Claim Missing Document
Check
Articles

Found 6 Documents
Search

HUBUNGAN ANTARA STATUS BESI DAN STATUS VITAMIN A PADA IBU MENYUSUI Ance Murdiana Dahro; Clara M. Kusharto; Sukati Saidin; Dewi Permaesih; Muhilal Muhilal
Penelitian Gizi dan Makanan (The Journal of Nutrition and Food Research) JILID 16 (1993)
Publisher : Persagi

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.22435/pgm.v0i0.2285.

Abstract

Kualitas ASI pada ibi hamil khususnya kandungan besi dan vitamin A dipengaruhi oleh status besi dan status vitamin A ibu. Ibu menyusui yang tinggal di pedesaan hingga saat ini masih mempunyai kebiasaan memberikan ASI pada anak balitanya walau sudah berumur 2 tahun. Sampai saat ini belum ada data status besi dan status vitamin A ibu menyusui, kecuali status besi dan status vitamin A ibu hamil. Data ibu hamil menunjukkan bahwa anemi gizi masih merupakan masalah dan status vitamin A ibu hamil pun sebagian masih rendah. Kedua masalah gizi tersebut merupakan masalah yang terpisah akan tetapi ada kemungkinan keduanya merupakan masalah yang berkaitan antara satu dengan lainnya. Penelitian status besi dan status vitamin A telah dilakukan pada 75 orang ibu menyusui dari pedesaan di Kabupaten Bogor. Sampel berumur antara 16 tahun sampai dengan 35 tahun dengan status gizi baik, yang mempunyai anak balita berumur sampai dengan 2 tahun. Dari hasil penelitian terungkap bahwa rata-rata kadar vitamin A ibu menyusui tersebut adalah 32.8±11 ug/dl, sedangkan kadar ferritin (besi) adalah 20.4±12.6 ng/ml. Uji regresi menunjukkan bahwa setiap kenaikan 1 ug/dl vitamin A akan terjadi kenaikan ferritin sebesar 0.32 ng/ml (Fsign.=0.0149), Uji korelasi Pearson antara vitamin A dan ferritin adalah 0.2803 (p<0.05).
KESTABILAN IODIUM DALAM GARAM PADA BERBAGAI TIPE DAN RESEP MASAKAN Ance Murdiana Dahro; Sukati Saidin; Tati Hartati; Lestari K. Wiludjeng; Yenita Yenita; St. Rosmalina; Gunawan Gunawan; Yulia Fitria
Penelitian Gizi dan Makanan (The Journal of Nutrition and Food Research) JILID 19 (1996)
Publisher : Persagi

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.22435/pgm.v0i0.2308.

Abstract

Dalam jangka panjang fortifikasi garam dianggap cara yang paling tepat guna dan ekonomis untuk menanggulangi masalah kekurangan iodium. Dalam kaitan tersebut perlu diketahui kestabilan iodium dalam garam yang ditambahkan kedalam masakan dari berbagai tipe dan resep di tingkat lapangan. Sampel berupa masakan yang berasal dari 6 kota di 6 provinsi di Indonesia, banyak dikonsumsi dan dijual di tempat yang banyak dikunjungi orang. Penentuan sampel masakan dilakukan setelah pengujian garam yang digunakan dengan menggunakan pereaksi Iodinatest buatan Indofarma. Bila setelah penambahan pereaksi pada garam timbul warna ungu menandakan bahwa garam tersebut mengandung iodium, masakan ituu kemudian ditetapkan sebagai sampel. Jumlah garam yang ditambahkan diketahui dari wawancara dengan penjual makanan tersebut. Jumlah iodium dalam garam yang ditambahkan kedalam masakan diketahui setelah dilakukan analisis garam di laboratorium. Dari iodium yang tersisa dalam makanan dapat dihitung jumlah iodium yang hilang. Dibuat pula beberapa masakan serupa dengan menggunakan resep asli di laboratorium (simulasi). Pelepasan iodium dari makanan dilakukan melalui dua tahap yaitu digestasi kering lalu dilanjutkan dengan digestasi cara basah. Penetapan iodium dilakukan dengan reaksi "Sandell Kolthoff'. Hasil penelitian menunjukkan bahwa jumlah iodium yang tersisa pada umumnya amat rendab (dibawah 50 ug/100 gram masakan). Tiap jenis masakan bervariasi dalam keasaman, jenis dan jumlah bumbu yang ditambahkan. Iodium yang rusak/hilang dari masakan tipe asam yang dimasak atau tidak dimasak (contoh kuah empek-empek atau asinan) sekitar 60-85%, dari masakan bersantan tapi dimasak tidak lama (contoh soto santan) sekitar 40-50%, dari masakan bersantan dikeringkan (contoh rendang) sekitar 60-70%, dari masakan yang digoreng (contoh sambal hijau) sekitar 45-60%, dari masakan yang diolah tidak lama (contoh sayur tettu, rujak cingur) sekitar 40-50%, sedangkan dari masakan yang dimasak lebih dari 10 jam (contoh gudeg) sekitar 60-68%. Rata-rata iodium yang hilang dari beberapa masakan yang dibuat di laboratorium (simulasi) yaitu rendang, sambal cabe hijau, kuah empek-empek, gudeg, sayur asam dan asinan masing-masing adalah 75%, 62%, 68%, 70%, 61%, dan 80%.
STATUS GIZI MIKRO (TEMBAGA, SENG DAN KRONIUM), PENGETAHUAN GIZI DAN KEADAAN GIZI LEBIH PADA PRIA PEKERJA Ance Murdiana Dahro; Komala Komala; Trintrin T. Mudjianto; Susi Suwarti Suwardi; Dedy Mahdar
Penelitian Gizi dan Makanan (The Journal of Nutrition and Food Research) JILID 19 (1996)
Publisher : Persagi

