Claim Missing Document
Check
Articles

Found 11 Documents
Search

EVALUATION ON GREEN OPEN SPACE AS HEALTH PROMOTER WITH SALUTOGENIC APPROACH: CITY FOREST BSD I AS CASE STUDY Larasati, Ayu; Pakpahan, Rosdiana
LANGKAU BETANG: JURNAL ARSITEKTUR Vol 6, No 2 (2019): December
Publisher : Department of Architecture, Universitas Tanjungpura

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (6660.547 KB) | DOI: 10.26418/lantang.v6i2.34811

Abstract

Sedentary/passive behavior has increased the risk of non-communicable disease, which incites the need to promote an active lifestyle through outdoor physical activities. However, green open space (GOS) amount and design that focus as health promoter have not yet been sufficient. Therefore, design evaluation is conducted to acknowledge recent issues and potential solutions as design considerations for next GOS that focuses on health. Evaluation of GOS design quality uses design indicators that are extracted from Salutogenic Five Vital Signs to identify and assess design quality at selected GOS as a case study.  The data for this study is gathered through site surveys, two months observations, and user interviews: 25 visitors, two staff, and three entrepreneurs. Evaluation at selected GOS highlights the importance of forest setting as major attractions because it provides comfortable shades of trees. Also, GOS should be located at a strategic point to be easily accessed by different kind of transportation modes and routes. Moreover, legibility is achieved highly by movement network: path and clear main entrance, and permeability are achieved through the selection of more than five meters height of trees that clear the visual obstacles, clear spots of activities (pods), and transparent fences.EVALUASI RUANG TERBUKA HIJAU SEBAGAI PROMOTOR KESEHATAN DENGAN PENDEKATAN SALUTOGENIC: TAMAN KOTA BSD I SEBAGAI STUDI KASUSPerilaku sedentary/pasif telah meningkatkan resiko terkena non-communicable disease yang menimbulkan munculnya kebutuhan untuk mendorong aktivitas fisik aktif yang dilakukan di ruang terbuka. Akan tetapi, kuantitas ruang terbuka hijau (RTH) belum memenuhi proporsi minimum 30% dari total luas area dan kualitas desain RTH sebagai promotor aktivitas fisik aktif (kesehatan) belum memiliki referensi desain. Oleh karena itu, evaluasi desain dilakukan untuk mengetahui permasalahan, potensi solusi, dan strategi yang terdapat pada RTH sekarang ini sebagai panduan rancang yang mendorong kegiatan fisik aktif. Metode penelitian yang digunakan adalah metode kualitatif yang dilakukan melalui empat tahap, yaitu: 1. studi pustaka mengenai lima tanda vital salutogenic (diversity, vitality, nature, authenticity, dan legacy) untuk mengidentifikasi parameter evaluasi (kriteria perancangan dan indikator desain), 2. pemilihan objek studi, 3. pengumpulan data melalui survey, observasi dan wawancara, dan 4. identifikasi dan evaluasi kualitas desain RTH. Objek studi terpilih merupakan RTH yang berpotensi memenuhi lima tanda vital salutogenic, yaitu Taman Kota BSD I (TK I), Tangerang Selatan. Hasil evaluasi RTH adalah pentingnya mengintegrasikan unsur alam sebagai setting RTH karena karakteristiknya yang spesifik menjadi daya tarik utama untuk beraktivitas aktif. Selain itu, RTH perlu menyediakan fasilitas lengkap dan pemeliharaannya untuk seluruh kategori usia dan skala aktivitas dari personal hingga komunitas. Secara keseluruhan, RTH perlu mengembangkan program dan strategi implementasi untuk mengembangkan aktivitas edukasi dan preservasi yang melibatkan komunitas secara aktif.
IMPLEMENTASI PRINSIP PARIWISATA BERBASIS KOMUNITAS DI DESA WISATA NGLINGGO YOGYAKARTA Rosdiana Pakpahan
JURNAL MASTER PARIWISATA Volume 05, Nomor 01, July 2018
Publisher : Magister Tourism Study, Faculty of Tourism, Udayana University

