Articles
Kèjhungan: Gaya Nyanyian Madura dalam Pemaknaan Masyarakat Madura Barat pada Penyelenggaraan Tradisi Rèmoh
Zulkarnain Mistortoify;
Timbul Haryono;
Lono L. Simatupang;
Victorius Ganap
Resital: Jurnal Seni Pertunjukan (Journal of Performing Arts) Vol 11, No 1 (2010): Juni 2010
Publisher : Institut Seni Indonesia Yogyakarta
Show Abstract
|
Download Original
|
Original Source
|
Check in Google Scholar
|
DOI: 10.24821/resital.v11i1.488
Kèjhungan in Rèmoh Tradition on West Madura. Kèjhungan or singing style comes from the activity of peoplesinging about their everyday lives in Madura’s society. When the kèjhungan has become an “established” singing style,therefore the meaning of the kèjhungan includes the ownership meaning that is inherited through oral traditions andlegitimized in the culture of the people of Madura. The research’s assumption explains that the existence of the kèjhunganbecomes an important conscious for the whole singing culture of the Madura people. Even, in the elite village life for examplein the “gathering tradtion” of blatèr community, kèjhungan has become their identity of existence. This research is a studyon the representation of values when the kèjhungan is made as a symbol or legitimate image for the blatèr communityin the Madura society. The fi ndings of this research explains that kèjhungan has become the object of consumption thatis advanced to the blatèr community in achieving their respect. With their power, the blatèr can construct traditionalkèjhungan values into outstanding symbols in strengthening their existence in Madura’s society.
PROSPEL: KEMUNCULANNYA PADA MUSIK KERONCONG
Mohammad Tsaqibul Fikri;
Zulkarnain Mistortoify
Dewa Ruci: Jurnal Pengkajian dan Penciptaan Seni Vol 12, No 2 (2017)
Publisher : Pascasarjana Institut Seni Indonesia Surakarta
Show Abstract
|
Download Original
|
Original Source
|
Check in Google Scholar
|
Full PDF (506.179 KB)
|
DOI: 10.33153/dewaruci.v12i2.2527
ABSTRAKTulisan dalam jurnal ini merupakan salah satu bagian dari pembahasan penelitian tesis dengan judul “Prospel: Wujud, Eksistensi dan Peranannyadalam musik keroncong” oleh penulis dan sebagai bagian dari ujian akhir magister.Fokus kajian tulisan ini adalah kemunculan prospel pada lagu keroncong. Prospel merupakan salah satu fenomena musikal sebagai pembuka lagu keroncong yang diduga muncul karena adaptasi dari repertoar komposisi musik Barat. Persentuhan dengan komposisi musik Barat tersebut tidak lepas dari pengaruh Belanda pada saat melakukan ekspansi di Nusantara. Adaptasi tersebut kemudian menjadi sebuah fenomena yang berkembang dan bertahan pada lagu-lagu keroncong hingga sampai saat ini.Prospel kemudian menjadi salah satuciri khas dalam musik keroncong.Kata kunci: kemunculan, pembuka lagu, adaptasi, ciri khas.ABSTRACTThe journal is one part of the discussion of the research thesis entitled “Prospel: Being, Existence and His Role in Keroncong” by writer and as part of the final exam master. The case of studies is the emergence prospel article on keroncong. Prospel is one of the musical phenomenon as the opening song kroncong in my prediction emerged as an adaptation of the repertoire of Western music composition. Exposure to Western music composition could not be separated from the Dutch influence at the time of expansion in the archipelago. These adaptations became a phenomenon to grow and survive in songs Keroncong until today. Prospel later became one characteristic in keroncong music.Keywords: appearance, the opening song, adaptation, characteristic.
