Claim Missing Document
Check
Articles

Found 20 Documents
Search

PENGARUH SUPLEMENTASI ZAT GIZI MIKRO TERHADAP STATUS BESI DAN STATUS VITAMIN A PADA SISWA SLTP Dewi Permaesih; Fitrah Ernawati; Endi Ridwan; Sihadi .; Sukati Saidin
GIZI INDONESIA Vol 34, No 1 (2011): Maret 2011
Publisher : PERSATUAN AHLI GIZI INDONESIA

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.36457/gizindo.v34i1.97

Abstract

Penelitian status gizi siswa sekolah lima tahun terakhir mengungkapkan bahwa prevalensi anemia, yang dapat menyebabkan turunnya konsentrasi belajar, dan kurang vitamin A, yang dapat menyebabkan turunnya daya tahan tubuh, masih cukup tinggi, sehingga menjadi kendala dalam upaya mengoptimalkan prestasi belajar. Keadaannya semakin buruk jika kedua masalah ini diderita secara bersama-sama oleh siswa. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui dampak suplementasi zat gizi mikro (Fe dan Vitamin A)terhadap perbaikan status besi dan status vitamin A. Penelitian dilaksanakan pada 150 siswa anemia yang tinggal di kabupaten Bogor. Data yang dikumpulkan meliputi: identitas siswa, kadar Hb, s-transferin, vitamin A serum (retinol), konsumsi makanan/zat gizi dan energi. Sebelum pemberian suplemen, dilakukan “deworming” dengan pemberian obat cacing dosis tunggal “Combantrin”. Sampel dibagi tiga kelompok, masing-masing 50 siswa. Pada kelompok A setiap siswa mendapat satu pil besi (ferro sulfat) dengan dosis 60 mg besi elemental +0,25 mg asam folat dan kapsul vitamin A (10.000 SI) dua kali per minggu. Kelompok B hanya mendapat satu pil besi seperti pada kelompok A, diberikan dua kali per minggu. Kelompok C adalah kelompok pembanding yang mendapat plasebo. Suplementasi berlangsung selama 12 minggu. Pemberian suplemen satu pil besi (60 mg besi elemental + 0,25 mg asam folat) dan vitamin A (10.000 SI) disertai pemberian snack mengandung energi (15% AKG), dua kali per minggu selama 12 minggu dapat memeningkatkan kadar Hb sebesar 1,40 g/dl, serum transferrin receptor (sTFR) sebesar – 1,0 µg/L, serum vitamin A (retinol) sebesar 6,1 µg/dl. Tidak ada perbedaan bermakna konsumsizat gizi (energi dan protein) sebelum dan sesudah pemberian suplementasi.Kata kunci: vitamin A, zat besi, siswa, anemia, KVA
HUBUNGAN ANTARA KEBIASAAN CARA MEMASAK SAYURAN DAN KADAR CHOLINESTERASE TERHADAP STATUS HORMON THYROID WANITA USIA SUBUR DI DAERAH GONDOK ENDEMIK Sukati Saidin; Nurdin .; Hardinsyah .; Ikeu Tanziha
GIZI INDONESIA Vol 31, No 2 (2008): September 2008
Publisher : PERSATUAN AHLI GIZI INDONESIA

