Erwin Pradian
Departemen Anestesiologi Dan Terapi Intensif Fakultas Kedokteran Universitas Padjadjaran Rumah Sakit Dr. Hasan Sadikin Bandung

Published : 64 Documents Claim Missing Document
Claim Missing Document
Check
Articles

PERBANDINGAN METODE PENGAJARAN REVIEW VIDEO DENGAN TANPA REVIEW VIDEO TERHADAP KEBERHASILAN DAN LAMA INTUBASI PADA MAHASISWA PROGRAM STUDI PENDIDIKAN DOKTER Ferawati Ferawati; Erwin Pradian; Dedi Fitri Yadi
Jurnal Anestesi Perioperatif Vol 7, No 3 (2019)
Publisher : Faculty of Medicine, Universitas Padjadjaran

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (291.678 KB) | DOI: 10.15851/jap.v7n3.1807

Abstract

Metode pengajaran yang inovatif dan efektif dalam pengajaran intubasi endotrakeal dibutuhkan untuk untuk menghasilkan mahasiswa kedokteran yang memiliki keterampilan memadai. Metode pengajaran review video yang melibatkan dual coding theory menggunakan kombinasi antara gambar dan suara akan mengaktifkan saluran kognitif verbal dan nonverbal sehingga dapat membantu memahami informasi dengan lebih baik. Penelitian ini bertujuan mengetahui perbandingan keberhasilan dan lama intubasi endotrakeal pada manekin menggunakan metode pengajaran review video dengan tanpa review video yang dilakukan oleh mahasiswa Program Studi Pendidikan Dokter (PSPD). Penelitian menggunakan metode randomized crossover study, dilakukan di RSUP Dr. Hasan Sadikin (RSHS) Bandung pada bulan Juli–September 2019 dan melibatkan 60 mahasiswa PSPD. Data kategorik dianalisis menggunakan Uji Eksak Fisher dan data numerik menggunakan Uji Mann Whitney. Penelitian ini memberikan hasil keberhasilan intubasi kelompok metode pengajaran review video 96,7% dan metode pengajaran tanpa review video 73,3% (p<0,05), lama intubasi rerata kelompok metode pengajaran review video 101,1 detik dan metode pengajaran tanpa review video 126,8 detik (p<0,05). Simpulan penelitian adalah penggunaan metode pengajaran review video meningkatkan keberhasilan intubasi dan mempersingkat lama intubasi oleh mahasiswa kedokteran. Comparison of Teaching Method with and without Video Review on Intubation Success Rate and Time Performed by Medical Students Innovative and effective teaching methods in teaching endotracheal intubation are needed to produce sufficient skills among medical students. Video review teaching methods that involve a dual coding theory using a combination of images and sound activate verbal and nonverbal cognitive channels, leading to better understanding of the information conveyed. This study aimed to compare the success and duration of endotracheal intubation in mannequins using the video review teaching method compared to teaching without video review to students of the Medical Education Study Program (Program Studi Pendidikan Kedokteran, PSPD). This was a randomized crossover study conducted in Dr. Hasan Sadikin General Hospital Bandung in July–September 2019 on 60 PSPD students. Categorical data collected were analyzed using the Fisher’s Exact Test while Mann Whitney test was used for numerical data. It was identified that the success rate of intubation performed by the group receiving video review was 96.7% while the non-video review group achieved a success rate of 73.3% (p<0.05). The average length of intubation in the video review group was 101.1 seconds while the non-video review group performed intubation in 126.8 seconds (p<0.05). Therefore, the use of video review teaching method increases the success of intubation and shorten the length of time intubation by medical students.
Efek Penambahan Deksametason 5 mg pada Bupivakain 0,5% terhadap Mula dan Lama Kerja Blokade Sensorik Anestesia Epidural untuk Operasi Ortopedi Ekstremitas Bawah - Irwan; Erwin Pradian; Tatang Bisri
Jurnal Anestesi Perioperatif Vol 3, No 2 (2015)
Publisher : Faculty of Medicine, Universitas Padjadjaran

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (1333.43 KB)