Kualitas personal dalam mencapai estetika “Ngroncongi”
Bayu Raditya Prabowo;
Zulkarnain Mistortoify
Dewa Ruci: Jurnal Pengkajian dan Penciptaan Seni Vol 14, No 1 (2019)
Publisher : Pascasarjana Institut Seni Indonesia Surakarta
Show Abstract
|
Download Original
|
Original Source
|
Check in Google Scholar
|
Full PDF (351.183 KB)
|
DOI: 10.33153/dewaruci.v14i1.2531
Kualitas personal merupakan salah satu komponen pembentuk karakteristik kualitas dalam musik keroncong. Kualitas personal tersebut terbentuk oleh beberapa aspek yang telah meng-embody dalam diri seniman keroncong. Tulisan ini bertujuan untuk mengungkap aspek-aspek beserta operasionalnya dalam membentuk kualitas personal di musik keroncong. Metode penelitian yang digunakan adalah metode kualitatif. Proyeksi tulisan ini akan membahas karakteristik kualitas musik keroncong, dan menggunakan kerangka konseptual yang berasal dari istilah-istilah lokal yang sering digunakan seniman keroncong saat menyajikan pagelaran dalam lingkup musik keroncong. Sebelum mengungkap karakteristik kualitas dalam musik keroncong, penulis akan fokus mengkaji mengenai kualitas personal yang merupakan komponen pembentuk karakteristik kualitas dalam musik keroncong. Kesimpulan penelitian ini adalah kualitas personal dalam musik keroncong terbentuk oleh beberapa aspek yang saling bersinergi, diantaranya akumulasi pengetahuan; kompetensi (skill); interpretasi terhadap lagu keroncong; dan pembawaan secara personal. Beberapa aspek tersebut telah meng-embody dalam diri setiap personal untuk membangun kesadaran secara musikal bahwa musik keroncong menjadi harmonis bukan karena menampilkan virtuositas dari kualitas yang dimiliki oleh setiap personal, melainkan keharmonisan yang tumbuh dari kesadaran ensembleship interpersonal.ABSTRACTPersonal quality is a component framer of characteristic and quality in keroncong music. The quality of personal was formed by many aspects, who has embodied in the artist of keroncong. This paper aimed to explore the aspect of personal quality includes the operational to form personal quality in keroncong music. The method of research is qualitative and use the framework of local conceptual terminology in scope keroncong music often used by artist keroncong in presenting keroncong music. Before uncovering personal quality, the writer will focus study on the quality of personal in keroncong music. The conclusion in this research is personal quality formed by many aspects with good synergy. They are knowledge, competency (skill), interpretation to song keroncong, and personal character. Some aspect was embodied in every personal to raise musical awareness that keroncong music be harmonious not for showing virtuosity personal, but harmoniously when high awareness of interpersonal ensembles
Tradisi Tinilo Pa’ita dalam Kehidupan Masyarakat Gorontalo
Vita Alfanikmah;
Zulkarnain Mistortoify
PANGGUNG Vol 30, No 1 (2020): Polisemi dalam Interpretasi Tradisi Kreatif
Publisher : LP2M ISBI Bandung
Show Abstract
|
Download Original
|
Original Source
|
Check in Google Scholar
|
Full PDF (1397.734 KB)
|
DOI: 10.26742/panggung.v30i1.1143
