PENANDA KAJIAN GEORAFI FISIK
Nugroho Hari Purnomo *)
Abstrak : Geografi fisik mengkaji fenomena fisik permukaan bumi yang mempengaruhi kehidupan manusia atau dikenal sebagai geosfer. Geosfer dikaji oleh banyak bidang keilmuan, menjadikan geografi fisik harus memiliki ciri sebagai suatu keilmuan yang berbeda dengan keilmuan lainnya, yaitu berdasarkan pada pendekatan geografi. Akan tetapi luasnya geosfer sebagai objek kajian, kiranya masih perlu adanya penciri geografi fisik yang dapat ditandai berdasarkan pada : (1) adanya keteraturan alam semesta berupa sistem yang seimbang, (2) penyederhanaan fenomena permukaan bumi menjadi suatu model, dan (3) pembatasan luasan atau skala kajian yang diamati. Dengan adanya penanda kajian geografi fisik tersebut diharapkan adanya ketegasan antara keilmuan geografi fisik dengan keilmuan lainnya serta fenomena geosfer yang keterkaitannya tidak terbatas dapat lebih mudah dipahamai.
Kata kunci : geografi fisik, sistem, model, skala
GEOGRAFI FISIK
Geografi menurut Blij dan Muller (1993) adalah disiplin akademik yang berkaitan dengan penjelasan karakteristik fisik dan manusia di permukaan bumi dengan penekanan pada mengapa sesuatu berada di tempat tertentu. Karakteristik fisik dan manusia di permukaan bumi akan mewujudkan suatu fenomena permukaan bumi. Fenomena permukaan bumi merupakan wajah permukaan bumi yang tersusun oleh sebagian atau semua unsur geosfer yang terdiri dari litosfer, atmosfer, hidrosfer, pedosfer, biosfer, dan antroposfer. Fenomena permukaan bumi tersebut merupakan objek material geografi. Geografi fisik didefinisikan sebagai studi distribusi dan saling hubungan fenomena-fenomena alami dari litosfer, atmosfer, hidrosfer, dan biosfer (Slaymaker dan Spencer, 1998). Keempat fenomena alami tersebut merupakan komponen pembentuk lapisan kehidupan, yang dapat digambarkan seperti pada Gambar 1.
Gambar 1. Skema Hubungan Fenomena Alami Pembentuk Lapis Kehidupan
(Sumber : Strahler dan Strahler, 1997)
Menurut Blij dan Muller (1993), geografi fisik mempelajari kondisi fisik permukaan bumi, yang mencakup studi tentang tanah, lautan, atmosfer, batuan, air, vegetasi, dan binatang. Keberadaan geografi fisik merupakan kombinasi dari beberapa kajian ilmu lain. Secara skematis hubungan antara disiplin ilmu lain dengan geografi fisik disajikan pada Gambar 2.
Gambar di bawah memperlihatkan bahwa kajian geosfer yang dikaji oleh banyak ilmu, menjadikan geografi atau geografi fisik belum memiliki ciri sebagai suatu ilmu yang mandiri. Supaya geografi atau geografi fisik memiliki ciri sebagai ilmu, maka objek formalnya harus spesifik yang membedakan dengan keilmuan lainnya. Objek formal geografi yang selama ini telah menjadi identitas ilmu geografi adalah pendekatan keruangan, ekologikal, dan kompleks wilayah (Haggett, 2001). Pendekatan merupakan upaya untuk lebih menjadi dekat kepada objek material yang dikaji. Pendekatan keruangan menekankan pada karakteristik penyusun ruang, pendekatan ekologikal menekankan pada hubungan antara manusia dengan tempat kehidupannya, sedang pendekatan kompleks wilayah menekankan adanya hubungan pengaruh antara satu wilayah dengan wilayah lainnya. Ketiga pendekatan tersebut merupakan kerangka orientasi dalam mengkaji objek material geografi
PENANDA GEOGRAFI FISIK
Geografi fisik sebagai suatu ilmu pengetahuan memiliki objek kajian berupa fenomena permukaan bumi pada komponen abiotik dan biotik non manusia akan tetapi berpengaruh terhadap kehidupan manusia. Objek kajian fenomena permukaan bumi tersebut memiliki cakupan yang sangat luas sehingga akan tumpang tindih dengan ilmu pengetahuan lainnya. Pendekatan geografi secara umum tetap merupakan objek formal dalam kajian geografi fisik. Akan tetapi perlu adanya penanda lainnya yang mencirikan identitas sebagai ilmu geografi fisik.
