Autonomous drive atau kemudi otomatis memungkinkan kendaraan bergerak tanpa pengemudi, fitur ini memberi dampak yang positif dalam perkembangan dunia transportasi karena bisa mempermudah manusia dan fitur ini juga sedang coba dikembangkan di Indonesia, namun karena sistem yang menjadi pengendali utamanya, fitur ini juga memungkinkan terjadinya kecelakaan karena kegagalan sistem. Maka, penelitian ini akan berupaya untuk melihat bagaimana pengaturan hukum terkait fitur ini jika terjadi kecelakaan yang mengakibatkan kematian, sudah sejauh mana pengaturannya di Indonesia dan bagaimana kemungkinan pemidanaannya jika dikaitkan dengan perspektif pembaharuan hukum pidana. Penelitian ini merupakan penelitian hukum normatif yang juga bersifat preskriptif. Pendekatan yang dipakai adalah pendekatan perbandingan, undang-undang dan konseptual. Hasil penelitian ini menyimpulkan bahwa: Pertama, perkembangan fitur autonomous drive di Indonesia adalah sebuah dilematis karena perkembangan dan pengembangannya belumlah dibarengi dengan kehadiran regulasi terkait, yang mana regulasinya masihlah berpedoman pada Undang-Undang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan termasuk juga ketentuan pidananya, padahal tidak bisa dipersamakan antara kendaraan autonomous drive dengan kendaraan konvensional. Kedua, pemerintah sejatinya tidak harus menunggu terjadi dulu kecelakaan yang menyebabkan kematian untuk membuat aturan hukum pidana, ada asas precautionary principle atau kehati-hatian yang bisa dijadikan sebuah dasar untuk mengatur pemidanaan, karena sesuai juga dengan teori pemidanaan relatif, yang mana bisa dikaitkan dengan pembaharuan hukum pidana yang salah satu tujuannya adalah untuk memberikan perlindungan untuk hal yang mungkin saja terjadi.