Claim Missing Document
Check
Articles

Found 7 Documents
Search

PENINGKATAN PENGETAHUAN DAN PEMAHAMAN MASYARAKAT TENTANG PENGELOLAAN AIR TERJUN SEBAGAI ASET WISATA SECARA EKOLOGIS Maruli, Elia; Plaimo, Paulus Edison; Laoepada, Setia Budi
JMM (Jurnal Masyarakat Mandiri) Vol 5, No 4 (2021): Agustus
Publisher : Universitas Muhammadiyah Mataram

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (31.837 KB) | DOI: 10.31764/jmm.v5i4.4853

Abstract

Abstrak: Tujuan kegiatan pengabdian ini untuk meningkatkan pengetahuan dan pemahaman masyarakat Desa Taman Mataru, Propinsi Nusa Tengara Timur, yang berdomisili di sekitar lokasi air terjun Binafui bahwasanya keberadaan air terjun Binafui adalah selain aset wisata juga dapat menopang kesejahteraan masyarakat dari aspek pertanian, perkebunan, peternakan, perikanan bahkan untuk penggunaan listrik tenaga air (PLTA). Metode yang digunakan dalam kegiatan ini adalah melakukan penyuluhan dan sosialisasi selanjutnya pelaksanaannya meliputi beberapa tahapan antara lain: (1) tahap persiapan; (2) tahap pelaksanaan; (3) tahap evaluasi (mengamati dan membandingkan keadaan mitra sebelum dan setelah kegiatan dilaksanakan). Kegiatan PkM ini dapat dikatakan sangat berhasil dimana adanya peningkatan pemahaman sehingga merubah pola pikir dan perilaku yang ditandai dengan antusiasme masyarakat melakukan penanaman kembali tanaman sebagai upaya untuk melindungi mata air dari kekeringan. Abstract:  The purpose of this devotional activity is to increase the knowledge and understanding of the people of Taman Mataru Village, East Nusa Tengara Province, who live around the location of Binafui waterfall that the existence of Binafui waterfall is in addition to tourist assets can also support the welfare of the community from the aspects of agriculture, plantations, livestock, fisheries even for the use of hydroelectric power (HYDROPOWER). The method used in this activity is to do the sedation, the next socialization of its implementation includes several stages, among others: (1) preparation stage; (2) the implementation stage; (3) evaluation stage (observing and comparing the state of partners before and after the activity is carried out). PkM activities can be said to be very successful where there is an increase in understanding so as to change the mindset and behavior characterized by the enthusiasm of the community to replant crops in an effort to protect the springs from drought.
PENINGKATAN PENGETAHUAN DAN PEMAHAMAN MASYARAKAT TENTANG PENGELOLAAN AIR TERJUN SEBAGAI ASET WISATA SECARA EKOLOGIS Maruli, Elia; Plaimo, Paulus Edison; Laoepada, Setia Budi
JMM (Jurnal Masyarakat Mandiri) Vol 5, No 4 (2021): Agustus
Publisher : Universitas Muhammadiyah Mataram

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (547.06 KB) | DOI: 10.31764/jmm.v5i4.5049

