Claim Missing Document
Check
Articles

Pemetaan Tingkat Kerawanan Longsor Berdasarkan Curah Hujan dan Geologi Menggunakan Metode Fuzzy Logic Di Kecamatan Leupung Kabupaten Aceh Besar Rasyid Alkhoir Lubis; Muhammad Rusdi; Hairul Basri
Jurnal Ilmiah Mahasiswa Pertanian Vol 3, No 2 (2018): Mei 2018
Publisher : Fakultas Pertanian, Universitas Syiah Kuala

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (406.27 KB) | DOI: 10.17969/jimfp.v3i2.7506

Abstract

Abstrak. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui tingkat kerawanan longsor di Kecamatan Leupung Kabupaten Aceh Besar. Penelitian ini dilakukan menggunakan SIG dengan Metode Fuzzy Logic. Curah Hujan dan Geologi sebagai variabel input dan tingkat kerawanan longsor sebagai variabel output metode fuzzy logic. Beberapa tahapan yang dilakukan dalam metode ini antara lain : fuzzyfication, inferensi dan defuzzyfication. Secara umum, tahapan penelitian persiapan, pra analisis data, analisis data dan output.. Penelitian ini dilakukan karena Kecamatan Leupung berbukit, berlereng, tersusun dari material sedimen termasuk batuan pegunungan dan memiliki curah hujan yang lebih tinggi dibandingkan dengan kecamatan lainnya di lingkup Kabupaten Aceh Besar.Hasil penelitian memperoleh hasil bahwa Kecamatan Leupung didominasi dengan tingkat kerawanan longsor kategori rendah dan sedang. Tingkat kerawanan longsor rendah seluas 16.486,01 ha (97,97 %) dan tingkat kerawanan longsor sedang seluas 342,37 ha (2,03 %). Kedua faktor yaitu curah hujan dan geologi saling mempengaruhi sehingga membedakan nilai defuzzyfication serta kelas kerawanan longsor. Abstract. This study aims to determine the level of landslide vulnerability in Leupung District, Aceh Besar District. This research was conducted using GIS with Fuzzy Logic Method. Rainfall and Geology as input variables and landslide vulnerability as output variables fuzzy logic method. Some of the steps performed in this method include: fuzzyfication, inference and defuzzyfication. In general, the stages of preparatory research, pre-data analysis, data analysis and output. This research was conducted because the hilly Leupung District, the slopes, composed of sedimentary materials including mountainous rocks and had higher rainfall compared to other sub-districts in Aceh Besar .The result of this research is that Leupung District is dominated by low and medium category avalanche vulnerability. Low landslide vulnerability of 16,486.01 ha (97.97%) and moderate landslide vulnerability of 342.37 ha (2.03%). Both factors are rainfall and geology influence each other so as to distinguish the defuzzyfication value and the class of landslide vulnerability.
Sebaran Spasial Permeabilitas Tanah di Kecamatan Kota Jantho Kabupaten Aceh Besar Maulana Abdul Hakim; Manfarizah Manfarizah; Muhammad Rusdi
Jurnal Ilmiah Mahasiswa Pertanian Vol 3, No 2 (2018): Mei 2018
Publisher : Fakultas Pertanian, Universitas Syiah Kuala

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (529.039 KB) | DOI: 10.17969/jimfp.v3i2.7476

