Claim Missing Document
Check
Articles

Found 9 Documents
Search

PELAKSANAAN CSR PT ASIA FORESTAMA RAYA TERHADAP PENINGKATAN PEREKONOMIAN MASYARAKAT BERDASARKAN PERATURAN DAERAH PROVINSI RIAU NOMOR 6 TAHUN 2012 Suhendro Suhendro; Andrew Shandy Utama; Ade Pratiwi Susanty
Ensiklopedia Social Review Vol 1, No 2 (2019): Volume 1 No 2 Juni 2019
Publisher : Lembaga Penelitian dan Penerbitan Hasil Penelitian Ensiklopedia

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.33559/esr.v1i2.231

Abstract

Based on Article 11 of Riau Provincial Regulation Number 6 of 2012 it is stated that the corporate social responsibility work field can be carried out in the fields of education, health, infrastructure, sports and arts, social and religious culture, environmental preservation, populist economic enterprises, empowerment of indigenous peoples, and other fields of work that significantly impact on improving the quality of society. The problem in this research is how is the implementation of corporate social responsibility of PT Asia Forestama Raya towards improving the economy of the community based on Riau Provincial Regulation Number 6 of 2012? What are the obstacles in the implementation and how are the efforts to overcome these obstacles? The method used in this research is socio-legal research. The results of this research that PT Asia Forestama Raya did not implement corporate social responsibility to empower the economy of the community in the District of Rumbai Pesisir, Pekanbaru City. The obstacles in the implementation are from the company point of view, namely the financial condition of PT Asia Forestama Raya is currently in an unstable condition so that for three years there has not been implemented a community economic empowerment program, from the community point of view, namely the lack of community knowledge regarding Riau Provincial Regulation Number 6 Year 2012, while from the government side, there is still weak supervision of the implementation of corporate social responsibility of PT Asia Forestama Raya. Efforts to overcome these obstacles are based on Article 32 of Riau Provincial Regulation Number 6 of 2012 which states that if PT Asia Forestama Raya does not implement corporate social responsibility, then the company may be subject to administrative sanctions in the form of written warnings from the Pekanbaru City Government and restrictions on business activities, suspension of business licenses, up to revocation of business licenses.
PELAKSANAAN EKSEKUSI OBJEK JAMINAN FIDUSIA BERDASARKAN PUTUSAN MAHKAMAH KONSTITUSI NOMOR 18/PUU-XVII/2019 DI PT PEGADAIAN KANTOR WILAYAH II KOTA PEKANBARU Devie Rachmat; Ade Pratiwi; Suhendro Suhendro
Ensiklopedia Social Review Vol 3, No 2 (2021): Volume 3 No 2 Juni 2021
Publisher : Lembaga Penelitian dan Penerbitan Hasil Penelitian Ensiklopedia

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.33559/esr.v3i2.787

Abstract

In line with the government's program to encourage lending to small businesses and the weak economic class which is the largest part of the Indonesian people. So it is expected that with credit based on fiduciary system can help both credit recipients and creditors. One of the parameters of a good material debt guarantee is when the right of guarantee can be executed quickly with a simple, efficient process and contains legal certainty. The specific target of this study is to explain the problem solving about the implementation of Fiduciary Guarantee Object Execution Based on the Decision of the Constitutional Court No. 18/PUU-XVII/2019 at PT Pegadaian KantorWilayah II Pekanbaru City.
ASPEK PERJANJIAN KERJA WAKTU TERTENTU MENURUT KUHPERDATA DI INDONESIA Irwan Jaya Zay; Suhendro Suhendro; Yetti Yetti
Borneo Law Review Vol 5, No 2 (2021): Desember 2021
Publisher : Fakultas Hukum Universitas Borneo Tarakan