Abstract

Abstrak: Tujuan kegiatan pengabdian ini untuk meningkatkan pengetahuan dan pemahaman masyarakat Desa Taman Mataru, Propinsi Nusa Tengara Timur, yang berdomisili di sekitar lokasi air terjun Binafui bahwasanya keberadaan air terjun Binafui adalah selain aset wisata juga dapat menopang kesejahteraan masyarakat dari aspek pertanian, perkebunan, peternakan, perikanan bahkan untuk penggunaan listrik tenaga air (PLTA). Metode yang digunakan dalam kegiatan ini adalah melakukan penyuluhan dan sosialisasi selanjutnya pelaksanaannya meliputi beberapa tahapan antara lain: (1) tahap persiapan; (2) tahap pelaksanaan; (3) tahap evaluasi (mengamati dan membandingkan keadaan mitra sebelum dan setelah kegiatan dilaksanakan). Kegiatan PkM ini dapat dikatakan sangat berhasil dimana adanya peningkatan pemahaman sehingga merubah pola pikir dan perilaku yang ditandai dengan antusiasme masyarakat melakukan penanaman kembali tanaman sebagai upaya untuk melindungi mata air dari kekeringan. Abstract:  The purpose of this devotional activity is to increase the knowledge and understanding of the people of Taman Mataru Village, East Nusa Tengara Province, who live around the location of Binafui waterfall that the existence of Binafui waterfall is in addition to tourist assets can also support the welfare of the community from the aspects of agriculture, plantations, livestock, fisheries even for the use of hydroelectric power (HYDROPOWER). The method used in this activity is to do the sedation, the next socialization of its implementation includes several stages, among others: (1) preparation stage; (2) the implementation stage; (3) evaluation stage (observing and comparing the state of partners before and after the activity is carried out). PkM activities can be said to be very successful where there is an increase in understanding so as to change the mindset and behavior characterized by the enthusiasm of the community to replant crops in an effort to protect the springs from drought.
PENYULUHAN TEKNIK PENGERINGAN RUMPUT LAUT MELALUI METODE PENJEMURAN PARA-PARA KEPADA PEMBUDIDAYA RUMPUT LAUT DESA ALLUMANG, NUSA TENGGARA TIMUR Imanuel Lamma Wabang; Paulus Edison Plaimo; Efrin Antonia Dollu; Isak Feridikson Alelang; Elia Maruli; Alboin Selly; Fredrik Abia Kande; Thomas John Tanglaa; Setia Budi Laoepada
JMM (Jurnal Masyarakat Mandiri) Vol 6, No 1 (2022): Februari
Publisher : Universitas Muhammadiyah Mataram

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (1197.5 KB) | DOI: 10.31764/jmm.v6i1.6365

Abstract

Abstrak: Kebiasaan pembudidaya rumput laut di Desa Allumang, Kec. Pantar Barat Laut, Kabupaten Alor, Prop. NTT melakukan teknik pengeringan rumput laut melalui metode penjemuran di atas terpal atau waring yang digelar diatas tanah atau pasir. Metode ini mempunyai kekurangan karena produk rumput laut dapat terkontaminasi dengan debu dan kandungan air yang tinggi serta tidak merata dan waktu penjemuran yang lama dapat mempengaruhi pertumbuhan mikro organisme seperti kapang dan dan jamur, kondisi ini berdampak pada penurunan kualitas. Kegiatan Pengabdian kepada Masyarakat (PkM) ini bertujuan untuk meningkatkan pengetahuan serta pemahaman pembudidaya rumput laut yang berdomisili di Desa Allumang mengenai manfaat penggunaan metode penjemuran para-para dalam proses pengeringan rumput laut untuk mendapatkan produk rumput laut yang mempunya kualitas sesuai permintaan pasar. Metode pelaksanaan kegiatan pengabdian kepada masyarakat, dilakukan dalam beberapa tahapan antara lain: (1) Tahap Persiapan; (2) tahap pelaksanaan kegiatan; (3) tahap evaluasi. Pelakasanaan kegiatan penyuluhan ini dikatakan berhasil secara signifikan yaitu 100% oleh karena secara psikologis terlihat adanya perubahan pola pikir pembudidaya mengenai teknik pengeringan rumput laut melalui metode penjemuran di atas para-para karena berkorelasi dengan kualitas rumput laut yang dihasilkan. Selanjutnya untuk lebih meyakinkan pemahaman pembudidaya rumput laut dilakukan kegiatan pembuatan para-para dilokasi budidaya sebagai contoh.Abstract: Habits of seaweed cultivators in Allumang Village, Kec. Northwest Pantar, Alor Regency, Prop. NTT uses the technique of drying seaweed through the drying method on a tarp or waring which is held on the ground or sand. This method has drawbacks because seaweed products can be contaminated with dust and high and uneven water content and long drying times can affect the growth of micro-organisms such as molds and fungi, conditions have an impact on quality degradation. This Community Service (PkM) activity aims to increase knowledge and understanding of seaweed farmers who live in Allumang Village regarding the benefits of using the para-para drying method in the seaweed drying process to obtain quality seaweed products according to market demand. The method of implementing community service activities is carried out in several stages, including: (1) Preparation Phase; (2) activity implementation stage; (3) evaluation stage. The implementation of this outreach activity was said to be significantly successful, namely 100% because psychologically it was seen that there was a change in the mindset of farmers regarding the technique of drying seaweed through the drying method on a parapet because it correlated with the quality of the seaweed produced. Furthermore, to further ensure the understanding of seaweed cultivators, para-para-making activities were carried out at the cultivation location as an example.
Upaya Mengembalikan Budaya Temong Sebagai Media Rekonsiliasi Sangketa Petani Suku Abui - Desa Mataru Utara, Kecamatan Mataru, Kabupaten Alor, Nusa Tenggara Timur Paulus Edison Plaimo; Isak Alelang; Setia Budi Laoepada; Thomas John Tanglaa; Elia Maruli
Madaniya Vol. 1 No. 2 (2020)
Publisher : Pusat Studi Bahasa dan Publikasi Ilmiah

