Claim Missing Document
Check
Articles

Found 28 Documents
Search

Hidrolisis Secara Enzimatis Protein Bungkil Biji Nyamplung (Calophyllum inophyllum) Menggunakan Bromelain Restiani, Ratih
Biota : Jurnal Ilmiah Ilmu-Ilmu Hayati Vol 1, No 3 (2016): October 2016
Publisher : Universitas Atma Jaya Yogyakarta

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (257.636 KB) | DOI: 10.24002/biota.v1i3.1226

Abstract

Nyamplung mengandung minyak yang cukup tinggi sehingga membuatnya potensial untuk digunakan sebagai bahan dasar pembuatan biofuel. Proses ekstraksi minyak dari biji nyamplung menghasilkan limbah padat dalam bentuk bungkil biji nyamplung yang masih memiliki kandungan protein dan belum optimal pemanfaatannya. Salah satu alternatif untuk mengolah protein dalam bungkil menjadi produk yang lebih bernilai adalah melalui hidrolisis secara enzimatis menggunakan bromelain. Bromelain adalah kelompok sistein endoprotease yang memiliki spesifisitas pemotongan yang cukup luas terhadap berbagai residu asam amino meliputi arginin, lisin, tirosin, dan fenilalanin sehingga aplikasi bromelain dalam hidrolisis protein bungkil biji nyamplung diharapkan dapat menghasilkan derajat hidrolisis (DH) yang tinggi. Penelitian ini bertujuan untuk menentukan kandungan protein dalam bungkil biji nyamplung, dan menentukan pengaruh konsentrasi enzim serta waktu hidrolisis terhadap DH hidrolisat protein. Metode penelitian terdiri dari 2 tahapan yaitu : 1) analisis proksimat bungkil biji nyamplung dan 2) analisis DH hidrolisat protein menggunakan bromelain dengan variasi konsentrasi enzim (2, 6 dan 10)% (b/v), waktu hidrolisis (0, 30, 60, 120, 180 dan 240) menit pada pH 7 dan temperatur 450C. Hasil menunjukkan bahwa peningkatan konsentrasi enzim sebesar 10% dengan aktivitas enzim yang terukur (27,04 U/gr substrat) menghasilkan DH tertinggi (6,43%) dengan waktu hidrolisis 240 menit.
Peningkatan Produksi Saponin pada Kultur Kalus Ginseng Jawa (Talinum paniculatum Gaertn) dengan Penambahan Ekstrak Yeast Dena, Amelia; Restiani, Ratih; Aditiyarini, Dwi
SCISCITATIO Vol. 2 No. 1 (2021): Volume 2, Number 1, Januari 2021
Publisher : Universitas Kristen Duta Wacana

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.21460/sciscitatio.2021.21.48

Abstract

Ginseng jawa (Talinum paniculatum Gaertn) merupakan tanaman yang dimanfaatkan dalam pengobatan tradisional masyarakat Indonesia. T. paniculatum berkhasiat dalam meningkatkan nafsu makan dan afrodisiaka. Upaya peningkatan produksi saponin pada T. paniculatum memerlukan metode yang efektif yaitu elisitasi. Ekstrak yeast (Saccharoyces cerevisiae) digunakan sebagai elisitor karena kemampuannya dalam memproduksi metabolit sekunder. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh konsentrasi elisitor ekstrak yeast (0,025%, 0,05%, 0,075%, 0,1%, dan 0,5%) dan waktu inkubasi (1, 2, dan 3 minggu) terhadap biomassa dan produksi saponin dari kultur kalus daun T. paniculatum. Media yang digunakan adalah MS (Murashige and Skoog). Identifikasi saponin menggunakan KLT (Kromatografi Lapis Tipis). Hasil menunjukkan konsentrasi ekstrak yeast dan waktu inkubasi tidak berpengaruh secara signifikan dalam meningkatkan biomassa kalus T. paniculatum. Konsentrasi ekstrak yeast 0,075% dengan waktu inkubasi 3 minggu menghasilkan luas noda saponin tertinggi yaitu 0,549 cm2.
Elisitasi Saponin dalam Kultur Kalus Ginseng Jawa (Talinum paniculatum Gaertn.) Menggunakan Asam Salisilat Pono, Putri; Restiani, Ratih; Adityarini, Dwi
SCISCITATIO Vol. 2 No. 2 (2021): Volume 2, Number 2, Juli 2021
Publisher : Universitas Kristen Duta Wacana

