Yoga Devaera
Departemen Ilmu Kesehatan Anak Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, Jakarta

Published : 12 Documents Claim Missing Document
Claim Missing Document
Check
Articles

Found 12 Documents
Search

Correlation between the Consumption Frequency of Sugar-Sweetened Beverages with Serum Triglyceride Levels in Female Adolescents Laga Patriantoro; Yoga Devaera; Saptawati Bardosono; Khalida Fauzia; Meirina Khoirunnisa; Dyah Saptarini
World Nutrition Journal Vol. 2 No. 2 (2019)
Publisher : Indonesian Nutrition Association

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.25220/WNJ.V02.i2.0007

Abstract

Background: The prevalence of overweight and obesity in adolescence increases significantly from year to year particularly in Depok. Consumption of sugar-sweetened beverages is one of the causes. Excess triglyceride levels are one of the risk factor for metabolic syndrome and cardiovascular disease. Consumption frequency of sugar-sweetened beverages is associated with increased serum triglyceride levels.  Method: This study used a cross-sectional design involving 47 subjects recruited through the consecutive sampling method. The consumption frequency of sweetened soft drinks is taken by the semiquantitative FFQ method. Samples of serum triglyceride levels were taken from venous blood and measured using enzymatic methods.Result: Forty-seven subjects finished the study protocol The result showed that there is a significant positive correlation with very strong degrees (p = <0.001, r = 0.88) between the consumption frequency of sugar-sweetened beverages with serum triglyceride levels.Conclusion: There is a significant positive correlation with very strong degrees between the consumption frequency of sugar-sweetened beverages with serum triglyceride levels.Keywords: overweight, female adolescence, sugar-sweetened beverages, triglyceride
Protein and iron intake adequacy among high school girls in Depok, Indonesia Meirina Khoirunnisa; Yoga Devaera; Umi Fahmida; Fiastuti Witjaksono; Erfi Prafiantini
World Nutrition Journal Vol. 4 No. 2 (2021): Volume 04 Issue 2, August 2021
Publisher : Indonesian Nutrition Association

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.25220/WNJ.V04.i2.0004

Abstract

Introduction: Iron deficiency anemia is the most common type of anemia among adolescent girls. The prevalence of anemia among pregnant women increased from 2013 to 2018, and females age 15-24 years had the highest prevalence of anemia. Therefore, knowing the baseline status of protein and iron intake —particularly animal-sourced protein as the main source of heme iron—is important to design future intervention program. Thus, this study was aimed to assess the protein and iron intake adequacy of High School girls in Depok, Indonesia. Methods: 211 girls from Senior High School in Depok, Indonesia participated in this study. Subjects were selected using a multi-stage random sampling method. A questionnaire was administered to obtain general characteristics. Dietary intake data were obtained using a 3-day non-consecutive 24hr recall 1 weekend 2 weekdays interview. Anthropometric status was measured and calculated. Data were analyzed using IBM SPSS Statistics 20. Spearman’s correlation (significance p<0.05) was used to determine the factors related to protein and iron intake. Results: This population had inadequate intake of energy (97.2%), protein (59.7%), and iron (98.6%). However, intake of fat was higher than recommended in 59.2% of participants. Protein and iron intake were not correlated with age, father’s education, mother’s education, and the number of household member.
Laporan kasus: Gizi Buruk Sekunder Akibat Kelainan Genetik: Hutchinson-Gilford Progeria Syndrome Dion D. Samsudin Hutagaol; Yoga Devaera
Majalah Kedokteran UKI Vol. 34 No. 2 (2018): APRIL - JUNI
Publisher : Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Indonesia