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.35334/bolrev.v5i2.2317

Abstract

AbstractAn agreement is an event where one person without a loan or where two people promise each other to do something. The agreement issues an agreement between two people that is made. agreement in the form of a quote containing promises or promises that are spoken or written. The employment agreement is also contained in Article 1601 a BW, namely "a search agreement is an agreement with the name of one party, binding himself under the orders of another party, the employer, for a certain period of time, doing work by receiving wages, labor agreement giving birth employment relationship, between employers and workers based on work agreements, who have jobs, wages and orders. The work agreement which in Dutch is usually called Arbeidsovereenkoms, the first definition is stated in the provisions of Article 1601a of the Civil Code which states that: "A work agreement is an agreement in which the first party, the worker, binds under the leadership of another party, the employer, for a certain period of time, performs under the leadership of another party, the employer, for a certain time. wages. “There are relatively few violations or legal aspects committed by employers related to the provision of workers' rights. However, it is the opposite in the regions. Employers have the maximum time limit permitted by Law Number 13 of 2013 concerning the period of PKWT. The provision of workers' rights that are given time such as wages, working hours and social security still does not meet expectations. lies in two things, the first factor is the implementation of the PKWT rules that are not in accordance with the requirements. Employers should not hire workers for something that is not needed in the course of the company. Most of the types and nature of work required are jobs that are part of the core work of the production process and are permanent in nature. So that there has been a fatal violation of Article 59 of the Manpower Law, which is caused by the object of work that is prohibited by the provisions of the law against PKWT. Judging from the fact that the time allotted, workers should have changed their status to PKWTT, because they have been doing permanent work.Keywords: PKWT certain time work agreements, unlawful
Pemutusan Perjanjian Franchise Secara Sepihak Berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 42 Tahun 2007 Tentang Waralaba Dan Kitab Undang-Undang Hukum Perdata M. Fithra Tarmizi; Suhendro Suhendro; Yetty Yetty
FAIRNESS AND JUSTICE Vol 19, No 2 (2021): FAIRNESS AND JUSTICE
Publisher : Universitas Muhammadiyah Jember

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.32528/faj.v19i2.7417

Abstract

Perjanjian franchise merupakan kesepakatan tertulis yang dibuat oleh kedua belah pihak antara pemberi waralaba (franchisor) dan penerima waralaba (franchisee) yang memuat hak dan kewajiban masing-masing pihak serta akibat hukum yang harus dipatuhi oleh para pihak. Sama seperti perjanjian lainnya, dalam pelaksanaan perjanjian franchise sangat terbuka lebar kemungkinan terjadi permasalahan atau perselisihan. Rumusan masalah dalam penelitian ini adalah adalah Pemutusan Perjanjian Franchise Secara Sepihak Berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 42 Tahun 2007 tentang Waralaba Dan Kitab Undang-Undang Hukum Perdata Dan Akibat Hukum Pemutusan Perjanjian Franchise Secara Sepihak Berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 42 Tahun 2007 Tentang Waralaba Dan Kitab Undang-Undang Hukum Perdata. Tujuan penelitian ini adalah adalah Untuk Menganalisis Pemutusan Perjanjian Franchise Secara Sepihak Berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 42 Tahun 2007 tentang Waralaba Dan Kitab Undang-Undang Hukum Perdata. Untuk Menganalisis Akibat Hukum Pemutusan Perjanjian Franchise Secara Sepihak Berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 42 Tahun 2007 tentang Waralaba Dan Kitab Undang-Undang Hukum Perdata. Metode yang dipergunakan adalah penelitian hukum normatif. Sumber data terdiri atas bahan hukum primer, bahan hukum sekunder, dan bahan hukum tertier. Kesimpulan dalam penelitian ini telah menjawab permasalahan yang muncul yaitu Pemutusan Perjanjian Franchise Secara Sepihak Berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 42 Tahun 2007 tentang Waralaba Dan Kitab Undang-Undang Hukum Perdata bahwa hubungan hukum antara Franchisor dan Franchisee, Franchisor dapat memanfaatkan kedudukan Franchisee untuk menguji pasar, setelah mengetahui bahwa kondisi pasar menguntungkan, maka Franchisor memutuskan perjanjian dengan Franchisee, selanjutnya Franchisor mengoperasikan outlet atau tempat tempat usaha sendiri di wilayah Franchisee. Akibat hukum dari Pemutusan Perjanjian Franchise Secara Sepihak Berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 42 Tahun 2007 tentang Waralaba Dan Kitab Undang-Undang Hukum Perdata bahwa Akibat hukum pemutusan perjanjian secara sepihak oleh franchisor sebelum berakhirnya kontrak yaitu, franchisee tidak dapat menggunakan hak atas kekayaan intelektual dari bisnis usaha franchise tersebut. Franchisor tidak boleh menunjuk franchisee yang baru untuk wilayah yang sama, sebelum penyelesaian perselisihan. Penyelesaian perselisihan diselesaikan secara musyawarah dengan cara teguran atau somasi yang diatur dalam Pasal 1238 KUH Perdata dan Pasal 1243 KUH Perdata. Secara ligitasi atau pengadilan, baik franchisor maupun franchisee dapat menuntut ganti rugi atas dasar wanprestasi berdasarkan Pasal 1226 KUH Perdata dan Pasal 1227 KUH Perdata.
Analisis Yuridis Terhadap Tanggung Jawab Hukum Tindakan Perawat Tanpa Izin Praktik Berdasarkan Undang – Undang Nomor 38 Tahun 2014 Tentang Keperawatan Sabari Yanto; Suhendro Suhendro; Yetti Yetti
Innovative: Journal Of Social Science Research Vol. 3 No. 2 (2023): Innovative: Journal Of Social Science Research (Special Issue)
Publisher : Universitas Pahlawan Tuanku Tambusai