ABSTRACTThis paper aims to find out the form of the tradition of tinilo pa’ita present at the ceremony commemoratingthe 40th day of someone’s death because currently the tradition of tinilo pa’ita is fairly difficult to find inits community. This study uses qualitative research methods using an ethnographic approach by Spradleyto understand a culture from the point of view of their owners of culture. Tinilo pa’ita is a tradition inthe form of chants. Tinilo Pa’ita is present in the tradition of wopato pulu huyi. This song containsan apology for the person who has died, advice to the family left behind to remain patient and sincere,advice to the other peolple who is left to always remember death and always carry out the religious ordersadopted by the community, namely Islam. In its implementation, tinilo pa’ita attended several stagesof the wopato pulu huyi ceremony. The presence of tinilo pa’ita in Gorontalo society can only be foundduring the wopato pulu huyi because, the community believes this song can only be sung when it is sideby side with the tomb that will be delivered to the tomb. Until now the tradition of tinilo pa’ita is stillbeing carried out even though it is only in certain areas.Keywords: Oral Tradition, Tinilo Pa’ita, Funeral ceremonyABSTRAKTulisan ini bertujuan untuk mengetahui bentuk tradisi tinilo pa’ita yang hadir dalam upacaraperingatan hari ke 40 kematian seseorang sebab saat ini tradisi tinilo pa’ita terbilang cukupsulit untuk dijumpai dalam masyarakatnya. Penelitian ini menggunakan metode penelitiankualitatif dengan menggunakan pendekatan etnografi oleh Spradley untuk memahami sebuahkebudayaan dari sudut pandang mereka pemilik kebudayaan. Tinilo pa’ita merupakan sebuahtradisi yang berbentuk lantunan nyanyian. Tinilo Pa’ita hadir dalam tradisi wopato pulu huyi.Nyanyian ini berisi permohonan maaf atas orang yang telah meninggal, nasihat kepada keluargayang ditinggalkan agar tetap sabar dan ikhlas, nasehat kepada handaitaulan yang ditinggalkanuntuk selalu mengingat kematian dan senantiasa menjalankan perintah agama yang dianutoleh masyarakat yakni agama Islam. Dalam pelaksanaanya, tinilo pa’ita hadir dalam beberapatahapan pelaksanaan upacara wopato pulu huyi. Kehadiran tinilo pa’ita dalam masyarakatGorontalo hanya dapat dijumpai saat wopato pulu huyi sebab, masyarakat percaya nyanyianini hanya bisa dilantunkan pada saat berdampingan dengan nisan yang akan diantarkan kemakam. Hingga saat ini tradisi tinilo pa’ita masih terus dilaksanakan meskipun hanya padadaerah-daerah tertentu saja.Kata Kunci: Tradisi Lisan, Tinilo Pa’ita, Upacara Pemakaman
Meko: Bentuk dan Makna Gong Rote dalam Tarian foti
Apris Yulianto Saefatu;
Zulkarnaen Mistortoify;
Aris Setiawan
Gondang: Jurnal Seni dan Budaya Vol 6, No 1 (2022): GONDANG: JURNAL SENI DAN BUDAYA, JUNI 2022
Publisher : Universitas Negeri Medan
Show Abstract
|
Download Original
|
Original Source
|
Check in Google Scholar
|
DOI: 10.24114/gondang.v6i1.32085
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui bentuk dan simbolis makna Gong Rote yang terkandung dalam tarian foti. Tarian Foti merupakan tarian tradisional yang berasal dari pulau Rote Ndao, Nusa Tenggara Timur. Tarian ini ditampilkan oleh seorang penari pria dengan menampilkan gerakan yang atraktif dan 'energik'. Tarian foti sering ditampilkan baik dalam budaya maupun acara ceremonialdalam masyarakat pulau Rote Ndao. Penelitian ini menggunakan jenis penelitian kualitatif, dimana proses pengumpulan data dilakukan secara deskriptif dengan desain penelitian fenomenologi. Data penelitian dikumpulan dengan menggunakan teknik observasi, wawancara, dokumentasi, serta aktivitas, dan transkripsi. Hasil dari penelitian ini menjelaskan bahwa, bentuk musik ritmik dari Gong Rote terdiri dari beberapa elemen irama yaitu ketukan, aksen, dan pola. Makna simbolis dari bentuk musik ritmik Gong Rote dalam tarian foti adalah sebagai simbol semangat, ketangkasan, dan keperkasaan sserta identitas masyarakat. Gong Rotedimaknai masyarakat sebagai simbol yang menarik semangat keluarga, yang kemudian memberikan perjuangan menjalani kehidupan dalam keluarga maupun sesama.