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

AbstrakPertumbuhan dan perkembangan adalah fenomena khas yang terjadi pada populasi anak, dibutuhkan pemantauansecara berkala untuk mendeteksi masalah pada asupan nutrisi atau kemungkinan penyakit lainnya. Apabila anaktidak memenuhi target pertumbuhan, maka anak tersebut jatuh ke dalam kategori gagal tumbuh, dan apabila tidakditangani dengan baik dapat masuk ke dalam kategori gizi buruk. Prevalensi balita di Indonesia dengan gizi burukpada tahun 2016 adalah 3,4%. Gizi buruk sekunder dapat terjadi oleh karena proses patogenesis suatu penyakit. Giziburuk pada pasien dengan sindrom merupakan fenomena yang menarik untuk diamati, karena sulit dalam prosesdiagnosis, tatalaksana, dan tidak semuanya memiliki prognosis yang baik. Hutchinson-Gilford Progeria syndrome(HGPS) merupakan suatu kelainan genetik dengan morfologi klinis yang sangat khas, dan memiliki perjalananklinis yang menarik untuk diamati. Sampai saat ini belum terdapat publikasi mengenai kasus anak dengan HGPSdi Indonesia. Kata Kunci: gizi buruk marasmik, Hutchinson-Gilford Progeria syndrome AbstractGrowth and development are unique for children, and monitoring is performed regularly to identify problemsin nutritional intake or a disease. Failure to thrive is diagnosed when a child failed to acquire the appropriateweight gain, and if this condition is not treated, a child will become severely malnourished. Prevalence of severelymalnourished children in Indonesia in 2016 was 3.4%. Malnutrition can occur secondary due to other diseasepathology. Patient with syndrome often accompanied with severe malnutrition problems, thus further complicatesthe diagnosis, treatment and may worsen the prognosis. Hutchinson-Gilford Progeria syndrome (HGPS) is a geneticsystemic disease with a distinct clinical morphology, and unique pathophysiology. There is no published data aboutchildren with HGPS in Indonesia. Keywords: severe malnutrition, Hutchinson-Gilford Progeria syndrome
The Effectiveness of Home and Hospital Enteral Nutrition: A Preliminary Study Moretta Damayanti; Yoga Devaera; Aria Kekalih
Majalah Kedokteran Sriwijaya Vol 51, No 4 (2019): Majalah Kedokteran Sriwijaya
Publisher : Fakultas Kedokteran Universitas Sriwijaya

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.36706/mks.v51i4.10241

Abstract

Home enteral nutrition (EN) at dr. Mohammad Hoesin Hospital (RSMH) was rare. Its acceptability and effectiveness were not known. This study was aimed to determine the effectiveness of home EN compared with EN for hospitalized patients as the control group. We conducted a preliminary quasi-experimental study with anthropometric measurements every seven days until the twenty-eighth day. There were 15 subjects for each group. The acceptability rate of home EN was 100%. The mean of initial weight for height (WHZ T0) between the control group and home EN group was -2.83 (2.49) vs -2.46 (2.44). The mean of WHZ at T7 was -2.51 (2.29) vs -1,99 (2.49). There was an increase in each group (P=0.009), but the difference was not significant (P=0.584). Complications occurred in 13.3% of subjects in the control group and 66.7% in the home EN group. There was a significant WHZ change affected by complications, but the change was not significant (P=0.186). We concluded that home enteral nutrition had the same effectiveness as in the hospital. 
Larutan Glukosa Oral Sebagai Analgesik pada Pengambilan Darah Tumit Bayi Baru Lahir: Uji Klinis Acak Tersamar Ganda Yoga Devaera; Hartono Gunardi; Imam Budiman
Sari Pediatri Vol 9, No 2 (2007)
Publisher : Badan Penerbit Ikatan Dokter Anak Indonesia (BP-IDAI)