Abstract

Abstrak. Tanah, air, udara merupakan sumber daya alam utama yang sangat penting dalam kehidupan terutama dibidang pertanian. Oleh karena itu keadaan tanah harus selalu dijaga dan dilestarikan agar dapat dimanfaatkan sesuai dengan fungsinya begitu juga dengan air dan udara yang berpengaruh terhadap pembentukan tanah. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui tingkat permeabilitas tanah terhadap erosi di Kecamatan Kota Jantho Kabupaten Aceh Besar. Metode penelitian menggunakan metode survei yang didasarkan pada hasil pengamatan di lapangan  dan analisis tanah di laboratorium, sedangkan analisis spasial menggunakan SIG dengan konsep Interpolasi. Hasil pengamatan di wilayah kajian didapatkan 4 kriteria tingkat permeabilitas yaitu sangat lambat, agak lambat, lambat, dan sedang.Spatial Distribution Of Land Permeability at Kota Jantho Sub-distrik Aceh BesarAbstract. Land, water, air are the most important natural resources in life, especially in agriculture. Therefore the condition of the soil should always be maintained and preserved in order to be utilized in accordance with its function as well as water and air that affect the formation of soil. This study aims to determine the level of soil permeability to erosion in Kecamatan Kota Jantho Kabupaten Aceh Besar. The research method used survey method based on field observation and soil analysis in laboratory, while spatial analysis using GIS with Interpolation concept. The result of observation in the study area found 4 criteria of permeability level that is very slow, somewhat slow, slow, and medium.
Kajian Laju Infiltrasi dengan Teknik Biopori di Kecamatan Seruway Kabupaten Aceh Tamiang Eka Aulia; Muhammad Rusdi; Hairul Basri
Jurnal Ilmiah Mahasiswa Pertanian Vol 7, No 1 (2022): Februari 2022
Publisher : Fakultas Pertanian, Universitas Syiah Kuala

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (538.254 KB) | DOI: 10.17969/jimfp.v7i1.18356

Abstract

Abstrak. Infiltrasi merupakan proses masuknya air ke dalam tanah secara vertikal. Air hujan yang jatuh ke permukaan tanah akan masuk ke dalam tanah dan akan tertampung di dalam tanah  yang selanjutnya akan mengalir ke tempat lain yang lebih rendah apabila pori tanah telah terisi sepenuhnya dengan air, air akan mengalir ke tempat lain sebagai aliran permukaan (runoff). Lubang resapan biopori (LRB) merupakan suatu teknik konservasi yang dapat membantu penyerapan air ke dalam tanah lebih besar sehingga laju infilltrasi menjadi lebih cepat, hal ini disebabkan karena adanya bahan organik yang ditambahkan ke dalam lubang. aktivitas mikroorganisme untuk mendekomposisi bahan organik di dalam lubang menciptakan pori-pori di dalam tanah. Pori tanah merupakan ruang di dalam tanah yang diisi oleh udara. Pori tanah yang tercipta oleh aktivitas  mikroorganisme akan membantu meloloskan air ke tanah. Semakin banyak pori maka air akan lebih cepat masuk  ke dalam tanah. Laju infiltrasi ditentukan dengan melakukan pengukuran langsung di lapangan menggunakan alat double ring infiltrometer. Pengukuran laju infiltrasi dengan Lubang Resapan Biopori (LRB) dilakukan berdasarkan metode pengukuran basic infiltration rate menurut FAO. Laju infiltrasi dengan LRB diukur dengan memasukkan air ke dalam lubang hingga mencapai laju infiltrasi konstan yang memiliki kedalaman 40 cm. Hasil pengukuran laju infiltrasi di lapang kemudian diuraikan dengan grafik untuk memperoleh data laju infiltrasi terendah dan tertinggi pada lokasi penelitian. Sebanyak 5 LRB dibuat dibeberapa desa di Kecamatan Seurway. Selain pengukuran laju infiltrasi dengan LRB, dilakukan juga analisis sampel tanah pada lokasi penelitian. Parameter yang diukur karakteristik tanah yang mempengaruhi laju infiltrasi yaitu tekstur, kadar air, porositas, bulk density. Hasil pengukuran di lapangan menunjukkan bahwa pengaplikasian LRB dapat meningkatkan laju infiltrasi tanah dengan laju infiltrasi berkisar  9,5 – 17 cm atau 540 – 1020.Abstract. Infiltration is the process of water entering the soil vertically. Rainwater that falls to the ground surface will enter the soil and will be accommodated in the soil which will then flow to another lower place when the soil pores are completely filled with water, the water will flow to another place as surface runoff. Biopore infiltration hole (LRB) is a conservation technique that can help the absorption of water into the soil is greater so that the infiltration rate becomes faster. The infiltration rate becomes faster is due to the presence of organic matter added to the hole, the activity of microorganism to decompose organic matter in the hole creates pores in the soil.  Soil pores are spaces in the soil that are filled with air. Soil pores created by the activity of microorganisms will help pass water into the soil. The more pores, the faster the water will enter the soil.  The infiltration rate was determined by measuring directly in the field using a double ring infiltrometer. Measurement of infiltration rate with Biopore infiltration hole (LRB) is carried out based on the basic infiltration measurement method according to FAO. The infiltration rate with LRB was measured by inserting water into the hole until it reached a constant infiltration rate which had a depth of 40 cm. The results of the infiltration rate measurement in the field are then discribed with a graph to obtain the lowest and the highest infiltration rate data. A total of 5 LRBs were made in several villages in Seurway District. In addition to measuring the infiltration rate with LRB, soil sample analysis was also carried out at the study site. Parameters measured by soil characteristics that affect the infiltration rate are texture, water content, porosity, and bulk density. The results of field measurements show that the application of LRB can increase the infiltration rate of the soil with infiltration rates ranging from 9,5 – 17 cm atau 540 – 1020.
Analisis Penggunaan Lahan Basah Eksisting Berdasarkan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) di Kawasan Peri Urban Kota Banda Aceh (Studi Kasus: Kecamatan Darul Imarah Kabupaten Aceh Besar) Desra Sahputra; Muhammad Rusdi; Sugianto Sugianto
Jurnal Ilmiah Mahasiswa Pertanian Vol 2, No 4 (2017): November 2017
Publisher : Fakultas Pertanian, Universitas Syiah Kuala