Perubahan Fungsi Musik Kolintang di Desa Lembean Minahasa Utara
Marlyn Brainy Girlie Windewani;
Zulkarnain Mistortoify
Gondang: Jurnal Seni dan Budaya Vol 6, No 1 (2022): GONDANG: JURNAL SENI DAN BUDAYA, JUNI 2022
Publisher : Universitas Negeri Medan
Show Abstract
|
Download Original
|
Original Source
|
Check in Google Scholar
|
DOI: 10.24114/gondang.v6i1.32100
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui perubahan fungsi musik kolintang yang ada di desa Lembean, Minahasa Utara. Penelitian ini berada di ranah penelitian kualitatif dengan menggunakan metode partisipan observer, di mana peneliti turun langsung ke lapangan dan melakukan observasi, serta melakukan wawancara mendalam dengan para narasumber. Masyarakat di desa Lembean melakukan upacara ritual menggunakan tiga bilah kayu sebagai alat untuk ritual. Kemudian masuknya Kristen Protestan di desa Lembean, kolintang ini dianggap kafir oleh Gereja. Nelwan Katuuk seorang difabel memperkenalkan kembali Kolintang dengan memainkan lagu-lagu rohani pada sebuah acara pernikahan sehingga terbentuklah orkes kolintang. Banyak pemuda Desa Lembean tertarik untuk belajar memainkan kolintang sehingga membentuk grup kolintang legendaries yang bernama Kadoodan, dari situlah orkes kolintang bertransmutasi menjadi alat-alat kolintang. Setelah Kadoodan melalukan rekaman kaset maka masyarakat mulai mengapresiasi musik kolintang baik di Minahasa hingga ke Nusantara bahkan sampai keluar negeri. Hasil yang didapatkan dari penelitian ini yaitu, perubahan fungsi musik kolintang di Desa Lembean, Minahasa Utara diawali dari fungsi ritual dan sekarang berubah menjadi musik rakyat.
Estetika Cengkok dan Makna dalam Kidungan Jula-Juli Lawakan
Yudhistira Sugma Nugraha;
Zulkarnain Mistortoify
DESKOVI : Art and Design Journal Vol 5, No 1 (2022): JUNI 2022
Publisher : Universitas Maarif Hasyim Latif
Show Abstract
|
Download Original
|
Original Source
|
Check in Google Scholar
|
DOI: 10.51804/deskovi.v5i1.1766
Penelitian berjudul “Estetika Cengkok dan Makna dalam Kidungan Jula-Juli Lawakan” ini bertujuan untuk mengetahui secara mendasar makna yang tertanam dalam syair kidungan dan kecenderungan cengkok yang dilakukan oleh pelantun kidungan tersebut sehingga dapat membentuk sebuah estetika nyanyian yang harmonis. Penelitian ini menggunakan metode kualitatif dengan pendekatan etnomusikologi yang menekankan bahwa keberadaan musik (kidungan Jula-Juli) tidak dapat dipisahkan dari keberadaan lingkungan sekitarnya. Pendekatan ini dirasa cocok untuk diaplikasikan dalam penelitian ini, mengingat kidungan Jula-Juli lawakan lahir dan tumbuh di tengah-tengah masyarakat yang multikultural. Data-data yang diperoleh dalam penelitian ini melalui observasi, studi diskografi, pustaka dan wawancara. Berdasarkan hasil penelitian tentang makna dan estetika cengkok dalam kidungan Jula-Juli lawakan, dapat diketahui bahwa kidungan tidak sekadar lantunan vokal yang bersenandung indah dalam gending Jula-Juli, melainkan juga menyangkut kompleksitas tentang ide, gagasan, dan wacana tentang kehidupan manusia. Pembacaan akan hal itu dapat dilihat dari makna lirik yang ada, memuat tentang nasihat, kritik sosial,edukasi dan sebagainya. Selanjutnya kajian tentang estetika cengkok dalam Kidungan ini dapat diidentifikasi melalui angkatan atau awalan nada yang dilantunkan, kecenderungan pada penggalan cengkok, dan akhiran yang dilakukan secara konsisten, sehingga hal itu yang menjadi kekuatan dalam harmonisasi Kidungan Jula-Juli Lawakan.