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.14238/sp9.2.2007.127-31

Abstract

Latar belakang. Penanganan nyeri pada bayi baru lahir masih belum menjadi perhatian. Larutan manis dapatdigunakan untuk mengurangi nyeri. Premature infant pain profile (PIPP) merupakan salah satu skala nyeriyang telah divalidasi.Tujuan Penelitian. Mengetahui efek pemberian 0,5 mL larutan glukosa 30% per oral 2 menit sebelumtindakan terhadap skala PIPP saat pengambilan darah tumit bayi baru lahir.Metode. Penelitian ini merupakan uji klinis acak tersamar ganda pada bayi baru lahir bugar yang perlupengambilan sampel darah melalui tumit di RSCM. Skala PIPP dilakukan oleh dua penilai secara tersamarberdasarkan rekaman video.Hasil. Tujuh puluh tiga bayi terbagi dalam kelompok intervensi (n=37) dan kontrol (n=35). Rerata nilai skalaPIPP kelompok intervensi lebih rendah dibanding kelompok kontrol oleh kedua penilai, yaitu berturut-turut (4,5± 3,1) dan (6,3 ± 4) dibanding (6 ± 3,1) dan (8,4 ± 4,5) (p < 0,05). Koefisien Kappa antar dua penilai ialah 0,726.Kesimpulan. Pemberian 0,5 mL larutan glukosa 30% per oral 2 menit sebelum pengambilan darah melaluitumit bayi baru lahir dapat mengurangi nyeri. 
Pemberian Nutrisi pada Pasien dengan Penyakit Kritis di Ruang Perawatan Intensif Anak RS. Cipto Mangunkusumo Irene Yuniar; Abdul Latief; Yoga Devaera; Suci Fitrianti
Sari Pediatri Vol 16, No 4 (2014)
Publisher : Badan Penerbit Ikatan Dokter Anak Indonesia (BP-IDAI)

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.14238/sp16.4.2014.254-9

Abstract

Latar belakang. Anak yang dirawat di PICU (pediatric intensive care unit) Anak cenderung untuk mengalamimalnutrisi sejak masuk atau selama perawatan. Hal ini akan memperberat penyakit dasar dan komplikasinya,memperpanjang lama rawat, serta meningkatkan mortalitas. Perhitungan kebutuhan kalori yang tepat sertapemberian nutrisi yang adekuat dan sesuai merupakan target perawatan anak di PICU. Baik underfeedingataupun overfeeding dapat terjadi di PICU Anak selama perawatan.Tujuan. Mengetahui status gizi awal pasien masuk PICU Anak, pola pemberian nutrisi, serta faktor yangmemengaruhi pemberian nutrisi pada anak yang di PICU.Metode. Penelitian potong lintang dengan menggunakan data rekam medis pasien yang dirawat di PICUAnak dalam kurun waktu 3 bulan. Didapatkan 45 subjek ikut serta. Dari 45 data pasien didapatkan 127peresepan untuk menilai keseuaian peresepan dengan pemberian nutrisi pada pasien.Hasil. Penelitian ini mendapatkan 47,8% pasien malnutrisi saat awal masuk PICU Anak, 8,7% mengalamiobesitas. Pada hari kedua perawatan, 41,3% pasien mulai mendapat nutrisi. Underfeeding terjadi padapemberian kalori, protein, dan lemak. Selain itu, 44,9% underfeeding terjadi karena perdarahan salurancerna.Kesimpulan. Pemberian nutrisi pada pasien yang dirawat di PICU Anak merupakan hal yang sangat penting.Perlu perhitungan kebutuhan nutrisi yang cermat, pemberian nutrisi tepat yang sesuai kebutuhan pasienagar tidak terjadi malnutrisi yang lebih berat lagi.
Deteksi Adiksi Internet dan Faktor-Faktor yang Memengaruhinya pada Remaja di Masa Pandemi Covid-19 Diana Adriani Banunaek; Rini Sekartini; Sudung O. Pardede; Bambang Tridjaja; Ari Prayitno; Yoga Devaera
Sari Pediatri Vol 23, No 6 (2022)
Publisher : Badan Penerbit Ikatan Dokter Anak Indonesia (BP-IDAI)