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.21460/sciscitatio.2021.22.66

Abstract

Ginseng Jawa (Talinum paniculatum Gaertn.) digunakan dalam pengobatan tradisional karena mengandung senyawa metabolit sekunder berupa saponin, tannin, alkaloid, kuinon, steroid, polifenol, flavonoid, dan minyak atsiri. Dari beberapa senyawa metabolit sekunder tersebut, saponin merupakan metabolit sekunder yang dominan dihasilkan oleh ginseng jawa dan diketahui memiliki banyak efek farmakologi. Elisitasi melalui kultur in vitro khususnya kultur kalus dapat digunakan dalam upaya meningkatkan kandungan saponin menggunakan asam salisilat. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh konsentrasi asam salisilat dan waktu elisitasi terhadap pertumbuhan kalus dan produksi saponin dalam kultur kalus Talinum paniculatum. Induksi dan produksi kalus T. paniculatum menggunakan media MS dengan kombinasi 2,4-D 2 mg/L + kinetin 3 mg/L. Kalus yang telah memasuki fase stationer (pada hari ke 58) digunakan untuk proses elisitasi. Elisitasi kalus menggunakan variasi konsentrasi asam salisilat 0,5 mM, 0,10 mM, 0,15 mM, 0,20 mM, 0,25 mM, 0,30 mM, 0,35 mM dan waktu inkubasi 3 hari, 6 hari, dan 9 hari. Ekstrak kalus selanjutnya diidentifikasi menggunakan KLT untuk mengetahui kandungan saponinnya melalui luas noda saponin. Penambahan konsentrasi asam salisilat sebesar (0,05 – 0,35 mM) dan waktu elisitasi (3-9 hari) pada kultur kalus T.paniculatum berpengaruh terhadap peningkatan biomassa kalus (0,056 – 0,069 gram) dibandingkan kontrol (0,054 gram) dan kandungan saponin dalam kalus. Kandungan saponin tertinggi sebesar 0,565 cm2pada perlakuan konsentrasi asam salisilat 0,30 mM dengan waktu inkubasi 6 hari
PENGGUNAAN ASAM ASKORBAT DAN ARANG AKTIF SEBAGAI ANTI-BROWNING PADA INISIASI KULTUR IN VITRO BAMBU PETUNG (Dendrocalamus asper (Schult.)) Anggel Christia Dolonseda; Ratih Restiani; Dwi Aditiyarini
BIOTIKA Jurnal Ilmiah Biologi Vol 19, No 2 (2021): BIOTIKA DESEMBER 2021
Publisher : Universitas Padjadjaran

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.24198/biotika.v19i2.34733

Abstract

Peningkatan perbanyakan bibit bambu petung dilakukan dengan teknik kultur in vitro, akan tetapi sering terjadi pencokelatan (browning) pada tahap inisiasi yang menghambat pertumbuhan eksplan. Browning biasanya terjadi karena senyawa fenolik yang muncul saat eksplan dilukai. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui metode yang efektif mencegah dan menurunkan intensitas browning dengan penggunaan senyawa anti-browning yaitu asam askorbat dan arang aktif yang diinkubasi pada kondisi terang dan gelap. Dalam penelitian ini digunakan 3 metode pencegahan browning yaitu : metode perendaman anti-browning, metode penambahan anti-browning di dalam media, dan metode kombinasi perendaman dan penambahan anti-browning di dalam media. Media yang digunakan adalah Murashige and Skog (MS) dengan penambahan zat pengatur tumbuh kinetin 2 mg/L dan penambahan konsentrasi perlakuan asam askorbat (0, 150, 200, 250, 300) mg/L dan arang aktif (0,5) g/L. Pengamatan meliputi hari munculnya browning, persentase browning, dan pertumbuhan tunas eksplan bambu petung yang diamati selama 14 Hari Setelah Tanam (HST). Data hasil pengamatan setiap parameter dianalisis secara deskriptif khususnya pada persentase browning diamati berdasarkan skoring intensitas browning yang dihasilkan. Hasil menunjukkan bahwa metode kombinasi dengan perendaman dan penambahan di dalam media asam askorbat 150 mg/L dan arang aktif 0,5 g/L optimal dengan persentase browning yang muncul sebesar 11% pada kondisi gelap. Metode kombinasi juga meningkatkan pertumbuhan tunas eksplan bambu petung hingga 67% pada kondisi terang.
OPTIMASI STERILISASI EKSPLAN PADA KULTUR IN VITRO BAMBU PETUNG (Dendrocalamus asper) Heralius Dwiki Anggoro; Ratih Restiani; Dwi Aditiyarini
BIOTIKA Jurnal Ilmiah Biologi Vol 19, No 2 (2021): BIOTIKA DESEMBER 2021
Publisher : Universitas Padjadjaran

