Purnomo Raharjo
Pusat Penelitian dan Pengembangan Geologi Kelautan, Jl. DR. Junjunan No. 236, Telp. 022 603 2020, 603 2201, Faksimile 022 601 7887, Bandung

Published : 14 Documents Claim Missing Document
Claim Missing Document
Check
Articles

Found 14 Documents
Search

DESAIN KAPASITAS TIANG PANCANG BULAT UNTUK LAPISAN SEDIMEN KOHESIF PADA RENCANA AS JETTY MARINE CENTER, CIREBON-JAWA BARAT Franto Novico; Purnomo Raharjo
JURNAL GEOLOGI KELAUTAN Vol 10, No 2 (2012)
Publisher : Pusat Penelitian dan Pengembangan Geologi Kelautan

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (878.411 KB) | DOI: 10.32693/jgk.10.2.2012.219

Abstract

Pemboran geoteknik pada daerah perairan dengan lapis sedimen yang bersifat kohesif merupakan hal yang cukup menarik, tidak saja dari segi teknis pelaksanaan pemboran namun juga dalam tahapan selanjutnya yaitu analisis hasil pemboran dan aplikasi desain yang dibuat. Lapisan sedimen kohesif pada perairan yang umumnya berada dalam kondisi jenuh perlu mendapatkan pertimbangan khusus untuk menentukan dimensi dari aplikasi struktur bagian bawah pada rencana pengembangan infrastruktur yang sedang dibuat. Berdasarkan alternatif dimensi dan rencana peletakan tiang pancang, dengan rencana pembangunan trestle untuk kapal 7000 DWT maka tiang pancang dengan diameter 40 cm yang dipancangkan pada kedalaman -14 m dan maksimum -20 meter dari dasar laut sudah cukup efisien. Kata Kunci : Cirebon, Kapasitas Tiang Pancang, Marine Center PPPGL A geotechnical drilling, especially within the area where has a cohesive sediment is very fascinating, it is not only in term of the drilling technique but also analyze the drilling result and the application. In general, a cohesive sedimen in waters area is saturated therefore the determination of dimension of a basement structure being a special attention to determine a dimension of basement structure in term of planning an infrastructure development. Based on dimension alternative and the depth of the piling, with trestle planning for 7000 DWT vessel, the pile with 40 cm of diameter could be efficient in depth between -14 m and -20 m from sea floor. Keywords : Cirebon, Pile Capacity, Marine Center PPPGL
GEOLOGI LINGKUNGAN KAWASAN PESISIR PULAU KECIL TERLUAR PULAU MIANGAS, KABUPATEN KEPULAUAN TALAUD SULAWESI UTARA Catur Purwanto; Purnomo Raharjo
JURNAL GEOLOGI KELAUTAN Vol 13, No 1 (2015)
Publisher : Pusat Penelitian dan Pengembangan Geologi Kelautan

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (3341.087 KB) | DOI: 10.32693/jgk.13.1.2015.261

Abstract

Pulau Miangas merupakan salah satu pulau terluar Indonesia yang berbatasan dengan Filipina. Pulau ini termasuk dalam wilayah Check Point Border Crossing Agreement. Berdasarkan pengamatan lapangan hampir seluruh bagian Pulau Miangas mengalami proses abrasi cukup kuat. Posisi pulau ini berada di laut lepas tanpa ada penghalang baik berupa pulau atau gosong, yang berfungsi sebagai penahan gelombang. Pulau ini dapat berdiri kokoh karena batuan dasarnya mempunyai tingkat resistensi tinggi seperti batuan Gunungapi Miangas yang ditindih secara tidak selaras oleh batugamping koral. Di beberapa bagian pantai rawan terhadap abrasi. Untuk mengurangi akibat abrasi diusulkan dibangun pelindung pantai. Kedalaman air di sekitar pulau ini antara 5 m – 110 m. Laut terdalam terdapat di bagian baratdaya yang berjarak 500 m dari garis pantai. Terdapat tiga jenis pantai di Pulau Miangas yaitu pantai berpasir, berbatu, dan bertebing terjal. Kata Kunci: Kesepakatan titik batas, geografis, abrasi, resistensi, Pulau Miangas Miangas island is one of the outermost islands of Indonesia wich is bordering with Philippines. This island is known as area Check Point Border Crossing Agreement. Based on field observations, almost all parts of the island of Miangas undergoes the process of abrasion that occur are strong enough. This island is located on the high seas without any barrier whether it be other islands or the sandbar that serves as the anchoring of the wave. Although the abrasion occurred in the coastal areas but it is still able to stand firm because the rocks are essentially has a high level of resistance such as Miangas volcanic rock which is covered by unconformity coral limestone. Parts of the coast are resistance to abrasion. To reduce the abrasion are proposed to built coastal protection. The depth of the sea floor that measured is between 5 m-110 m. The inner Area is approximately 500 m from the shoreline. There are three types of the beach on the Miangas island such as sandy beaches, rocky, and hilly beach. Keywords: Check Point Border Crossing Agreement, geographical, abrasion, resistance, Miangas island
KAJIAN IDENTIFIKASI INFRASTRUKTUR JARINGAN PIPA MIGAS BAWAH LAUT DI PERAIRAN SEBELAH UTARA PROVINSI BANTEN Beben Rachmat; Catur Purwanto; Purnomo Raharjo
JURNAL GEOLOGI KELAUTAN Vol 9, No 2 (2011)
Publisher : Pusat Penelitian dan Pengembangan Geologi Kelautan