Abstract

Operasi ortopedi ekstremitas bawah dengan anestesia regional epidural memiliki kelemahan yaitu mula kerja yang lama. Penelitian ini bertujuan melihat efek penambahan 5 mg deksametason pada bupivakain 0,5% terhadap mula kerja dan lama kerja blokade sensoris. Penelitian prospektif eksperimental menggunakan uji klinis acak buta ganda pada 32 pasien dengan American Society of Anesthesiologist (ASA) I–II yang menjalani operasi ortopedi ekstremitas bawah dengan anestesi epidural di RSUP Dr. Hasan Sadikin Bandung pada Februari–Mei 2014. Pengambilan sampel dilakukan secara consecutive sampling dan random blok permutasi. Kelompok I, deksametason 5 mg ditambahkan ke dalam bupivakain 0,5% 15 mL. Kelompok II, bupivakain 0,5% ditambah NaCl 0,9% 15 mL. Hasil penelitian diuji secara statistika menggunakan uji-t dan Uji Mann-Whitney. Hasil penelitian menunjukkan mula kerja blokade sensorik kelompok I tidak lebih cepat, yaitu 13,56 menit dibanding dengan kelompok II, yaitu 14,31 menit (p=0,27). Lama kerja blokade sensorik kelompok I lebih lama, yaitu 399,81 menit dibanding dengan kelompok II, yaitu 227,43 menit (p=0,00). Simpulan, penambahan deksametason 5 mg pada bupivakain 0,5% 15 mL tidak mempercepat mula kerja blokade sensorik tetapi memperpanjang lama kerja blokade sensorik bupivakain 0,5% yang diberikan secara epidural.Kata kunci: Anestesi epidural, blokade sensorik, bupivakain, deksametason, lama kerja, mula kerjaEffect of Dexamethasone 5 mg Addition to Bupivacaine 0.5% on Onset and Duration of Sensory Blockade in Epidural Anesthesia for Lower Extremity Orthopedic SurgeryLower extremity orthopedic surgery performed with regional epidural anesthesia was still have weakness which is long onset of time. This study was conducted to determine the onset time and duration time of sensory blockade epidural anesthesia  between the use of dexamethasone 5 mg addition to 0.5% bupivacaine for lower limb orthophedic surgery. The study was using randomized controlled blind method on 32 ASA I–II patients undergoing lower limb orthopedic surgery under epidural anesthesia. Consecutive sampling and random allocation of block of permutation groups was applied. In group I, dexamethasone 5 mg was added to bupivacaine 0.5% 15 mL while in group II NaCl 1 mL was added to bupivacaine 0.5% 15 mL. The results were statistically tested using t-test and Mann-Whitney test. It was shown that the onset time of sensory blockade was not significantly faster when dexamethasone was added in bupivacaine 0.5%, 13.56 minutes versus 14.31 minutes (p=0.27). The duration time of sensory blockade in dexamethasone in bupivacaine 0.5% group was longer 399.81 minutes, compared to the bupivacaine 0.5% group, 227.43 minutes (p=0.00). In conclusions, the addition of dexamethasone 5 mg to bupivacaine 0.5% 15 mL does not produced faster onset time. However, the duration sensory blockade time is longer than bupivacaine 0,5% 15 mL is usedKey words: Bupivacaine, dexamethasone, duration time, epidural anesthesia, onset, sensory blockade DOI: 10.15851/jap.v3n2.577
ANGKA KEJADIAN, LENGTH OF STAY, DAN MORTALITAS PASIEN ACUTE KIDNEY INJURY DI ICU RSUP DR. HASAN SADIKIN TAHUN 2018 Hidayat Hidayat; Erwin Pradian; Nurita Dian Kestriani
Jurnal Anestesi Perioperatif Vol 8, No 2 (2020)
Publisher : Faculty of Medicine, Universitas Padjadjaran