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.24198/biotika.v19i2.35596

Abstract

Bambu petung (Dendrocalamus asper) merupakan salah satu jenis bambu yang banyak digunakan karena strukturnya kokoh dan kuat. Tingginya permintaan bambu petung mengakibatkan perlunya metode alternatif untuk perbanyakan bibit bambu petung agar tidak mengalami kelangkaan. Salah satu metode yang dapat digunakan adalah kultur in vitro. Metode ini dipilih karena mampu menghasilkan bibit tanaman dalam jumlah banyak dengan sifat genetik seragam dalam waktu relatif singkat. Namun dalam penerapannya, kontaminasi masih menjadi kendala utama kultur in vitro dan dapat menghambat produktifitas. Optimasi sterilisasi eksplan menjadi salah satu faktor penting dalam mengurangi kontaminasi serta tidak menghambat pertumbuhan eskplan. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui jenis sterilan, konsentrasi sterilan dan durasi perendaman optimal untuk mengurangi kontaminasi dan mendukung pertumbuhan eksplan pada kultur in vitro bambu petung. Penelitian dilakukan dengan perlakuan tunggal menggunakan jenis dan konsentrasi sterilan alkohol (50% dan 70%), (NaOCl pada clorox 50% dan 100%), dan (fungisida 1, 2 dan 3 g/L) dengan variasi durasi perendaman (0, 10, 20, 15, dan 30 menit). Berdasarkan tingkat kontaminasi dan waktu munculnya kontaminan, alkohol 70%, NaOCl dalam klorox 100% dan fungisida 2 g/L merupakan sterilant tunggal terbaik. Kombinasi sterilan NaOCl pada clorox 100%-15 menit dan fungisida 2g/L-20 menit merupakan sterilan kombinasi terbaik dalam mengurangi tingkat kontaminasi jamur yaitu sebesar 33,33% dan mendukung pertumbuhan tunas pada 6 HST dengan persentase 33,33%. Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa kombinasi sterilan NaOCl pada clorox 100%-15 menit dan fungisida 2g/L-20 menit merupakan sterilan yang optimal dalam mengurangi tingkat kontaminasi serta mendukung pertumbuhan eskplan dalam kultur in vitro bambu petung.
Pengaruh kitosan terhadap produksi saponin kultur kalus daun ginseng jawa (Talinum paniculatum (Jacq.) Gaertn.) Rizki Wijaya; Ratih Restiani; Dwi Aditiyarini
Prosiding Seminar Biologi Vol 6 No 1 (2020): PROSIDING SEMINAR NASIONAL BIOLOGI DI ERA PANDEMI COVID-19 (OKTOBER 2020)
Publisher : Jurusan Biologi, Fakultas Sains dan Teknologi, Universitas Islam Negeri Alauddin Makassar