Geologi à
Geomorfologi
Botani
Meterorologià
Klimatologi
Geografi
Biogeografi
ß Ekologi
Pedologi à
Geografi tanah
fisik
Zoologi
Oseanografi à
Geografi kelautan
Sumberdaya air
ß Hidrologi
Gambar 2. Skema Kajian-Kajian Penyusun Geografi Fisik
(Sumber : Blij dan Muller, 1993; dengan modifikasi)
Fenomena permukaan bumi yang luas dan komplek akan memiliki serta memunculkan banyak konsep maupun metode spesifik yang baru. Penanda karakteristik geografi fisik mempertimbangkan tiga pendekatan umum yang meliputi sistem, model, dan besaran. Ketiga penanda tersebut merupakan karakteristik geografi fisik, sehingga dalam studi geografi fisik mutlak digunakan dalam mengkaji objek material.
Sistem
Sejak awal di dalam geografi fisik telah terorganisasi adanya suatu sistem kerangka berfikir. Sistem tersebut didasarkan bahwa kajian geogari fisik mengkombinasikan berbagai macam kajian keilmuan secara parsial. Pada kenyataannya fenomena permukaan bumi sebagi objek material merupakan satu kesatuan yang saling kait mengkait antara satu fenomena dengan fenomena lainnya membentuk suatu sistem. Sistem merupakan suatu rangkaian hubungan kejadian atau objek yang saling berinteraksi (Blij dan Muller, 1993).
Kajian geografi fisik menggunakan pendekatan sistem untuk mencari interaksi dan pertalian antar komponen (Strahler dan Strahler, 2006). Dapat dicontohkan bahwa fenomena permukaan bumi seperti hutan atau padang rumput akan terbentuk karena adanya lima unsur geosfer, yaitu litosfer, atmosfer, hidrosfer, pedosfer dan biosfer. Adanya interaksi beberapa geosfer akan mewujudkan suatu fenomena permukaan bumi yang membentuk suatu sistem, yaitu sistem hutan atau sistem padang rumput. Dalam sistem hutan atmosfer memberikan kontribusi cuaca diantaranya berupa panas matahari dan curah hujan. Panas dan hujan yang sampai di permukaan bumi akan mengakibatkan pelapukan litosfer sehingga terbentuk pedosfer, sementara itu hujan juga akan membentuk sistem hidrosfer. Keberadaan pedosfer dan hidrosfer merupakan media bagi biosfer dalam menjalankan proses fisiologis. Hidrosfer sebagai elemen yang bersifat mobil, secara keruangan akan bergerak sampai di laut atau danau. Melalui proses evapotraspirasi air akan kembali ke atmosfer.
Uraian contoh di atas menjelaskan adanya suatu sistem dalam hubungan elemen-elemen geografi fisik. Dalam sistem tersebut dapat diidentifikasi adanya siklus dan sub sistem. Elemen hidrosfer mengalami suatu siklus dari atmosfer, permukaan bumi, bergerak scara keruangan, dan akhirnya akan kembali ke atmosfer. Elemen hidrosfer sendiri merupakan sub sistem dari sistem hutan, mapun sub sistem dari elemen geografi fisik lainnya.