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.24843/JUMPA.2018.v05.i01.p07

Abstract

This study is carried out in Nglinggo rural tourism destination located in Pagerharjo village, Samigaluh sub-district, Kulon Progo regency in Yogyakarta. This research is aimed at revealing the application CBT principles implemented in the management of the rural tourism attraction as well as finding supporting factors and obstacles on the application of the CBT principles. This study also traces why such factors and obstacles occur. This research applies both qualitative and quantitative techniques in obtaining primary and secondary data. The primary data is collected by questionnaires, in- depth interview and observation, while the secondary data is obtained mainly from local authority’s website of Office of Tourism of Kulon Progo Regency.This study suggests that local people are aware on the importance of involvement in managing their village as an attraction. Meanwhile, supporting factors of the application of CBT principles are natural resources, local people cohesion, contribution to local people, local community involvement, existence of supporting institution, management commitment, and local authority’s support. On the other hand, obstacle found in the application of the CBT principles are education and people readiness.
EKSPERIMENTAL KUE KLEPON BERBAHAN DASAR TEPUNG KENTANG DAN TEPUNG UBI JALAR Rosdiana Pakpahan; Jufrianto Ng; Komang Arie Sandro
Jurnal Hospitality dan Pariwisata Vol 5, No 2 (2019): Jurnal Hospitality dan Pariwisata
Publisher : Program Studi Hospitality dan Pariwisata

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (727.597 KB) | DOI: 10.30813/jhp.v5i2.1842

Abstract

ABSTRACTKlepon is a traditional snack from Indonesia that is generally made from glutinous rice flour which is used in small rounds and filled with brown sugar and sprinkle with savory grated coconut. This food is favored by many people because of the sweet taste of brown sugar that breaks when bitten. Researchers want this traditional snack to continue to be developed so that it is not lost due to the times. Researchers conducted research on how potato and sweet potato made into flour by drying can be used as a substitute glutinous rice for the main ingredients for making klepon. The research team conducted research on whether potato flour and sweet potato flour can affect the taste, aroma, texture and color of klepon. Potato flour and sweet potato flour can be an alternative for people who like klepon especially for them who have health problems such as ulcer and stomach ailments. The research team conducted research with two types of tubers, potatoes and sweet potatoes. In changing the use of basic ingredients also have an impact on the composition of recipes, especially the use of potato flour and sweet potato flour. The use of excessive potato flour and sweet potato flour can affect the texture, color, taste and aroma of klepon. The research of tradisional snacks made from potato flour and sweet potato flour begins with product trials, determining product recipes and conducting panel tests. Throught this research, it is expected to be able to provide insight and knowledge to process healthy and variative klepon using potato flour and sweet potato flour as a subtitute for glutinous rice flour.Keywords : Klepon, Potato, Sweet Potato, RecipesABSTRAKKue klepon merupakan jajanan pasar tradisional Indonesia yang umumnya terbuat dari tepung beras ketan yang dibentuk bulat-bulat kecil dan didalamnya berisikan gula merah dan taburi dengan parutan kelapa yang gurih. Makanan ini digemari oleh banyak orang karena rasa manis dari gula merah yang pecah ketika digigit. Peneliti ingin jajanan tradisional ini tetap terus dikembangkan sehingga tidak hilang akibat perkembangan jaman. Peneliti melakukan penelitian bagaimana kentang dan ubi jalar yang dijadikan tepung dengan cara dikeringkan dapat menjadi bahan pengganti dari bahan utama pembuatan klepon yaitu tepung beras ketan. Tim peneliti melakukan penelitian apakah tepung kentang dan tepung ubi jalar dapat mempengaruhi rasa, aroma, tekstur dan warna pada kue klepon. Tepung kentang dan tepung ubi jalar dapat menjadi alternatif bagi orang-orang yang menyukai klepon, namun memiliki permasalahan dalam kesehatan terutama yang memiliki maag dan penyakit lambung. Tim Peneliti melakukan penelitian dengan dua jenis umbi-umbian yaitu kentang dan ubi jalar. Dalam perubahan penggunaan bahan dasar ini juga berdampak pada komposisi resep terutama penggunaan tepung kentang dan tepung ubi jalar. Penggunaan tepung kentang dan tepung ubi jalar yang berlebihan dapat mempengaruhi tekstur, warna, rasa dan aroma pada kue klepon. Pelaksanaan penelitian jajanan tradisional kue klepon yang berbahan dasar tepung kentang dan tepung ubi jalar dimulai dari uji coba produk, penentuan resep produk dan melakukan tes panel. Melalui penelitian ini diharapkan dapat memberikan wawasan dan pengetahuan untuk mengolah kue klepon yang lebih sehat dan variatif dengan menggunakan tepung kentang dan tepung ubi jalar sebagai bahan penganti tepung ketan.Kata Kunci : Kue Klepon, Kentang,Ubi jalar, Resep
Pengembangan Pariwisata Berbasis Masyarakat Di Kawasan Seberang Kota Jambi (Sekoja) Yustisia Kristiana; Rosdiana Pakpahan; Stephanie T. Mulyono
Prosiding Konferensi Nasional Pengabdian Kepada Masyarakat dan Corporate Social Responsibility (PKM-CSR) Vol 2 (2019): Peran Perguruan Tinggi dan Dunia Usaha dalam Mempersiapkan Masyarakat Menghadapi Era I
Publisher : Asosiasi Sinergi Pengabdi dan Pemberdaya Indonesia (ASPPI)

