Claim Missing Document
Check
Articles

Found 8 Documents
Search

IMPLEMENTASI KEBIJAKAN PENDIDIKAN BELA NEGARA DI TK GARUDA VI MEDARI SLEMAN YOGYAKARTA Fitria, Hidayatul
Spektrum Analisis Kebijakan Pendidikan Vol 6, No 7 (2017): spektrum analisis kebijakan pendidikan
Publisher : Fakultas Ilmu Pendidikan

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.21831/sakp.v6i7.10301

Abstract

AbstrakPenelitian ini bertujuan untuk: (1) Mendeskripsikan Implementasi Kebijakan Pedidikan BelaNegara di TK Garuda VI Sleman Yogyakarta, (2) Mengidentifikasi faktor pendukung danpenghambat dalam Implementasi. Penelitian ini adalah deskriptif kualitatif. Subjek penelitian iniadalah pihak Yayasan Persit Kartika Jaya bagian kependidikan, Kepala Sekolah, dan guru. Teknikpengumpulan data yaitu observasi, wawancara, dan dokumentasi. Analisis data yang digunakanadalah trianggulasi sumber dan teknik. Hasil penelitian menunjukkan: (1) Implementasi KebijakanPendidikan Bela Negara: (a) Pengorganisasian yang terdiri dari penanggung jawab, ketua, sekretaris,bendahara, dan anggota. (b) Interpretasi: Dari awal kebijakan dibuat, pembuat kebijakan sudahmengetahui interpretasi yaitu menanamkan cinta tanah air kepada anak sejak dini dan menyiapkanfasilitas dalam menunjang kegiatan kebijakan bela negara. (c) Aplikasi, terdiri dari empat programyaitu pendidikan kedisiplinan, pendidikan religiositas, Cinta Tanah Air, dan TNI Cilik. (2) Faktorpendukung: (a) komitmen warga sekolah untuk mencapai tujuan yang diharapkan, (b) Situasi disekolah yang nyaman dan kondusif, (c) Sarana prasarana yang memadai, (d) pihak kodim 0732 danYayasan Persit Kartika Jaya yang selalu membantu menjalankan program, (e) orangtua dan komitesekolah yang mendukung keberhasilan program. (3) Faktor Penghambat: (a) Komitmen guru yangrendah, (b) Kurangnya pemahaman siswa terhadap tata tertib, (c) Kurangnya pemahaman orangtuayang terlalu memanjakan anak, (d) Tidak diperbolehkan keluar kelas.Kata kunci: kebijakan pendidikan, pendidikan bela negara
Removal of Foreign Body (Denture) in Esophagus with Rigid Esophagoscope Fachzi Fitri; Hidayatul Fitria
Jurnal Kesehatan Andalas Vol 1, No 2 (2012)
Publisher : Fakultas Kedokteran, Universitas Andalas

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.25077/jka.v1i2.55

Abstract

AbstrakLatar Belakang: Seiring dengan meningkatnya pemakaian gigi palsu, kasus tertelan gigi palsu jugameningkat. Gigi palsu yang tertelan harus segera dikeluarkan, karena bila terlambat akan meningkatkan risikoterjadinya komplikasi. Tujuan: Laporan kasus ini dimaksudkan untuk menjelaskan gambaran klinik, diagnosis danpenatalaksanaan benda asing gigi palsu di esofagus. Kasus: Seorang laki-laki 31 tahun dengan benda asing gigipalsu di esofagus. Penatalaksanaan: Esofagoskopi kaku dilakukan untuk pengangkatan gigi palsu Kesimpulan:Diagnosis benda asing gigi palsu di esofagus ditegakkan berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik, pemeriksaanradiologis dan pemeriksaan esofagoskopi. Esofagoskopi sering dilakukan dalam pengangkatan benda asing diesofagus.Kata kunci: Benda asing, gigi palsu, esofagoskop kakuAbstractBackground: Increasing in the number of people wearing denture, a proportionate increase in theincidence of esophageal impacted denture. Impacted denture has to be removed soon since the diagnosis hasbeen made, because the delay can increase the complication. Purpose: To describe the clinical finding, diagnostictool and management of foreign body (denture) in esophagus. Case: A 31 years old man with impacted denture inesophagus. Management: Rigid esophagoscopy was performed to remove the denture. Conclusion: Removal ofimpacted denture in esophagus was diagnosed based on anamnesis, physical examination, radiological findingand esophagoscopy. Esophagoscopy is often performed in removal of impacted denture in esophagus.Keywords: Foreign body, denture, rigid esophagoscope
Penggunaan Tetes Telinga Serum Autologous dengan Amnion untuk Penutupan Perforasi Membran Timpani Hidayatul Fitria; Yan Edward
Jurnal Kesehatan Andalas Vol 1, No 1 (2012)
Publisher : Fakultas Kedokteran, Universitas Andalas