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.14238/sp23.6.2022.360-8

Abstract

Latar belakang. Pandemi Covid-19 memberikan dampak besar secara global, salah satunya di bidang pendidikan. Kegiatan pembelajaran dilakukan secara daring (dalam jaringan). Remaja yang mengikuti sekolah daring lebih banyak menghabiskan waktu di depan layar. Remaja juga merasa kesepian karena adanya pembatasan sosial sehingga mencari pelarian melalui internet. Hal ini menyebabkan semakin meningkatnya waktu di depan layar sehingga meningkatkan adiksi internet pada remaja.Tujuan. Mengetahui prevalens adiksi internet remaja di masa pandemi Covid-19 serta mengetahui hubungannya dengan beberapa faktor sosio-demografik. Metode. Penelitian potong lintang terhadap 332 siswa SMP/SMA/SMK/sederajat yang sedang menjalani sekolah daring, melalui pengisian kuesioner faktor sosio-demografik dan KDAI (kuesioner deteksi adiksi internet), dalam waktu 3 bulan (Maret-Juni 2021).Hasil. Prevalensi adiksi internet remaja sebanyak 29,8%. Faktor yang berhubungan dengan adiksi internet adalah waktu di depan layar untuk kegiatan hiburan ≥3 jam (p=0,001, adjusted OR 4,309, IK 95% 1,833-10,129) serta pengawasan orangtua yang buruk dalam penggunaan internet (p=0,037, adjusted OR 1,827, IK 95% 1,038-3,215). Kesimpulan. Tidak ada peningkatan prevalensi adiksi internet remaja di masa pandemi Covid-19. Variabel yang memiliki hubungan dengan adiksi internet adalah pengawasan orangtua yang buruk dan waktu depan layar untuk kegiatan hiburan ≥3 jam.
Pengaruh Kadar Hemoglobin Pre-transfusi dan Feritin Serum terhadap Pertumbuhan Fisik Pasien Thalassemia β Mayor Cece Alfalah; Dewi A. Wisnumurti; Endang Windiastuti; Hikari A. Sjakti; Dwi Putro; H.F. Wulandari; Yoga Devaera
Sari Pediatri Vol 19, No 6 (2018)
Publisher : Badan Penerbit Ikatan Dokter Anak Indonesia (BP-IDAI)

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.14238/sp19.6.2018.349-55

Abstract

Latar belakang. Kadar hemoglobin pre-transfusi dan feritin serum memengaruhi pertumbuhan anak dengan thalassemia β-mayor. Penelitian tentang thalassemia sudah dilakukan di Indonesia, tetapi penelitian tentang hubungan thalassemia dengan pertumbuhan fisik masih terbatas.Tujuan. Mengetahui pengaruh kadar Hb pre-transfusi dan feritin serum terhadap pertumbuhan fisik pasien thalassemia β-mayor.Metode. Penelitian berupa analitik observasional potong lintang, menganalisis pengaruh kadar Hb pre-transfusi dan feritin serum terhadap parameter (perawakan pendek dan sangat pendek, gizi kurang dan buruk, usia tulang yang terlambat). Dilakukan pada bulan Agustus-Oktober 2017 pada pasien thalassemia β-mayor yang berobat ke Thalassemia-Centre RSUD Pekanbaru.Hasil. Subjek 41 orang, rentang usia 18-204 bulan. Jenis kelamin laki-laki lebih banyak daripada perempuan (53,7% vs 46,3%). 40% subjek mengalami retardasi pertumbuhan. Terdapat korelasi bermakna antara kadar Hb pre-transfusi dengan Z-score TB/U (r=0,507, p=0,001) dan LILA/U (r=0,467, p=0,02). Hb pre-transfusi berpengaruh terhadap interpretasi duduk/umur (p=0,007, IK95%: -1,5 - -0,3), subischial leg length/umur (p=0,002), tetapi tidak pada interpretasi rasio segmen atas/bawah dan usia tulang. Hasil berbeda pada kadar feritin yang tidak memiliki korelasi terhadap semua variabel.Kesimpulan. Terdapat pengaruh yang bermakna secara statistik antara kadar Hb pre-transfusi dengan parameter penelitian serta tidak terdapat pengaruh yang bermakna secara statistik antara kadar feritin serum dengan parameter tersebut.
Prognosis Leukemia Limfoblastik Akut pada Anak Obes Teny Tjitra Sari; Endang Windiastuti; Gitta Reno Cempako; Yoga Devaera
Sari Pediatri Vol 12, No 1 (2010)
Publisher : Badan Penerbit Ikatan Dokter Anak Indonesia (BP-IDAI)