Di dalam sistem dikenal adanya bentuk sistem terbuka dan sistem tertutup. Sistem terbuka misalnya terjadi pada sungai, sedangkan sistem tertutup seperti pada siklus hidrologi. Sungai merupakan tempat pergerakan air di permukaan bumi dari wilayah hulu ke hilir. Wilayah hulu biasanya terletak di wilayah pegunungan, sedangkan hilir terletak di wilayah pesisir. Pergerakan air sungai dari hulu ke hilir merupakan bentuk sistem terbuka, karena sesampainya di laut air tidak dapat berbalik kembali ke sungai. Sementara untuk siklus hidrologi, air dalam bentuk uap air akan bergerak ke atmosfer, selanjutnya akan kembali lagi ke permukaan bumi dan dialirkan melalui sungai.
Sistem tertutup membentuk suatu siklus, yaitu material yang sama akan mengalami proses yang berulang meskipun berubah wujud sementara. Banyak sekali siklus lainnya berlangsung di permukaan bumi. Siklus batuan, siklus oksigen, siklus energi dan lainnya berlangsung di objek material geografi fisik. Demikian juga dengan peristiwa pada sistem terbuka, seperti proses penaplain, pergerakan material sedimen, juga berlangsung pada objek material geografi fisik. Secara sederhana dapat dikatakan bahwa sistem terbuka mengikuti proses input dan output, sedangkan sistem tertutup tidak.
Hasil dari suatu sistem ada yang bersifat keseimbangan dinamik dan umpan balik. Sistem keseimbangan dinamik bukan merupakan suatu proses yang berkembang atau berubah, tetapi bersifat melengkapi dan melanjutkan untuk menyelesaikan suatu proses sampai terjadi adanya keseimbangan. Suatu contoh adalah hubungan antara dinamika gelombang dengan pasokan sedimen yang bembentuk garis pantai. Garis pantai merupakan bentuk keseimbangan dinamik antara pasokan material dengan besaran gelombang. Untuk sistem yang bersifat umpan balik, merupakan suatu perubahan di dalam satu bagian dari sistem yang menyebabkan perubahan di dalam bagian lain dari sistem tersebut. Suatu contoh adalah efek bangunan kaca pada gedung-gedung bertingkat yang memantulkan kembali radiasi matahari yang menimpanya.
Dalam pendekatan sistem, dikenal adanya sistem thinking dan sistem laundry list thinking (Anonim, 1999). Sistem thinking menyatakan bahwa suatu perubahan atau prilaku atau dinamika, akan dimunculkan oleh suatu struktur berupa unsur-unsur pembentuk yang saling bergantung (interdependensi). Pokok dari sistem thinking adalah melihat hubungan saling bergantung, bukan hubungan sebab akibat, dan melihat adanya proses-proses perubahan, bukan peristiwa sesaat. Kebalikan sistem thinking adalah sistem laundry list thinking, yang berangkat dari beberapa asumsi sebagai berikiut : (1) setiap faktor berperan sebagai suatu sebab terhadap akibat, (2) setiap faktor bertindak sendiri-sendiri, (3) bobot faktor selamanya tetap, dan (4) cara pengaruh suatu faktor terhadap faktor lainnya bersifat positif negatif.
Sistem laundry list thinking masih menunjukkan ciri parsial dan statis. Dari sini terlihat bahwa dalam geografi fisik pendekatan dengan sistem thinking lebih sesuai dengan realita fenomena permukaan bumi dari pada pendekatan sistem laundry list thinking.
