Claim Missing Document
Check
Articles

Found 7 Documents
Search

Psychosocial Aspects of Mothers of Malnourished and Well-Nourished Children Zein Sulaiman; M. A. Husaini; Joko Kartono; Rini Azwein Jenie; Sihadi Sihadi; Paul F. Matulessy; Darwin Karyadi
Paediatrica Indonesiana Vol 36 No 11-12 (1996): November - December 1996
Publisher : Indonesian Pediatric Society

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (448.957 KB) | DOI: 10.14238/pi36.11-12.1996.248-57

Abstract

In order to determine whether differences in sociopsychological environ­ment and related factors exist between malnourished and well-nourished children, a study on 126 underfive children was carried out in Bogor, West Java, Indonesia. The children were grouped into severely malnourished, mild-moderately malnourished, and well-nourished children. Each group consisted of 42 children, and they were selected from die same surrounding which have fairly same housing condition, age, and sex. Differences were found between the three groups on parent's education, the birth order of the child, the expenditure per capita, and breast feeding history. However, there was no significant difference on knowledge about health and nutrition, mother and child relationship. It was observed that children who were never breastfed had a tendency to be severely or moderately malnourished. The mothers who were doing only household chores were worried about the future of their children; on the other hand, the mothers who have more contact with community (monthly welfare movement meetings, and other activities outside homes) have a tendency to have well-nourished children. The proposed hypothesis that mother and child interaction affects the level of die nutritional status of the children requires more testing in a more comprehensive study.
PENDIAGNOSAAN STATUS BESI BERDASARKAN NILAI HEMOGLOBIN PADA ANAK WANITA DI PERKEBUNAN TEH, JAWA BARAT M. A. Husaini
Penelitian Gizi dan Makanan (The Journal of Nutrition and Food Research) JILID 16 (1993)
Publisher : Persagi

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.22435/pgm.v0i0.2272.

Abstract

Untuk mendiagnosa status besi harus dilakukan tiga macam pemeriksaan biokimia yaitu: trasferin jenuh, ferritin, dan FEP (free erythrocyte phorphyrin). Dua diantara tiga macam parameter ini tidak normal maka disebut defisiensi besi. Tetapi ketiga macam pemeriksaan ini sulit dilakukan di dalam program, karena itu perlu ada suatu teknologi sederhana yaitu dengan hanya pemeriksaan Hb. Berdasarkan penelitian terhadap 209 orang anak Balita dan 107 orang wanita dewasa pemetik teh di Perkebunan Teh, Pengalengan, Bandung, didapatkan bahwa 12.0 g% Hb (Se=83.5%, Sp=83.7%) untuk anak Balita, dan 12.0 g% Hb (Se=86.0%, Sp=68.1%) untuk wanita dewasa, adalah batas yang dinyatakan paling tepat untuk menilai status besi. Diatas atau sama dengan nilai-nilai tersebut seseorang dinyatakan normal, sebaliknya dibawah nilai-nilai tersebut seseorang dinyatakan defisiensi besi. Sedangkan nilai batas anemia untuk Balita adalah 11 g% dan wanita dewasa adalah 12 g%. Berdasarkan kedua macam indikator tersebut diatas (batas defisiensi besi dan batas anemia) akan didapatkan tiga macam status besi, yaitu: (1) anemia defisiensi besi, (2) non anemia tapi defisiensi besi, dan (3) non anemia non defisiensi besi (normal). Nilai-nilai tersebut disarankan untuk dapat dipergunakan dalam pemecahan maupun penilaian program kesehatan masyarakat.
POLA MENYUSUI DAN PEMBERIAN MAKANAN PADA ANAK BALITA PENDERITA GIZI BURUK DI WILAYAH BOGOR Sudjasmin Sudjasmin; Sri Muljati; Sihadi Sihadi; Suhartato Suhartato; M. A. Husaini
Penelitian Gizi dan Makanan (The Journal of Nutrition and Food Research) JILID 16 (1993)
Publisher : Persagi

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.22435/pgm.v0i0.2275.