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (1623.009 KB) | DOI: 10.32693/jgk.9.2.2011.202

Abstract

Keberadaan fasilitas infrastruktur pipa migas bawah laut di perairan utara Banten berkembang cukup pesat seiring dengan berkembangnya kegiatan industri yang berada di kawasan Propinsi Banten, DKI Jakarta dan Jawa Barat. Mengingat kondisi lingkungan di sekitar perairan utara Banten cukup komplek, seperti adanya jalur sesar/patahan, seismisitas kegempaan yang cukup aktif, morfologi dasar laut yang tidak rata, keberadaan jaringan kabel bawah laut, kondisi hidrooseanografi yang cukup dinamis, kegiatan pelayaran yang sangat padat dan adanya kegiatan nelayan, menyebabkan potensi resiko untuk terjadinya kegagalan struktur pada jaringan pipa yang digelar di perairan utara Banten cukup besar. Potensi resiko lainnya adalah terkait dengan penggelaran pipa yang tidak sesuai dengan aturan standar dan aturan perundangan yang berlaku. Pipa-pipa ini perlu ditertibkan karena posisi pipa-pipa ini sangat rawan untuk terjadinya kegagalan struktur. Beberapa potensi kegagalan struktur pada pipa migas bawah laut di perairan ini yang mungkin terjadi diantaranya adalah pipa tertimpa jangkar kapal, terseret jangkar kapal, terjadi bentang bebas (freespan), kegagalan akibat lelah (patigue) terjadi pembengkokan (buckling) dan terjadi pergeseran posisi pipa baik lateral maupun vertikal. Oleh karena itu perlu dilakukannya pengawasan terhadap keberadaan pipa migas bawah laut ini yang sesuai dengan aturan standar dan aturan perundangan yang berlaku. Kata kunci : jaringan, pipa, infrastruktur, aturan, penggelaran The existence of gas pipeline on the sea bottom in the waters north of Banten has been developped rapidly in the course of the development activities located in the Provinces of Banten, Jakarta and West Java. The environmental conditions in waters arround the northen Jakarta are quite complex, such as the presence of fault zone, active seismicity, the morphology of the seabed is not flat, existence of submarine cable network, hydro-oceanography dynamic, highly dense shipping activity and the presence of fishing activity. These will cause the high potential risk for the occurence of structural failure in the pipeline that was held in the waters north of Banten. Another potential risk is associated with the pipeline deployment that is not in accordance with standard rules and regulations. These pipes need to be organized the right position because they are very prone to the structural failure. Some of the potential failure of the structure on oil and gas pipelines under the sea that may occur include crushed pipe anchor, dragged anchors, free spans, failure due to fatique occurred by bending and shifting in the position of the pipes either laterally or vertically. Therefore it is necessary for controlling the existence of oil and gas pipelines under the sea in accordance with standard rules and regulations. Keywords: networks, pipelines, infrastructure, rules, deploying
DAYA DUKUNG SEDIMEN DASAR LAUT DI PERAIRAN PELABUHAN CIREBON DAN SEKITARNYA Asep Permana; Purnomo Raharjo
JURNAL GEOLOGI KELAUTAN Vol 1, No 1 (2003)
Publisher : Pusat Penelitian dan Pengembangan Geologi Kelautan