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.24252/psb.v6i1.15858

Abstract

Ginseng jawa (Talinum paniculatum) potensial untuk dikembangkan sebagai bahan obat karena mengandung saponin ginsenosida yang mirip dengan ginseng korea (Panax ginseng). Penerapan elisitasi pada kultur in vitro merupakan salah satu teknologi yang mumpuni untuk meningkatkan produktivitas saponin T. paniculatum secara efisien. Kitosan merupakan elisitor biotik yang sering digunakan dalam elisitasi karena mampu meningkatkan produksi metabolit sekunder langsung pada enzim kunci terkait. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh konsentrasi kitosan dan waktu inkubasi terhadap biomassa kalus dan produksi saponin kultur kalus T. paniculatum. Produksi kalus T. paniculatum dilakukan pada media MS dengan kombinasi 2,4-D 2 mg/L dan kinetin 3 mg/L. Elisitasi dilakukan pada kalus yang telah memasuki fase stasioner dengan variasi interkasi perlakuan konsentrasi kitosan 0, 50, 100, dan 150 mg/L dan waktu inkubasi 0, 3, 5, dan 7 hari (n = 3). Kalus kering hasil elisitasi diekstraksi dengan etanol 96% dan diuji secara semi-kuantitatif menggunakan kromatografi lapis tipis (KLT). Biomassa kalus terelisitasi pada berbagai variasi konsentrasi kitosan dan waktu inkubasi (0,056-0,072) tidak berbeda signifikan dibandingkan kontrol (0,054). Luas noda saponin KLT terbesar (0,495 cm2) dihasilkan pada perlakuan konsentrasi kitosan 50 dan 100 mg/L selama 7 hari. Melalui penelitian ini, diketahui bahwa perlakuan elisitasi kitosan dan waktu inkubasi tidak mempengaruhi pertumbuhan kalus daun T. paniculatum. Produksi saponin tertinggi dihasilkan pada perlakuan elisitasi kitosan 100 mg/L selama 7 hari. Penelitian ini diharapkan berkontribusi dalam peningkatan produksi saponin T. paniculatum
Hidrolisis Secara Enzimatis Protein Bungkil Biji Nyamplung (Calophyllum inophyllum) Menggunakan Bromelain Ratih Restiani
Biota : Jurnal Ilmiah Ilmu-Ilmu Hayati Vol 1, No 3 (2016): October 2016
Publisher : Universitas Atma Jaya Yogyakarta

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.24002/biota.v1i3.1226

Abstract

Nyamplung mengandung minyak yang cukup tinggi sehingga membuatnya potensial untuk digunakan sebagai bahan dasar pembuatan biofuel. Proses ekstraksi minyak dari biji nyamplung menghasilkan limbah padat dalam bentuk bungkil biji nyamplung yang masih memiliki kandungan protein dan belum optimal pemanfaatannya. Salah satu alternatif untuk mengolah protein dalam bungkil menjadi produk yang lebih bernilai adalah melalui hidrolisis secara enzimatis menggunakan bromelain. Bromelain adalah kelompok sistein endoprotease yang memiliki spesifisitas pemotongan yang cukup luas terhadap berbagai residu asam amino meliputi arginin, lisin, tirosin, dan fenilalanin sehingga aplikasi bromelain dalam hidrolisis protein bungkil biji nyamplung diharapkan dapat menghasilkan derajat hidrolisis (DH) yang tinggi. Penelitian ini bertujuan untuk menentukan kandungan protein dalam bungkil biji nyamplung, dan menentukan pengaruh konsentrasi enzim serta waktu hidrolisis terhadap DH hidrolisat protein. Metode penelitian terdiri dari 2 tahapan yaitu : 1) analisis proksimat bungkil biji nyamplung dan 2) analisis DH hidrolisat protein menggunakan bromelain dengan variasi konsentrasi enzim (2, 6 dan 10)% (b/v), waktu hidrolisis (0, 30, 60, 120, 180 dan 240) menit pada pH 7 dan temperatur 450C. Hasil menunjukkan bahwa peningkatan konsentrasi enzim sebesar 10% dengan aktivitas enzim yang terukur (27,04 U/gr substrat) menghasilkan DH tertinggi (6,43%) dengan waktu hidrolisis 240 menit.
PENGARUH ASAM SALISILAT TERHADAP KANDUNGAN FLAVONOID PADA KULTUR KALUS GINSENG JAWA (Talinum paniculatum (Jacq.) Gaertn.) Matthew Linardi; Ratih Restiani; Dwi Aditiyarini
EduMatSains : Jurnal Pendidikan, Matematika dan Sains Vol 6 No 2 (2022): Januari
Publisher : Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan, Universitas Kristen Indonesia

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.33541/edumatsains.v6i2.3331