Abstract

Penelitian pola menyusui dan pemberian makanan pada penderita Gizi Buruk telah dilakukan terhadap pengunjung Klinik Gizi Bogor, berusia antara 6 bulan sampai dengan 48 bulan. Anak-anak penderita Gizi Buruk yang diteliti umumnya berumur di bawah 24 bulan dan hanya sedikit di atas 24 bulan. Yang paling banyak ditemui adalah marasmus (90.8%), sedangkan kwashiorkor dan marasmic-kwashiorkor hanya sedikit yaitu masing-masing 4.6% dan 4.6%. Umumnya anak-anak ini disapih pada usia sangat muda, bahkan lebih dari setengahnya (53.3%) telah disapih pada usia kurang dari 7 bulan. Alasan disapih adalah karena ibu hamil lagi, ibu sakit dan ASI tidak keluar. Anak-anak penderita Gizi Buruk ini juga telah mendapat makanan tambahan terlalu dini yaitu sejak berumur kurang dari 4 bulan. Selain itu juga sering diberi makanan jajanan berupa chiki, pisang goreng, ubi, agar-agar dan roti (biskuit); tabu diberi makan ikan; dan mengalami sulit makan karena sering sakit.
PREVALENSI ANEMIA ANAK SEKOLAH DASAR DI DAERAH PENGHASIL DAN BUKAN PENGHASIL SAYURAN HIJAU DI KABUPATEN BOGOR Sukati Saidin; M. A. Husaini; Ignatius Tarwotjo; Suhardjo Suhardjo; Yuniar R.
Penelitian Gizi dan Makanan (The Journal of Nutrition and Food Research) JILID 16 (1993)
Publisher : Persagi

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.22435/pgm.v0i0.2282.

Abstract

Telah dilakukan penelitian secara cross-sectional untuk mengetahui gambaran dan perbedaan konsumsi sayuran hijau dan prevalensi anemia anak SD di daerah penghasil dan bukan penghasil sayuran hijau di Kabupaten Bogor. Penelitian dilakukan di tlga desa penghasil sayuran hijau di Kecamatan Ciampea dan tiga desa bukan penghasil sayuran hijau di Kecamatan Nanggung di wilayah Kabupaten Bogor. Hasil penelitian menunjukkan bahwa anak SD di daerah penghasil sayuran hijau lebih sering dan lebih banyak mengkonsumsi sayuran hijau dibandingkan dengan anak SD di daerah bukan penghasil sayuran hijau (P<0.05). Prevalensi anemia pada anak SD di daerah penghasil sayuran hijau tidak berbeda nyata dengan anak SD di daerah bukan penghasil sayuran hijau. Tetapi rata-rata kadar Hb anak SD di daerah penghasil sayuran hijau berbeda nyata dengan anak SD di daerah bukan penghasil sayuran hijau (12.3 g/dl vs 11.9 g/dl). Faktor-faktor yang berpengaruh nyata pada kadar Hb anak SD di daerah penghasil sayuran hijau ialah frekuensi makan sayur dan konsumsi zat besi dengan koefisien regresi sebesar 0.38009 dan 0.32432. Demikian juga faktor-faktor yang berpengaruh nyata terhadap kadar Hb anak SD di daerah bukan penghasil sayuran hijau ialah konsumsi zat besi dan frekuensi makan sayur dengan koefisien regresi sebesar 0.49240 dan 0.43696.
STATUS GIZI MURID TAMAN KANAK-KANAK DAN SEKOLAH DASAR DI SEKOLAH FAVORIT DAN BUKAN FAVORIT Anies Irawati; Heryudarini Harahap; Dyah Santi Puspitasari; M. A. Husaini
Penelitian Gizi dan Makanan (The Journal of Nutrition and Food Research) JILID 14 (1991)
Publisher : Persagi

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.22435/pgm.v0i0.2200.

Abstract

Penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan gambaran tentang status gizi murid di sekolah favorit dan bukan favorit taman kanak-kanak (TK) maupun sekolah dasar (SD). Penelitian dilakukan di tiga provinsi/daerah yang berbeda keadaan geografi dan sosial budayanya, yaitu DKI Jakarta, DIY dan Lampung. Di tiap-tiap daerah tersebut diteliti tiga TK (satu TK favorit dan dua TK bukan favorit) dan tiga SD (satu SD favorit dan dua SD bukan favorit). Kecuali untuk DIY, jumlah SD yang menjadi lokasi penelitian adalah 4 SD (1 SD favorit dan 3 SD bukan favorit), dan dari ketiga TK yang dijadikan sebagai lokasi penelitian tidak ada yang berstatus TK favorit. Jumlah sampel untuk TK favorit dan bukan favorit masing-masing sebanyak 90 dan 349 murid, sedangkan untuk SD favorit dan bukan favorit masing-masing sebanyak 789 dan 1742 murid. Jumlah murid TK dan SD favorit yang berada diatas P>50 sebanyak 51.8%, sedangkan pada sekolah bukan favorit sebanyak 42.9%. Rata-rata BB murid TK maupun SD favorit lebih berat daripada murid sekolah bukan favorit. Jumlah murid TK favorit yang berstatus gizi kurang (dibawah P3) sebanyak 1.1% dan pada TK bukan favorit sebanyak 2.0%. Jumlah murid SD favorit yang berstatus gizi kurang sebesar 3.4% dan pada SD bukan favorit sebesar 4.7%. Jumlah murid yang berstatus gizi kurang pada TK dan SD bukan favorit lebih banyak daripada TK dan SD bukan favorit. Jumlah murid TK favorit yang berstatus gizi lebih (diatas P>97) sebanyak 12.2% dan pada TK bukan favorit sebanyak 6.0%, sedangkan pada SD favorit sebanyak 8.6% dan SD bukan favorit sebanyak 2.9%. Jumlah murid yang berstatus gizi lebih pada TK dan SD favorit lebih banyak daripada TK dan SD bukan favorit. Di DKI Jakarta, murid TK maupun SD yang berstatus gizi lebih masing-masing 19.5% dan 10.9%, lebih tinggi daripada di kedua daerah lainnya. Murid TK yang berstatus gizi-lebih lebih banyak berada di DIY dibandingkan dengan dua daerah lainnya, yaitu sebanyak 3.5%. Murid SD yang berstatus gizi kurang lebih banyak terdapat di DKI Jakarta, yaitu sebesar 5.0%. Pada umumnya dengan menggunakan KMS Anak Sekolah, pada sekolah favorit kecenderungan kurvanya terletak pada persentil yang sama, tetapi pada sekolah bukan favorit cenderung naik. Aspek positif dari KMS Anak Sekolah ini, tampaknya memotivasi peningkatan BB responden.
PROFIL KEADAAN GIZI USILA DI DKI JAKARTA DAN YOGYAKARTA Heryudarini Harahap; Anies Irawati; Dyah Santi Puspitasari; Sihadi Sihadi; M. A. Husaini
Penelitian Gizi dan Makanan (The Journal of Nutrition and Food Research) JILID 14 (1991)
Publisher : Persagi