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.22435/pgm.v0i0.2309.

Abstract

Sekarang ini ada kecenderungan bahwa penyakit degeneratif meningkat peranannya sebagai penyebab kematian. Salah satu penyebab terjadinya penyakit degeneratif adalah karena perolehan zat gizi makro dan zat gizi mikro tidak seimbang. Zat gizi mikro yang mendapat perhatian saat ini adalah tembaga, seng dan kromium. Untuk mendapatkan gambaran bagaimana keadaan ketiga zat gizi mikro tersebut pada laki-laki yang mempunyai gizi lebih, telah dilakukan penelitian status gizi mikro (tembaga, seng dan kromium), pengetahuan gizi dan keadaan gizi lebih pada laki-laki pekerja di beberapa instansi pemerintah. Sampel secara purposive dibagi menjadi kelompok tidak gemuk (gizi normal) dan kelompok gemuk (gizi lebih). Kedua kelompok diperiksa secara klinis; diambil darah untuk dilihat status tembaga, seng, kromium, kolesterol, LDL dan trigliserida, serta diwawancarai mengenai pengetahuan gizi. Hasil penelitian menunjukkan bahwa median nilai tembaga, seng dan kromium pada kedua kelompok ada pada batas normal. Pada kelompok tidak gemuk, nilai median tembaga, seng dan kromium masing-masing yaitu 99 ug/dl, 77 ug/dl dan 2.7 ug/dl, sedangkan pada kelompok gemuk nilai median masing-masing yaitu 97 ug/dl, 79 ug/dl dan 6.2 ng/ml. Kadar rata-rata kolesterol, LDL dan trigliserida pada kelompok tidak gemuk masing-masing yaitu 210.75±29.7518, 136.73±32.5781 dan 168.48±56.0037; sedangkan pada kelompok gemuk nilainya masing-masing yaitu 237.00±43.7364, 148.10±47.1924 dan 209.93±60.2198. Nilai kolesterol dan LDL pada kedua kelompok ada pada batas normal, sedangkan nilai trigliserida kedua kelompok tersebut tidak normal. Nilai rata-rata kolesterol, trigliserida dan LDL lebih tinggi pada kelompok gemuk. Uji beda kolesterol, trigliserida dan LDL diantara kedua kelompok berbeda bermakna hanya pada kolesterol dan trigliserida (p<0.05). Tidak ada korelasi yang bermakna antara masing-masing unsur mikro dengan kadar lemak kolesterol, LDL ataupun trigliserida (p>0.05). Rasio seng terhadap tembaga lebih besar atau sama dengan satu yang dapat meningkatkan lemak aterogenik (kolesterol, trigliserida dan LDL) terdapat lebih banyak pada kelompok gemuk. Kurang dari 50% sampel pada masing-masing kelompok merasa dirinya gemuk, kurang tahu patokan gemuk dan tidak tahu cara menilai berat badan. Kebanyakan sampel takut gemuk karena takut sakit dan hanya sedikit yang beralasan karena menjaga penampilan. Memperbanyak makan sayur dan buah untuk menurunkan berat badan lebih banyak diketahui oleh kelompok gemuk (50%). Olahraga adalah usaha yang paling banyak dilakukan oleh kedua kelompok untuk menurunkan berat badan.
KADAR ZINC (SENG), SERTA HUBUNGANNYA DENGAN VITAMIN A DAN FERRITIN PADA IBU HAMIL, IBU MELAHIRKAN DAN IBU MENYUSUI Ance Murdiana Dahro; Djoko Suharno; Moecherdiyantiningsih Moecherdiyantiningsih; Dedi Mahdar; M. Arifin; Muhilal Muhilal
Penelitian Gizi dan Makanan (The Journal of Nutrition and Food Research) JILID 17 (1994)
Publisher : Persagi

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.22435/pgm.v0i0.1941.