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (272.683 KB) | DOI: 10.17969/jimfp.v2i4.5211

Abstract

Abstrak. Penyimpangan penggunaan lahan sangat sering terjadi terhadap rencana tata ruang wilayah (RTRW). Daerah pinggiran kota merupakan wilayah yang banyak mengalami perubahan penggunaan lahan terutama perubahan penggunaan lahan pertanian menjadi non pertanian. Adapun tujuan penelitian untuk menganalisis tingkat keselarasan penggunaan lahan basah eksisting di Kecamatan Darul Imarah berdasarkan RTRW. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode deskriptif dengan teknik survai. Sedangkan analisis data spasial menggunakan SIG dengan konsep extract, overlay dan reclassify. Hasil kajian menunjukkan sebesar 583,94 ha (86,68%) sawah eksisting di kawasan kajian telah selaras dengan RTRW dan yang tidak selaras yaitu sebesar 0,15 ha (0,02%). Sementara 89,57 ha (13,3%) sawah eksisting lainnya ditemukan belum selaras dengan RTRW Kabupaten Aceh Besar tahun 2012-2032.The Use of Existing Wetland Analysis Based On Spatial Planning in Peri Urban Area in Banda Aceh (Case study: Darul Imarah Subdistrict Aceh Besar Regency)Abstract. The deviation of land use is very frequent happened to spatial planning. Suburban areas are areas which undergo many changes in land use, especially changes in the use of agricultural land to non-agricultural. The purpose of the research is to analyze the aligned level of the existing wetland use in Darul Imarah sub-district based on spatial planning. The method used in this research was descriptive method with survey technique. While the spatial data analysis was using GIS with extract, overlay and reclassify concept. The result of the study showed that 583.94 ha (86.68%) of the existing fields in the study area were aligned with the RTRW and the non-aligned ones were 0.15 ha (0.02%). Meanwhile, 89.57 ha (13.3%) of other existing rice fields had not been aligned with the spasial planning of Aceh Besar Regency in 2012-2032.
Identifikasi Kebakaran Hutan dengan menggunakan Citra Sentinel-2 pada Kawasan Hutan Seulawah Agam, Aceh Besar Indri Arizky; Muhammad Rusdi; Sugianto Sugianto
Jurnal Ilmiah Mahasiswa Pertanian Vol 7, No 3 (2022): Agustus 2022
Publisher : Fakultas Pertanian, Universitas Syiah Kuala