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.22435/pgm.v0i0.2203.

Abstract

Telah dilakukan penelitian tentang profil keadaan gizi usila di DKI Jakarta dan DIY. DKI Jakarta menggambarkan daerah perkotaan dengan etnik yang beragam; DIY menggambarkan daerah pedesaan dengan etnik Jawa yang kebudayaannya masih kuat dalam kehidupan sehari-hari. Penelitian dilakukan pada 90 orang usila di DKI Jakarta dan 180 usila di DIY dengan tingkat sosial ekonomi rendah. Hasil penelitian menunjukkan 82.8% dan 58.3% usila masing-masing untuk DKI Jakarta dan DIY adalah perempuan. Usila perempuan yang janda adalah 91.9% di DKI Jakarta dan 78.1% di DIY. Usila laki-laki yang duda 62.5% di DKI Jakarta dan 16.0% di DIY. Rata-rata jumlah anggota keluarga Usila di Jakarta 6.4 ± 3.5 orang, lebih besar daripada jumlah anggota keluarga Usila di DIY, yaitu 4.0% ± 2.2 orang. Pendapatan keluarga Usila di DKI Jakarta dan DIY hampir sama, yaitu Rp 87.744 di DKI Jakarta dan Rp 85.988 di DIY, tetapi pendapatan per kapita berbeda. Rata-rata pendapatan per kapita di DKI Jakarta adalah Rp 14.590 dan DIY Rp 18.160. Konsumsi zat-zat gizi Usila di DKI Jakarta dan DIY umumnya tidak ada yang mencapai 100% RDA, kecuali konsumsi vitamin C di Usila di DIY. Konsumsi kalori, protein dan zat besi Usila di kedua daerah penelitian kurang dari 80%, kalsium kurang dari 60%. Konsumsi zat-zat gizi Usila di DIY. Rata-rata perbedaan konsumsi berkisar antara 19.2%-59.3% kecukupan gizi pada laki-laki dan 8.2%-41.3% kecukupan gizi pada perempuan. Lebih dari 3/4 laki-laki berstatus gizi kurus yaitu 83.3% di DKI Jakarta dan 89.9% di DIY. Tidak terdapat laki-laki yang berstatus gizi gemuk, sedangkan pada perempuan terdapat 21.5% di DKI Jakarta dan 2.2% di DIY yang berstatus gizi gemuk. Prevalensi anemia Usila di DKI Jakarta lebih tinggi daripada di DIY yaitu 50.0% pada laki-laki dan 52.3% pada perempuan, dibanding 39.1% pada laki-laki dan 35.3% pada perempuan.
KMS REMAJA, RELEVANSINYA DENGAN PEMANTAUAN TUMBUH KEMBANG DALAM UPAYA MENINGKATKAN GIZI DAN KESEHATAN Y. K. Husaini; Sandjaja Sandjaja; M. A. Husaini
Penelitian Gizi dan Makanan (The Journal of Nutrition and Food Research) JILID 17 (1994)
Publisher : Persagi

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.22435/pgm.v0i0.1945.

Abstract

KMS REMAJA, RELEVANSINYA DENGAN PEMANTAUAN TUMBUH KEMBANG DALAM UPAYA MENINGKATKAN GIZI DAN KESEHATAN