Claim Missing Document
Check
Articles

Found 34 Documents
Search

Potency of Super Red Dragon Fruit Flesh Extract (Hylocereus costaricencis) in Herbal Lipstick as Colorant, Antioxidant and Antibacterial Anjarsari, Lusiana Dian; Aditiyarini, Dwi; Guntoro
SCISCITATIO Vol 1 No 1 (2020): Volume 1, Number 1, January 2020
Publisher : Universitas Kristen Duta Wacana

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.21460/sciscitatio.2020.11.19

Abstract

Lipstick is one kind of cosmetics which is used as lips colorant to increase self-confidence. Nowadays, lipsticks from natural source is popular to reduce the negative impact of chemical compound or synthetics colorant in lipstick intensively for health. Super red dragon fruit is one kind of natural ingredients which can be used as colorant for lipstick. Moreover, this fruit is rich of antioxidant and antibacterial component that is good for skin health. In this research, extract of super red dragon fruit flesh was added in the lipstick during preparation with variation of concentration 0, 10, 20, 30 and 40%. Antioxidant analysis resulted the IC50 value in 81.55% indicating the strong antioxidant properties. Furthermore, the concentration of dragon fruit extract 40% was able to inhibit the growth of Staphylococcus aureus bacteria.
Peningkatan Produksi Saponin pada Kultur Kalus Ginseng Jawa (Talinum paniculatum Gaertn) dengan Penambahan Ekstrak Yeast Dena, Amelia; Restiani, Ratih; Aditiyarini, Dwi
SCISCITATIO Vol. 2 No. 1 (2021): Volume 2, Number 1, Januari 2021
Publisher : Universitas Kristen Duta Wacana

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.21460/sciscitatio.2021.21.48

Abstract

Ginseng jawa (Talinum paniculatum Gaertn) merupakan tanaman yang dimanfaatkan dalam pengobatan tradisional masyarakat Indonesia. T. paniculatum berkhasiat dalam meningkatkan nafsu makan dan afrodisiaka. Upaya peningkatan produksi saponin pada T. paniculatum memerlukan metode yang efektif yaitu elisitasi. Ekstrak yeast (Saccharoyces cerevisiae) digunakan sebagai elisitor karena kemampuannya dalam memproduksi metabolit sekunder. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh konsentrasi elisitor ekstrak yeast (0,025%, 0,05%, 0,075%, 0,1%, dan 0,5%) dan waktu inkubasi (1, 2, dan 3 minggu) terhadap biomassa dan produksi saponin dari kultur kalus daun T. paniculatum. Media yang digunakan adalah MS (Murashige and Skoog). Identifikasi saponin menggunakan KLT (Kromatografi Lapis Tipis). Hasil menunjukkan konsentrasi ekstrak yeast dan waktu inkubasi tidak berpengaruh secara signifikan dalam meningkatkan biomassa kalus T. paniculatum. Konsentrasi ekstrak yeast 0,075% dengan waktu inkubasi 3 minggu menghasilkan luas noda saponin tertinggi yaitu 0,549 cm2.
Pemanfaatan Senyawa Metabolit Sekunder Ekstrak Eter Diadema setosum dari Pantai Kukup dan Pantai Sundak Gunungkidul sebagai Antiinflamasi Tiffany, Yollanda; Prasetyaningsih, Aniek; Aditiyarini, Dwi
SCISCITATIO Vol. 2 No. 2 (2021): Volume 2, Number 2, Juli 2021
Publisher : Universitas Kristen Duta Wacana

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.21460/sciscitatio.2021.22.68