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.36457/gizindo.v31i2.59

Abstract

THE ASSOCIATION BETWEEN FREE THYROXINE AND VEGETABLES COOKING AND SERUM CHOLINESTERASE OF CHILD BEARING AGE WOMEN IN ENDEMIC GOITRE AREAPesticides, a goitrogenic pollutant, strongly bind iodine to make a complex substance which iodinecan not optimally be utilized and leads to impair thyroxine hormone production. Farmers in Pakissub district of Magelang district often put pesticides of organophosphate and carbamate groups toincrease vegetables yield. The retained pesticides in the foods can be minimized by cooking. Todetermine the association between free thyroxine sera and vegetable cooking and cholinesterasesera. A cross-sectional study design was applied to 205 of child bearing age women (CBAW) of 17– 45 years of age in Pakis sub district of Magelang District, Central Java. Vegetable in whichpesticide may persist were cooked in two ways, namely were boiled and tumis (stir fried). Bloodspicement were drawn for fT4 and cholinesterase axamination. It was indicated that serum FT4 of68,3 % of CBAW were normal, while 31,7 % of them were low and 5.1% of CBAW with low serumCHE. There was a significant association between the way of cooking , status of serum CHE andcontraceptive use of family planning with to status of serum FT4. The child bearing age womenthat consume vegetables cooked by “tumis” (cooking stir fried) having higher risk of low serum freethyroxin status, 2,5 times than that of by boiling. CBAW with low cholinesterase enzyme (CHE)having lower risk of low serum free thyroxin hormone status (FT4), 10 times than that of withnormal CHE. CBAW with hormonal contraception having higher risk of low serum FT4, 0,50times than that usage non hormonal contraception. In order to minimize pesticide residuesretained in vegetables, it should be cooked by boilingKey words:iodine status,pesticide, cholinesterase, cooking stir fried, child bearing age women,thyroxine status,endemic goiter
KETELITIAN HASIL PENENTUAN HEMOGLOBIN DENGAN CARA SIANMETHEMOGLOBIN, CARA SAHLI DAN SIANMETHEMOGLOBIN-TIDAK-LANGSUNG Muhilal Muhilal; Sukati Saidin
Penelitian Gizi dan Makanan (The Journal of Nutrition and Food Research) JILID 4 (1980)
Publisher : Persagi

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.22435/pgm.v0i0.1893.

Abstract

Ketelitian penentuan hemoglobin (Hb) dengan cara Sahli dan cara sianmethemoglobin-tidak-langsung telah dibandingkan dengan cara sianmethemoglobin (cara yang paling teliti yang dianjurkan WHO). Cara Sahli dan cara sianmethemoglobin-tidak-langsung menghasilkan nilai Hb yang masing-masing lebih rendah 10-13 persen dan 14-16 persen dari cara sianmethemoglobin. Hasil penentuan Hb dengan cara Sahli bila dikalikan faktor 1,10 maupun 1,13 menghasilkan nilai Hb yang penyebarannya tidak berbeda bermakna dengan cara sianmethomoglobin. Bila hasil penentuan Hb dengan cara sianmethemoglobin-tidak-langsung dikalikan faktor 1,16 menghasilkan nilai Hb yang penyebarannya berbeda bermakna dengan cara sianmethemoglobin. Bila sarana penentuan Hb dengan cara sianmethemoglobin tidak tersedia penentuan Hb dapat dilakukan dengan cara Sahli dan hasilnya dikalikan faktor 1,1.
PENGARUH PEMBERIAN VITAMIN A DOSIS TINGGI KEPADA IBU MENYUSUI TERHADAP KADAR VITAMIN A AIR SUSU IBU DAN SERUM BAYI Sukati Saidin; M. Saidin; Ance Murdiana
Penelitian Gizi dan Makanan (The Journal of Nutrition and Food Research) JILID 10 (1987)
Publisher : Persagi

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.22435/pgm.v0i0.1994.

Abstract

PENGARUH PEMBERIAN VITAMIN A DOSIS TINGGI KEPADA IBU MENYUSUI TERHADAP KADAR VITAMIN A AIR SUSU IBU DAN SERUM BAYI
PENGARUH LAMA DAN CARA PENYIMPANAN TERHADAP PERKEMBANGAN KANDUNGAN AFLATOKSIN PADA GAPLEK DI RUMAH TANGGA Sukati Saidin; Muhilal Muhilal
Penelitian Gizi dan Makanan (The Journal of Nutrition and Food Research) JILID 8 (1985)
Publisher : Persagi

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.22435/pgm.v0i0.1935.

