Agricultural Technology, Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta, Indonesia

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (512.111 KB) | DOI: 10.22146/agritech.9698

Abstract

The reality showed that in the community of small scale food agroindustry there were many problems. The main prob­ lem was the technology difusion could not be transferred swimmingly, because social capital of small scale food actors were very weak, and it was only based on material bonds. Based on basic assumptions, economic value assessment of social capital in small scale agroindustries prove that social capital could reduce technology diffusion outlet conges­ tion, and increase agroindustry endurance and welfare. This research method used Participatory Rapit Appraisal by putting the priority on Focused Group Discussian process, participatory observation, and indepth interview towards facilitators, owners, workers and sellers or consumers of food products. The result of this research showed that the dominan social capital economic value identified were; family relation among agroindustry actors, cooperating in raw material suplying and stocking, products distribution and marketing, agroindustrial networking and sharing of enter­ prise management information. The contribution values were; labour productivity increase of 10­25 % and reduction cost of 12 %, material cost reduction of 5-10 %, increase of marketing efficiency up to 25 %, relative value of group­ ing and information sharing it could facilitate enterprice acess.  In terms of technology diffution the dominan factors were family relation, community guarantee, institution and communication media, teamwork­based success orienta­ tion based on trust. The reinforcement of food small scale industry security and technology diffusion could be done (1) reinforcing family relation, (2) reinforcing and developing enterprice grouping based on community education, (3) expanding enterprise group networking by providing social capital, distributor and product marketing, (4) mapping enterprise relations between producers and vendors or suppliers and (5) intensively utilizing facilitators from a variety of sources.ABSTRAKRealitas menunjukkan bahwa masih banyak permasalahan di komunitas agroindustri pangan skala kecil, terutama pada saluran difusi teknologi yang tidak berfungsi secara baik.  Akar penyebabnya diindikasikan karena lemahnya ikatan sosial antar pelaku yang lebih didasarkan atas ikatan material dan menyampingkan modal sosial. Penelusuran nilai ekonomi modal sosial pada agroindustri pangan skala kecil, merupakan bentuk pembuktian atas asumsi dasar bahwa modal social dapat memperbaiki tersumbatnya saluran difusi teknologi, sehingga meningkatkan ketahanan agroindustri yang pada gilirannya dapat menigkatkan kesejahteraan. Metode yang digunakan adalah Participatory Rapit Appraisal dengan mengedepankan proses Focused Group Discusian, observasi partisipatif, dan indept inter­ view terhadap pendamping, pemilik, pekerja dan penjual atau konsumen. Hasil yang diperoleh menunjukkan bahwa nilai ekonomi modal sosial teridentifikasi pada; hubungan kekerabatan antar pelaku agroindustri, kerjasama dalam pengadaan dan persediaan bahan baku, distribusi dan pemasaran produk, bermitra usaha dan sharing informasi pen­ gelolaan usaha. Besaran nilai kontribusinya; tenaga kerja terhadap peningkatan produktivitas 10 ­ 25 % dan penghe­ matan biaya 12 %, bahan baku 5­10 %, pemasaran  sampai 25 %,  berkelompok dan sharing informasi besarannya relatif tetapi memudahkan akses usaha. Faktor difusi teknologinya; hubungan kekerabatan, masyarakat poguyuban (tanggung renteng), tersedianya media komunikasi dan kelembagaan, serta orientasi sukses bersama atas dasar trust. Penguatan   difusi teknologi dan ketahanan agroindustri pangan skala kecil dapat dilakukan dengan memperkuat hubungan kekerabatan, pengembangan kelompok berorientasi usaha sebagai basis sekolah rakyat, memperluas jarin­ gan kelompok dengan penyedia modal, distributor dan pemasaran produk, memetakan relasi usaha diantara produsen dengan pemasok bahan baku, dan pemanfaatan intensif berbagai  pembinaan dan sumber.
Pengembangan Sistem Proses Retting Serat Kenaf (Hibiscus cannabinus L.) Menggunakan Kultur Mikrobial Pada Lingkungan Non-Aseptik Makhmudun Ainuri; Gumbira Said; Mohammad Romli; Sudjindro Sudjindro
agriTECH Vol 17, No 1 (1997)
Publisher : Faculty of Agricultural Technology, Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta, Indonesia

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (4598.539 KB) | DOI: 10.22146/agritech.19325

Abstract

Kenaf fibres is one of the primary fibre commodities in Indonesia. However, the national total production of the fibre meets only 20-30% of the national consumption. In addition, most of the fibre quality is still low, where, 15-20 % of the fibre grouped into quality A, 40-50 % quality B and the rest, is grouped into quality C. It is likely that the resting process in the chain of fibre production is the main source of its low quality. n order to reduce rettin time and improve the fibre quality obtained, various efforts have been done to improve the rating processes, including the use of integrated processes of microbiological, mechanical and semi mechanical processes. The addition 2.5 % of adaptive starter of Bacillus polymyxa BCC-27 into 'wiling process was unsignificant (p > 0.05). It is likely that the case was nullified by the addition of 0.005 % urea. The six and three hour per day circulation treatments could enhance the condition of resting processes; mainly pH and temperature, but still less than DO. Without circulation unsignificant (P > 0.005) toward the degradation of peclin, holocellulose, cellulose and lignin. The fibre produced by the sixth combination treatments, that are circulation treatments and 0.05 % urea by culture enrichment 2.5 % meets the standart quality A. End-point rating or top resting accured on the process period of after five day. The process is still under resting on the fifth day, but over 'wiling after the seventh day.
Strategi Pemasaran Minyak Goreng Berdasarkan Analisis Indeks Sikap Konsumen dan Analisis SWOT di Yogyakarta Agus Basuki; Makhmudun Ainuri; Moch. Maksum
agriTECH Vol 17, No 4 (1997)
Publisher : Faculty of Agricultural Technology, Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta, Indonesia

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (2340.679 KB) | DOI: 10.22146/agritech.19341

Abstract

Dalam menyusun strategi pemasaran yang baik, sebuah perusahaan barns mengetahui sikap atau penerimaan konsumen terhadap produknya clan perbandingan produknya dengan produk pesaingnya. Analisis yang dibutuhkan adalah analisis sikap konsumen dan analisis SWOT. Dari analisis sikap konsumen dapat diketahui tingkat penerimaan konsumen terhadap atribut produk. Dalam penelitian ini atribut yang dinilai penting oleh konsumen dalam melakukan pembelian adalah rasa dan aroma (0,16), harga (0,14) dan kenampakan minyak goreng (0,13). Sikap konsumen terhadap produk ditunjukkan melalui nilai indeks sikap konsumen yang menunjukkan sikap cukup balk dengan daerah penerimaan 2,5