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.25077/jka.v1i1.8

Abstract

Abstrak Latar Belakang: Gangguan pendengaran atau ketulian mempunyai dampak yang merugikan bagi penderita , keluarga, masyarakat maupun negara. Salah satu penyebab ketulian yang sering dijumpai adalah radang telinga tengah, terutama yang disertai perforasi membran timpani yang menetap. Penutupan perforasi membran timpani dapat dilakukan dengan operatif dan konservatif. Secara konservatif sudah banyak cara yang dilakukan. Salah satunya dengan mengkaustik tepi perforasi dengan menggunakan silver nitrat untuk membuat luka baru, kemudian digunakan amnion sebagai jembatan (bridge) dan faktor regulasi yang terdapat pada tetes telinga serum autologous. Tujuan: Untuk menjelaskan gambaran penggunaan amnion sebagai jembatan dan tetes telinga serum autologous sebagai faktor regulasi. Tinjauan pustaka: Penutupan perforasi membran timpani dapat dilakukan secara konservatif salah satunya dengan menggunakan tetes telinga serum autologous sebagai faktor regulator, amnion sebagai jembatan dan penggunaan silver nitrat pada tepi perforasi untuk membuat luka baru. Serum autologous memiliki asselerator pertumbuhan yaitu epidermal growth factor (EGF) , transforming growth factor β1 (TGF- β1) dan fibronektin. Asselerator pertumbuhan ini dapat kita temukan pada penyembuhan membran timpani normal. Sedangkan membran amnion adalah jaringan semi transparan tipis yang membentuk lapisan terdalam membran fetus dengan susunan membran basalis yang tebal dan jaringan stroma avaskuler. Membran amnion mempercepat pembentukan epitel normal dengan menekan pembentukan jaringan fibrosis. Sel epitel amnion memproduksi faktor pertumbuhan seperti fibroblast growth factor dan transforming growth factor beta. Faktor pertumbuhan akan membantu komunikasi antara epitel dan sel fibroblast stroma untuk menekan proliferasi dan diferensiasi jaringan fibrosis. Kesimpulan: Diperlukan tiga elemen pada penutupan perforasi membran timpani yaitu faktor regulasi, jembatan (bridge) dan membuat luka baru pada tepi perforasi. Kata kunci: tetes telinga serum autologous, membran amnion, perforasi membran timpani Abstract Background: Hearing loss or deafness have an adverse impact on patients, families, communities and the country. One cause of deafness that often met is middle ear inflammation, especially those with persistent tympanic membrane perforation. Closure of tympanic membrane perforation can be performed with operative and conservative. The conservatives have done with a lot of ways. One of them is cauterize edge of perforation by using silver nitrate to make a new wound, then used the amnion as a bridge and regulatory factors present in autologous serum eardrops. Objective: To describe the use of amnion as a bridge and autologous serum eardrops as a regulatory factor. Literature review: Closure of tympanic membrane perforation conservatively can be done either by using the autologous serum eardrops as a factor regulator, amnion as a bridge and the use of silver nitrate on the edge of the perforation to create a new wound. Autologous serum have asselator growth of Epidermal Growth Factor (EGF), Transforming Growth Factor β1 (TGF-β1) and fibronectin. Asselerator growth factor can be found on normal tympanic membrane healing. While the amniotic membrane is semi-transparant thin tissue that forms the deepest layer of fetal membranes with formation of a thick basement membrane and tissue stroma avaskuler. Amniotic membrane accelerate the formation of normal epithelial tissue by pressing the formation of fibrosis. Amniotic epithelial cells produce growth factors such as fibroblast growth factor and transforming growth factor beta. Growth factors will help the communication between epithelial and stromal fibroblast cells to suppress proliferation and differentiation of tissue fibrosis. Conclusion: It takes three elements on the closure of tympanic membrane perforation factor regulation, bridge and make new cuts on the edge of the perforation. Keywords: autologous serum eardrops, amnion membrane, tympanic membrane perforation
HUBUNGAN INTENSITAS KEBISINGAN DENGAN GANGGUAN PENDENGARAN TIPE SENSORINEURAL PADA PEKERJA DI PABRIK KELAPA SAWIT (PKS) PT. X ROKAN HULU TAHUN 2020 Donny Haryxon Tobing; Sri Marhaeni; Hidayatul Fitria; Muhammad Ilham Arfi; Yuharika Pratiwi
Collaborative Medical Journal Vol 4 No 2 (2021): Mei
Publisher : LPPM Universitas Abdurrab