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (1046.857 KB) | DOI: 10.32693/jgk.1.1.2003.93

Abstract

Daya dukung sedimen dasar laut dan aspek keteknikan pada perencanaan pengembangan pelabuhan Cirebon lebih ditekankan pada faktor geoteknik, geofisika dan oseanografi. Pada saat pasang arah arus cenderung ke arah selatan dan baratdaya, sedangkan pada saat surut cenderung ke arah utara dan timurlaut dengan kecepatan rata-rata maksimum 0.11 m/detik dan minimum 0.08 m/detik. Morfologi dasar laut di perairan pelabuhan Cirebon sangat landai bervariasi antara - 6,5 m (LWS) dan -8.00 m, sedangkan kolamnya sendiri antara 0.00 -2.00 m, Daya dukung tanah pada kedalaman 18.00 - 27.00 m dari LWS di bagian atas diselingi oleh pasir lepas hingga lempung pasiran merupakan tanah bersifat lunak (soft) dengan N SPT = 22 hingga 32 tumbukan (blows). Data sondir di sekitar lokasi dermaga menunjukan nilai harga Qc = 2-4 kg/cm2 pada kedalaman 2.00-11.50 m dan nilai Qc > 150 kg/cm2 dijumpai pada kedalaman 14.00-15.50 m. Sedangkan lapisan bawah di daerah Astanajapura pada kedalaman lebih dari 20.00 meter tertumpu pada pasir, padat, keras, nilai SPT antara 35 hingga lebih dari 50 tumbukan. Analisis mineral lempung yang ada di daerah selidikan memperlihatkan bahwa lempung monmorilonite sangat dominan dan diketahui bahwa tanah yang mengandung monmorilonite sangat mudah mengembang oleh tambahan kadar air sehingga tekanan pengembangannya dapat merusak struktur bangunan pondasi. Bottom sediments bearing capacity on Cirebon harbor development planning are focused on Geotechnique, geophysical and oceanographically aspects. During tidal spring, current tend to the south and southwest wards and during the neap tide tend to the north and northeast with mean maximum velocity was 0.11 m/sec and minimum velocity was 0.08 m/sec. The sea floor morphology in the Cirebon harbor waters is slightly gentle and the water depth varies from -6.5 to 8.5 m (LWS), while the depth of the pond itself are between 0.00 to -2.00 meters. The bearing capacity from SPT (Standard Penetration Test) at depth between 18.00 - 27.00 m are composed of loose sand to sandy clay, soft, with (N) SPT values about 22 to 32 blows. Sondir data obtained at depth 2.00 - 11.50 and Qc value about 2 - 4 kg/cm2 while at depth 14.00 m to 15.50 m Qc value data about more > 150 kg/cm2 was found at depth more than 20.00 meters. The lower part layers in Astanajapura are composed of sand, dense, hard, with SPT value data obtained are 35 to more than 50 blows. Clay mineral analysis showed montmorilonite is dominant in this survey area. So that very easy to swell and will influenced the foundation structure construction.
INDIKASI GAS BIOGENIK DI DELTA MUSI, KABUPATEN BANYUASIN, SUMATERA SELATAN Purnomo Raharjo; Hananto Kurnio; Ediar Usman
JURNAL GEOLOGI KELAUTAN Vol 12, No 1 (2014)
Publisher : Pusat Penelitian dan Pengembangan Geologi Kelautan

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (925.909 KB) | DOI: 10.32693/jgk.12.1.2014.244