Abstract

Aflatoksin yang mencemari makanan dapat menyebabkan timbulnya kanker hati. Gaplek merupakan salah satu komoditi yang dapat tercemar aflatoksin. Ada beberapa daerah di Indonesia yang menggunakan gaplek sebagai makanan pokok. Karena gaplek pada umumnya disimpan sampai panen berikutnya maka ada peluang untuk tercemar aflatoksin. Karena itu perlu diteliti sampai berapa jauh pencemaran aflatoksin pada gaplek. Tujuan penelitian untuk mengetahui pengaruh lama dan cara penyimpanan terhadap cemaran aflatoksin pada gaplek.Gaplek yang sudah dikeringkan dengan cara yang lazim dilakukan di daerah dengan makanan pokok gaplek dibagi menjadi 3 bagian. Bagian pertama disimpan di lantai semen terbuka, bagian kedua disimpan dalam bakul terbuka dan bagian ketiga di simpan dalam karung goni yangdiikat. Analisa kandungan aflatoksin dan kadar air gaplek dilakukan pada permulaan dan 4, 8, 12, 16 dan 20 minggu dalam penyimpanan.Perkembangan cemaran aflatoksin gaplek dalam penyimpanan ini mengungkapkan makin lama gaplek disimpan makin tinggi kadar aflatoksinnya. Rata-rata kadar air gaplek selama penyimpanan berkisar antara 13,1% sampai 14,0%. Gaplek yang disimpan di lantai menunjukkan kandungan aflatoksin tertinggi, diikuti oleh gaplek yang disimpan dalam bakul dan dalam karung.Hasil penelitian ini mengungkapkan bahwa sampai waktu panen berikutnya sekitar 10 bulan, kandungan aflatoksin gaplek yang disimpan di dalam karung diikat belum mencapai taraf yang menbahayakan kesehatan.
PREVALENSI ANEMIA ANAK SEKOLAH DASAR DI DAERAH PENGHASIL DAN BUKAN PENGHASIL SAYURAN HIJAU DI KABUPATEN BOGOR Sukati Saidin; M. A. Husaini; Ignatius Tarwotjo; Suhardjo Suhardjo; Yuniar R.
Penelitian Gizi dan Makanan (The Journal of Nutrition and Food Research) JILID 16 (1993)
Publisher : Persagi

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.22435/pgm.v0i0.2282.

Abstract

Telah dilakukan penelitian secara cross-sectional untuk mengetahui gambaran dan perbedaan konsumsi sayuran hijau dan prevalensi anemia anak SD di daerah penghasil dan bukan penghasil sayuran hijau di Kabupaten Bogor. Penelitian dilakukan di tlga desa penghasil sayuran hijau di Kecamatan Ciampea dan tiga desa bukan penghasil sayuran hijau di Kecamatan Nanggung di wilayah Kabupaten Bogor. Hasil penelitian menunjukkan bahwa anak SD di daerah penghasil sayuran hijau lebih sering dan lebih banyak mengkonsumsi sayuran hijau dibandingkan dengan anak SD di daerah bukan penghasil sayuran hijau (P<0.05). Prevalensi anemia pada anak SD di daerah penghasil sayuran hijau tidak berbeda nyata dengan anak SD di daerah bukan penghasil sayuran hijau. Tetapi rata-rata kadar Hb anak SD di daerah penghasil sayuran hijau berbeda nyata dengan anak SD di daerah bukan penghasil sayuran hijau (12.3 g/dl vs 11.9 g/dl). Faktor-faktor yang berpengaruh nyata pada kadar Hb anak SD di daerah penghasil sayuran hijau ialah frekuensi makan sayur dan konsumsi zat besi dengan koefisien regresi sebesar 0.38009 dan 0.32432. Demikian juga faktor-faktor yang berpengaruh nyata terhadap kadar Hb anak SD di daerah bukan penghasil sayuran hijau ialah konsumsi zat besi dan frekuensi makan sayur dengan koefisien regresi sebesar 0.49240 dan 0.43696.
HUBUNGAN ANTARA STATUS BESI DAN STATUS VITAMIN A PADA IBU MENYUSUI Ance Murdiana Dahro; Clara M. Kusharto; Sukati Saidin; Dewi Permaesih; Muhilal Muhilal
Penelitian Gizi dan Makanan (The Journal of Nutrition and Food Research) JILID 16 (1993)
Publisher : Persagi