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (347.859 KB)

Abstract

Budaya temong merupakan media rekonsiliasi, walaupun budaya temong sangat bermanfaat dalam menyelesaikan pertikaian tetapi budaya ini mulai ditinggalkan karena tergerus oleh kemajuan zaman setiap persoalan langsung dilimpahkan ke kepolisian. melalui metode wawancara dan diskusi bersama sesama anggota temong, tokoh adat, tokoh masyarakat, tokoh agama dan pemerintah ditemukan pola dan faktor-faktor yang mendorong peristiwa rekonsiliasi. adapun pola yang mendorong peristiwa rekonsiliasi antara lain: (a) saat kegiatan temong berlangsung ada ikatan emosional, merasa senasib dan sepenanggungan sehingga perasan bathin antar sesama anggota temong lebih terbuka; (b) ketika kegiatan temong berlangsung ada perasaan sukacita, bergembira bersama sehingga melalui kebersamaan yang ada, suasana bathin para anggota lebih ebih menerima satu dengan yang lain dan saling memaafkan jika ada pertikaian mealui guyonan, berbalas berpantun; (c) setelah kegiatan temong berakhir dilanjutkan dengan makan bersama sehingga jika masih ada persoalan yang tersimpan dibathin dapat segera lebur karena semua anggota saling melayani, menerima kekurangan dan kelebihan antar anggota. selanjutnya ditemukan faktor yang mendorong peristiwa rekonsiliasi dapat berlangsung, seperti (a) keinginan memegang teguh nilai adatia yang diwariskan oleh leluhur melalui budaya temong; (b) apabila rekonsiliasi berhasil dengan mendamaikan pertikaian oleh beberapa pihak saat pelaksanaan kegiatan temong biasanya akan menghasilkan hasil panen yang melimpah; (c) apabila rekonsiliasi berhasil dengan mendamaikan pertikaian oleh beberapa pihak saat pelaksanaan kegiatan temong, di ladang (kebun) tersebut biasanya terbebas dari hama yang dapat merusak tanaman perkebunan. melalui kegiatan pengabdian masyarakat, kami melakukan pendampingan kepda masyarakat untuk tetap menggunakan budaya temong sebagai media rekonsiliasi.
Penyuluhan Penanganan Biofouling Sebagai Upaya Peningkatkan Kualitas Rumput Laut Kepada Pembudidaya Rumput Laut di Desa Allumang Paulus Edison Plaimo; Imanuel Lamma Wabang; Efrin Antonia Dollu; Andri Permata Timung; Emirensiana Latuan; Isak Feridikson Alelang; Jublina Bakoil; Hemy Ratmas Djasibani; Anita Trisia Dimu Lobo; Elia Maruli; Fredrik Abia Kande; Setia Budi Laoepada; Thomas John Tanglaa
Madaniya Vol. 3 No. 3 (2022)
Publisher : Pusat Studi Bahasa dan Publikasi Ilmiah