Abstract

Javanese ginseng (Talinum paniculatum) is a plant that is used as raw material in traditional medicine because it contains flavonoid as one of it’s secondary metabolites. Increasing the flavonoid content in Talinum paniculatum can be done by applying elicitation to in vitro culture. Salicylic acid is an abiotic elicitor that is often used in elicitation because it can increase the production of secondary metabolites. The aim of this study was to determine the effect of salicylic acid concentration and elicitation time on callus biomass and flavonoid content in Talinum paniculatum callus culture. Talinum paniculatum callus production was carried out on MS medium with a combination of 2 mg/L 2-4,D and 3 mg/L kinetin. Elicitation was carried out on callus that had entered the stationary phase on the interaction of variations in the concentration of salicylic acid concentrations of 5 ppm, 10 ppm, 15 ppm, and 20 ppm and elicitation times were 2 days, 4 days, and 6 days. Each variations were replicated three times. The callus was dried and extracted and then the flavonoids were identified and measured semi-quantitatively using thin layer chromatography (TLC). The callus biomass elicited by varying the concentration of salicylic acid and elicitation time (0.052 – 0.067) was not significantly different from the control (0.067). The most optimal concentration and elicitation time were found at 20 ppm salicylic acid concentration and 2 days elicitation time with the largest flavonoid stain area (1.570 cm2), color intensity 3, and Rf value similar to control (0.5).
Optimasi Antioksidan sebagai Penghambat Browning pada Tahap Inisiasi Kultur In Vitro Bambu Petung (Dendrocalamus asper) Astrid Helena; Ratih Restiani; Dwi Aditiyarini
Biota : Jurnal Ilmiah Ilmu-Ilmu Hayati Vol 7, No 2 (2022): June 2022
Publisher : Universitas Atma Jaya Yogyakarta

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.24002/biota.v7i2.4715

Abstract

Browning terjadi akibat adanya reaksi senyawa fenolik dengan enzim Polifenol Oksidase (PPO) yang menghasilkan warna coklat pada bagian perlukaan eksplan, apabila dibiarkan akan menyebabkan kematian eksplan. Penelitian ini bertujuan untuk menentukan jenis dan konsentrasi antioksidan yang optimal dalam menghambat browning pada eksplan bambu petung melalui penambahan senyawa antioksidan berupa ekstrak tomat, asam askorbat, dan kombinasinya disertai arang aktif 0,5 g/L pada media kultur in vitro. Sumber eksplan untuk iniasi adalah batang muda bambu petung (Dendrocalamus asper). Penelitian dilakukan selama 10 minggu dengan parameter yang diukur meliputi: waktu muncul browning, persentase browning, waktu muncul pertumbuhan, dan persentase pertumbuhan. Penambahan senyawa antioksidan dalam media kultur in vitro terbukti mampu menghambat browning. Perlakuan yang optimal dalam menghambat browning eksplan bambu petung adalah  ekstrak tomat 150 mg/L dan arang aktif 0,5 g/L dengan persentase browning terendah 25% yang muncul pada 9 HST. 
The Effect of Single and Combination Sterilization on In Vitro Culture of Kepel (Stelechocarpus burahol Hook F. & Thomson) Nodes Cindy Talenta Hutabarat; Ratih Restiani; Aniek Prasetyaningsih
Metamorfosa: Journal of Biological Sciences Vol 9 No 2 (2022)
Publisher : Prodi Magister Ilmu Biologi, Fakultas MIPA, Universitas Udayana

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.24843/metamorfosa.2022.v09.i02.p02

Abstract

Kepel is identity of Yogyakarta's flora with potential in the health sector and the field of building material construction. Kepel is reported to be in the Conservation dependent category, which means it is difficult to find (rare). In vitro culture is a plant propagation technique using parts of the plant aseptically. In vitro culture can produce a large number of plants in a short time. This is very much needed in efforts to conserve kepel plants. The main thing that determines the success of the in vitro culture process is sterilization. This study aims to determine the effect of single and combined sterilants with various treatments for soaking time. The explants used in this study were young Kepel plant nodes ex-vitro in the age range of 1-2 years. In this study, 3 groups were consisting of control, 10% chlorox single sterilant with an immersion time of 10, 15, and 20 minutes, 70% ethanol with an immersion time of 1, 3, and 5 minutes, carbendazim 5% with an immersion time of 10, 15, and 20 minutes and a combination sterilant (10% chlorox + 70% ethanol + 5% carbendazim) with immersion time of 1 minute 30 seconds, 3 minutes 30 seconds and 5 minutes 30 seconds. Parameters observed during the time of contamination, percentage of contamination, type of contamination, and successful explants were observed for 21 days. The results showed that a combination sterilant of 5 minutes 30 seconds was more optimal than a single sterilant in suppressing contamination of the nodal explants of the Kepel plant, with contaminants appearing time of 8-29 (HST), the percentage of contamination 66%, the type of fungal contamination 66.66% and explants growing (callus) 100%.