Abstract

Penelitian tentang status seng masyarakat Indonesia baru sangat sedikit dilakukan, antara lain pada anak dengan gizi buruk dan di daerah yang banyak kejadian bibir sumbing. Kelompok yang perlu mendapatkan banyak perhatian dan belum diketahui status seng mereka antara lain adalah kelompok ibu hamil, ibu menyusui dan ibu melahirkan. Fungsi seng amat penting antara lain untuk pertumbuhan dan perkembangan, reproduksi, kekebalan, fungsi sensori, proteksi antioksidan dan stabilisasi membran. Telah dilakukan penelitian secara "cross-sectional" terhadap kelompok ibu hamil, ibu menyusui dan ibu melahirkan masing-masing sebanyak 66, 75 dan 34 orang. Umur ibu hamil berkisar antara 16 hingga 39 tahun, ibu melahirkan berumur antara 18 hingga 40 tahun, dan umur ibu menyusui berkisar antara 17 hingga 39 tahun. Analisis data dilakukan secara deskriptif dan uji hubungan. Hasil penelltian menunjukkan bahwa kadar seng ketiga kelompok ibu berkisar antara 0.05 hingga 5.0 ug/ml. Median kadar seng serum ibu hamil, ibu melahirkan dan ibu menyusui masing-masing adalah 0.51; 0.49 dan 0.96 ug/ml. Uji kuat hubungan antara kadar seng dengan kadar vitamin A pada masing-masing kelompok ibu ternyata menunjukkan hanya pada ibu hamil masih ada hubungan yang bermakna (r=0.2859, p=0.020). Uji kuat hubungan antara kadar seng dengan kadar ferritin ternyata menunjukkan bahwa hanya pada ibu melahirkan masih ada hubungan yang bermakna (r=0.2736, p=0.0175).
HUBUNGAN ANTARA ANEMI DAN STATUS BESI DENGAN STATUS IMUNITAS PADA ANAK YANG MENDAPAT VAKSINASI CAMPAK Susi Suwarti Suwardi; Ance Murdiana Dahro; Sri Martuti; Reviana Christiani; Muhilal Muhilal
Penelitian Gizi dan Makanan (The Journal of Nutrition and Food Research) JILID 23 (2000)
Publisher : Persagi

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.22435/pgm.v0i0.1496.

Abstract

THE RELATIONSHIP BETWEEN ANEMIA AND IRON STATUS WITH IMMUNE STATUS OF CHILDREN VACCINATED WITH MEASLES VACCINE.Background: Anemia, especially caused by iron deficiency, is one of several health problems in Indonesian children below 5 years of age. That condition seems appear in young children whose food is lack of iron. When those children are going to be vaccinated, how will the result be?.Objective: We sought to determine the relationship between anemia and iron with immune status of children who have got measles vaccine.Method: The study was conducted in village of Bantarjaya district of Bogor, from June 1997 to February 1998 in 86 children above 9 months old who received measles vaccines in local Post Integrated Service (Posyandu). Before intervention, data on physical examination, weight, height, hemoglobin, hematocrit serum ferritin, free erythrocyte protoporphyrin (FEP) and measle immunoglobin G were obtained from all Subjects. Information on morbidity, socioeconomic, environment and food consumption also were recorded. After intervention or six mouths later, the same data were collected again.Results: Subjects were divided into two group; (1) anemic group (Hb<11 g/dl) consisting of 46 subjects (53,5%) and (2) non anemic group (Hb>11 g/dl) with 40 subjects (45,5%). The study revealed that 27,9% subjects have iron deficiency and 43,0% suffered from iron deficiency anemia. Six months after vaccination, the level of measles IgG was increased in 87,4% subjects. The measle IgG level of the non anemic group was increased significantly, but was not significant for the anemic group.Conclusions: There were no relationship between iron status and immune status but however anemic condition influenced the level of measles IgG.Key Words: iron status, anemia, immunoglobulin G.
DAMPAK PEMBERIAN KALSIUM TERHADAP TEKANAN DARAH IBU HAMIL DI BOGOR Dewi Permaesih; Reviana Christiani; Yuniar Rosmalina; Ance Murdiana Dahro; Rossi R.S. Apriyantono; S. Hendra; Susilowati Herman
Penelitian Gizi dan Makanan (The Journal of Nutrition and Food Research) JILID 22 (1999)
Publisher : Persagi

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.22435/pgm.v0i0.1531.

Abstract

The Effect of Food Calcium Supplementation on the Blood Pressure Level of Pregnant Women in Bogor District.Study on the calcium supplementation to prevent the increase of blood pressure level of pregnant women was conducted in 6 Community Health Centers in Bogor District. Seventy-seven pregnant women between 18-23 weeks of pregnancy were included in this study. They were randomly assigned to receive 2 kinds of food (biscuit and syrup) which contain 700 mg of calcium for the intervention group and 200 mg for the control group. The subjects were asked to consume every 5 days in a week for 16 weeks. The results shows that no significant different in body weight, clinical status and biochemical status, calcium in urine and feces between 2 group. The energy and calcium intake were still below the indonesian RDA level. Diastolic blood pressure in supine position was decreased by 1.4 mg Hg in intervention group and 0.9 mg Hg in control group after 16 weeks of the study. However there was no significant difference between intervention and control group. This study observed there was a tendency that calcium supplementation maintains diastolic blood pressure level.Keywords: calcium, blood pressure, pregnant women.