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (1096.019 KB) | DOI: 10.17969/jimfp.v7i3.20977

Abstract

Abstrak. Kebakaran hutan merupakan suatu bentuk bencana yang di picu oleh faktor alam maupun faktor kelalaian manusia, bencana ini mempunyai dampak terhadap aspek-aspek kehidupan masyarakat. Salah satu dampaknya adalah degradasi hutan dan lahan terutama keanekaragaman hayati didalamnya. Untuk dapat menyusun rencana rehabilitasi pasca kebakaran pada wilayah yang luas dibutuhkan data area terbakar yang sudah terklasifikasi tingkat keparahan terbakarnya Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Februari sampai Mei 2021 di Kawasan Hutan Seulawah Agam dan analisis data serta pembuatan peta dilakukan di Laboratorium Penginderaan Jauh dan Kartografi Program Studi Ilmu Tanah Fakultas Pertanian, Universitas Syiah Kuala. Pada penelitian ini akan melakukan perhitungan tingkat keparahan terbakar pada kebakaran tahun 2018 di kawasan hutan seulawah agam. Data areal terbakar dianalisis dengan metode Normalized Burn Ratio dari Citra sentinel-2 yang menggunakan kanal Near Infra Red (NIR) dan kanal Short Wave Infra Red (SWIR). Metode NBR memiliki 4 kelas yaitu Tidak Terbakar, Tingkat Keparahan Rendah, Tingkat Keparahan Sedang, Tingkat Keparahan Tinggi. Hasil analisis uji akurasi pada tahun 2018 overall accuracy NBR memiliki nilai sebesar 86,05% dan nilai kappa accuracy nya 79,60%Forest fire identification using sentinel-2 imagery Seulawah Agam Forest, Aceh BesarAbstract. Forest fire is a form of natural disaster that is triggered by naturals factor or human mistaken; this disaster has an impact on society. Forest-land degradation and extinction of biodiversity are one or more impacts of a forest fire. Post-fire forest rehabilitation planning as a solution has to stack by Land forest fire area as an essential data that has been classification the level of a forest fire. The research has been carried out from February to May 2021 in the Seulawah Agam Forest area. Data analysis and mapping were formed in the Remote sensing and Carthograpy laboratory of the Agriculture Faculty of Syiah Kuala University. The research prefers to count forest fire levels in 2018 in the Seulawah Agam Forest area. Normalized Burn Ratio in Citra Sentinel-2 Near Infra-Red (NIR) and Short Wave Infra-Red (SWIR) was used for data analysis. NBR Methode uses 4 class levels: un-fire level severity, low-level severity, medium level severity, and high-level severity. The accurate analisy result in 2018 is overall accuracy which is 86% point result and Kappa Accuracy is 79,60% points.
Analisis Citra Resolusi Menengah Untuk Menghitung Tanaman Kelapa Sawit Nurul Oya; Yulia Dewi Fazlina; Muhammad Rusdi
Jurnal Ilmiah Mahasiswa Pertanian Vol 7, No 3 (2022): Agustus 2022
Publisher : Fakultas Pertanian, Universitas Syiah Kuala

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (769.9 KB) | DOI: 10.17969/jimfp.v7i3.20884