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.15851/jap.v8n2.2054

Abstract

Angka kejadian acute kidney injury (AKI) di ICU tergolong tinggi dengan penyebab utama adalah sepsis dan menjadi salah satu faktor yang memengaruhi lama rawat dan mortalitas pasien di ICU. Angka kejadian, lama rawat, dan mortalitas AKI pada ICU di Indonesia belum diketahui. Tujuan penelitian ini mengetahui angka kejadian AKI, lama rawat dan mortalitas pasien AKI di ICU RSUP dr Hasan Sadikin pada tahun 2018. Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif yang dilakukan pada 148 pasien yang dirawat di ICU RSUP dr. Hasan Sadikin Tahun 2018. Diagnosis AKI ditentukan melalui kriteria KDIGO dengan melihat peningkatan kreatinin serum dan penilaian urine output. Penelitian ini dilakukan mulai September 2019 sampai Februari 2020. Pada penelitian ini diperoleh sebanyak 61 pasien (41,2%) dengan diagnosis AKI, mayoritas pasien didiagnosis AKI tahap 3 yaitu sebanyak 32 pasien (53%). Sebanyak 14,8% pasien mendapatkan renal replacement therapy (RRT. Rerata lama rawat pada pasien AKI di ICU, yaitu 9,4±7,2 hari dan mortalitas sebesar 77%. Simpulan, angka kejadian AKI di ICU RSUP Dr. Hasan Sadikin Bandung tergolong tinggi, yaitu 41,2% serta mortalitas yang juga tinggi, yaitu 77%. Frequency, Length of Stay, And Mortality of Patients with Acute Kidney Injury at ICU Dr. Hasan Sadikin Hospital BandungIncidence of acute kidney injury (AKI) among patients treated in Intensive Care Units (ICU) is relatively high, mainly due to sepsis. The presence of AKI affects the patient’s length of stay (LOS) in the ICU as well as the mortality of ICU patients. In Indonesia, no data is available for the incidence of AKI in ICUs and the LOS and mortality rate of ICU patients with AKI. This study aimed to determine AKI incidence in ICU patients and the length of stay and mortality rate of ICU patients with AKI in Dr. Hasan Sadikin General Hospital in 2018. This was a descriptive study conducted on 148 patients treated at the ICU of Dr. Hasan Sadikin General Hospital 2018. The diagnosis of AKI was confirmed using the  Kidney Disease Improving Global Outcomes (KDIGO) criteria by observing the increase in creatinine serum and assessing the urine output. Data were collected during the period of September 2019 to February 2020 for analysis. Results showed that among 61 patients (41.2%) diagnosed with AKI, the majority were diagnosed with stage 3 AKI (n=32; 52.5%). A total of 14.8% of patients received RRT therapy. The mean LOS of AKI patients in ICU was 9.4±7.2 days and the mortality rate was 77%. Thus, the  incidence of AKI in the ICU of Dr. Hasan Sadikin General Hospital is relatively high (41.2%) with a high mortality rate (77%).
Penggunaan Skor Apfel Sebagai Prediktor Kejadian Mual dan Muntah Pascaoperasi di RSUP Dr. Hasan Sadikin Bandung Rachmad Try Hendro; Erwin Pradian; Indriasari Indriasari
Jurnal Anestesi Perioperatif Vol 6, No 2 (2018)
Publisher : Faculty of Medicine, Universitas Padjadjaran

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (818.136 KB) | DOI: 10.15851/jap.v6n2.1425

Abstract

Post operative nausea and vomiting (PONV) merupakan kejadian mual dan atau muntah setelah tindakan operasi menggunakan anestesi pada 24 jam pertama pascaoperasi. Kejadian PONV dilaporkan memiliki perbedaan pada berbagai bangsa dan etnis. Skor Apfel merupakan salah satu prediktor PONV yang objektif dan paling sederhana. Sebelum menggunakannya sebagai prosedur rutin di RSHS, dilakukan penelitian ini yang bertujuan menilai apakah skor Apfel dapat digunakan sebagai prediktor PONV pada pasien yang menjalani operasi dengan anestesi umum di RSHS. Dilakukan suatu studi diagnostik secara potong lintang pada 100 pasien yang menjalani operasi elektif dengan anestesi umum di RSHS pada bulan September–Oktober 2017. Subjek penelitian dikelompokkan dalam 5 kelompok skor Apfel, yaitu perempuan, tidak merokok, menggunakan opioid pascaoperasi, dan memiliki riwayat PONV sebelumnya. Hasil penelitian ini menunjukkan terdapat 42% angka kejadian PONV, terdiri atas skor Apfel 0 (8,3%), skor 1 (19,04%), skor 2 (36,6%), skor 3 (63,63%), dan skor 4 (80%) yang sesuai dengan nilai prediktif skor Apfel. Angka kejadian PONV pada skor Apfel risiko tinggi (≥3) 61,9%, bermakna secara signifikan dapat membedakan kejadian PONV dengan nilai sensitivitas 61,9%, spesifisitas 81,0%, dan nilai AUC 0,777. Hasil ini menunjukkan bahwa skor Apfel memiliki validitas yang baik untuk membedakan antara pasien yang akan mengalami PONV dan yang tidak. Simpulan penelitian ini, skor Apfel dapat dipakai untuk memprediksi kejadian PONV di RSHS. Kata kunci: Post operative nausea and vomiting, prediktor, skor Apfel, validitas  Use of Apfel Score as a Predictor for Post-Post-operative Nausea and Vomiting in Dr. Hasan Sadikin General HospitalPost-operative nausea and vomiting (PONV) is defined as any nausea, retching, or vomiting that occurs  during the first 24 hour after surgery. Previous studies have reported that nationality and ethnicity influence the incidence of PONV. Apfel score is one of the objective and best simplified predicting PONV scoring systems available. Until recently, no predicting PONV score is used in Dr. Hasan Sadikin General Hospital (RSHS). Before implementing any scoring system as a protocol in this hospital, validation of the clinical risk assessment score in the hospital setu is needed. This was a cross-sectional diagnostic study on 100 patients underwentpost- various elective surgeries under general anesthesia. Subjects were divided into five groups, based on the Apfel risk scoring system. Factors observed consisted of four factors: female gender, nonsmoking status, post-operative use of opioids, and history of PONV or motion sickness. The results  were analyzed for total incidence of PONV in each Apfel score group. Of 100 patients assessed, a total of 42% experienced PONV. Patients  in Apfel score 0, 1, 2, 3, and 4 presented a PONV incidence score of 8.3%, 19.04%, 36.6%, 63.63%, and 80%, respectively. This incidence corresponds to the previous predicted values Apfel score. The incidence of PONV in patients  under high risk Apfel score (≥3) was 61.9%, showing a significant correlation with PONV. The sensitivity was 61.9%, the specificity was 81.0%, and the AUC value was 0.777. This confirms that Apfel score has good validity to predict the incidence of PONV. In conclusion, Apfel scoring system is useful for identifying patients with PONV in RSHS.Key words: Apfel score, post-post-operative nausea and vomiting, predictor, validity
GAMBARAN ACUTE PHYSIOLOGIC AND CHRONIC HEALTH EVALUATION (APACHE) II, LAMA PERAWATAN, DAN LUARAN PASIEN DI RUANG PERAWATAN INTENSIF RUMAH SAKIT UMUM PUSAT DR. HASAN SADIKIN BANDUNG PADA TAHUN 2017 Bramantyo Pamugar; Erwin Pradian; Iwan Fuadi
Jurnal Anestesi Perioperatif Vol 6, No 3 (2018)
Publisher : Faculty of Medicine, Universitas Padjadjaran