Abstract

Bulu babi atau landak laut merupakan hewan laut yang tergolong dalam kelas Echinoidea. Kelompok hewan dari kelas Echinoidea mempunyai kemampuan menghasilkan metabolit sekunder yang memiliki efek farmakologis seperti antibakteri, antitumor dan kanker, antioksidan, dan antiinflamasi. Salah satu metabolit sekunder dari yang dihasilkan oleh hewan dari kelompok Echinoidea adalah Ovothiol-A yang berpotensi sebagai antiinflamasi. Penelitian ini bertujuan untuk mempelajari metabolit sekunder dari Diadema setosum yang berasal dari Pantai Selatan Gunungkidul dan studi potensinya sebagai antiinflamasi. Hasil uji KLT dan FTIR menunjukkan bahwa spesies Diadema setosum sebagai salah satu anggota Echinoidea diduga mengandung senyawa Ovothiol-A pada bagian organ maupun cangkangnya. Senyawa diduga sebagai Ovothiol-A yang dihasilkan oleh D. setosum memiliki kemampuan antiinflamasi yang ditunjukkan oleh penyempitan luka pada mencit yang diberi perlakuan ekstrak bagian organ (100%) D.setosum dengan rata-rata penyempitan luka 0,44±0,256 mm/hari. Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa ekstrak D. setosum memiliki senyawa Ovothiol-A yang dapat berfungsi sebagai antiinflamasi. Ekstrak D. setosum bagian organ memiliki kemampuan antiinflamasi yang lebih baik.
KADAR KAFEIN, DAN SENYAWA FENOLIK BESERTA AKTIVITAS ANTIOKSIDAN BIJI SALAK PONDOH PADA BERBAGAI TINGKAT KEMATANGAN BUAHNYA Regina Asteria Riyanto; Dwi Aditiyarini; Aniek Prasetyaningsih
BIOTIKA Jurnal Ilmiah Biologi Vol 19, No 2 (2021): BIOTIKA DESEMBER 2021
Publisher : Universitas Padjadjaran

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.24198/biotika.v19i2.35624

Abstract

Salak pondoh merupakan buah musiman yang daging buahnya dapat dikonsumsi. Bijinya bersifat keras dan sulit dimanfaatkan sehingga dibuang dan menjadi limbah organik. Beberapa penelitian dilakukan untuk mengeksplorasi manfaat biji salak akibat kandungan senyawa fenolik dan kafeinnya. Akan tetapi, informasi ini masih terbatas sehingga diperlukan penelitian lebih lanjut untuk mengetahui secara komprehensif kadar kafein dan fenolik pada biji salak pondoh pada beberapa tingkat kematangan.  Oleh karena itu, penelitian ini dilakukan untuk mengetahui pengaruh umur buah terhadap kandungan senyawa fenolik, kafein dan aktivitas antioksidan pada biji salak pondoh. Biji salak pondoh diperoleh dari daerah Turi, Sleman, Yogyakarta dengan variasi umur yaitu mentah (5 bulan), matang (6,5 bulan) dan busuk (10 bulan). Ekstrak biji salak pondoh diperoleh melalui maserasi dengan etanol 70% selama 2 hari. Kadar kafein pada ekstrak diukur menggunakan spektrofotometer UV-Vis, kadar fenolik dengan Folin-Ciocalteu, dan aktivitas antioksidan dengan metode DPPH pada berbagai umur buah. Hasil menunjukkan adanya penurunan kadar kafein, peningkatan kandungan fenolik, dan aktivitas antioksidan seiring pertambahan umur buah. Kadar kafein tertinggi sebesar 360,35 mg/L dan 2.370 mg/L diperoleh berturut-turut pada serbuk dan ekstrak buah mentah (5 bulan). Kandungan total fenolik dan aktivitas antioksidan optimal dihasilkan pada buah tua atau busuk (10 bulan) sebesar 28,6 mg GAE/g dan IC50 1403,22 ppm.
PENGGUNAAN ASAM ASKORBAT DAN ARANG AKTIF SEBAGAI ANTI-BROWNING PADA INISIASI KULTUR IN VITRO BAMBU PETUNG (Dendrocalamus asper (Schult.)) Anggel Christia Dolonseda; Ratih Restiani; Dwi Aditiyarini
BIOTIKA Jurnal Ilmiah Biologi Vol 19, No 2 (2021): BIOTIKA DESEMBER 2021
Publisher : Universitas Padjadjaran