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.31004/innovative.v3i2.1853

Abstract

Dalam perkembangannya, pelayanan kesehatan mengalami banyak kemajuan yang pesat, bahkan dalam realitasnya perawat memiliki keinginan untuk memberikan pelayanan secara mandiri. Dalam praktiknya, perawat harus kompeten, patuh pada ketentuan undang-undang dan harus patuh pada kode etik keperawatan. Adanya peraturan mengenai penyelenggaraan praktik keperawatan, diharapkan dapat menjadi pedoman bagi perawat dalam menjalankan tugas profesinya. Namun, kenyataannya dalam penerapan aturan tersebut tidak sepenuhnya dapat sesuai dengan harapan, masih dijumpai adanya penyimpangan yang dilakukan oleh perawat baik sengaja maupun tidak sengaja. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui pertanggungjawaban perawat tanpa izin praktik berdasarkan Undang-Undang Keperawatan No. 38 Tahun 2014 dan akibat hukumnya. Penelitian ini menggunakan metode penelitian hukum normatif dengan menggunakan menggunakan pendekatan perundang-undangan dan pendekatan konseptual. Hasil dari penelitian ini bahwa masih terdapat di lapangan dimana perawat melakukan praktik tanpa surat izin praktik
Analisis Yuridis Terhadap Legalitas Pendelegasian Wewenang Dari Dokter Kepada Perawat Ratna Astri Andhini; Suhendro Suhendro; Indra Afrita
Innovative: Journal Of Social Science Research Vol. 3 No. 2 (2023): Innovative: Journal Of Social Science Research (Special Issue)
Publisher : Universitas Pahlawan Tuanku Tambusai

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.31004/innovative.v3i2.1860

Abstract

Sebaran dokter di Indonesia dapat dikatakan belum merata di setiap daerah. Keadaan tersebut menjadi permasalahan tersendiri. Dalam upaya meningkatkan dejarat kesehatan warga negara maka pelayanan kesehatan tetap harus dilakukan, dimana dalam pelaksanaannya pelimpahan wewenang dari dokter kepada tenaga Kesehatan misalnya seperti perawat. Kurangnya pengetahuan tenaga medis dan kesehatan terkait aspek hukum dari pendelegasian wewenang rentan menimbulkan konflik baik antar dokter perawat maupun dengan pasien. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk memahami implikasi hukum dari pendelegasian wewenang antara tenaga medis dan tenaga Kesehatan, khususnya dalam hal ini antara dokter dan perawat. penelitian ini merupakan penelitan juridis normatif dengan sumber data dari bahan hukum primer seperti perundangan, dan bahan hukum sekunder seperti jurnal dan buku. Hasil dari penelitian ini adalah bahwa pelimpahan wewenang adalah bentuk perikatan dimana kedua belah pihak wajib memenuhi prestasi. Dalam pelimpahan wewenang yang bersifat mandat, pemberi wewenang masih memiliki tanggung jawab selama penerima mandat tidak mencederai perjanjian. Namun, penerima juga dituntut untuk mencapai prestasi, seperti menyelesaikan tugas sesuai batas kompetensinya.
Tanggung Jawab Hukum Pengobatan Tradisional Akibat Kelalaiannya Dalam Pelayanan Kesehatan Pasien Aulia Azriyani; Suhendro Suhendro; Yetti Yetti
Innovative: Journal Of Social Science Research Vol. 3 No. 3 (2023): Innovative: Journal Of Social Science Research
Publisher : Universitas Pahlawan Tuanku Tambusai