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.53696/27214834.215

Abstract

Budidaya rumput laut yang dilakukan oleh petani rumput laut di Desa Allumang, Kecamatan Pantar Barat Laut, Kabupaten Alor, Propinsi Nusa Tenggara Timur, belum sepenuhnya memperhatikan biofouling yang tumbuh bersama rumput laut, baik pada thallus rumput laut maupun pada tali atau longline yang digunakan untuk mengikat benih rumput laut dari awal budidaya, serta setelah panen. Hal ini berdampak pada penurunan kualitas rumput laut karena pertumbuhannya terhambat akibat adanya kompetisi unsur hara antara rumput laut dan biofouling. Kegiatan Pengabdian Kepada Masyarakat ini bertujuan untuk meningkatkan pengetahuan dan pemahaman masyarakat mengenai penanganan biofouling sebagai pesaing dalam pengambilan sumberdaya (nutrisi) untuk meningkatkan mutu atau mutu rumput laut. Metode pelaksanaan kegiatan pengabdian masyarakat ini dilakukan dalam beberapa tahapan, antara lain: (1) Tahap Persiapan; (2) tahap pelaksanaan kegiatan; (3) tahap evaluasi. Pelaksanaan kegiatan sosialisasi ini ditujukan kepada pembudidaya rumput laut di Desa Alumang yang berjumlah 582 KK dan perkembangannya dikatakan berhasil secara signifikan yaitu 100% karena secara kognitif psikologis terjadi perubahan pola pikir petani mengenai penanganan biofouling. untuk meningkatkan mutu atau mutu rumput laut karena berkorelasi dengan mutu rumput laut yang dihasilkan. Selanjutnya untuk lebih memastikan pemahaman pembudidaya rumput laut, dilakukan contoh kegiatan demonstrasi penanganan biofouling di lokasi budidaya.
Revitalization of Hakeng (Traditional Prohibitions) and the Concept of Traditional Fines in the Draft Village Regulations Concerning the Protection of Marine Biota from Exploitation in Harilolong East Pura : Revitalization of Hakeng (Traditional Prohibitions) and the Concept of Traditional Fines in the Draft Village Regulations Concerning the Protection of Marine Biota from Exploitation in Harilolong East Pura Pandu Sula, Ibrahim; Killa, Rudi Krisyanto Lema; Lakalet, Lestari; Laoepada, Setia Budi; Peny, Theresia Lounggina Luisa
Vivabio: Jurnal Pengabdian Multidisiplin Vol. 6 No. 3 (2024): VIVABIO: Jurnal Pengabdian Multidisiplin
Publisher : Sam Ratulangi University

