Claim Missing Document
Check
Articles

Found 4 Documents
Search
Journal : Journal of Accounting Law Communication and Technology

Tinjauan Yuridis Terhadap Pembatalan Perjanjian Jual Beli Secara Sepihak (Studi Putusan Nomor: 144/Pdt.G/2023/PN Tjk) Putri, Mega Nisa; Rusli, Tami; Satria, Indah
Journal of Accounting Law Communication and Technology Vol 1, No 2 (2024): Juli 2024
Publisher : CV. Rayyan Dwi Bharata

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.57235/jalakotek.v1i2.2159

Abstract

Perkembangan arus globalisasi ekonomi di bidang jasa pada saat ini sangat berkembang pesat sehingga masyarakat semakin banyak mengikatkan diri kepada masyarakat lain yang akan menimbulkan suatu perjanjian. Perjanjian merupakan “persetujuan” tertulis maupun lisan yang dibuat oleh dua orang atau lebih, dan masing-masing bersepakat untuk menaati apa yang tersebut dalam persetujuan tersebut. Permasalahan dalam penelitian ini adalah bagaimana suatu tindakan pembatalan perjanjian jual beli secara sepihak dapat dikategorikan sebagai perbuatan melawan hukum serta bagaimana pertimbangan hakim dalam menyatakan bahwa gugatan penggugat gugur (Berdasarkan Putusan Nomor 144/Pdt.G/2023/PN.Tjk). Metode penelitian yang di gunakan dalam penelitian ini melalui pendekatan yuridis normatif dan yuridis empiris dengan menggunakan data sekunder dan primer. selanjutnya analisis secara yuridis kualitatif. Hasil penelitian skripsi ini dapat disimpulkan bahwa perjanjian dapat dibatalkan jika tidak memenuhi syarat sahnya perjanjian. Misalnya, ketidaksepakatan atau ketidakcakapan para pihak dapat menjadi dasar pembatalan perjanjian oleh salah satu pihak yang merasa dirugikan. Demikian pula, jika terjadi wanprestasi atau ingkar janji, pihak yang dirugikan dapat meminta pembatalan perjanjian kepada Hakim. Namun apabila syarat syarat sahnya perjanjian sudah terpenuhi dan salah satu pihak sudah memenuhi kewajiban hukumnya sesuai yang diperjanjikan namun pihak lain membatalkan perjanjian tersebut secara sepihak maka pihak yang membatalkan perjanjian tersebut dapat dikategorikan melakukan perbuatan melawan hukum karena telah menimbulkan kerugian bagi pihak lain. Namun proses hukum dalam persidangan berdasarkan Putusan Nomor 144/Pdt.G/2023/PN Tjk yang melibatkan gugatan Perbuatan Melawan Hukum atas pembatalan perjanjian jual-beli batu bara secara sepihak mengalami kendala, terutama karena tidak hadirnya Penggugat, dalam persidangan, bahkan setelah dipanggil secara patut sebanyak tiga kali. Akibatnya, hakim menyatakan gugatan gugur berdasarkan ketidakhadiran pihak-pihak yang bersengketa, sesuai dengan Pasal 124 HIR/Pasal 148 RBg. Keputusan hakim tersebut menunjukkan bahwa kehadiran dan partisipasi aktif para pihak dalam proses peradilan sangat penting untuk mencapai keadilan dan kepastian hukum. Saran ditujukan penulis kepada Para pihak yang akan membuat perjanjian sebaiknya memahami dengan jelas syarat-syarat sah perjanjian yang diatur dalam KUHPerdata. Hal ini akan membantu menghindari potensi pembatalan perjanjian karena tidak terpenuhinya syarat-syarat tersebut. Serta jika terjadi suatu sengketa dalam perjanjian sebiaknya pihak-pihak dapat mempertimbangkan mediasi atau penyelesaian sengketa lainnya untuk mencapai kesepakatan yang dapat diterima oleh kedua belah pihak sebelum mencapai tahap pengadilan. Dengan mengikuti saran-saran ini, diharapkan dapat mengurangi risiko terjadinya perbuatan melawan hukum dalam perjanjian jual-beli dan meningkatkan pemahaman serta kesadaran hukum di kalangan pelaku bisnis.
Perlindungan Hukum Tindak Pidana Melakukan Kekerasan Memaksa Anak Melakukan Perbuatan Cabul yang Dilakukan oleh Orang yang Memiliki Hubungan Keluarga (Studi Putusan Nomor: 44/Pid.Sus/2023/PN Bbu) Majib, Abdul; Baharudin, Baharudin; Satria, Indah
Journal of Accounting Law Communication and Technology Vol 1, No 2 (2024): Juli 2024
Publisher : CV. Rayyan Dwi Bharata