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (92.438 KB) | DOI: 10.15851/jap.v6n3.1344

Abstract

Skor acute physiologic and chronic health evaluation (APACHE) II, lama perawatan, dan luaran pasien merupakan indikator penting di Intensive Care Unit (ICU). Ketiga indikator ini dapat berbeda dari satu dengan tempat lain. Ketiga indikator ini dapat dibandingkan di tempat lain untuk meningkatkan pelayanan ICU. Tujuan penelitian ini adalah mengetahui gambaran skor APACHE II, lama perawatan, dan angka mortalitas pada pasien yang dirawat di ICU RSUP Dr. Hasan Sadikin Bandung pada tahun 2017. Metode yang digunakan adalah deskriptif observasional yang dilakukan secara retrospektif terhadap 303 objek penelitian. Objek penelitian diambil di bagian rekam medis pada bulan April 2018. Penelitian ini memperoleh hasil skor APACHE II berkisar 0−56  dengan rerata 16,68, angka mortalitas sebesar 130 (42,3%), dan lama perawatan berkisar 2−79 hari dengan rerata 9,89 hari. Data skor APACHE II terhadap angka kematian berbeda dengan Amerika Serikat yang dapat dikarenakan perbedaan acuan prediksi mortalitas, underestimation derajat keparahan pasien cedera kepala, bias yang disebabkan oleh penatalaksanaan pasien pre-ICU, dan satu waktu pemeriksaan skor APACHE II.Kata kunci: APACHE II, ICU, lama perawatan, luaran pasienOverview of Acute Physiologic and Chronic Health Evaluation (APACHE) II, Length of Stay, and Patient Outcome in the Intensive Care Unit of Dr. Hasan Sadikin General Hospital in 2017The APACHE II score, length of stay, and patient outcome are important indicators in Intensive Care Unit (ICU). Those indicators could be different from one place to another and can be compared to increase the quality of health services in ICU. The purpose of this study was to describe acute physiologic and chronic health evaluation (APACHE) II, length of stay, and mortality rate of patients at the ICU of Dr. Hasan Sadikin General Hospital Bandung from January 1 to December 31, 2017. This was a retrospective descriptive observational study on 303 patient medical records. It was revealed that the APACHE score was ranging from 0−56 (mean =16.68); the mortality rate was 42.9% (n=130); and the length of stay was 2−79 days (mean 9.89 days). This suggests a gap in these indicators between Dr. Hasan Sadikin General Hospital and hospitals in the United States of America which may be due to differences in the the standard that is used to predict the mortality rate, underestimation of severity of head injury, treatment before admission to ICU, and single time assessment of APACHE II.Key words: APACHE II, ICU, length of stay, outcome
Hubungan Volume Cairan dengan Cardiac Output dan Venous Return pada Pasien Kritis Listiana Dewi Sartika; Erwin Pradian; Nurita Dian; Reza W Sudjud; Ricky Aditya
JAI (Jurnal Anestesiologi Indonesia) Vol 11, No 3 (2019): Jurnal Anestesiologi Indonesia
Publisher : Perhimpunan Dokter Spesialis Anestesiologi dan Terapi Intensif