Abstract

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui indikasi keterdapatan gas biogenik di Delta Musi, Kabupaten Banyuasin, Sumatera Selatan. Analisis contoh sedimen menunjukkan jumlah bakteri metanogenik dari jenis Methanobacterium bryantii, Methanoplanus endosimbiosus dan Methanobacterium ivanovii berkisar antara 3,2 x 104 - 1,0 x 105 (CFU/gram). Bakteri ini melimpah pada kedalaman pemboran 15-17 meter dalam sedimen yang terdiri dari lanau hingga lempung pasiran, pasir halus-sedang, fragmen kuarsa, mineral hitam, gambut dan material organik. Hasil analisis laboratorium dari dua titik bor memperlihatkan kandungan karbon organik berkisar 2,2-13,4 % berupa submaceral Detrovitrinite (Humodetrinite) yang menunjukkan bahwa sedimen di daerah penelitian berpotensi terbentuk gas biogenik pada kedalaman sedimen 6-17,5 meter. Kata Kunci : bakteri metanogenik, energi baru terbarukan, Delta Musi, Banyuasin Sumatera Selatan The aim of the study is to identify the indication of biogenic gas occurence in the Musi Delta, District of Banyuasin, South Sumatera. Sediment samples analysis indicate methanogenic bacteria Methanobacterium bryantii, Methanoplanus endosimbiosus and Methanobacterium ivanovii as much as 3.2 x 104 to 1.0 x 105 (CFU / g). These bacteria are abundant at the core depth of 15-17 meters which sediments consist of silt to sandy clay sediment, fine-medium sand, quartz fragments, dark minerals, peat and organic material. From the laboratory analysis of two cores indicates the organic carbon content of 2.2-13.4 % as Detrovitrinite (Humodetrinite) which indicate that the sediments in study area are potential to form biogenic gas at the depth between 6 to 17.5 meters. Keywords : metanogenic bacteria, renewable, Musi Delta, Banyuasin South Sumatera.
PENDANGKALAN PELABUHAN CIREBON DAN ASTANAJAPURA AKIBAT PROSES SEDIMENTASI (BERDASARKAN DATA SEISMIK PANTUL DANGKAL DAN PEMBORAN INTI) Faturachman Faturachman; Riza Rahardiawan; Purnomo Raharjo
JURNAL GEOLOGI KELAUTAN Vol 2, No 1 (2004)
Publisher : Pusat Penelitian dan Pengembangan Geologi Kelautan

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (1377.395 KB) | DOI: 10.32693/jgk.2.1.2004.107

Abstract

Pelabuhan Cirebon dan rencana pelabuhan Astanajapura di bagian utara Jawa Barat, saat ini sedang mengalami ancaman akan pendangkalan, hal ini ditunjukkan oleh tingginya aktifitas pengerukkan oleh PT. Pelindo yang dilakukan setiap 6 bulan sekali. Untuk mengevaluasi masalah pendangkalan tersebut, penulis melakukan telaah menggunakan metoda geologi dan geofisika yang difokuskan pada penafsiran seismik pantul dan pemboran inti. Hasil penafsiran seismik pantul dangkal memperlihatkan adanya pola progradasi yang saling menindih. Hal ini ditafsirkan bahwa proses sedimentasi di daerah ini berjalan sangat aktif hingga sekarang. Sedangkan keberadaan pola reflektor sejajar dan sigmoid kombinasi dengan pola syngled dan divergent di bagian bawahnya, menunjukkan bahwa sedimen merupakan endapan delta di dekat pantai. Dari hasil pemboran inti, dijumpai sedimen fraksi halus setebal 20,00 meter, dari atas ke bawah tersusun atas lempung lanauan, lempung dan pasir lepas. The Cirebon and the planned Astanajapura Harbour in the northern West Jave are resently having a rapid shoaling. This is indicated by high frequency number of seafloor dredging, i.e. at every 6 months by PT. Pelindo. The geology and geophysical method, emphasizing on the reflection seismic and core drilling interpretations had been used to evaluate this shoaling problem. The interpretation of reflection seismic show that there is a sediment progradation pattern, indicate that sedimentation is progressing very actively in this area. Parallel reflection and sigmoid patterns and their combination with singled and divergent pattern at the bottompart indicate that the sediment is a nearshore deltaic sediment. Sediment of fine fraction of 20 metres thick, consisting of silly clay, clay and loose sand was found from the result of core drilling.
IDENTIFIKASI KERUSAKAN PESISIR AKIBAT KONVERSI HUTAN BAKAU (MANGROVE) MENJADI LAHAN TAMBAK DI KAWASAN PESISIR KABUPATEN CIREBON Purnomo Raharjo; Deny Setiady; Sheilla Zallesa; Endah Putri
JURNAL GEOLOGI KELAUTAN Vol 13, No 1 (2015)
Publisher : Pusat Penelitian dan Pengembangan Geologi Kelautan