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (437.181 KB) | DOI: 10.37695/pkmcsr.v2i0.274

Abstract

Pengenalan Kuliner Tradisional Sebagai Daya Tarik Wisata Belitung Rosdiana Pakpahan; Yustisia Kristiana
Prosiding Konferensi Nasional Pengabdian Kepada Masyarakat dan Corporate Social Responsibility (PKM-CSR) Vol 2 (2019): Peran Perguruan Tinggi dan Dunia Usaha dalam Mempersiapkan Masyarakat Menghadapi Era I
Publisher : Asosiasi Sinergi Pengabdi dan Pemberdaya Indonesia (ASPPI)

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (171.73 KB) | DOI: 10.37695/pkmcsr.v2i0.276

Abstract

Perkembangan industri pariwisata dapat memberikan peluang bagi produk-produk wisata termasuk kuliner di Belitung. Tingginya perkembangan industri pariwisata, memberikan peluang yang sangat besar bagi masyarakatnya, untuk ikut berpartisipasi dalam pembangunan wisata kuliner, yang saat ini masih terbatas jumlahnya. Tulisan ini bertujuan untuk menjelaskan makanan tradisional kuliner lokal sebagai daya tarik wisata Belitung sehingga masyarakat selalu menjaga kuliner tradisional Belitung agar tidak tergeser oleh budaya asing dan memberikan manfaat kepada masyarakat dalam bentuk tumbuh dan berkembangnya motivasi, minat dan mental berwirausaha, serta adanya peningkatan kemampuan dalam mengembangkan kuliner lokal. Adapun metode yang digunakan adalah dengan cara penyuluhan langsung terhadap masyarakat khususnya anak-anak Sekolah Menengah Pertama karena mereka yang akan menjadi penerus Bangsa. Hasil dari kegiatan ini yaitu bahwa anak-anak SMPN1 Gantung sangat memahami materi yang diberikan dan pelatihan seperti ini belum pernah dilakukan sebelumnya oleh pihak manapun.
Peningkatan Kapasitas Masyarakat Dalam Bidang Layanan Wisata Di Kampung Bekelir, Kota Tangerang Yustisia Kristiana; Theodosia C Nathalia; Rosdiana Pakpahan; Nonot Yuliantoro; Vasco A. H. Goeltom
Prosiding Konferensi Nasional Pengabdian Kepada Masyarakat dan Corporate Social Responsibility (PKM-CSR) Vol 3 (2020): Peran Perguruan Tinggi dan Dunia Usaha Dalam Pemberdayaan Masyarakat Untuk Menyongsong
Publisher : Asosiasi Sinergi Pengabdi dan Pemberdaya Indonesia (ASPPI)