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.22435/pgm.v0i0.2285.

Abstract

Kualitas ASI pada ibi hamil khususnya kandungan besi dan vitamin A dipengaruhi oleh status besi dan status vitamin A ibu. Ibu menyusui yang tinggal di pedesaan hingga saat ini masih mempunyai kebiasaan memberikan ASI pada anak balitanya walau sudah berumur 2 tahun. Sampai saat ini belum ada data status besi dan status vitamin A ibu menyusui, kecuali status besi dan status vitamin A ibu hamil. Data ibu hamil menunjukkan bahwa anemi gizi masih merupakan masalah dan status vitamin A ibu hamil pun sebagian masih rendah. Kedua masalah gizi tersebut merupakan masalah yang terpisah akan tetapi ada kemungkinan keduanya merupakan masalah yang berkaitan antara satu dengan lainnya. Penelitian status besi dan status vitamin A telah dilakukan pada 75 orang ibu menyusui dari pedesaan di Kabupaten Bogor. Sampel berumur antara 16 tahun sampai dengan 35 tahun dengan status gizi baik, yang mempunyai anak balita berumur sampai dengan 2 tahun. Dari hasil penelitian terungkap bahwa rata-rata kadar vitamin A ibu menyusui tersebut adalah 32.8±11 ug/dl, sedangkan kadar ferritin (besi) adalah 20.4±12.6 ng/ml. Uji regresi menunjukkan bahwa setiap kenaikan 1 ug/dl vitamin A akan terjadi kenaikan ferritin sebesar 0.32 ng/ml (Fsign.=0.0149), Uji korelasi Pearson antara vitamin A dan ferritin adalah 0.2803 (p<0.05).
STATUS BESI DAN STATUS ANEMIA PENGGUNA DAN BUKAN PENGGUNA JAMBU TAMBAH DARAH Sukati Saidin; Y. Krisdinamurtirin; Effendi Rustan; Ance Murdiana; Sri Hartati
Penelitian Gizi dan Makanan (The Journal of Nutrition and Food Research) JILID 15 (1992)
Publisher : Persagi

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.22435/pgm.v0i0.2254.

Abstract

Telah dilakukan penelitian tentang Khasiat Jamu Tambah Darah terhadap status besi dan status anemia pekerja wanita di duaa pabrik tekstil dan satu pabrik bola lampu di Daerah Istimewa Yogyakarta. Subyek teerdiri dari tiga kelompok: 100 orang pengguna jamu tambah darah (TD), 98 orang pengguna jamu lain (JL), dan 97 orang bukan pengguna jamu sebagai kelompok kontrol (K). Keadaan sosial ekonomi dan konsumsi makanan tidak berbeda nyata antar kelompok. Demikian pula rata-rata berat badan dan tinggi badan antar kelompok subyek. Rata-rata kadar Hb masing-masing kelompok berturut-turut 12.4, 11.9 g dan 12.1 g/dl, untuk kelompok TD, JL dan K; perbedaan ini tidak berbeda nyata secara statistik. Pada kelompok TD, JL dan K terdapat masng-masing 12.0%, 16.5% dan 16.5% subyek yang berstatus feritin rendah. Rata-rata kadar besi serum, berturut-turut 72.2 ug, 70.1 ug dan 64.7 ug/dl masing-masing untuk kelompok TD, JL dan K. Rata-rata kadar besi serum kelompok TD berbeda nyata dengan kelompok JL maupun K; tetapi tidak berbeda nyata antara kelompok JL dengan kelompok K. Subyek yang berstatus besi rendah masing-masing 14.4%, 21.1% dan 26.6% pada kelompok TD, JL dan K yang berbeda nyata hanya antar kelompok TD dan K. Mengkonsumsi jamu tambah darah dapat mengangkat kadar HB dan status anemia, tetapi belum menunjukkan dampak yang nyata terhadap penurunan anemia.
PENGARUH BERBAGAI FAKTOR TERHADAP TIMBULNYA CEMARAN AFLATOKSIN JAGUNG DI TINGKAT RUMAH TANGGA DAN TINGKAT PEMASARAN Moecherdiyatiningsih Moecherdiyatiningsih; Sukati Saidin; Muhilal Muhilal
Penelitian Gizi dan Makanan (The Journal of Nutrition and Food Research) JILID 15 (1992)
Publisher : Persagi

