Darmawan Darmawan
Fakultas Hukum Universitas Syiah Kuala

Published : 12 Documents Claim Missing Document
Claim Missing Document
Check
Articles

Found 12 Documents
Search

Pengelolaan Dana Desa Berbasis Tata Pemerintahan Yang Baik (Good Governance) Arman Arman; M. Gaussyah; Darmawan Darmawan
Jurnal Magister Hukum Udayana (Udayana Master Law Journal) Vol 8 No 2 (2019)
Publisher : University of Udayana

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (396.48 KB) | DOI: 10.24843/JMHU.2019.v08.i02.p10

Abstract

Various problems caused financial problems that are not good in various regions, for example, allocation or expenditure of Regional Fund funds that are not appropriate, suspension of members who are not optimal, and accountability of the use of funds that can not be adjusted and several other things that are excluded. This research aims to determine the concept of good governance, which intended for villages fund are based on laws and regulations and principle good governance. This method uses a type of research an empirical juridical method with an analytical perspective. Based on the results of the study show that the management of village funds can’t normally run in based on good governance, seen from accountability, transparency, and participation in management. This is proven, that whole stakeholder involves development planning deliberations. Then the village aid fund is not by the laws and regulations of the invitation, in this case, each use of Village implementation assistance funds is around 80% has been done because the user must be by the rules that have been determined. But in its implementation there are still individuals working in the management of village funds, meaning that they are not disciplined in carrying out administration, so the implementation has not been maximized. Berbagai masalah timbul karena pengelolaan Dana Desa yang kurang baik di berbagai daerah, misalnya: pengalokasian atau pembelanjaan dana Dana-Desa yang tidak tepat, penyerapan anggaran yang tidak maksimal, dan pertanggungjawaban penggunaan anggaran yang tidak akurat serta beberapa hal lain yang mengakibatkan pemenuhan hak-hak masyarakat masih ada yang terkesampingkan. Tujuan penelitian mengetahui dan menjelaskan konsep good governance, apakah Pengelolaan dana desa di Gayo Lues sudah sesuai dengan asas good governance. Metode penelitian ini merupakan metode yuridis empiris dengan melakukan pendekatan preskriptif analitis. Berdasarkan hasil penelitian menunjukkan, bahwa pengelolaan dana desa belum berjalan secara maksimal sesuai dengan Good Governance, dilihat dari akuntabilitas, transparansi dan partisipatif dalam pengelolaannya. Hal ini terbukti, bahwa sebagian masyarakat tidak dilibatkan dalam Musyawarah Perencanaan Pembangunan (musrenbang) dalam perencanaan. Kemudian pengelolaan dana Desa belum sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan, dalam hal ini setiap penggunaan dalam melaksanakan kegiatan dana Desa sekitar 80% sudah dilakukan, karena dalam penggunaan harus selalu mengikuti regulasi yang telah ditentukan. Namun dalam implementasinya masih terjadinya individu-individu yang bekerja dalam pengelolaan dana desa, artinya tidak disiplin dalam menjalankan administrasi, sehingga pelaksanaannya belum maksimal.
Ketepatan Waktu Notaris dalam Pendaftaran Jaminan Fidusia Secara Elektronik Pada Lembaga Pembiayaan Tari Kharisma Handayani; Sanusi Sanusi; Darmawan Darmawan
Jurnal Magister Hukum Udayana (Udayana Master Law Journal) Vol 8 No 2 (2019)
Publisher : University of Udayana

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (491.024 KB) | DOI: 10.24843/JMHU.2019.v08.i02.p06