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (364.712 KB) | DOI: 10.37695/pkmcsr.v3i0.751

Abstract

Provinsi Banten menyimpan beragam potensi pariwisata. Salah satu wilayah dari Provinsi Banten yaitu Kota Tangerang ikut berupaya mengembangkan potensi pariwisata. Kota Tangerang yang berada dalam wilayah administratif Provinsi Banten dan secara regional mempunyai keterkaitan yang sangat erat dengan Ibu Kota Jakarta, saat ini berkembang menjadi kota yang mengandalkan dari sektor jasa, pariwisata, perdagangan dan permukiman. Kota Tangerang memiliki keragaman daya tarik wisata baik budaya, sejarah, buatan hingga wisata kreatif. Salah satu daya tarik wisata kreatif yang dikembangkan adalah Kampung Bekelir. Kampung Bekelir merupakan salah satu yang menjadi perhatian dari pemerintah dan sejak tahun 2017 telah diresmikan sebagai Kampung Wisata. Kampung Bekelir dikelola oleh masyarakat setempat dan seiiring dengan mulai dikenalnya tempat ini sebagai daya tarik wisata, maka dibentuklah Pokdarwis (Kelompok Sadar Wisata). Permasalahan yang dihadapi oleh kelompok ini adalah belum semua masyarakat berpartisipasi. Hal ini karena belum optimalnya kapasitas masyarakat khususnya dalam bidang layanan wisata. Peningkatan kapasitas masyarakat sangat diperlukan dalam mendukung Kampung Bekelir sebagai destinasi wisata kreatif dan kampung wisata yang berkelanjutan. Solusi yang ditawarkan adalah dengan memberikan penyuluhan, pelatihan serta pendampingan. Metode yang dilakukan yaitu sosialisasi program, melakukan penyuluhan maupun pelatihan dan evaluasi. Kegiatan yang dilakukan dapat dirasakan manfaatnya bagi mitra. Luaran dari kegiatan ini adalah terwujudnya pemahaman masyarakat tentang pengelolaan daya tarik wisata yang berkelanjutan, terwujudnya standar pengelolaan homestay dan terciptanya kreasi makanan dan minuman yang berbahan lokal.
DEVELOPMENT OF TOURISM TRAVEL PATTERNS IN LAU BAGOT TOURISM VILLAGE DAIRI DISTRICT Rosdiana Pakpahan
Jurnal Ilmiah Global Education Vol. 4 No. 2 (2023): JURNAL ILMIAH GLOBAL EDUCATION, Volume 4 Nomor 2, Juni 2023
Publisher : LPPM Institut Pendidikan Nusantara Global

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.55681/jige.v4i2.932

Abstract

One place that has great tourism potential is the Dairi district. Just like other regions in North Sumatra, Dairi Regency has many tourist destinations that have the potential to be big enough to attract tourists. Lau Bagot Tourism Village is one of the leading tourist villages in Dairi Regency. Data collection techniques used to obtain data include interviews, observations, literature studies, and documentation studies. As well as conducting in-depth interviews, this study included the following participants: the head of the Lau Bagot Tourism Village Pokdarwis, the head of Lau Bagot Village, Hamlet Head, and members of the Lau Bagot Tourism Village Pokdarwis. Data analysis techniques used in this study were qualitative. The single point and chaining loop travel patterns are travel schemes that are well implemented in Lau Bagot Tourism Village because in the single point travel pattern, the willingness is in the form of road access that only has one lane so that the departure and return routes will follow the same route. Whereas in the chaining loop pattern on other routes, when going to travel between tourist attractions, the paths that are passed back are not the same, so they don't go through the same route, so the travel pattern is in the form of a chaining loop.
Implementasi Prinsip Pariwisata Berbasis Komunitas Dalam Pengembangan Desa Wisata Nglinggo Yogyakarta Rosdiana Pakpahan
Barista : Jurnal Kajian Bahasa dan Pariwisata Vol. 5 No. 1 (2018): Juni
Publisher : Unit Bahasa, Politeknik Pariwisata NHI Bandung