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.24198/biotika.v19i2.34733

Abstract

Peningkatan perbanyakan bibit bambu petung dilakukan dengan teknik kultur in vitro, akan tetapi sering terjadi pencokelatan (browning) pada tahap inisiasi yang menghambat pertumbuhan eksplan. Browning biasanya terjadi karena senyawa fenolik yang muncul saat eksplan dilukai. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui metode yang efektif mencegah dan menurunkan intensitas browning dengan penggunaan senyawa anti-browning yaitu asam askorbat dan arang aktif yang diinkubasi pada kondisi terang dan gelap. Dalam penelitian ini digunakan 3 metode pencegahan browning yaitu : metode perendaman anti-browning, metode penambahan anti-browning di dalam media, dan metode kombinasi perendaman dan penambahan anti-browning di dalam media. Media yang digunakan adalah Murashige and Skog (MS) dengan penambahan zat pengatur tumbuh kinetin 2 mg/L dan penambahan konsentrasi perlakuan asam askorbat (0, 150, 200, 250, 300) mg/L dan arang aktif (0,5) g/L. Pengamatan meliputi hari munculnya browning, persentase browning, dan pertumbuhan tunas eksplan bambu petung yang diamati selama 14 Hari Setelah Tanam (HST). Data hasil pengamatan setiap parameter dianalisis secara deskriptif khususnya pada persentase browning diamati berdasarkan skoring intensitas browning yang dihasilkan. Hasil menunjukkan bahwa metode kombinasi dengan perendaman dan penambahan di dalam media asam askorbat 150 mg/L dan arang aktif 0,5 g/L optimal dengan persentase browning yang muncul sebesar 11% pada kondisi gelap. Metode kombinasi juga meningkatkan pertumbuhan tunas eksplan bambu petung hingga 67% pada kondisi terang.
OPTIMASI STERILISASI EKSPLAN PADA KULTUR IN VITRO BAMBU PETUNG (Dendrocalamus asper) Heralius Dwiki Anggoro; Ratih Restiani; Dwi Aditiyarini
BIOTIKA Jurnal Ilmiah Biologi Vol 19, No 2 (2021): BIOTIKA DESEMBER 2021
Publisher : Universitas Padjadjaran

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.24198/biotika.v19i2.35596

Abstract

Bambu petung (Dendrocalamus asper) merupakan salah satu jenis bambu yang banyak digunakan karena strukturnya kokoh dan kuat. Tingginya permintaan bambu petung mengakibatkan perlunya metode alternatif untuk perbanyakan bibit bambu petung agar tidak mengalami kelangkaan. Salah satu metode yang dapat digunakan adalah kultur in vitro. Metode ini dipilih karena mampu menghasilkan bibit tanaman dalam jumlah banyak dengan sifat genetik seragam dalam waktu relatif singkat. Namun dalam penerapannya, kontaminasi masih menjadi kendala utama kultur in vitro dan dapat menghambat produktifitas. Optimasi sterilisasi eksplan menjadi salah satu faktor penting dalam mengurangi kontaminasi serta tidak menghambat pertumbuhan eskplan. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui jenis sterilan, konsentrasi sterilan dan durasi perendaman optimal untuk mengurangi kontaminasi dan mendukung pertumbuhan eksplan pada kultur in vitro bambu petung. Penelitian dilakukan dengan perlakuan tunggal menggunakan jenis dan konsentrasi sterilan alkohol (50% dan 70%), (NaOCl pada clorox 50% dan 100%), dan (fungisida 1, 2 dan 3 g/L) dengan variasi durasi perendaman (0, 10, 20, 15, dan 30 menit). Berdasarkan tingkat kontaminasi dan waktu munculnya kontaminan, alkohol 70%, NaOCl dalam klorox 100% dan fungisida 2 g/L merupakan sterilant tunggal terbaik. Kombinasi sterilan NaOCl pada clorox 100%-15 menit dan fungisida 2g/L-20 menit merupakan sterilan kombinasi terbaik dalam mengurangi tingkat kontaminasi jamur yaitu sebesar 33,33% dan mendukung pertumbuhan tunas pada 6 HST dengan persentase 33,33%. Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa kombinasi sterilan NaOCl pada clorox 100%-15 menit dan fungisida 2g/L-20 menit merupakan sterilan yang optimal dalam mengurangi tingkat kontaminasi serta mendukung pertumbuhan eskplan dalam kultur in vitro bambu petung.
Pengaruh kitosan terhadap produksi saponin kultur kalus daun ginseng jawa (Talinum paniculatum (Jacq.) Gaertn.) Rizki Wijaya; Ratih Restiani; Dwi Aditiyarini
Prosiding Seminar Biologi Vol 6 No 1 (2020): PROSIDING SEMINAR NASIONAL BIOLOGI DI ERA PANDEMI COVID-19 (OKTOBER 2020)
Publisher : Jurusan Biologi, Fakultas Sains dan Teknologi, Universitas Islam Negeri Alauddin Makassar