Abstract

Letter of Credit is one of the payment instruments in international business transactions. Based on the agreement to issue a Letter of Credit, the Letter of Credit is issued by the issuing bank at the request of the applicant as the importer. The Letter of Credit agreement that is used by banks in general is a standard agreement that the clause has been prepared in advance by the bank. The imbalance in the standard agreement can be used by parties whose bargaining position is stronger to abuse the situation. The purpose of this study is to analyze national law and international law related to the issuance of Letter of Credit. The next objective is to analyze the application of the principle of balance in the agreement to issue Letter of Credit as an international business transaction. The type of research used is normative legal research using a statutory approach, the sources of legal materials used based on library research are analyzed qualitatively. The results of the study revealed that whether the principle of balance in the Letter of Credit issuance agreement had been realized in the practice of international business transactions. Pendaftaran Jaminan fidusia dilakukan secara elektronik sesuai dengan Pasal 11 ayat (1) UU No 42 Thn 1999 tentang “Jaminan Fidusia” (selanjutnya disingkat UUJF). Pendaftaran tersebut haruslah diajukan dalam jangka waktu selama 30 hari terhitung sejak tanggal pembuatan akta jaminan fidusia sebagaimana diatur pada Pasal 4 Peraturan Pemerintah RI No 21 Thn 2015 tentang “Tata Cara Pendaftaran Fidusia dan Biaya Pembuatan Akta Jaminan Fidusia”. Namun, dalam praktiknya masih terjadi keterlambatan terhadap pendaftaran jaminan fidusia tersebut. Tujuan penelitian ini untuk menjelaskan pertanggungjawaban notaris secara perdata terhadap pendaftaran jaminan fidusia secara elektronik yang melewati jangka waktu. Jenis penelitian yang dipakai ialah “penelitian hukum normatif”. Pada penelitian normatif mengkaji asas-asas dan norma-norma serta bahan pustaka atau data sekunder. Hasil penelitian mengungkapkan bahwa notaris secara perdata bertanggung jawab terhadap keterlambatan dalam pendaftaran jaminan fidusia tersebut. Keterlambatan pendaftaran yang disebabkan oleh kelalaian notaris merupakan perbuatan hukum yang menimbulkan konsekuensi hukum. Apabila notaris dalam masa 30 hari tidak melakukan pendaftaran dan pada saat didaftarkan jaminan fidusia secara elektronik pada sistem secara otomatis ditolak, maka hal tersebut adalah menjadi tanggungjawab notaris, apabila nantinya ada kerugian dari pihak kreditur maka notaris dapat digugat, artinya dapat dikenakan sanksi baik secara administrasi maupun secara perdata
Perlindungan Hukum Bagi Pembeli Akibat Kelalaian Ppat Dalam Pembuatan Akta Jual Beli Fajriatul Tivani Haridhy; Ilyas Ismail; Darmawan Darmawan
Jurnal IUS Kajian Hukum dan Keadilan Vol 7, No 2 (2019)
Publisher : Fakultas Hukum Universitas Mataram

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (151.826 KB) | DOI: 10.29303/ius.v7i2.652

Abstract

PPAT selaku pejabat publik yang mempunyai kewenangan untuk melakukan pembuatan akta jual beli sudah sepatutnya menerapkan prinsip kehati-hatian dalam menjalankan tugas sebab produk hukum yaitu akta otentik yang dikeluarkan PPAT dijadikan sebagai kepastian hukum bagi para pihak, namun sering dijumpai kelalaian yang dilakukan oleh PPAT mengakibatkan para pihak mengalami kerugian. Apabila PPAT terbukti melakukan kesalahan maka PPAT diwajibkan untuk bertanggung jawab atas akta tersebut. Penelitian ini dilakukan untuk mengkaji mengenai pertanggungjawaban oleh PPAT akibat pembeli  mengalami kerugian. Metode yang digunakan yaitu metode yuridis normative  dengan pendekatan undang-undang, konsep, serta kasus. Hasil dari penelitian yaitu pertanggungjawaban PPAT terhadap kerugian yang diderita oleh pembeli akibat akta jual beli yang dibuat tidak berdasarkan aturan hukum adalah PPAT diwajibkan untuk mengganti atas kerugian yang diderita pembeli yang mana penggantian itu berupa penggantian biaya, berdasarkan hasil penetapan putusan PN Banda Aceh Nomor 7/Pdt.G/2016/PN.Bna dan Nomor 21/Pdt.G/2013/PN-BNA, serta akta, surat-surat dan sertikat sepanjang berhubungan dengan objek tersebut dinyatakan tidak mempunyai kekuatan hukum.
PENYELESAIAN SENGKETA KONTRAK KONSTRUKSI BERDASARKAN UN-DANG-UNDANG NOMOR 2 TAHUN 2017 TENTANG JASA KONSTRUKSI Intan Apriliana; Darmawan Darmawan
Jurnal Ilmiah Mahasiswa Bidang Hukum Keperdataan Vol 4, No 4: November 2020
Publisher : Fakultas Hukum Universitas Syiah Kuala