Model
Model merupakan ciptaan ideal dari kenyataan seperti aslinya yang kompleks dengan maksud untuk menyederhanakan kenyataan tersebut sehingga mudah untuk dipahami dari suatu kenyataan (Blij dan Muller, 1993). Di dalam geografi fisik model memegang peranan penting untuk mengamati sebagian atau seluruh permukaan bumi di dalam analisis spasial. Model ini merupakan representasi dari permukaan bumi yang disederhanakan. Peta merupakan bentuk model permukaan bumi yang paling tepat bagi geografi fisik, sehingga penggunaan peta merupakan bagian yang penting untuk menjembatani antara dunia nyata dengan teori. Peta merupakan model simbolik dengan tingkat abstraksi menengah, yang berasal dari model ikonik pada abstraksi rendah, dan mampu menghasilkan model analog pada abstraksi tinggi. Hubungan tersebut disajikan pada Gambar 3.
Gambar 3. Model Sebagi Jembatan Antara Dunia Nyata dengan Teori dalam Geografi
(Sumber : Haggett, 2001 dan Sutanto 1995 dengan modifikasi
Model ikonik dan simbolik merupakan bentuk model keruangan yang menggambarkan wajah permukaan bumi. Tetapi untuk mengetahui faktor-faktor geosfer yang beroperasi pada ruang sehingga berkontribusi membentuk wajah permukaan bumi, model analog lebih representatif untuk mengetahui keterkaitan antar faktor. Penyusunan model analog diawali dari identifikasi pola tingkah laku spesifik dari faktor yang ada, dan dapat diwujudkan dalam diagram pola hubungan. Sebagai suatu contoh model adalah dinamika kualitas lingkungan. Perubahan yang terjadi terutama di sekitar daerah perkotaan yang begitu cepat, seringkali kesulitan untuk mengantisipasinya sehingga menimbulkan masalah lingkungan seperti pencemaran udara, tanah, dan air.
Model kualitas lingkungan di sini hanya menggambarkan seberapa besar perubahan lingkungan terjadi terhadap kondisi normal yang ada. Kualitas lingkungan dibatasai atas kualitas air, tanah, dan udara. Model menggambarkan laju penurunan kualitas lingkungan yang dipengaruhi oleh aktivitas manusia melalui faktor perubah kualitas lingkungan. Sedangkan laju absorbsi pencemaran berfungsi memperlambat proses penurunan kualitas lingkungan. Pada kenyataannya fenomena geosfer sebagai objek material geografi fisik memiliki hubungan saling pengaruh mempengaruhi. Hubungan tersebut dapat disusun dalam model diagram analog untuk melihat keterkaitannya. Skema model kualitas lingkungan tersebut disajikan pada Gambar 4.
Skala
Pendekatan terhadap dunia nyata perlu untuk mempertimbangkan ukuran subyek maupun fenomena yang menjadi kajian. Luasan keruangan fenomena permukaan bumi merupakan suatu permasalahan yang dapat di atasi dengan pembatasan luasan keruangan. Skala merupakan perbandingan jarak antara dua titik sembarang di peta dengan jarak horisontal kedua titik tersebut di permukaan bumi dengan satuan ukuran yang sama. Menurut Blij dan Muller (1993), skala kajian geografi meliputi luasan kurang lebih dari 105 cm sampai kurang dari 1010 cm. Ukuran kajian tersebut dapat mencakup fenomena permukaan bumi dari skala lokal sampai global. Ukuran kajian dimaksud apabila di konversikan ke tingkatan administrasi lebih kurang adalah dari tingkat dusun sampai ukuran lingkar equator.
Skala mengacu pada tingkatan struktur organisasi fenomena dan variasi pola dari fenomena yang dikaji (Strahler dan Strahler, 2006). Skala merupakan representasi dari ukuran dan pola objek permukaan bumi, semakin besar skala yang diindikasikan dengan angka perbandingan yang semakin kecil, informasi objek kajian menjadi semakin banyak. Sebaliknya semakin kecil skala yang diindikasikan dengan angka perbandingan yang semakin besar, informasi objek kajian menjadi semakin sedikit.