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.36341/cmj.v4i2.2723

Abstract

Gangguan pendengaran sensorineural pada pekerja merupakan suatu kondisi terganggunya pendengaran akibat terpapar suara bising dalam rentang waktu yang lama dan berkelanjutan yang dialami oleh pekerja akibat pekerjaan atau lingkungan kerja. World Health Organization (WHO) (2018) memperkirakan bahwa 1,1 miliar pekerja di seluruh dunia mengalami gangguan pendengaran terkait paparan kebisingan. International Labour Organization (ILO) menyebutkan 60% pekerja mengalami gangguan pendengaran sensorineural, dimana di Asia terutama Malaysia diperoleh prevalensi 23% dan di Indonesia menjadi masalah terbesar penyebab kehilangan jam kerja. Pemerintah membuat pedoman nilai ambang batas (NAB) pendengaran bagi pekerja agar tidak mengalami gangguan pendengaran sensorineural yaitu 8 jam/hari dengan intensitas 80-85 dB. Untuk mengetahui hubungan intensitas kebisingan dengan gangguan pendengaran tipe sensorineural pada pekerja di pabrik kelapa sawit (PKS) PT. X. Penelitian observasional analitik dengan pendekatan cross sectional, pada pekerja pabrik sawit di PT. X. Teknik pengambilan sampel dilakukan dengan cara Total Sampling dengan besar sampel 135 orang dan diuji secara statistik menggunakan uji chi square dan akan menghasilkan nilai p-value. Adanya hubungan intensitas kebisingan dengan gangguan pendengaran tipe sensorineural (p-value = 0,000).
Sosialisasi dan Peningkatan Literasi Bahaya Penggunaan Gadget pada Siswa Kelas 6 di SD Negeri 024 Labuhan Tangga Besar Amin, Bintal; Subiyanti, Subiyanti; Lestari, Sindi; Pradana, Fauzi Ardika; Saputra, Dandi; Cahyani, Veola Resti; Nazirah, Aulia; Fitria, Hidayatul; Ilfajri, Ilfajri; Baiti, Nur; Kurniawan, Hendy
Nanggroe: Jurnal Pengabdian Cendikia Vol 3, No 6 (2024): September
Publisher : Yayasan Daarul Huda Kruengmane