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Berdasarkan Pasal 88 ayat 2 UU Nomor 2 Tahun 2017 Tentang Jasa Konstruksi, penyelesaian sengketa melalui musyawarah tidak dapat mencapai suatu kemufakatan maka para pihak dapat menempuh upaya penyelesaian sengketa yang tertera pada kontrak konstruksi. Apabila tidak tercantum penyelesaian sengketa pada kontrak konstruksi maka para pihak dapat membuat persetujuan tertulis mengenai penyelesain yang akan dipilih, dengan tahapan upaya penyelesaian sengketa yang dimaksud melalui Non Litigasi yang terdiri dari Mediasi, Konsiliasi dan Arbitrase. Namun dalam kenyataanya dalam kontrak konstruksi melalui Balai Pembangunan Jalan Nasional (BPJN) 1 Aceh tidak dicantumkan bentuk-bentuk penyelesaian sengketa tersebut. Penelitian menunjukkan bahwa masih terdapat kontrak konstruksi yang tidak mencantumkan Penyelesaian Sengketa pada kontrak konstruksi. Adapun para pihak juga tidak melakukan perjanjian lain mengenai pencantuman penyelesaian sengketa diluar kontrak konstruksi tersebut. Alasan tidak mencantumkan penyelesaian sengketa secara non litigasi untuk mencari kemudahan penyelesaian sengketa dalam hal menghadirkan para penyedia jasa yang bermasalah dikarenakan jika dilakukan penyelesaian sengketa melalui non litigasi terdapat kesulitan antara kedua belah pihak untuk dipertemukan dikarenakan kesibukkan rutinitas masing-masing. Saran yang dapat diberikan kepada para pihak yang terlibat dalam pembuatan kontrak jasa konstruksi supaya dapat mencantumkan penyelesaian sengketa melalui non litigasi, selanjutnya terkait sulit dipertemukannya kedua belah pihak saat timbul masalah untuk bertemu guna menyelesaikan sengketa secara musyawarah.
Tanggung Jawab PT Asuransi Kerugian Jasa Raharja Terhadap Kecelakaan Penumpang Kendaraan Pribadi Yang Dijadikan Sebagai Angkutan Umum Aulia Rahmad; Darmawan Darmawan
Jurnal Ilmiah Mahasiswa Bidang Hukum Keperdataan Vol 3, No 2: Mei 2019
Publisher : Fakultas Hukum Universitas Syiah Kuala