Gambar 4. Model Kualitas Lingkungan
(Sumber : Djajadiningrat 2000, dengan modifikasi)
Model permukaan bumi yang diperkecil dalam bentuk peta harus memperhatikan aspek besaran pengecilan permukaan bumi tersebut. Hal ini terkait dengan banyak sedikitnya informasi yang diperoleh. Sebagai contoh adalah tingkat ketelitian peta tematik untuk mendukung rencana tata ruang wilayah (RTRW) berdasarkan yang telah diundangkan berdasarkan Peraturan Pemerintah no.10/2000 tanggal 20 Desember 2000 sebagai berikut : (1) peta RTRW Nasional minimal 1 : 1.000.000, dengan informasi berupa garis pantai, hidrografi dengan lebar minimal 125 m, kota, jalur transportasi, batas administrasi, nama-nama geografis, (2) peta RTRW Daerah Propinsi minimal 1 : 250.000, dengan informasi berupa garis pantai, hidrografi dengan lebar minimal 35 m, kota, jalur transportasi, batas administrasi, nama-nama geografis, kontur 125 m. Untuk propinsi sempit skala dapat 1 : 50.000 - 1:100.000, untuk skala 1 : 25.000, dan hidrografi minimal 1,5 m dan kontur 5 m untuk skala 1 : 10.000, (3) peta RTRW Daerah Kabupaten, minimal 1 : 100.000, dengan informasi berupa garis pantai, hidrografi dengan lebar minimal 15 m, kota, jalur transportasi, batas administrasi, nama-nama geografis, kontur 50 m. Untuk kabupaten sempit skala dapat 1 : 50.000 - 1:25.000, (4) peta RTRW Daerah Kota minimal 1 : 50.000, dengan informasi berupa garis pantai, hidrografi dengan lebar minimal 7 m, kota, jalur transportasi, batas administrasi, nama-nama geografis, kontur 25 m. Untuk kota sempit skala dapat 1 : 25.000 - 1:10.000, dengan detail informasi hidrografi minimal 5 m dan kontur 12,5 m
PENUTUP
Sistem, model, dan skala bagi geografi fisik merupakan pendekatan yang sangat membantu untuk digunakan secara sadar dalam setiap kajiannya. Realita fenomena permukaan bumi yang menjadi objek material geografi fisik adalah sangat kompleks dan membentuk wajah yang luas di permukaan bumi, memerlukan suatu pendekatan yang dapat memberikan gambaran utuh tetapi sederhana. Banyak penelitian di luar geografi fisik telah memanfaatkan pendekatan yang sama, akan tetapi objek material yang dipandang secara parsial menjadikan pendekatan tersebut bukan hal yang mutlak bagi kajian non geografi fisik.
DAFTAR PUSTAKA
Anonim, 1999. Good Modelling Practice Handbook, Amsterdam: Dutch Dep. of Public Work. Institute for Iland Water Management and Waste Water Treatment
Blij, H.J. de and Muller, Peter O. 1993. Physical Geography of The Global Environment. New York : John Wiley & Sons, Inc.,
Djajadiningrat, H. M., 2000. Model Simulasi Dinamis Untuk Pemantauan Perubahan Lingkungan Wilayah Desa Kota (Kasus Botabek). Makalah Seminar Nasional Pemodelan Dinamis dengan SIG Untuk Pengembangan Wilayah Berwawasan Lingkungan. Jurusan Teknik Geodesi ITB, Bandung
Haggett, P.2001. Geography A Global Synthesis. Essex : Prentice Hall
Slaymaker, T.and Spencer, O., 1998. Physical Geography and Environmental Change., Essex : Longman
Sutanto, 1994. Penelitian Geografi. Majalah Geografi Indonesia, Tahun 8-9 Nomor !4-15. Fakultas Geografi Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta. h. 89-101
Strahler, A. and Strahler, A., 1997. Physical Geography, Science and Systems of The Human environmental, New York : John Wiley & Sons, Inc.
_____________ , 2006. Introducing Physical Geography., New York : John Wiley & Sons, Inc.