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (139.024 KB) | DOI: 10.14710/jai.v11i3.25251

Abstract

Pemberian cairan merupakan salah satu intervensi medis yang sering dilakukan pada pasien kritis di intensif care unit (ICU). Perkembangan ilmu mengenai cairan tubuh dulu lebih menitikberatkan pada fisiologi jantung kiri. Cardiac output, pada mulanya lebih dikenal sebagai fungsi jantung kiri dimana cardiac output ditentukan oleh jumlah darah yang dipompa dari ventrikel kiri dalam semenit (stroke volume) dan heart rate. Namun demikian, ternyata pemahaman fisiologi kardiovaskular tidak sesederhana itu. Menurut Starling, jantung hanya akan memompa darah yang masuk ke dalam jantung kanan. Dengan demikian, jumlah darah yang masuk ke jantung kanan harus sama dengan jumlah darah yang dipompa oleh jantung kiri, dimana keduanya adalah cardiac output. Ini kemudian diteliti lagi oleh Guyton. Guyton mencoba memandang cardiac output sebagai darah yang masuk ke jantung kanan (venous return). Terdapat banyak faktor yang menentukan kembalinya cairan ke jantung kanan. Faktor perbedaan tekanan antara mean systemic filling pressure (MSFP) dengan tekanan atrium kanan, serta faktor resistensi vena merupakan faktor penentu dalam fungsi venous return. Guyton juga mencari hubungan antara fungsi jantung dengan fungsi venous return. Pemahaman cardiac output secara utuh baik sebagai fungsi jantung dan sebagai venous return ini dapat menjelaskan banyak hal yang berhubungan dengan disfungsi kardiovaskular maupun gangguan ekstra kardiak pada pasien kritis dengan kondisi syok. Oleh karena itu, sangat penting bagi klinisi untuk memahami hubungan antara cairan tubuh dengan cardiac output dan venous return.
The Correlation Between Neutrophil-lymphocyte Count Ratio and Procalcitonin in Septic and Septic Shock Jonathan Jonathan; Erwin Pradian; Ardi Zulfariansyah
Majalah Kedokteran Bandung Vol 51, No 3 (2019)
Publisher : Faculty of Medicine, Universitas Padjadjaran

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (135.35 KB) | DOI: 10.15395/mkb.v51n3.1642