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Pariwisata berbasis komunitas (CBT), sejenis pariwisata di mana kegiatan dijalankan oleh penduduk setempat demi kesejahteraan mereka, adalah pusat penelitian ini. Studi ini dilakukan di tujuan wisata desa Nglinggo yang terletak di desa Pagerharjo, kecamatan Samigaluh, Kabupaten Kulon Progo di Yogyakarta. Penelitian ini bertujuan untuk mengungkap penerapan prinsip-prinsip CBT yang diimplementasikan dalam pengelolaan daya tarik wisata pedesaan serta menemukan faktor pendukung dan hambatan dalam penerapan prinsip-prinsip CBT. Penelitian ini juga menelusuri mengapa faktor dan rintangan seperti itu terjadi. Penelitian ini menggunakan teknik kualitatif dan kuantitatif dalam memperoleh data primer dan sekunder. Data primer dikumpulkan melalui kuesioner, wawancara mendalam dan observasi, sedangkan data sekunder diperoleh terutama dari situs web Dinas Pariwisata Kabupaten Kulonprogo. Penelitian ini menunjukkan bahwa secara keseluruhan prinsip-prinsip CBT yang diterapkan dalam pengelolaan daya tarik yang diamati mencapai hingga 84,54%. Prinsip-prinsip yang terkait dengan lingkungan diterapkan untuk 84,9%; 83,1% untuk prinsip ekonomi aplikasi; 85,4% untuk partisipasi masyarakat; 83,6% untuk sumber daya manusia / prinsip pendidikan; dan 85,7% untuk penerapan prinsip budaya. Oleh karena itu, penelitian ini menunjukkan bahwa prinsip-prinsip CBT telah diterapkan pada tingkat tinggi di tujuan wisata pedesaan Nglinggo. Masyarakat setempat sadar akan pentingnya keterlibatan dalam mengelola desa mereka sebagai daya tarik. Sementara itu, faktor pendukung penerapan prinsip-prinsip CBT adalah sumber daya alam, kohesi masyarakat setempat, kontribusi kepada penduduk setempat, keterlibatan masyarakat setempat, keberadaan lembaga pendukung, komitmen manajemen, dan dukungan otoritas lokal. Di sisi lain, kendala yang ditemukan dalam penerapan prinsip- prinsip CBT adalah pendidikan dan kesiapan orang.
GUNDALA-GUNDALA SEBAGAI ATRAKSI WISATA BUDAYA DI KABUPATEN KARO Purba, Debora S; Pakpahan, Rosdiana; Nadeak, Tio RJ
Jurnal Pariwisata Vol 11, No 2 (2024): Jurnal Pariwisata
Publisher : LPPM Universitas Bina Sarana Informatika