Abstract

Abstrak. Kelapa sawit merupakan salah satu sektor perkebunan terbesar di Indonesia, dengan demikian proses perhitungan jumlah kelapa sawit guna menghitung jumlah produksi dan penggunaan pupuk menjadi salah satu pekerjaan yang membutuhkan biaya yang sangat besar. Maka dilakukanlah perhitungan jumlah kelapa sawit secara otomatis dengan menggunakan metode Template Matching yang memanfaatkan citra resolusi menengah. Pengamatan meliputi posisi dan jumlah tanaman kelapa sawit yang berhasil terdeteksi. Hasil analisis didapatkan bahwa tidak ada kelapa sawit yang berhasil terdeteksi pada citra satelit yang memiliki resolusi spasial 60-10 m tersebut.Medium Resolution Image Analysis for Counting Palm Oil PlantAbstract. Palm oil is one of the largest plantation sectors in Indonesia, thus the process of calculating the amount of palm oil in order to calculate the amount of production and use of fertilizers is one of the jobs that requires very large costs. Then the calculation of the number of palm oils is carried out automatically using the Template Matching method which utilizes medium resolution images. Observations include the position and number of oil palm plants that have been detected. The results of the analysis showed that no oil palm was detected in the satellite image which has a spatial resolution of 60-10 m.
Perubahan Penggunaan Lahan Tahun 2005/2019 setelah Tsunami Studi Kasus di Pulau Bunta Sartika Musliani; Abubakar Karim; Muhammad Rusdi
Jurnal Ilmiah Mahasiswa Pertanian Vol 5, No 1 (2020): Februari 2020
Publisher : Fakultas Pertanian, Universitas Syiah Kuala

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (594.684 KB) | DOI: 10.17969/jimfp.v5i1.13819

Abstract

Abstrak. Pulau Bunta menjadi salah satu kawasan dengan kerusakan terparah pasca bencana tsunami, hingga merusak semua bangunan pemukiman warga, fasilitas seperti dermaga dan jalan, serta lahan perkebunan warga dan sebagian vegetasi hutan pesisir. Pasca tsunami lahan di Pulau Bunta yang terkena bencana perlahan dilakukan rehabilitasi kembali. Pemanfaatan lahan tersebut dipengaruhi oleh kondisi alamiah maupun kebijakan Pemerintah terkait dengan potensi yang ada, termasuk pemanfaatan lahan pada kawasan pulau-pulau kecil seperti halnya Pulau Bunta.  Adapun perencanaan tata guna lahan pada kawasan pulau-pulau kecil diatur dalam Pasal 27 ayat (2) UU No. 27 Tahun 2007 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil (Peraturan Pemerintah Republik Indonesia, 2010). Perubahan pada tata guna lahan Pulau Bunta dapat diamati dengan metode digitasi visual on screen terhadap peta Pulau Bunta tahun 2005 dan 2019. Hasil deskripsi digitasi peta Pulau Bunta tahun 2005 dan 2019 menunjukkan terdapat banyak perubahan dari kerusakan semua bangunan dan vegetasi pada tahun 2005 hingga terdapat rumah-rumah warga, kantor desa, beberapa fasilitas seperti balai, toilet umum, dermaga, bangunan pembangkit listrik tenaga surya (PLTS), serta vegetasi Pulau Bunta yang sudah banyak berkembang sesuai dengan formasi vegetasi pantai berpasir.Kata kunci: Pulau Bunta, Penggunaan lahan, Tsunami. Land Use Changes in 2005/2019 after the Tsunami on Case Study at Bunta IslandAbstract. Bunta Island became one of the areas with the most severe damage after the tsunami, to damage all residential buildings, facilities such as docks and roads, as well as residents' plantations and some coastal forest vegetation. After the tsunami the land on the affected island of Bunta was slowly rehabilitated. Land use is influenced by natural conditions and government policies related to existing potential, including land use in small island areas such as Bunta Island. The land use planning in the area of small islands is regulated in Article 27 paragraph (2) of Law no. 27 of 2007 concerning Management of Coastal Areas and Small Islands (Government Regulation of the Republic of Indonesia, 2010). Changes to the land use of Bunta Island can be observed by visual digitizing method on the map of Bunta Island in 2005 and 2019. The results of the digitization map of Bunta Island in 2005 and 2019 show that there are many changes from damage to all buildings and vegetation in 2005 until there are houses residents' houses, village offices, several facilities such as halls, public toilets, jetties, solar power building (PLTS), and vegetation of Bunta Island which has developed in accordance with the formation of sandy beach vegetation.                                                                                   Keywords: Bunta Island, land use, Tsunami.
Proses Segmentasi pada Object Based Imaged Analysis Mutiara Ramadhani; Muhammad Rusdi; Abubakar Karim
Jurnal Ilmiah Mahasiswa Pertanian Vol 7, No 2 (2022): Mei 2022
Publisher : Fakultas Pertanian, Universitas Syiah Kuala