Abstract

Sepsis is one of the leading causes of death in patients with infection. Procalcitonin is one of the laboratory parameters that is used to differentiate between thesystemic inflammatory responses caused by pathogens and non-pathogens. Neutrophil-lymphocyte count ratio (NLCR) is one of the simple laboratory parameters used. The purpose of this study was to investigate the correlation between NLCR and procalcitonin for sepsis and septic shock patients. A cross-sectional prospective correlational analysis study was perfromed on 36 sepsis and septic shock patients admitted to the Intensive Care Unit of Dr. Hasan Sadikin Bandung General Hospital during September 2017–May 2018. Statistical analysis was performed using Rank Spearman’s and Mann Whitney test. Both procalcitonin and NLCR increased in sepsis and septic shock patients. Procalcitonin level was significantly different in sepsis and septic shock groups (p<0.05), albeit insignificant difference in NLCR (p>0.05). NLCR was significantly higher in gram positive bacteria patient group (p<0,05); however, the difference was not seen for procalcitonin level (p>0.05). Correlation test found a significant positive correlation between SOFA score and procalcitonin (R=0.557 and p<0.01) and no correlation between SOFA score and NLCR (R=0.117 and p>0.05). There was no correlation between NLCR and procalcitonin for sepsis and septic shock patients (R=0.122 and p>0.05). Therefore, no correlation was found between NLCR and procalcitonin for sepsis and septic shock patients.Korelasi antara Rasio Hitung Neutrofil-Limfosit dan Prokalsitonin pada Pasien Sepsis dan Syok SepsisSepsis merupakan salah satu penyebab kematian terbanyak pada pasien infeksi. Pemeriksaan prokalsitonin merupakan salah satu parameter untuk membedakan bahwa respons inflamasi sistemik disebabkan oleh patogen atau non-patogen. Parameter laboratorium lain yang lebih sederhana adalah rasio hitung neutrofil-limfosit (neutrophil-lymphocyte count ratio/NLCR). Tujuan penelitian ini mengetahui korelasi antara NLCR dan prokalsitonin pada pasien sepsis dan syok sepsis. Penelitian analisis korelasional prospektif ini dilakukan dengan desain potong lintang terhadap 36 pasien sepsis dan syok septik yang dirawat di ICU Rumah Sakit Dr. Hasan Sadikin Bandung periode September 2017–Mei 2018. Analisis statistik menggunakan Uji Rank Spearman dan Mann Whitney. Kadar prokalsitonin dan NLCR meningkat pada pasien sepsis dan syok septik. Kadar prokalsitonin berbeda secara signifikan pada kelompok sepsis dan syok septik (p<0,05), perbedaan tidak terlihat untuk NLCR (p>0,05). NLCR secara signifikan lebih tinggi pada bakteri gram positif daripada bakteri gram negatif (p<0,05), perbedaan tidak terlihat pada kadar prokalsitonin (p>0,05). Uji korelasi menunjukkan korelasi positif yang signifikan antara skor SOFA dan prokalsitonin (R=0,557; p<0,01) dan tidak terdapat korelasi antara skor SOFA dengan NLCR (R=0,117; p>0,05). Tidak terdapat korelasi antara NLCR dan prokalsitonin pada pasien sepsis dan syok septik (R=0,122; p> 0,05). Simpulan: tidak terdapat korelasi antara NLCR dan prokalsitonin pada pasien sepsis dan syok septik.
Sensitifitas dan Spesifisitas Kuesioner Covid-19 untuk Skrining Pasien Praoperatif di RSUP dr. Hasan Sadikin Marrylin Tio Simamora; Erwin Pradian; Nurita Dian Kestriani
Jurnal Anestesi Perioperatif Vol 10, No 1 (2022)
Publisher : Faculty of Medicine, Universitas Padjadjaran

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.15851/jap.v10n1.2574

Abstract

Pandemi Coronavirus disease 2019 (COVID-19) memberi dampak ke seluruh aspek, salah satunya dalam pelayanan kesehatan. Skrining praoperatif menjadi salah satu hal penting dalam persiapan dan pemilihan pasien yang akan menjalani operasi elektif di masa pandemi COVID-19. Tujuan penelitian ini adalah mengetahui sensitivitas dan spesifisitas kuesioner COVID-19 yang digunakan untuk skrining pasien praoperatif di RSUP Dr. Hasan Sadikin. Penelitian dilakukan di Unit Rekam Medis RSUP dr. Hasan Sadikin Bandung pada bulan Februari 2021 hingga Maret 2021. Penelitian ini merupakan studi deskriptif retrospektif dengan desain cross sectional (potong lintang) untuk membandingkan hasil kuesioner dengan hasil PCR COVID-19 yang diambil dari data pasien praoperatif bulan Juni 2020 hingga Agustus 2020. Hasil penelitian didapatkan bahwa sensitivitas kuesioner COVID-19 untuk skrining pasien praoperatif di RSUP Dr. Hasan Sadikin sangat lemah (36,4%), sedangkan spesifisitasnya sangat kuat (97,2%). Rasio kemungkinan positif sempurna (13), sedangkan rasio kemungkinan negatif cukup (0,65). Simpulan penelitian ini kuesioner COVID-19 kurang baik bila digunakan pada populasi dengan prevalensi yang rendah, tetapi cukup baik untuk menyaring pasien yang sehat, namun masih belum dapat dijadikan sebagai alat uji diagnostik, masih membutuhkan pemeriksaan penunjang lainnya untuk mendiagnosis COVID-19.Covid-19 Sensitivity and Specificity Questionnaire for Screening Preoperative Patients at Dr. Hasan Sadikin Hospital BandungThe 2019 Corona Virus Disease (COVID-19) pandemic impacts all aspects, one of which is health services. Preoperative screening is one of the essential things in the preparation and selection of patients who will undergo elective surgery during the COVID-19 pandemic. This study aimed to determine the sensitivity and specificity of the COVID-19 questionnaire used to screen preoperative patients at Dr. Hasan Sadikin Hospital. The study was conducted at the Medical Record Unit of Dr. Hasan Sadikin Hospital Bandung from February 2021 to March 2021. This study was a retrospective descriptive study with a cross-sectional design to compare the results of the questionnaire with the results of the COVID-19 PCR taken from preoperative patient data from June 2020 to August 2020. The results found that sensitivity in the COVID-19 questionnaire for screening preoperative patients at Dr. Hasan Sadikin Hospital was very weak (36.4%), while the specificity was very strong (97.2%). The positive likelihood ratio was perfect (13), while the negative likelihood ratio was moderate (0.65). This study concludes that the COVID-19 questionnaire is unsuitable for use in a low prevalence population but is good enough to screen healthy patients. However, it still cannot be used as a diagnostic test tool and requires other supporting tests to diagnose COVID-19.
Tatalaksana Intensive Care Unit Pasien Krisis Miastenia yang dipicu oleh Pneumonia Komunitas Agung Ari Budy Siswanto; Sobaryati; Nurita Dian Kestriani; Ardi Zulfariansyah; Erwin Pradian; Suwarman; Tinni T. Maskoen
Majalah Anestesia & Critical Care Vol 38 No 1 (2020): Februari
Publisher : Perhimpunan Dokter Spesialis Anestesiologi dan Terapi Intensif (PERDATIN) / The Indonesian Society of Anesthesiology and Intensive Care (INSAIC)