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Pasal 3 ayat (1) huruf a Undang-Undang Nomor 33 Tahun 1964 Tentang Dana Pertanggungan Wajib Kecelakaan Penumpang, tiap penumpang yang sah dari kendaraan bermotor umum, kereta api, pesawat terbang, dan kapal laut wajib membayar iuran melalui pengusaha/pemilik yang bersangkutan untuk menutup akibat keuangan disebabkan kecelakaan penumpang dalam perjalanan. Namun terdapat kendaraan pribadi yang dijadikan sebagai angkutan umum terdaftar sebagai peserta asuransi kecelakaan PT Asuransi Kerugian Jasa Raharja Tapanuli Tengah. Tujuan dari penulisan artikel ini adalah untuk menjelaskan faktor yang mendasari penerimaan kendaraan pribadi sebagai peserta asuransi kecelakaan penumpang, menjelaskan sistem pembayaran iuran wajib asuransi, dan untuk menjelaskan perlindungan yang diberikan oleh PT Asuransi Kerugian Jasa Raharja. Metode penelitian dilakukan dengan menggunakan penelitian yuridis empiris. Hasil penelitian menunjukkan bahwa penumpang yang menggunakan jasa angkutan umum menggunakan kendaraan pribadi tetap mendapatkan hak yang sama dengan penumpang yang menggunakan angkutan umum pada umumnya. Kebijakan yang diberikan termasuk dengan proses pembayaran iuran wajib dan pemberian santunan yang sama dengan angkutan umum bernomor polisi warna kuning. Disarankan kepada pemerintah daerah agar selalu mengawasi pelaksanaan perlindungan penumpang yang diberikan oleh PT Asuransi Kerugian Jasa Raharja.
TANGGUNG JAWAB PERUSAHAAN ANGKUTAN ORANG TERHADAP PEMENUHAN HAK PENUMPANG PENYANDANG DISABILITAS (Suatu Penelitian Di Perusahaan Angkutan Orang Dalam Trayek Antar Kota Antar Provinsi Di Kota Banda Aceh) Nadira Alifa; Darmawan Darmawan
Jurnal Ilmiah Mahasiswa Bidang Hukum Keperdataan Vol 4, No 3: Agustus 2020
Publisher : Fakultas Hukum Universitas Syiah Kuala

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Penelitian ini bertujuan untuk menjelaskan pelaksanaan kewajiban perusahaan angkutan orang antar kota antar provinsi terhadap pemenuhan hak penumpang penyandang disabilitas, hambatan dalam pemenuhan hak penumpang penyandang disabilitas dan sanksi yang diberikan oleh instansi terkait terhadap perusahaan angkutan orang antar kota antar provinsi yang tidak memenuhi hak penumpang penyandang disabilitas. Penelitian ini menggunakan metode yuridis empiris, yang dilakukan dengan cara menganalisis permasalahan yang terjadi di lapangan dengan melakukan wawancara serta mengacu kepada data kepustakaan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa perusahaan angkutan orang antar kota antar provinsi tidak melaksanakan kewajibannya dalam pemenuhan hak penyandang disabilitas. Hambatan dalam penyediaan hak penyandang disabilitas adalah kurangnya pengetahuan dari pihak perusahaan angkutan, kurangnya sosialisasi, kepedulian dan pengawasan dari instansi terkait serta kurangnya pengetahuan dari pihak penyandang disabilitas terkait hak-haknya pada jasa angkutan. Pihak instansi terkait belum pernah memberikan sanksi kepada pihak perusahaan angkutan karena tidak pernah adanya pengaduan yang diterima. Disarankan supaya perusahaan angkutan orang antar kota antar provinsi untuk dapat memenuhi hak penyandang disabilitas dan kepada instansi yang berwenang agar melakukan sosialisasi dan pengawasan terhadap penyediaan fasilitas khusus dan aksesibilitas secara intensif dan berkala serta memberikan sanksi yang tegas kepada perusahaan angkutan.
PELAKSANAAN MEDIASI PADA PENYELESAIAN SENGKETA PERDATA DI PENGADILAN NEGERI BANDA ACEH Halfi Fadilla; Darmawan Darmawan
Jurnal Ilmiah Mahasiswa Bidang Hukum Keperdataan Vol 4, No 1: Februari 2020
Publisher : Fakultas Hukum Universitas Syiah Kuala