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.14238/sp12.1.2010.58-62

Abstract

Latar belakang. Obesitas merupakan salah satu masalah gizi yang banyak ditemukan pada anak. Beberapapenelitian menunjukkan hubungan obesitas pada peningkatan risiko relatif beberapa keganasan. Keganasanyang paling sering ditemukan pada anak adalah leukemia limfoblastik akut. Bagaimana prognosisleukemia limfoblastik akut pada anak obes?Tujuan. Mengetahui prognosis pasien leukemia limfoblastik akut anak dengan obesitas.Metode. Studi deskriptif menggunakan data registrasi semua pasien baru leukemia limfoblastik akut pada1 Januari 2007 – 31 Desember 2009 di Departemen Ilmu Kesehatan Anak FKUI/RSCM.Hasil. Selama penelitian tiga tahun didapatkan 12 pasien leukemia limfoblastik akut dan obesitas denganprevalens 6,1%. Usia berkisar 2-14 tahun dengan rerata 6,4 tahun. Sembilan dari 12 pasien merupakankelompok risiko tinggi dan sebagian besar (6 dari 9 pasien) datang dengan jumlah rerata leukosit adalah101.650/mm3 (66.700-159.000/mm3). Remisi pada fase induksi didapatkan pada 10 dari 12 pasien. Relapsterjadi pada tiga pasien, semuanya terjadi pada fase pemeliharaan dengan tempat relaps adalah sumsumtulang (dua pasien) dan intrakranial (satu pasien). Dua dari tiga subjek penelitian yang relaps, meninggaldunia dengan penyebab kematian perdarahan intrakranial.Kesimpulan. Obesitas mempengaruhi prognosis pada pasien leukemia limfoblastik akut anak.
Mortality, length of hospital stay, and nutritional status improvement in severely malnourished children with HIV infection in a tertiary center Yoga Devaera
Paediatrica Indonesiana Vol 52 No 6 (2012): November 2012
Publisher : Indonesian Pediatric Society

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (103.286 KB) | DOI: 10.14238/pi52.6.2012.362-6

Abstract

Background Severe malnutrition contributes to child mortalityrates, especially in children under five HIV infection further increases the risk of death.Objective To evaluate the impact of HIV infection on mortality,length of hospital stay and improvement of nutritional status inseverely malnourished inpatients under five Methods This retrospective study included children aged less than5 years and admitted to a terti ary hospital for severe malnutrition.We excluded those with incomplete data, as well as thosetransferred to other hospitals or discharged against medical advice.Outcome measures were live/death status, length of hospital stayand improvement of nutritional status (weight gain and improvedweight􀁀for􀁀height Z score).Results Of 104 eligible patients, 97 were included as studysubjects. Their mean ages were 25.8 (SD 17.3) months forHIY-infected children and 16.3 (SD 15.3) months for HIYuninfectedchildren. Death occurred in 31.8% and 18.7% ofHIV􀁀infected and uninfected subjects, respectively. Medianlength of hospital stay was 14.5 (range 5􀁀51) days and 11(range 1􀁀99) days, respectively. There were no statisticallysignificant differences in between the two groups. Weight􀁀for􀁀height Z scores (WHZ) onadmission and discharge in HIV􀁀infected children were lowerthan those of uninfected children, but the weight gain (medianweight gain of 0.45 (-0.26 to 1.9) kg vs 0.38 (-0.81 to 2.2) kgin HIV􀁀infected and uninfected children, respectively) andimprovement of WHZ [1 (SD 1.1) vs 0.9 (SD 1), respectively]were similar.Conc l usion Severely malnourished children with HIVinfection had higher mortality rate, and longer hospitalizationsthan the uninfected group, although the differences were notstatistically signific ant. They also had lower mean WHZ scoresat admission and discharge, butnutritionalimprovement wassimilar to those who were HIV􀁀negative. [Paediatr Indones.2012;52:362-6].