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (479.622 KB)

Abstract

Krisis miastenia adalah suatu eksaserbasi akut dari miastenia gravis, dimana kelemahan yang terjadi sampai melibatkan otot-otot pernafasan sehingga mengakibatkan kegagalan napas akut dan memerlukan dukungan ventilasi mekanik. Krisis miastenia merupakan komplikasi miastenia gravis yang paling berbahaya dan mengancam jiwa bila tidak segera ditangani. Timbulnya krisis miastenia dapat dipicu oleh berbagai faktor, salah satunya adalah infeksi paru yang didapat di masyarakat (pneumonia komunitas). Tatalaksana Intensive Care Unit (ICU) pasien krisis miastenia meliputi tatalaksana terhadap kegawatan respirasi, tatalaksana terhadap miastenia gravis, tatalaksana terhadap faktor pencetusnya dan dukungan nutrisi yang adekuat. Intubasi endotrakeal dan dukungan ventilasi mekanis merupakan pilihan utama tatalaksana kegawatan respirasi. Plasmaferesis adalah salah satu metoda terapi yang terbukti efektif dan efisien dalam menanggulangi krisis miastenia. Terapi lainnya adalah pemberian agen anticholinesterase, agen imunosupresif kronis, terapi imunomodulator cepat, dan timektomi. Terapi standar untuk menanggulangi pneumonia komunitas mengikuti panduan Infectious Diseases Society of America (IDSA) terkini. Dukungan nutrisi yang adekuat juga diperlukan untuk menunjang keberhasilan terapi. Diagnosis dini dan terapi yang adekuat diharapkan bisa memperbaiki prognosis pasien krisis miastenia. Pada laporan kasus ini kami sajikan tatalaksana ICU pasien krisis miastenia yang dipicu oleh pneumonia komunitas, yang dirawat di ICU RS. Hasan Sadikin Bandung pada bulan Oktober 2019.
Hiperkapnia Sebagai Prediktor Mortalitas Pasien COVID-19 di Ruang Rawat Intensif Indra Wijaya; Ezra Oktaliansah; M. Erias Erlangga; Iwan Fuadi; Erwin Pradian; Indriasari Indriasari
Jurnal Anestesi Perioperatif Vol 10, No 3 (2022)
Publisher : Faculty of Medicine, Universitas Padjadjaran