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.31294/par.v11i2.23768

Abstract

ABSTRAK Gundala-Gundala adalah seni pertunjukan tradisional masyarakat Karo di Kabupaten Karo, Sumatera Utara, yang memadukan tarian, musik, dan nilai spiritual dengan filosofi mendalam. Sebagai warisan budaya yang otentik, Gundala-Gundala memiliki potensi besar untuk dikembangkan menjadi atraksi wisata budaya yang berkelanjutan. Atraksi wisata budaya merupakan potensi yang besar dalam mempertahankan eksistensi kebudayaan di suatu tempat. Pengunjung yang mendatangi destinasi memiliki ketertarikan yang besar terhadap perbedaan budaya dari budaya tempatnya berasal. Gundala – Gundala pada umumnya dihadirkan dalam setiap acara-acara besar adat maupun kenegaraan di Kabupaten Karo. Tulisan ini bertujuan mendeskripsikan bahwa budaya merupakan atraksi utama yang mampu mewujudkan keberlanjutan sebuah destinasi wisata. Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif dengan metode wawancara mendalam, observasi partisipatif, dan analisis dokumen. Hasil penelitian menunjukkan bahwa Gundala-Gundala memiliki daya tarik unik bagi wisatawan, terutama dalam menghadirkan pengalaman budaya yang otentik. Masyarakat lokal memiliki antusiasme tinggi dalam mendukung pelestarian tradisi ini, namun pengembangannya masih menghadapi beberapa kendala, seperti minimnya dokumentasi, kurangnya fasilitas pendukung, dan terbatasnya promosi. Untuk mengoptimalkan potensi Gundala-Gundala, diperlukan strategi yang meliputi peningkatan infrastruktur, promosi berbasis digital, keterlibatan komunitas lokal, serta pelestarian budaya melalui pendidikan dan dokumentasi. Dengan langkah-langkah ini, Gundala-Gundala dapat menjadi ikon budaya yang tidak hanya melestarikan tradisi masyarakat Karo, tetapi juga mendukung pengembangan pariwisata berkelanjutan di Kabupaten Karo. Kata kunci: Gundala-Gundala, Atraksi, Wisata Budaya ABSTRACT Gundala-Gundala is a traditional performance art of the Karo community in Karo Regency, North Sumatra, which blends dance, music, and spiritual values with profound philosophy. As an authentic cultural heritage, Gundala-Gundala has great potential to be developed into a sustainable cultural tourism attraction. Cultural tourism attractions play a significant role in preserving the existence of local traditions. Visitors to a destination are often deeply interested in cultural differences compared to their own. Gundala-Gundala is commonly performed during major traditional ceremonies and state events in Karo Regency. This article aims to describe how culture can serve as a key attraction to achieve the sustainability of a tourism destination. The research employs a qualitative approach using in-depth interviews, participatory observation, and document analysis. The findings indicate that Gundala-Gundala offers a unique appeal to tourists, especially in delivering an authentic cultural experience. The local community shows high enthusiasm in supporting the preservation of this tradition. However, its development faces several challenges, including limited documentation, inadequate supporting facilities, and minimal promotion. To optimize the potential of Gundala-Gundala, strategies are needed that encompass improving infrastructure, implementing digital-based promotion, involving local communities, and preserving the culture through education and documentation. With these steps, Gundala-Gundala can become a cultural icon that not only preserves the traditions of the Karo community but also supports sustainable tourism development in Karo Regency. Keywords : Gundala-gundala, Attraction, Cultural Tourism
The Implementation of the Community-Based Tourism Concept in Lingga Tourist Village, Karo Regency, North Sumatera Sianipar, Rosianna; Rosdiana Pakpahan; Rudy Pramono
International Journal of Economics Development Research (IJEDR) Vol. 5 No. 5 (2024): International Journal of Economics Development Research (IJEDR)
Publisher : Yayasan Riset dan Pengembangan Intelektual

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.37385/ijedr.v5i4.6484

Abstract

Community-Based Tourism (CBT), a form of tourism operated by local residents for their own well-being, is the focus of this research. This study was conducted at a tourist destination located in Lingga Tourist Village, Karo Regency, North Sumatra. The purpose of this research is to uncover the tourism potential in Lingga Tourist Village and examine the application of Community-Based Tourism principles, as well as the supporting and inhibiting factors in managing tourism attractions in Lingga Tourist Village. This research uses a descriptive qualitative and quantitative approach, collecting both primary and secondary data. Primary data were collected through questionnaires, in-depth interviews, and observations, while secondary data were obtained from local government data through the Karo tourism department’s website. The findings indicate that overall, the CBT principles have been well-implemented in managing Lingga Tourist Village. Therefore, the research suggests that CBT principles have been applied at a high level in the Lingga Tourist Village destination. The local community is aware of the importance of involvement in managing their village as an attraction. The supporting factors for implementing CBT principles include natural resources, community contribution, local community involvement, and government support. Meanwhile, the inhibiting factors include the level of education and the readiness of the community