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.5281/zenodo.13731803

Abstract

Saat ini pegguna gadget tidak hanya orang tua dan remaja saja, tetapi anak-anak usia dini sudah menggunaan gadget. Anak-anak menggunakan gadget untuk bermain game online dan menonton video viral di aplikasi Tiktok sehingga mereka lupa tugasnya sebagai anak di rumah dan siswa di sekolah. Kebiasaan menggunakan gadget akan mempengaruhi perilaku anak, seperti jarang cerita dengan orang tua dan tidak membuat tugas sekolah. Sehingga dalam hal ini, penulis mengadakan sosialisasi bahaya penggunaan gadget agar anak-anak mengetahui apa dampak jika menggunakan gadget terlalu lama. Sosialisasi bahaya penggunaan gadget merupakan salah satu program kerja Kuliah Kerja Nyata (KKN). Sosialisasi ini dilaksanakan di SD Negeri 024 Labuhan Tangga Besar, Desa Labuhan Tangga Hilir, Kecamatan Bangko, Kabupaten Rokan Hilir.  Metode dalam penyusunan artikel ini menggunakan kualitatif pendekatan fenomenalogis dari data yang dikumpulkan. Sosialisasi ini dihadiri oleh Mahasiswa Kukerta, Siswa/i, serta Kepala Sekolah, guru, dan staff. Pembahasan dalam penelitian ini menjelaskan tentang konsep penggunaan gadget dan dampak yang ditimbulkan dari penggunaan gadget yang terlalu lama. Sosialisasi ini membantu untuk meningkatkan literasi bahaya penggunaan gadget untuk siswa/i di SD Negeri 024 Labuhan Tangga Besar.
Financing hearing aids for patients with congenital deafness in Indonesia Zachreini, Indra; Bashiruddin, Jenny; Zizlavsky, Semiramis; Tamin, Susyana; Priyono, Harim; Mayangsari, Ika Dwi; Alviandi, Widayat; Supartono, Natasha; Soetjipto, Damayanti; Ranakusuma, Respati; Damayanti, Heditya; Alia, Dina; Hajar Haryuna, Tengku Siti; Harahap, Juliandi; Warto, Nirza; Fitria, Hidayatul
Oto Rhino Laryngologica Indonesiana Vol. 52 No. 1 (2022): VOLUME 52, NO. 1 JANUARY - JUNE 2022
Publisher : PERHATI-KL

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.32637/orli.v52i1.550

Abstract

ABSTRACTBackground: The appropriate management of patients with congenital deafness is installing hearing aids, either external hearing aids or implanted in the ear (cochlear implant), aiming to reduce the medical and social burden, besides improving the quality of life of the sufferers. Objective: To ascertain the cost of hearing aids in patients with congenital deafness, in the form of external hearing aids or cochlear implants. Method: A descriptive study with cross-sectional design using questionnaires through interviews. The sample size was 535 mothers whose children had congenital deafness at 24 hospitals with facilities for establishing a diagnosis of congenital deafness in 17 provinces in Indonesia. Result: Most respondents were aged 30-39 years (55%), occupations were housewives (71.8%), and education level was high school (52.5%). The type of hearing aid used mostly was external (92.7%), with 45.9% paid by personal expense. The surgically planted hearing aids in 22 children was mostly cochlear implants (95.5%), which were financed by the Indonesian Healthcare and Social Security Agency (BPJS) plus personal costs (50%). Discussion: This study found that the most common type of hearing aid used by children with hearing impairments was external hearing aids (92.7%) through independent financing (45.9%). Only 7.3% of patients chose surgery in hearing habilitation, and 95.5% were cochlear implants. The small percentage of surgery were due to the high-priced of cochlear implants, and the government did not cover all financial expenses. Conclusion: Most external hearing aids were paid independently-out-of-pocket, while cochlear implant surgeries were funded by BPJS, plus extra costs independently. ABSTRAKLatar belakang: Penatalaksanaan terbaik untuk penderita tuli kongenital adalah pemasangan alat bantu dengar (ABD), baik berupa ABD eksternal maupun ABD yang ditanam dalam telinga (implan koklea), dengan tujuan untuk mengurangi beban medis dan sosial, serta meningkatkan kualitas hidup penderita. Tujuan: Untuk mengetahui seberapa besar biaya pemasangan ABD pada penderita tuli kongenital, baik berupa ABD eksternal maupun implan koklea. Metode: Penelitian deskriptif dengan rancangan cross sectional study menggunakan kuesioner melalui wawancara. Besar sampel 535 ibu yang anaknya menderita tuli kongenital pada 24 rumah sakit yang memiliki fasilitas penegakkan diagnosis tuli kongenital di 17 provinsi di Indonesia. Hasil: Sebagian besar responden berusia 30-39 tahun (55%), pekerjaan terbanyak adalah ibu rumah tangga (71.8%), dan tingkat pendidikan SMA (52.5%). Jenis ABD yang terbanyak adalah ABD eksternal (92,7%) dengan pembiayaan secara mandiri 45,9%. Pemasangan ABD dengan tindakan operasi dilakukan pada 22 anak, yang terbanyak adalah implan koklea (95,5%) yang dibiayai oleh Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) ditambah dengan biaya sendiri (50%). Diskusi: Penelitian ini mendapati bahwa ABD yang terbanyak digunakan oleh anak dengan gangguan pendengaran adalah ABD eksternal (92,7%) dengan biaya mandiri (45,9%). Habilitasi pendengaran dengan tindakan operasi hanya dilakukan pada 7,3% pasien, berupa implantasi koklea 95,5%. Kecilnya persentase habilitasi bedah dikarenakan tingginya harga implant koklea, dan bantuan dari BPJS tidak meliputi keseluruhan biaya. Kesimpulan: Sebagian besar pembiayaan alat bantu dengar eksternal secara mandiri, sedangkan operasi implan koklea menggunakan biaya BPJS ditambah biaya sendiri.
Sosialisasi dan Peningkatan Literasi Bahaya Penggunaan Gadget pada Siswa Kelas 6 di SD Negeri 024 Labuhan Tangga Besar Amin, Bintal; Subiyanti, Subiyanti; Lestari, Sindi; Pradana, Fauzi Ardika; Saputra, Dandi; Cahyani, Veola Resti; Nazirah, Aulia; Fitria, Hidayatul; Ilfajri, Ilfajri; Baiti, Nur; Kurniawan, Hendy
Nanggroe: Jurnal Pengabdian Cendikia Vol 3, No 6 (2024): September
Publisher : Yayasan Daarul Huda Kruengmane