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.35799/vivabio.v6i3.58857

Abstract

This community service is a service carried out based on the results of research conducted previously. Research with the hypothesis that there is a need for revitalization of Hakeng or that traditional prohibitions can be adopted in the application of sanctions that are the same as the administrative sanctions contained in the draft Village Regulations. The approach used is to use a qualitative method approach with the concept of case studies and an empirical juridical approach focusing on the application of customary law. The implementation of the service uses the concept of forum group discussion (FGD) by presenting representatives of village officials and representatives of indigenous communities who are directly related to the scope of the problem. The material discussed relates to the existence of Hakeng or customary prohibitions today, determining the concept of implementing Hakeng and administrative sanctions in the draft Village Regulations, and procedures and mechanisms for their implementation. The results of the group discussion forum emphasize several points, namely: first, the concept of Hakeng or traditional prohibitions is still recognized for its existence and strength of religious magic and has strong traditional values, so care needs to be taken in its implementation. For this reason, Hakeng contains heavy sanctions, the traditional Hila Lele prohibition sign is used as a reminder; secondly, in the draft village regulations regarding the protection of marine biota from exploitation, the sanctions imposed are administrative sanctions in the form of fines with different rupiah amounts between the Harilolong indigenous community and people/groups of people from outside the village or foreigners, payment of fines is determined based on fishing activities which have been determined and mutually agreed upon; third, agreement on these points is absolute and must be stated in the draft Village Regulations during the discussion agenda and followed by determination ABSTRAK Pengabdian masyarakat ini merupakan pengabdian yang dilaksanakan berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan pada waktu sebelumnya. Penelitian dengan hipotesa bahwa perlu adanya revitalisasi Hakeng atau larangan adat sekiranya dapat diadopsi dalam penerapan sanksi yang kedudukanya sama dengan sanksi administrasi yang termuat pada rancangan Peraturan Desa. Metode pendekatan yang dilakukan adalah dengan menggunakan pendekatan metode kualitatif  dengan konsep case studies dan pendekatan yuridis empiris dengan berfokus pada penerapan hukum adat. Pelaksanaan pengabdian menggunakan konsep forum group discusion (FGD) dengan menghadirkan keterwakilan perangkat desa dan keterwakilan masyarakat adat yang berhubungan langsung dengan ruang lingkup permasalahan. Materi yang didiskusikan berhubungan dengan eksistensi Hakeng atau larangan adat pada masa sekarang, penentuan konsep penerapan Hakeng dan sanksi administrasi dalam rancangan Peraturan Desa, dan prosedur serta mekanisme pelaksanaanya. Hasil dari forum group discussion menekankan pada beberapa poin yakni : pertama, konsep Hakeng atau larangan adat masih diakui keberadaan dan kekuatan religious megic-nya dan memiliki nilai adat yang kuat, sehingga perlu kehati-hatian dalam pemberlakuannya. Untuk itu dengan Hakeng mengandung sanksi yang berat maka digunakan tanda larangan adat Hila Lele sebagai pengingatan; kedua, dalam rancangan peraturan desa mengenai perlindungan biota laut dari eksploitasi, sanksi yang diberlakukan adalah sanksi administrasi dalam bentuk denda dengan besaran nilai rupiah yang berbeda antara masyarakat adat Harilolong dan orang/kelompok orang dari luar desa atau orang asing, pembayaran denda ditentukan berdasarkan aktifitas melaut yang telah ditentukan dan disepakati bersama; ketiga, kesepakatan poin-poin ini menjadi mutlak dan harus tertuang dalam rancangan Peraturan Desa saat agenda pembahasan dan dilanjutkan pada penetapan.
PENYULUHAN MANFAAT EKOLOGIS DAN DAMPAK HUKUM BAGI PENGRUSAKAN HUTAN MANGROVE BAGI MASYARAKAT DESA PANTE DEERE, KECAMATAN KABOLA KABUPATEN ALOR Plaimo, Paulus; Wabang, Imanuel Lamma; Laoepada, Setia Budi; Lakalet, Lestari; Tanglaa, Thomas John; Takalapeta, Iriantini M. J.
Batara Wisnu : Indonesian Journal of Community Services Vol. 5 No. 2 (2025): Batara Wisnu | Mei - Agustus 2025
Publisher : Gapenas Publisher

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.53363/bw.v5i2.401

Abstract

This Community Service activity aims to change the pattern of understanding of the people who inhabit the coast of Pante Deere Village, who often exploit mangrove plants, which has the potential to result in a decrease in the population of mangrove plants which has an impact on the stability of the life of mangrove association organisms which make mangroves as niche and ecological niches and even legal repercussions for unscrupulous mangrove forest cutters. The process of community service activities is carried out through counseling, lectures, discussions, and question-and-answer sessions with target partners, namely the coastal community of Pante Deree Village, comprising a total of 64 family heads. In general, it is classified into several stages, among others, the Preparation Stage, Implementation Stage, and Evaluation Stage. This community service activity was declared successful, significantly, namely 90%, because there were changes in knowledge and understanding experienced by partners. It is reflected in the ability to understand and be able to apply it after this community service activity is completed.