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.22435/pgm.v0i0.2255.

Abstract

Telah diteliti cemaran aflatoksin jagung konsumsi di daerah Wonosobo yang merupakan daerah dataran tinggi dan di daerah Grobongan yang merupakan daerah dataran rendah. Sampel jagung diambil di tingkat rumah tangga dan pemasaran setempat, dalam bentuk pipilan dan jonggolan yang mengalami masa penyimpanan 0-1, 3-4, 6-8 dan 10-12 bulan. Analisis aflatoksin dilakukan dengan metoda BF-AOAC. Hasil survei cemaran aflatoksin ini menunjukkan bahwa letak geografis (dataran rendah), bentuk penyimpanan (pipilan) serta lama penyimpanan berpengaruh pada tingginya cemaran aflatoksin jagung. Cemaran aflatoksin jagung yang disimpan di rumah tangga sampai 1 tahun di daerah Wonosobo dan 8 bulan di daerah Grobogan masih di bawah 30 ppb-suatu kadar yang dianggap dapat membahayakan kesehatan. Rendahnya cemaran aflatoksin ini karena masyarakat mempunyai cara tradisional menyimpan jagung pada para-para di atas tungku yang mengurangi peluang tumbuhnya jamur Aspergillus flavus yang memproduksi aflatoksin. Jagung yang dipasarkan di pasar setempat dan telah mengalami penyimpanan sampai 4 bulan, cemaran aflatoksinnya masih di bawah 30 ppb. Hasil penelitian ini menggambarkan bahwa pemmantauan cemaran aflatoksin yang diperlukan hanya untuk jagung yang ada di tingkat pasar dengan lama penyimpanan lebih dari 4 bulan.
HUBUNGAN KEBIASAAN MAKAN PAGI DENGAN KONSENTRASI BELAJAR Sukati Saidin; Y. Krisdinamurtirin; Ance Murdiana; Moecherdiyatiningsih Moecherdiyatiningsih; Lies Darwin Karyadi; Sri Murni
Penelitian Gizi dan Makanan (The Journal of Nutrition and Food Research) JILID 14 (1991)
Publisher : Persagi

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.22435/pgm.v0i0.2204.