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (2962.458 KB) | DOI: 10.32693/jgk.13.1.2015.258

Abstract

Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi kerusakan pesisir akibat konversi lahan bakau menjadi tambak yang kaitannya dengan perubahan garis pantai di Kabupaten Cirebon. Metode observasi dengan analisis deskriptif kualitatif terhadap faktor penurunan luasan ekosistem bakau dan sedimentasi. Data-data yang dikumpulkan yaitu energi fluks gelombang, peta karakteristik pantai dan peta sebaran bakau. Hasil dari pembobotan menunjukkan desa pantai yang termasuk kategori amat sangat diutamakan (A) adalah Gebang Kulon dan Gebang Ilir. Selanjutnya, pantai yang memiliki kategori sangat diutamakan tersebar merata hampir disetiap desa, kecuali desa Bendungan, Mundu dan Kalipasung yang kategori diutamakan (B), dan desa Tawang sari kategori kurang diutamakan (D). Kata Kunci: Identifikasi pesisir, ekosistem hutan bakau, kategori, Cirebon The study is to identify the coastal damage due to the conversion of coastal mangrove to fish ponds that is correlated with coastal changes in Cirebon regency. By using methods observation with qualitative descriptive analysis to the factor decrease the extend of mangrove ecosytems and sedimentation. Data collected are energy flux, coastal characteristic maps, and mangrove distribution map. Results of weighting indicates that coastal villages within avery high priority (A) is Gebang Kulon and Gebang Ilir. Furthermore, the beach has a high priority is spread evenly in almost every villages except Dam, Mundu, and Kalipasung villages those are in priority category (B), as well as the village of Tawang sari within a less priority category (D). Keywords: Coastal identification, mangrove ecosystem, category, Cirebon
IDENTIFIKASI ALUR PURBA BERDASARKAN SEISMIK PANTUL DANGKAL DI PERAIRAN BANGKA UTARA LEMBAR PETA 1114 Purnomo Raharjo; Lukman Arifin
JURNAL GEOLOGI KELAUTAN Vol 5, No 3 (2007)
Publisher : Pusat Penelitian dan Pengembangan Geologi Kelautan

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (1040.376 KB) | DOI: 10.32693/jgk.5.3.2007.144