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.15851/jap.v10n3.3048

Abstract

Virus SARS-CoV-2 menyebabkan penyakit pernapasan akut yang disebut COVID-19 dan menyebabkan pandemi global. Proses aktivasi trombosis intravaskular pada COVID-19 menyebabkan komplikasi trombosis mikrovaskular dan makrovaskular sehingga terjadi peningkatan ruang mati paru dan meningkatkan kadar PaCO2. Hiperkapnia menyebabkan banyak perubahan fisiologis dalam tubuh meliputi sirkulasi paru dan sistemik dan meningkatkan risiko mortalitas pasien ARDS. Penelitian ini bertujuan mengetahui apakah hiperkapnia merupakan prediktor mortalitas pasien COVID-19. Penelitian dilakukan berdasarkan data pasien pada periode Maret 2020–Desember 2021. Penelitian ini adalah penelitian analitik observasional dengan rancangan kohort retrospektif. Data PaCO2 pasien diambil saat hari pertama pasien dirawat di ICU RSUP Dr. Hasan Sadikin dan status mortalitas pasien di hari rawat ke-7 dan 28 hari. Analisis statistik yang digunakan adalah analisis bivariabel simple regression logistic. Hasil analisis statistik diperoleh nilai p< 0,05 dengan OR = 7,07 (CI 2,519–19,850) pada mortalitas hari ke-7, dan nilai p< 0,05 OR 44,33 (CI 9,182–214,062) pada mortalitas hari ke-28. Simpulan penelitian ini menunjukkan bahwa hiperkapnia merupakan prediktor mortalitas hari ke-7 dan ke-28 perawatan pada pasien COVID-19 yang dirawat di ruang rawat intensif isolasi.Hypercapnia as Mortality Predictor in COVID-19 PatientsThe SARS-CoV-2 virus causes COVID-19, an acute respiratory illness that caused a global pandemic. The activation of intravascular thrombosis in COVID-19 results in microvascular and macrovascular thrombosis complications, which increase lung dead space and PaCO2 levels. The hypercapnia condition causes many physiological changes in the body, including pulmonary and systemic circulation. It is known to increase the mortality risk in ARDS patients admitted to the Intensive Care Unit (ICU). This study aimed to determine if hypercapnia was a mortality predictor in COVID-19 patients treated in the isolation intensive care unit at Hasan Sadikin Hospital in Bandung. This observational analytic study used an observational analytic design with a retrospective cohort. The patient's PaCO2 data was collected on the first day of hospitalization in the ICU, and the patient's mortality status was collected on the 7th and 28th days of hospitalization. According to the statistical analysis, hypercapnia was associated with higher mortality, OR 7.07 (CI 2.519–19.850) on the 7th-day mortality and 44.33 (CI 9.182–214.062) on the 28th-day mortality, P value < 0.05. In conclusion, hypercapnia is a mortality predictor on the 7th and 28th days of treatment in COVID-19 patients treated in the isolation intensive care unit. 
Co-Authors , Rizki - Irwan - Irwan, - - Suhandoko - Suhandoko A. Muthalib Nawawi A. Muthalib Nawawi Adhitya Pratama Agung Ari Budy Siswanto Agung Hujjatulislam Agung Hujjatulislam, Agung Andie Muhari Barzah Andie Muhari Barzah, Andie Muhari Ardi Zulfariansyah Ardi Zulfariansyah Aris Gunawan Baginda Aflah Bahtiar Susanto Bramantyo Pamugar Budi Fitriyana Budi Fitriyana Budi Santosa Budi Santosa Cindy Elfira Boom Dedi Fitri Yadi Delis, Eddo Alan Destiara, Andy Pawana Dhany Budipratama Doni Arief Rahmansyah Doni Arief Rahmansyah Eddo Alan Delis Emvina Husni Syam Emvina Husni Syam Eri Surahman Eri Surahman Erlangga, Erias Ezra Oktaliansah Faisal Rachman Faisal Rosady Faisal Rosady Fatima Fatima Ferawati Ferawati Gunawan, Aris Hendro, Rachmad Try Hidayat Hidayat Ida Bagus Krisna Jaya Sutawan Ike Sri Redjeki Ike Sri Redjeki Iman Muhammad Yusup Mansur Iman Muhammad Yusup Mansur Indra Wijaya Indriasari Indriasari Irwan Setiadi Iwan Fuadi Jonathan Jonathan Kurnia Ricky Ananta Kurniawan, Muhammad Budi Listiana Dewi Sartika M. Andy Prihartono M. Erias Erlangga Maransdyka Purnamasidi Maransdyka Purnamasidi Marrylin Tio Simamora Mohamad Andy Prihartono Mohamad Andy Prihartono Muhammad Budi Kurniawan Muthalib Nawawi Nawawi, Muthalib Nurita Dian Nurita Dian Kestriani Nurita Dian Kestriani Nurita Dian Kestriani Pamugar, Bramantyo Permana, Sendy Setiawan Rachmad Try Hendro Rahmat Rahmat Reza Indra Putra Reza Indra Putra, Reza Indra Reza W Sudjud Ricky Aditya Rudi Kurniadi Kadarsah Ruli Herman Sitanggang Selly Oktarina Rosita Selly Oktarina Rosita Sendy Setiawan Permana Sobaryati Supandji, Mia Susanto, Bahtiar Suwarman Suwarman Suwarman Tanto, Dedi Tatang Bisri Tatang Bisri Tatang Bisri Tinni T. Maskoen Tinni T. Maskoen Tinni T. Maskoen Tinni Trihartini Maskoen Yovita Koswara Yovita Koswara