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (382.194 KB) | DOI: 10.17969/jimfp.v7i2.19851

Abstract

Abstrak. Pemetaan jenis mangrove di Kota Langsa menggunakan metode segmentasi OBIA. Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui tingkat akurasi pemetaan jenis mangrove. Penelitian dilakukan melalui beberapa tahapan kegiatan yaitu persiapan, pra pengolahan citra, analisis data, segmentasi dan klasifikasi, uji akurasi. Pada penelitian ini proses klasifikasi yang telah selesai dilakukan mendapatkan 3 level kelas klasifikasi berupa vegetasi dan non vegetasi, mangrove dan non mangrove, serta jenis-jenis mangrove yang terdiri dari Rhizopora sp. ,Ceriops sp. , Bruguiera gymnorizha, dan Xylocarpus granatum. Hasil ini diekspor ke dalam bentuk shapefile (.shp) untuk dapat dihitung luas klasifikasi tiap level kelas pada perangkat lunak ArcGIS 10.8. level 1 terdiri atas kelas vegetasi dan non vegetasi seluas 12.533,50 ha dan 8.856,80 ha, (ii) level 2 dari kelas vegetasi terdiri atas kelas mangrove dan non mangrove dengan luasan 4.558,35 ha dan 7.975,15 ha , sedangkan level 3 dari kelas mangrove terdiri dari Rhizopora sp seluas 1.184,55 ha, Ceriops sp seluas 1.159,10 ha, Bruguiera gymnorizha seluas 1.069,68 ha, dan Xylocarpus granatum seluas 1.113.50 ha. pada kelas vegetasi dan non vegetasi adalah 100% dengan nilai kappa 1, kemudian pada kelas mangrove dan non mangrove adalah 99% dengan nilai kappa 0.99, sedangkan pada kelas jenis mangrove sebesar 100% dengan nilai kappa 1, dimana hasil uji akurasi tersebut termasuk ke dalam kelas sangat kuat.Segmentation Process in Object Based Image AnalysisAbstract. Mapping of mangrove species in Langsa City using the OBIA. This research was conducted to determine the level of accuracy of mapping mangrove species.The research was conducted through several stages of activities, namely preparation, pre-image processing, data analysis, segmentation and classification, accuracy test. In this study, the classification process that has been completed gets 3 levels of classification classes in the form of vegetation and non-vegetation, mangrove and non-mangrove, as well as mangrove species consisting of Rhizopora sp. ,Ceriops sp. , Bruguiera gymnorizha, and Xylocarpus granatum. These results are exported in the form of a shapefile (.shp) to be able to calculate the classification area for each class level in ArcGIS 10.8 software. level 1 consists of vegetation and non-vegetation classes covering an area of 12,533.50 ha and 8,856.80 ha, (ii) level 2 of the vegetation class consists of mangrove and non-mangrove classes with an area of 4,558.35 ha and 7,975.15 ha, while level 3 from the mangrove class consisting of Rhizopora sp covering an area of 1,184.55 ha, Ceriops sp covering an area of 1,159.10 ha, Bruguiera gymnorizha covering an area of 1,069.68 ha, and Xylocarpus granatum covering an area of 1,113.50 ha. in the vegetation and non-vegetation classes it is 100% with a kappa value of 1, then in the mangrove and non-mangrove classes it is 99% with a kappa value of 0.99, while in the mangrove species class it is 100% with a kappa value of 1, where the accuracy test results are included in very strong class.
Analisis Spasial Tanaman Kopi Arabika Berdasarkan Ketinggian Tempat di Kabupaten Gayo Lues Tada Syalahuddin; Sugianto Sugianto; Muhammad Rusdi
Jurnal Ilmiah Mahasiswa Pertanian Vol 4, No 2 (2019): Mei 2019
Publisher : Fakultas Pertanian, Universitas Syiah Kuala

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (526.334 KB) | DOI: 10.17969/jimfp.v4i2.11039