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Proses penyelesaian sengketa perdata di pengadilan telah mengintegrasikan upaya mediasi ke dalam sistem peradilan perdata di Indonesia. Peraturan Mahkamah Agung Nomor 1 Tahun 2016 telah mengatur secara jelas proses pelaksanaan mediasi. Namun, dengan rendahnya tingkat keberhasilan mediasi belum dapat menyelesaikan perkara perdata di pengadilan negeri banda aceh dengan cara damai. Hambatan dalam pelaksanaan mediasi adalah para pihak yang tidak aktif dalam proses mediasi dan kurangnya hakim bersertifikat mediator sehingga hakim mediator tidak mempunyai kemampuan dalam melakukan mediasi, serta kuasa hukum yang mempengaruhi untuk tidak menyelesaikan perkaranya melalui perdamaian. Upaya yang dilakukan mediator adalah memfasilitasi para pihak, manggunakan hak kaukus, membangun kepercayaan kepada para pihak, dan pandai bernegoisasi. Disarankan kepada Pengadilan Negeri Banda Aceh untuk meningkatkan sistem penyelesaian sengketa melalui mediasi serta penambahan hakim bersertifikat mediator dan non hakim bersertifikat.
PENGANGKUTAN PENUMPANG DENGAN MENGGUNAKAN KAPAL BA-RANG Ziaul Varizta; Darmawan Darmawan
Jurnal Ilmiah Mahasiswa Bidang Hukum Keperdataan Vol 4, No 2: Mei 2020
Publisher : Fakultas Hukum Universitas Syiah Kuala

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Artikel ini bertujuan untuk menjelaskan bagaimana bentuk pengawasan terhadap kapal penyeberangan, menjelaskan bagaimana bentuk perlindungan terhadap pengguna jasa angkutan laut, dan menjelaskan bagaimana tanggung jabab pihak pemilik kapal terhadap penumpang yang diangkutnya. Penelitian artikel ini menggunakan metode yuridis empiris dengan pertimbangan titik tolak penelitian terhadap “ Pengangkutan Penumpang Dengan Menggunakan Kapal Barang”, data dalam penelitian artikel ini diperoleh dengan cara mengumpulkan data skunder meliputi Peraturan Perundang-Undangan, tinjauan kepustakaan, dan karya ilmiah, data primer meliputi data penelitian lapangan dengan cara mewawancarai responden dan informan. Dari hasil penelitian diketahui bahwa penggunaan kapal barang untuk mengangkut penumpang dilatarbelakangi oleh belum adanya tindakan hukum terhadap pemilik kapal yang masih melakukan pengangkutan penumpang yang tidak sesuai kelayakannya dan belum adanya peran pemerintah ataupun pihak badan usaha swasta dalam penyediaan kapal pengangkut penumpang dan barang dari Lam Pulo menuju Pulau Breuh, pengawasan kapal penyeberangan ini dilakukan lansung oleh syahbandar dalam bentuk pengeluaran sertifakat dan surat izin pelayaran (Port Clearance), sesuai dengan UU Perlindungan Konsumen setiap penumpang wajib dilindungi dan pihak pemilik kapal bertanggung jawab penuh terhadap penumpang. Disarankan kepada pemeritah daerah atapun badan usaha swasta untuk menyediakan kapal penyeberangan untuk pengangkutan penumpang dan barang dari Lam Pulo menuju Pulau Breuh dan dilakukannya penindakan hukum terhadap pihak pemilik kapal supaya tidak terjadi lagi pengangkutan penumpang dengan menggunakan kapal yang tidak sesuai izin dan kelayakannya.
WANPRESTASI DALAM PELAKSANAAN KONTRAK KERJA KONSTRUKSI PEMBANGUNAN JALAN DI KABUPATEN GAYO LUES ANTARA PPK BPJN.I PROVINSI ACEH DENGAN PT. KEUMALA PERDANA BERDASARKAN KON-TRAK NOMOR: HK.02.03/CTR-BB1.PJN.I/27/APBN/2018 Jihaan Nabila Zula; Darmawan Darmawan
Jurnal Ilmiah Mahasiswa Bidang Hukum Keperdataan Vol 4, No 4: November 2020
Publisher : Fakultas Hukum Universitas Syiah Kuala