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.24252/psb.v6i1.15858

Abstract

Ginseng jawa (Talinum paniculatum) potensial untuk dikembangkan sebagai bahan obat karena mengandung saponin ginsenosida yang mirip dengan ginseng korea (Panax ginseng). Penerapan elisitasi pada kultur in vitro merupakan salah satu teknologi yang mumpuni untuk meningkatkan produktivitas saponin T. paniculatum secara efisien. Kitosan merupakan elisitor biotik yang sering digunakan dalam elisitasi karena mampu meningkatkan produksi metabolit sekunder langsung pada enzim kunci terkait. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh konsentrasi kitosan dan waktu inkubasi terhadap biomassa kalus dan produksi saponin kultur kalus T. paniculatum. Produksi kalus T. paniculatum dilakukan pada media MS dengan kombinasi 2,4-D 2 mg/L dan kinetin 3 mg/L. Elisitasi dilakukan pada kalus yang telah memasuki fase stasioner dengan variasi interkasi perlakuan konsentrasi kitosan 0, 50, 100, dan 150 mg/L dan waktu inkubasi 0, 3, 5, dan 7 hari (n = 3). Kalus kering hasil elisitasi diekstraksi dengan etanol 96% dan diuji secara semi-kuantitatif menggunakan kromatografi lapis tipis (KLT). Biomassa kalus terelisitasi pada berbagai variasi konsentrasi kitosan dan waktu inkubasi (0,056-0,072) tidak berbeda signifikan dibandingkan kontrol (0,054). Luas noda saponin KLT terbesar (0,495 cm2) dihasilkan pada perlakuan konsentrasi kitosan 50 dan 100 mg/L selama 7 hari. Melalui penelitian ini, diketahui bahwa perlakuan elisitasi kitosan dan waktu inkubasi tidak mempengaruhi pertumbuhan kalus daun T. paniculatum. Produksi saponin tertinggi dihasilkan pada perlakuan elisitasi kitosan 100 mg/L selama 7 hari. Penelitian ini diharapkan berkontribusi dalam peningkatan produksi saponin T. paniculatum
STUDI KOMPARASI KANDUNGAN TIMBAL PADA BUAH APEL (Malus domestica) VARIETAS FUJI DARI PASAR TRADISONAL DAN SWALAYAN DI YOGYAKARTA Minarsih Maria Sambo; Guruh Prihatmo; Dwi Aditiyarini
EduMatSains : Jurnal Pendidikan, Matematika dan Sains Vol 6 No 2 (2022): Januari
Publisher : Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan, Universitas Kristen Indonesia

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.33541/edumatsains.v6i2.3134