Abstract

Abstrak. Penelitian ini bertujuan untuk memetakan luas dan sebaran tanaman kopi arabika berdasarkan ketinggian tempat di Kabupaten Gayo Lues. Penelitian ini dilakukan dengan metode deskriptif dengan teknik survei yang terdiri dari empat tahapan yaitu tahapan persiapan, pra pengolahan citra satelit, survey lapangan dan analisis data spasial. Adapun hasil dari penelitian ini diketahui bahwa sebaran tanaman kopi arabika yang dibudidayakan diatas ketinggian 1200 – 1400 m dpl memiliki luas 757,83 ha, sedangkan tanaman kopi arabika yang ditanam di atas ketinggian 1600 – 1800 m dpl memiliki luas 0,48 ha.Spatial Analysis of Arabica Coffee Plants Based on Altitude Place  in Gayo Lues RegencyAbstract. This study aims to map out the area and distribution of arabica coffee plants by altitude in the district of Gayo Lues. This research was conducted with descriptive methods with survey techniques consisting of four stages, namely the preparation stage, pre-processing of satellite images, field surveys and spatial data analysis. The results of this research note that the distribution of arabica coffee plants are cultivated on an altitude of 1200 - 1400 m dpl has an area of 757.83 ha, while arabica coffee plants grown above an altitude of 1600 to 1800 m dpl has an area of 0.48 ha.
Penentuan Tingkat Kerawanan Longsor Menggunakan Sistem Informasi Geografis Berdasarkan Parameter Curah Hujan (Studi Kasus di Kecamatan Tangse) Fadhi Maireza Putra; Muhammad Rusdi; Hairul Basri
Jurnal Ilmiah Mahasiswa Pertanian Vol 4, No 1 (2019): Februari 2019
Publisher : Fakultas Pertanian, Universitas Syiah Kuala

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (401.984 KB) | DOI: 10.17969/jimfp.v4i1.10205

Abstract

Kecamatan Tangse terdiri dari wilayah pegunungan dan memiliki tingkat intensitas curah hujan yang sangat tinggi sehingga sering mengalami tanah longsor. Salah satu upaya yang dapat dilakukan untuk mengurangi kerugian yang diakibatkan longsor adalah dengan mengetahui tingkat kerawanan longsor menggunakan sistem informasi geografis. Sistem informasi geografis merupakan suatu sistem komputer yang berfungsi untuk memperoleh, menyimpan, menghitung, menganalisis, dan menampilkan data geospasial. Penelitian ini bertujuan untuk memetakan tingkat kerawanan longsor dan mengetahui validitas berdasarkan kejadian longsor eksisting dengan menggunakan SIG di Kecamatan Tangse. Ada beberapa parameter yang berpengaruh terhadap terjadinya longsor salah satunya adalah curah hujan. Hasil penelitian menunjukan bahwa tingkat kerawanan longsor di Kecamatan Tangse terdiri dari rendah 7,054,81 ha (8,94%), sedang 68,451,21 ha (86,8%), tinggi 3,353,66 ha (4,25%) dan sangat tinggi 0,09 ha (0,01%) dari jumlah luas keseluruhan Kecamatan Tangse.Determination of Landslide Vulnerability Using a Geographic Information Systems Based on Rainfall Parameters Case Study In Tangse DistricTangse District consists of mountainous areas and has a very high intensity of rainfall so it often experiences landslides. One effort that can be done to reduce losses caused by landslides is to find out the level of vulnerability of landslides using a geographic information system. Geographical information system is a computer system that functions to obtain, store, calculate, analyze, and display geospatial data. This study aims to map the level of landslide vulnerability and determine the validity based on existing landslide events using GIS in Tangse District. There are several parameters that influence the occurrence of landslides, one of which is rainfall. The results showed that the level of landslide vulnerability in Tangse District consisted of a low of 7.054.81 ha (8.94%), while it was 68,451.21 ha (86.8%), a height of 3,353.66 ha (4.25%) and very high 0.09 ha (0.01%) of the total area of the Tangse District.