REVITALISASI WANITA KARIER KOTA NGAWI MELALUI BERMAIN MUSIK KOLINTANG DENGAN ARANSEMEN BARU
Zulkarnain Mistortoify
Abdi Seni Vol 12, No 1 (2021)
Publisher : Institut Seni Indonesia Surakarta
Show Abstract
|
Download Original
|
Original Source
|
Check in Google Scholar
|
DOI: 10.33153/abdiseni.v12i1.3879
Kegiatan Pengabdian Kepada Masyarakat (PKM) Karya Seni dilatarbelakangi oleh suatu permasalahan yang menimpa sebuah grup musik wanita karier yang pernah memiliki prestasi penting bagi Masyarakat Ngawi. Grup kolintang Srikandi Ngawi dalam tiga tahun terakhir ini kehilangan rasa percaya diri dan motivasi untuk melanjutkan prestasinya hingga eksistensinya tidak terbaca lagi oleh publik. Kegiatan PKM ini bertujuan untuk membantu menghidupkan kembali semangat yang mulai hilang dan keterampilan memainkan musik kolintang melalui sebuah program stimulus latihan dengan metode baru dan asupan materi aransemen yang menarik. Melalui analisis situasi objek riset, program ini menerapkan dua metode baru, yaitu 1) menyediakan materi dan sarana latihan yang berbasis teknologi audio multitrack dan minus one, 2) menerapkan model latihan mandiri-bersama dengan metode drill (latihan secara berulang-ulang dan intensif). Hasil kegiatan PKM ini menunjukkan perubahan sikap signifikan bagi wanita karier dalam belajar yang penuh semangat dan mampu menyajikan karya aransemen dengan baik. Penyikapan baru melalui pendekatan kerja kreatif seni dengan metode baru dapat mencairkan kebekuan aktivitas sosial akibat pandemi ini. Rasa percaya diri semakin tumbuh ketika kuatnya mental dan penguasaan teknis menghasilkan karya musik dalam format videoklip yang dipublikasikan di media virtual.
SAPTONO DALAM MELESTARIKAN DAN MENGEMBANGAN KARAWITAN TRADISI SURAKARTA
Utami Ciptaningsih;
Zulkarnain Mistortoify
Sorai: Jurnal Pengkajian dan Penciptaan Musik Vol 14, No 1 (2021)
Publisher : Institut Seni Indonesia Surakarta
Show Abstract
|
Download Original
|
Original Source
|
Check in Google Scholar
|
DOI: 10.33153/sorai.v14i1.3826
This qualitative research is about the figure of Saptono in the world of classical Surakarta-style karawitan. Saptono is a skilled musician in mastering the repertoire of gendhing and ricikan in all types of Javanese Surakarta-style gamelan. Apart from being a former lecturer at ISI Yogyakarta, he also serves as a gamelan musician at the Surakarta Kasunanan Palace. High loyalty and musical virtuosity made Saptono appointed Kanjeng Raden Riyo Aryo (K.R.R.A) Saptonodiningrat and given a special task as tindhih of gamelan musicians at the Surakarta Kasunanan Palace. Two basic questions arise about how Saptono creative activities maintain the continuity of the Surakarta style musical and what reasons encourage him to do these activities. Based on these two questions, it is known that all forms of loyalty to the Surakarta Kasunanan Palace are shown by Saptono by utilizing all of his musical potential in creating classical Surakarta style gendhing, which is specifically dedicated to King Paku Buwana XIII. Saptono dedication to the development of karawitan to the wider community is shown through his willingness to become a music teacher at home and abroad, become a courtier of musicians at the Kasunanan Surakarta Palace, and become a driving force for the Muryoraras art community as a meditation association with Javanese gamelan instruments.
Aransemen Musik Baru Kesenian Ronteg Singo Ulung pada Sanggar Gema Buana, Desa Prajekan Kidul, Kabupaten Bondowoso, Jawa Timur
Zulkarnain Mistortoify;
Aris Setiawan;
Mutiara Dewi Fatimah
Abdi Seni Vol 13, No 2 (2022)
Publisher : Institut Seni Indonesia Surakarta
Show Abstract
|
Download Original
|
Original Source
|
Check in Google Scholar
|
DOI: 10.33153/abdiseni.v13i2.4343
This research is based on community service done, aiming to create a new musical arrangement for the Ronteg Singo Ulung art in the Gema Buana Art Community, Bondowoso Regency, East Java. The concern is on musical part which has been seen as monotonous, only present to accompany the movements of Singo Ulung dances. This research employs a participatory approach, actively involved in finding new musical pattern formulations that are considered ideal for the development of Singo Ulung art in the future. In addition, experimental work on the creation of new music is carried out while still basing it on the dynamics of the culture in which the arts live that is the Madurese community. As a result, the laboratory work process in this study resulted in more dynamic musical findings, by incorporating new musical elements so that the perception of musical monotony could be eliminated. The new music produced is continuously communicated, especially to dance choreographer, so that it can become an integral and inseparable part. Thus, the creative work of new music creation also leads the emergence of a similar step in terms of choreography.