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.31004/innovative.v3i3.2776

Abstract

Di Indonesia dikenal dua sistem pengobatan, yaitu pengobatan modern (medis) dan pengobatan tradisional (alternatif). Pengobatan medis adalah suatu bentuk pengobatan yang menggunakan alat, metode dan bahan modern serta berbahan dasar bahan kimia yang sesuai dengan standar kedokteran modern. Sementara pengobatan alternatif adalah upaya kesehatan tradisional dan menggunakan bahan-bahan alami, sistem pengobatannya sangat berbeda dengan pengobatan dalam ilmu kedokteran. Cara pengobatan tradisional di Indonesia sudah digunakan oleh masyarakat Indonesia jauh sebelum pengobatan modern lahir. Masyarakat Indonesia telah menggunakan obat tradisional secara turun temurun untuk menyembuhkan berbagai macam penyakit, begitu pula dengan obat tradisional yang dibuat sendiri dengan bahan-bahan alami. Tidak hanya Indonesia, Namun karena belum memiliki standarisasi yang jelas dan tegas, pengobatan tradisional dianggap masih sering menimbulkan kerugian terhadap pasien. Penelitian ini menggunakan jenis penelitian normatif yuridis. Hasil penelitian ini akan mengkaji tentang tanggung jawab hukum pengobatan tradisional akibat adanya kelalaian dalam penyelenggaraan pelayanan Kesehatan pasien.
Aspek Hukum Rekam Medis Sebagai Alat Bukti Penyelesaian Sengketa Pelayanan Keperawatan Terhadap Pasien Helen Helen; Suhendro Suhendro; Yetti Yetti
Innovative: Journal Of Social Science Research Vol. 3 No. 3 (2023): Innovative: Journal Of Social Science Research
Publisher : Universitas Pahlawan Tuanku Tambusai

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.31004/innovative.v3i3.2778

Abstract

Hukum adalah seperangkat aturan yang mengatur kehidupan manusia agar terciptanya keadaan kehidupan yang tertib dan harmonis. Salah satu hal yang diatur dalam undang-undang adalah kesehatan. Kesehatan menurut UU No. 36 Tahun 2009 adalah keadaan sejahtera fisik, mental, dan sosial yang memungkinkan masyarakat hidup secara ekonomi dan sosial. Untuk mencapai derajat kesehatan yang optimal bagi semua, diperlukan peningkatan mutu pelayanan medis dengan fasilitas penunjang yang memadai, khususnya penyusunan rekam medis. Manfaat RM jelas dan komprehensif bagi tenaga kesehatan sebagai dasar atau panduan untuk perencanaan dan analisis penyakit dan untuk merencanakan pengobatan, perawatan dan tindakan medis yang akan diberikan kepada pasien, serta meningkatkan kualitas pelayanan perlindungan tenaga kesehatan di mencapai kesehatan masyarakat yang optimal. Tenaga Kesehatan yang dimaksud dalam hal ini salah satunya adalah perawat. Penelitian ini menggunakan jenis penelitian normatif yuridis. Hasil penelitian ini akan mengkaji tentang aspek hukum rekam medis sebagai alat bukti penyelesaian sengketa pelayanan Kesehatan oleh perawat terhadap pasien.
Kajian Tentang Perlindungan Hukum Bagi Konsumen Terhadap Makanan Bersertifikat Halal Sarmalina Sarmalina; Suhendro Suhendro; Yetti Yetti
Innovative: Journal Of Social Science Research Vol. 3 No. 3 (2023): Innovative: Journal Of Social Science Research
Publisher : Universitas Pahlawan Tuanku Tambusai

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.31004/innovative.v3i3.2779

Abstract

Produk makanan halal sangat penting bagi umat Islam. Bagi konsumen Muslim, pola makan yang aman tidak hanya bebas dari bahaya fisik, kimia atau mikrobiologis, tetapi juga mencakup unsur yang sangat dibutuhkan, yaitu tidak adanya bahaya dari makanan, barang yang dilarang dan dipertanyakan menurut hukum Islam. Untuk menjamin agar pemeluk suatu agama beribadah dan menjalankan ibadahnya, negara wajib memberikan perlindungan dan jaminan kehalalan produk yang dikonsumsi dan digunakan oleh masyarakat. Jaminan kehalalan produk harus dilakukan sesuai dengan asas perlindungan, keadilan, kepastian hukum, akuntabilitas dan transparansi, efektifitas dan efisiensi serta profesionalisme. Oleh karena itu, menjamin terselenggaranya produk halal guna memberikan kenyamanan, keamanan, keselamatan dan kepastian ketersediaan produk halal kepada masyarakat dalam konsumsi dan penggunaan produknya, juga seperti peningkatan nilai tambah bagi agen komersial untuk memproduksi dan menjual produk halal. Penelitian ini menggunakan jenis penelitian normatif yuridis. Hasil penelitian ini akan mengkaji tentang perlindungan hukum bagi konsumen mahakan yang bersertifikat halal.