Abstract

This study aims to determine and compare the concentration of Pb in Fuji apples from traditional markets and supermarkets. Samples were obtained from the outer Demangan market, the outside and inside Kranggan market, Superindo and Mirota Kampus. Samples were extracted using aqua regia HCl: HNO3 (3:1, v/v). Analysis of Pb concentration using Atomic Absorption Spectrophotometer (AAS). Data processing using SPSS with ANOVA test to determine the ratio of Pb concentration from each location. The average concentration of Pb in Fuji apple samples was obtained from the Demangan outside market (0.213 mg/kg), Kranggan outside market (0.208 mg/kg), Kranggan inside market (0.162 mg/kg), Superindo (0.147 mg/kg) and Mirota Campus (0.168 mg/kg). Based on the BPOM quality standard (2018), the concentration of lead in the outer Demangan market and the outside Kranggan market has passed the quality standard. As for the quality standard of SNI (2009) all concentrations are still within safe limits. So from the results of this study it can be said that the sales location is important to the lead content in Fuji apples, especially those sold near the highway, this is indicated by the highest lead concentration sourced from open sales locations and close to the highway, that is Kranggan outside market and the Demangan outside market. The treatment of washing fuji apples also showed a decrease in lead levels in fuji apples.
PENGARUH ASAM SALISILAT TERHADAP KANDUNGAN FLAVONOID PADA KULTUR KALUS GINSENG JAWA (Talinum paniculatum (Jacq.) Gaertn.) Matthew Linardi; Ratih Restiani; Dwi Aditiyarini
EduMatSains : Jurnal Pendidikan, Matematika dan Sains Vol 6 No 2 (2022): Januari
Publisher : Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan, Universitas Kristen Indonesia

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.33541/edumatsains.v6i2.3331

Abstract

Javanese ginseng (Talinum paniculatum) is a plant that is used as raw material in traditional medicine because it contains flavonoid as one of it’s secondary metabolites. Increasing the flavonoid content in Talinum paniculatum can be done by applying elicitation to in vitro culture. Salicylic acid is an abiotic elicitor that is often used in elicitation because it can increase the production of secondary metabolites. The aim of this study was to determine the effect of salicylic acid concentration and elicitation time on callus biomass and flavonoid content in Talinum paniculatum callus culture. Talinum paniculatum callus production was carried out on MS medium with a combination of 2 mg/L 2-4,D and 3 mg/L kinetin. Elicitation was carried out on callus that had entered the stationary phase on the interaction of variations in the concentration of salicylic acid concentrations of 5 ppm, 10 ppm, 15 ppm, and 20 ppm and elicitation times were 2 days, 4 days, and 6 days. Each variations were replicated three times. The callus was dried and extracted and then the flavonoids were identified and measured semi-quantitatively using thin layer chromatography (TLC). The callus biomass elicited by varying the concentration of salicylic acid and elicitation time (0.052 – 0.067) was not significantly different from the control (0.067). The most optimal concentration and elicitation time were found at 20 ppm salicylic acid concentration and 2 days elicitation time with the largest flavonoid stain area (1.570 cm2), color intensity 3, and Rf value similar to control (0.5).
Optimasi Antioksidan sebagai Penghambat Browning pada Tahap Inisiasi Kultur In Vitro Bambu Petung (Dendrocalamus asper) Astrid Helena; Ratih Restiani; Dwi Aditiyarini
Biota : Jurnal Ilmiah Ilmu-Ilmu Hayati Vol 7, No 2 (2022): June 2022
Publisher : Universitas Atma Jaya Yogyakarta

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.24002/biota.v7i2.4715

Abstract

Browning terjadi akibat adanya reaksi senyawa fenolik dengan enzim Polifenol Oksidase (PPO) yang menghasilkan warna coklat pada bagian perlukaan eksplan, apabila dibiarkan akan menyebabkan kematian eksplan. Penelitian ini bertujuan untuk menentukan jenis dan konsentrasi antioksidan yang optimal dalam menghambat browning pada eksplan bambu petung melalui penambahan senyawa antioksidan berupa ekstrak tomat, asam askorbat, dan kombinasinya disertai arang aktif 0,5 g/L pada media kultur in vitro. Sumber eksplan untuk iniasi adalah batang muda bambu petung (Dendrocalamus asper). Penelitian dilakukan selama 10 minggu dengan parameter yang diukur meliputi: waktu muncul browning, persentase browning, waktu muncul pertumbuhan, dan persentase pertumbuhan. Penambahan senyawa antioksidan dalam media kultur in vitro terbukti mampu menghambat browning. Perlakuan yang optimal dalam menghambat browning eksplan bambu petung adalah  ekstrak tomat 150 mg/L dan arang aktif 0,5 g/L dengan persentase browning terendah 25% yang muncul pada 9 HST.