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.5281/zenodo.13731803

Abstract

Saat ini pegguna gadget tidak hanya orang tua dan remaja saja, tetapi anak-anak usia dini sudah menggunaan gadget. Anak-anak menggunakan gadget untuk bermain game online dan menonton video viral di aplikasi Tiktok sehingga mereka lupa tugasnya sebagai anak di rumah dan siswa di sekolah. Kebiasaan menggunakan gadget akan mempengaruhi perilaku anak, seperti jarang cerita dengan orang tua dan tidak membuat tugas sekolah. Sehingga dalam hal ini, penulis mengadakan sosialisasi bahaya penggunaan gadget agar anak-anak mengetahui apa dampak jika menggunakan gadget terlalu lama. Sosialisasi bahaya penggunaan gadget merupakan salah satu program kerja Kuliah Kerja Nyata (KKN). Sosialisasi ini dilaksanakan di SD Negeri 024 Labuhan Tangga Besar, Desa Labuhan Tangga Hilir, Kecamatan Bangko, Kabupaten Rokan Hilir.  Metode dalam penyusunan artikel ini menggunakan kualitatif pendekatan fenomenalogis dari data yang dikumpulkan. Sosialisasi ini dihadiri oleh Mahasiswa Kukerta, Siswa/i, serta Kepala Sekolah, guru, dan staff. Pembahasan dalam penelitian ini menjelaskan tentang konsep penggunaan gadget dan dampak yang ditimbulkan dari penggunaan gadget yang terlalu lama. Sosialisasi ini membantu untuk meningkatkan literasi bahaya penggunaan gadget untuk siswa/i di SD Negeri 024 Labuhan Tangga Besar.
Management Strategies of Laringopharyngeal Reflux Fitria, Hidayatul
Jurnal KESANS : Kesehatan dan Sains Vol 4 No 11 (2025): KESANS: International Journal of Health and Science
Publisher : Rifa'Institute

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.54543/kesans.v4i11.432

Abstract

Laringofaringeal reflux is the retrograde movement of gastric contents that cause symptoms in the larynx. Laringopharingeal reflux symptoms include dysphonia, globus faringeus, mild dysphagia, chronic cough and throat clearing. Physical examination found edema posterior comisura, edema vocal cord, ventricular obliteration and pseudosulcus. Diagnosis can be established by Reflux Symptom Index (RSI), Reflux Finding Score (RFI), dual pH probe monitoring and the use of  PPI empiric. Management of   laryngopharingeal reflux are  intervention of dietary,  lifestyle modification and  proton pump inhibitor (PPI) medication. Reported a case of 48-year-old female patient who was diagnosed with laringopharingeal reflux and gave medicamentosa followed a diet and lifestyle modification. There are  improvement of RSI and RFI after therapy.