Abstract

Telah dilakukan penelitian Hubungan Kebiasaan Makan Pagi dan Konsentrasi Belajar Pada Anak Sekolah Dasar di 10 Sekolah Dasar di wilayah Kabupaten Bogor. Sampel penelitian diambil anak sekolah dasar kelas 4, 5 dan 6 dengan umur antara 9-14 tahun. Sampel dipilih anak yang sehat (bebas dari penyakit menahun) mempunyai status gizi normal. Sampel dikelompokkan menjadi 4 yaitu: (1) kelompok makan pagi tidak anemia (MP-TA). (2) Kelompok makan pagi anemia (MP-A). (3) Kelompok tidak makan pagi tidak anemia (TMP-TA). (4) Kelompok tidak makan pagi anemia (TMP-A). Sebelum dilakukan matching (berpasangan) berdasarkan jenis kelamin, umur dan asal sekolah, kelompok MP-TA terdiri dari 120 anak, MP-A sebanyak 84 anak, kelompok TMP-TA sebanyak 93 anak dan kelompok TMP-A sebanyak 95 anak. Setelah dipasangkan (matching) berdasarkan jenis kelamin, umur dan kelas yang sama untuk masing-masing kelompok diperoleh 57 pasang. Terhadap semua anak (sebelum dan sesudah dipasangkan) dilakukan test konsentrasi yang dilakukan pada jam yang sama yaitu pukul 9.00 pagi. Cara yang digunakan untuk uji konsentrasi adalah cara Bourdon, cara digit symbol tanpa dan dengan gangguan. Rata-rata hasil test konsentrasi dengan cara Bourdon untuk ke-4 kelompok sebagai berikut: 97.6, 92.4, 91.6 dan 90.1 (untuk lembar pertama) dan 112.3, 106.2, 110.3 dan 108.7 (untuk lembar kedua) masing-masing untuk kelompok MP-TA, MP-A, TMP-TA, dan TMP-A (tidak berpasangan). Dengan menggunakan uji-t test ternyata hasil test konsentrasi belajat dengan cara ini tidak berbeda nyata (P<0.05). Rata-rata hasil test konsentrasi belajar keempat kelompok setelah berpasangan untuk lembar pertama masing-masing sebesar 96.4, 95.1, 90.4 dan 90.1 dan sebesar 110.1, 109.9, 111.5 dan 107.3 (untuk lembar kedua). Hasil uji statistik dengan anova juga tidak menunjukkan perbedaan yang bermakna (P<0.05). Rata-rata hasil test konsentrasi keempat kelompok (tidak berpasangan), dengan cara digit symbol tanpa dan dengan gangguan menunjukkan angka sebagai berikut: 37.5, 34.3, 35.0 dan 29.1 (tanpa gangguan) dan 40.7, 38.5, 38.9 dan 32.2 (dengan gangguan). Hasil uji statustik dengan t-test menunjukkan bahwa ada perbedaan yang sangat nyata antara kelompok yang diuji (P 0.01), kecuali antara kelompok MP-TA dengan TMP-TA, perbedaannya hanya nyata P < 0.05 (tanpa gangguan). Sedangkan hasil uji statistik test konsentrasi dengan gangguan, yang tampak berbeda nyata hanya antara kelompok TMP-TA dengan TMP-A dan antara MP-A dengan TMP-A, untuk kelompok MP-TA dengan MP-A dan MP-TA dengan TMP-TA, tidak ada perbedaan yang nyata. Rata-rata hasil uji konsentrasi keempat kelompok (berpasangan), dengan cara digit system adalah berturut-turut 36.5, 34.3, 35.0 dan 29.1 (tanpa gangguan) dan 39.8, 38.5, 38.9 dan 32.2 (dengan gangguan). Hasil uji statistik keempat kelompok (berpasangan) dengan menggunakan uji Anova menunjukkan bahwa kebiasaan makan pagi dan keadaan anemia berpengaruh nyata pada konsentrasi belajar dengan nilai F=8.142 dan 7.861. Daru uji Anova tampak bahwa ada interaksi nyata antara kebiasaan makan pagi dengan anemia terhadap konsentrasi belajar anak. Hal ini menunjukkan bahwa anak yang tidak biasa makan pagi dan menderita anemia sangat merugikan, karena kelompok ini ternyata mempunyai daya konsentrasi paling rendah. Dapat disimpulkan bahwa kebiasaan tidak makan pagi dan keadaan anemia berpengaruh nyata terhadap konsentrasi belajar anak sekolah.