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Tujuan penulisan jurnal ini untuk menjelaskan wanprestasi dalam pelaksanaan kontrak kerja konstruksi pembangunan jalan di Kabupaten Gayo Lues antara PPK BPJN.I Provinsi Aceh dengan PT. Keumala Perdana berdasarkan kontrak nomor: HK.02.03/CTR-Bb1.PJN.I/27/APBN/2018, untuk menjelaskan faktor penyebab penyedia jasa wanprestasi dalam pelaksanaan kontrak kerja konstruksi, kemudian menjelaskan bentuk wanprestasi dan mekanisme penyelesaian sengketa para pihak. Penelitian ini menggunakan metode penelitian yuridis empiris, yaitu dengan membandingkan ketentuan perundang-undangan dengan peristiwa hukum yang terjadi dalam masyarakat. Dengan menggunakan teknik wawancara untuk mendapatkan data sebagai hasil dalam permasalahan yang akan diteliti. Hasil penelitian menjelaskan bahwa faktor penyebab wanprestasi yaitu adanya faktor internal yang menjadi hambatan dalam pelaksanaan pekerjaan pembangunan jalan yang menjadi hambatan dalam pelaksanaan pembangunan tersebut. menitiberatkan pada manajemen pelaksanaan yang tidak terstruktur, kemudian bentuk wanprestasi yang dilakukan yaitu keterlambatan dalam penyelesaian pekerjaan konstruksi, selanjutnya penyelesaian yang ditempuh oleh para pihak yaitu berupa pemutusan kontrak dan pencairan jaminan untuk ganti kerugian , pemutusan dilakukan oleh PPK setelah adanya rapat pembuktian keterlambatan selama tiga kali, yang mana penyedia jasa dianggap tidak mempunyai itikad untuk menyelesaikan pekerjaan sesuai dengan kesepakatan yang telah dibuat dalam kontrak kerja konstruksi. Disarankan kepada pengguna jasa untuk melakukan evaluasi pekerjaan setiap harinya dan mencari solusi untuk permasalahan yang terjadi dilapangan, saran kepada penyedia jasa agar lebih merasa memiliki tanggung jawab terhadap penyelesaian pekerjaan sesuai dengan perjanjian dalam kontrak agar menghindari terjadinya wanprestasi dan disarankan apabila penyelesaian sengketa tidak dapat diselesaikan dengan non-litigasi, penyelesaian sengketa agar diselesaikan secara litigasi agar dana pemerintah tidak dianggap sia-sia.
Perlindungan Hukum Terhadap Harta Bersama Pasca Perceraian Dengan Mantan Suami Yang Sakit Mental Shintya Netria Putri; Darmawan Darmawan; Iman Jauhari
DE LEGA LATA: JURNAL ILMU HUKUM Vol 6, No 2 (2021): Juli-Desember
Publisher : Universitas Muhammadiyah Sumatera Utara

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.30596/dll.v6i2.11646

Abstract

Pasal 37 ayat (1) Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan dan Pasal 97 Kompilasi Hukum Islam dijelaskan bahwa apabila perkawinan putus karena perceraian, Janda atau duda cerai hidup masing-masing berhak seperdua dari harta Bersama. Namun dalam Putusan Nomor:130/Pdt.G/2020/MS-Lgs gugatan pembagian harta bersama oleh penggugat / pihak istri tidak dapat diterima karena alasan tergugat masih berada di bawah pengampuan penggugat/mantan istrinya dan belum dilakukan pencabutan. Isu hukumnya yang diangkat adalah bagaimana perlindungan hukum terhadap hak-hak istri atas harta bersama pasca perceraian. Dengan melakukan penelitian yuridis empiris dengan penelitian lapangan dan kepustakaan diperoleh kesimpulan perlindungan hukum pembagian harta bersama akibat perceraian terhadap tergugat di bawah pengampuan dapat diupayakan dengan pencabutan penetapan pengampuan terlebih dahulu kemudian melanjutkan Kembali gugatan pembagian harta bersamanya agar persidangan dapat dilanksanakan