Abstract

Kondisi tektonik dan tatanan geologi yang kompleks di Indonesia menghasilkan pembentukan bermacam-macam mineral. Salah satu mineral adalah timah pada wilayah Paparan Sunda, membentang dari Semenanjung Malaya, Kepulauan Riau, Kepulauan Singkep, Pulau Bangka, Kepulauan Tujuh, dan Pulau Belitung. Jalur timah ini umumnya telah mengalami erosi kuat pada waktu yang lama. Timah letakan adalah salah satu sumber daya mineral lepas pantai yang dapat ditambang. Umumnya mineral-mineral tersebut terperangkap di dalam lapisan sedimen permukaan berumur Kuarter. Pulau Bangka merupakan salah satu daerah yang dikenal sebagai kepulauan timah. Pusat Penelitian Pengembangan Geologi Kelautan (PPPGL) pada tahun 1994 telah melakukan penyelidikan geologi dan geofisika kelautan di daerah perairan Bangka Utara (Lembar Peta 1114), dengan sekala peta 1 : 250.000. Dengan teknologi khususnya seismik refleksi dan penafsirannya, diharapkan akan ada temuan-temuan cadangan timah baru. Morfologi dasar laut daerah penyelidikan digambarkan oleh pola kontur batimetri relatif rapat di bagian barat pantai. Pola ini mencerminkan suatu sisi punggungan (homoklin) dan berarah timur laut – barat daya. Diantara PulauTujuh dan Pulau Bangka pola kontur membentuk tutupan-tutupan (closure) dan membentuk suatu kelurusan berarah timur laut – barat daya berupa cekungan-cekungan kecil merupakan alur selat P. Tujuh dan P. Bangka. Hasil penafsiran rekaman seismik refleksi kondisi geologi bawah permukaan dasar laut dapat dipisahkan menjadi dua sekuen yaitu sekuen A dan sekuen B. Sekuen B adalah sekuen paling bawah (acoustic basement) yang terdiri dari subsekuen B1, B2 dan B3, tidak semua subsekuen ini terekam karena umumnya horizon reflektornya sulit diidentifikasi dan umumnya tertutup oleh pantulan ganda (multiple). Sekuen A adalah sekuen yang diendapkan diatas sekuen B, dibedakan dengan sekuen B yang berada dibawahnya oleh bidang erosi, sekuen A ini terdiri dari subsekuen A1 dan A2. Kedua subsekuen ini jika disebandingkan secara stratigrafi berdasarkan Mangga dan Jamal serta Aleva, merupakan “Young Sedimentary Complex” terbentuk pada Kala Holosen. Kata Kunci : Identifikasi Alur Purba, Seismik Pantul Dangkal, Perairan Bangka Utara, Lembar Peta 1114. In Indonesia minerals occurrence were controlled by tectonic process and regional geological setting. One mineral is tin in the Sunda shelf, area which stretch from Malaya Peninsula, Riau Islands, Singkep Islands, Bangka Island, Tujuh Islands and Belitung Island. This tin belt was strongly eroded in the long period of time. Tin placer is an offshore mineral resource which was already exploited. Generally the mineral is trapped in the surface sediment layers, of Quartenary age. Bangka Island is well known one of many tin archipelago. Marine Geological Institute (MGI) in 1994 has done geological and geophysical mapping in North Bangka waters (Map Sheet, 1114), with map scale 1 : 250.000. The technology used especially seismic reflection and its interpretation was expected discovery of new tin reserves. Sea bottom morphology of area investigation is depicted by bathymetric contour pattern relatively closed to the western coast. This pattern is a ridge (homoklin) of northeast - southwest direction. Between Pulautujuh and Bangka Islands contour pattern is closure and elongated northeast-southwest as small basins which formed a channel between P. Tujuh and P. Bangka. The interpretation of seismic reflection record showed subsurface geology condition divided in to two sequences A and B. Sequence B is a basement acoustic consisted of subsequence B1, B2 and B3, these subsequence were not all recognised due to generally its horizon reflector is difficult to be identified and is generally covered up multiple. Sequence A was deposited above sequence B and was differentiated by erosional truncation. Sequence A is consisted of subsequence A1 and subsequence A2. Both subsequences correlated to Mangga and Jamal, and also Aleva, stratigraphically representing " Young Sedimentary Complex" formed in Holocene. Keyword : Paleochannel Identification, Shallow Reflection Seismic, North Bangka Waters, Map Sheet 1114.
KAJIAN FISIK LINGKUNGAN GEOLOGI UNTUK PENGEMBANGAN KAWASAN PANTAI UTARA DI KABUPATEN/KOTA CIREBON JAWA BARAT Purnomo Raharjo; Lukman Arifin
JURNAL GEOLOGI KELAUTAN Vol 8, No 3 (2010)
Publisher : Pusat Penelitian dan Pengembangan Geologi Kelautan

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (604.169 KB) | DOI: 10.32693/jgk.8.3.2010.195

Abstract

Data yang digunakan untuk kajian ini adalah : kecepatan sedimentasi, daya dukung tanah, dan analisis besar butir. Kecepatan sedimentasi secara vertikal berkisar antara 1.023 sampai 3.835 cm/tahun dan pertumbuhan pantai dari tahun 1999 hingga tahun 2000 adalah 7,287 cm. Volume sedimen yang terendapkan selama tiga tahun adalah 266.621.000 m2 x 0,07287 meter = 19.428.672,27 m3. Daya dukung tanah diketahui dari hasil uji Standart Penetration Test (SPT) dari 0 m hingga kedalaman 24,45 m memiliki kepadatannya relatif agak kaku (stiff) yang merupakan endapan pantai. Kedalaman 24,00 sampai 41,00 meter memiliki kepadatannya relatif sangat kaku (very stiff) hingga keras (hard). Dari nilai indeks plastisitasnya dapat dikatakan bahwa semua jenis tanah lempung (CH) di daerah penelitian memiliki sifat plastisitas tinggi dan kohesif. Hasil analisis besar butir menunjukkan bahwa secara umum jenis tanah/sedimen di daerah penelitian terdiri dari sedimen yang memiliki fraksi halus berupa persentasi pasir sangat halus terbesar kemudian fraksi lanau. Berdasarkan uji konsolidasi dari contoh pemboran memperlihatkan pada tanah/sedimen di daerah penelitian yang berfraksi halus memiliki tingkat kompresibilitas tanah sedang hingga tinggi. Kata kunci : kecepatan sedimentasi, standard penetration test, besar butir, Cirebon Data used for this study are sedimentation rate, soil bearing capacity, and grain size analysis. Rate of sedimentation in vertical is among 1.023 to 3.835 cm/year and beach growth from years 1999 until year 2000 about 7,287 cm. Sediment are deposited to reach volume up to three year about 266.621.000 m 2 x 0,07287 m = 19.428.672,27 m 3 . Bearing capacity of soil from Standard Penetration Test (SPT) to the depth of 24,45 meters shows a stiff densities and constitute of beach sediment. From the depth of 24,00 to 41,00 meters shows densities a very stiff until hard densities. Their plasticity index of all clay in the study area are hingh plasticity (CH) and cohesive. From the grainsize analysis shows that all the soil/sediments in the study area are fine sediment which are very fine sand and silt. The fine sand are more dominant than the silt. Based on consolidation test from drilling samples those are also soil/sediments of fine fraction show a compressibility value from medium to high. Keywords: sedimentation rate, standard penetration test, grain size, Cirebon
KARAKTERISTIK ENDAPAN SEDIMEN PANTAI TERHADAP PENGARUH LIQUIFAKSI DI KAWASAN PESISIR PANGANDARAN DAN SEKITARNYA, KABUPATEN CIAMIS, JAWA BARAT Kris Budiono; Purnomo Raharjo
JURNAL GEOLOGI KELAUTAN Vol 6, No 3 (2008)
Publisher : Pusat Penelitian dan Pengembangan Geologi Kelautan

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (582.168 KB) | DOI: 10.32693/jgk.6.3.2008.163

Abstract

Liquifaksi adalah salah satu bencana geologi yang berhubungan dengan kegempaan, dimana tekanan pori dalam tanah atau sedimen mengalami peningkatan akibat getaran, sehingga mengakibatkan aliran air ke arah permukaan tanah. Liquifaksi umumnya terjadi pada dataran rendah termasuk kawasan pesisir. Daerah penelitian yang terletak di sekitar pantai Pangandaran dan Parigi terdiri dari endapan lempung, lanau, pasir dan kerikil yang bersifat lepas dan jenuh air, secara regional sering dipengaruhi oleh kekuatan gempa antara 5,5 – 6 skala Richter dengan percepatan tanah antara 150 – 200 mgal. Kondisi seperti ini apabila terjadi gempa sangat memungkinkan untuk terjadi liquifaksi. Berdasarkan hasil perhitungan secara kuantitatif nisbah pori kritis, tidak semua lokasi penelitian akan mengalami liquifaksi pada percepatan permukaan 150 – 200 mgal. Berdasarkan nilai tumbukan SPT yang dipakai untuk analisis “simplified procedure”, daerah penelitian secara umum relatif kecil terhadap bahaya liquifaksi. Namun demikian berdasarkan korelasi antara sifat mekanik tanah dengan nilai SPT, pada kedalaman 0 – 8 m terdapat lapisan sedimen yang cukup rentan terhadap liquifaksi. Kata kunci: Liquifaksi,sedimen pantai,Pangandaran Liquefaction is one of many geological hazards related to an earthquake, where the void ratio pressure in soil or sediment will increase due to the vibration, that causing water flow up to the ground surface. Generally liquefaction is occurred in the low lying areas including coastal zone. The survey area located in the Pangandaran and Parigi coasts, is consisted of clay, silt, sand and gravel, of loose and saturated properties, generally is frequently influenced by 5,5 – 6 Richter scale of earthquake strength with the ground acceleration between 150 – 200 mgal. The liquefaction will be occurred in this condition if there is an earthquake. Based on the quantitatively calculation of critical void ratio, the liquefaction at ground acceleration of 150 – 200 mgal will not be occurred at all of the survey area. Based on the number of blows of SPT which is used for simplified procedure analysis, it shows that the study area is less influenced by the liquefaction. Nevertheless , based on the correlation between soil mechanic properties and SPT value, there is potential liquefiable sediments layer between the depth of 0 – 8 meters. Key words: liquefaction, coastal sediment, Pangandaran