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.57235/jalakotek.v1i2.2172

Abstract

Tindak pidana pencabulan terhadap anak-anak kini tidak hanya dilakukan oleh orang asing yang tidak dikenal oleh korban, namun seringkali para pelaku berasal dari lingkungan terdekat korban yakni oleh keluarganya sendiri. Tindak pidana pencabulan sedarah atau dalam bahasa Inggris disebut incest adalah tindakan pencabulan yang dilakukan antara anggota keluarga yang masih mempunyai hubungan darah dan ikatan kekeluargaan yang dekat seperti hubungan antara anak dengan ayah kandung atau tiri, maupun anak dengan ibu kandung atau tiri, dan antara sesama saudara kandung atau saudara tiri. Tidak menutup kemungkinan dilakukan oleh anggota keluarga yang lainnya seperti paman, bibi, kakek, nenek, keponakan, sepupu dan lainnya berdasarkan ikatan keluarga sedarah. Kekerasan seksual menjadi salah satu hal yang sering terjadi dan keadaan tersebut menjadi semakin parah dengan munculnya sebuah ideologi menjaga nama baik keluarga. Permasalahan penelitian ini yakni, faktor faktor penyebab menyebabkan terdakwa melakukan Tindak Pidana Melakukan Kekerasan Memaksa Anak Melakukan Perbuatan Cabul (Studi Putusan Nomor: 44/Pid.Sus/2023/PN Bbu) dan Bagaimanakah dasar pertimbangan Hakim dalam menjatuhkan putusan pidana kepada pelaku Tindak Pidana Melakukan Kekerasan Memaksa Anak Melakukan Perbuatan Cabul (Studi Putusan Nomor: 44/Pid.Sus/2023/PN Bbu). Metode penelitian yang digunakan pada penelitian ini adalah pendekatan yuridis normatif dan pendekatan empiris. Pendekatan normatif ini dilakukan dengan melihat masalah hukum sebagai kaidah yang dianggap sesuai dengan penelitian yuridis normatif. Penelitian yuridis normatif dilakukan dengan cara studi kepustakaan terhadap hal-hal yang bersifat teoritis yaiu suatu pendekatan yang dilakukan dengan cara menelah sumber hukum, asas- asas hukum dan pendapat sarjana serta peraturan perundang-undangan yang berlaku. Pendekatan Empiris yaitu pendekatan yang dilakukan melalui penelitian secara langsung terhadap objek penelitian dengan cara pengamatan observation dan wawancara interview yang berhubungan dengan masalah penelitian. Hasil penelitian Faktor-faktor penyebab kekerasan seksual anak dalam hubungan keluarga terdiri dari faktor internal dan eksternal. Ketidakmatangan emosional dan kurangnya kontrol impuls adalah faktor internal yang memicu perilaku cabul sebagai pelecehan seksual. Kedua faktor ini membuat pelaku sulit mengendalikan dorongan impulsif, merugikan anak atau keluarga. Faktor eksternal, seperti stres ekonomi dan ketidakstabilan sosial, menciptakan kondisi yang memicu perilaku kekerasan, termasuk perbuatan cabul terhadap anak. Pengaruh media yang melegitimasi kekerasan seksual juga berdampak, memengaruhi pandangan individu terhadap hubungan keluarga dan merangsang perilaku cabul. Peran agama dapat membentengi individu dari perilaku kekerasan melalui pemahaman etika dan moral. Pendidikan, rehabilitasi, dan pengawasan media penting dalam pencegahan dan penanganan kasus perbuatan cabul di keluarga. Dan dalam memutuskan putusan pidana, hakim mempertimbangkan dakwaan berdasarkan Pasal 82 ayat (2) Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 17 Tahun 2016 Tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2016 Tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak Menjadi Undang-Undang yang unsur-unsurnya yakni setiap orang, Melakukan Kekerasan atau ancaman Kekerasan, memaksa, melakukan tipu muslihat, melakukan serangkaian kebohongan, membujuk Anak untuk melakukan atau membiarkan dilakukan perbuatan cabul; dan Yang dilakukan oleh orang tua, wali, orang-orang yang mempunyai hubungan keluarga, pengasuh anak, pendidik, tenaga kependidikan, aparat yang menangani perlindungan anak, atau dilakukan oleh lebih dari satu orang secara bersama-sama yang masing masing unsur tersebut telah terpenuhi. Tidak ditemukan alasan pembenar atau pemaaf dalam persidangan. Terdakwa dinyatakan bersalah dan dijatuhi pidana. Hakim mempertimbangkan faktor memberatkan seperti dampak traumatis pada anak dan meresahkan masyarakat. Namun, faktor meringankan termasuk upaya Terdakwa berdamai. Saran diharapkan orangtua orangtua disarankan untuk lebih memperhatikan segala kegiatan dan juga aktivitas anak. Orangtua juga harus lebih memahami kondisi psikis anak dan juga lebih memperhatikan perkembangan anak. Dan Kepada Penegak Hukum, diharapkan dapat Meningkatkan efektivitas penegakan hukum terhadap tindak kekerasan seksual terhadap anak, dengan peningkatan koordinasi antar lembaga hukum, pelatihan yang terus-menerus bagi penyidik dan jaksa, serta pemantapan sistem pengadilan untuk memastikan penanganan kasus tersebut sesuai dengan standar hukum yang berlaku.
Perlindungan Hukum Tindak Pidana Melakukan Kekerasan Memaksa Anak Melakukan Perbuatan Cabul yang Dilakukan oleh Orang yang Memiliki Hubungan Keluarga (Studi Putusan Nomor: 44/Pid.Sus/2023/PN Bbu) Majib, Abdul; Baharudin, Baharudin; Satria, Indah
Journal of Accounting Law Communication and Technology Vol 1, No 2 (2024): Juli 2024
Publisher : CV. Rayyan Dwi Bharata

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.57235/jalakotek.v1i2.2172

Abstract

Tindak pidana pencabulan terhadap anak-anak kini tidak hanya dilakukan oleh orang asing yang tidak dikenal oleh korban, namun seringkali para pelaku berasal dari lingkungan terdekat korban yakni oleh keluarganya sendiri. Tindak pidana pencabulan sedarah atau dalam bahasa Inggris disebut incest adalah tindakan pencabulan yang dilakukan antara anggota keluarga yang masih mempunyai hubungan darah dan ikatan kekeluargaan yang dekat seperti hubungan antara anak dengan ayah kandung atau tiri, maupun anak dengan ibu kandung atau tiri, dan antara sesama saudara kandung atau saudara tiri. Tidak menutup kemungkinan dilakukan oleh anggota keluarga yang lainnya seperti paman, bibi, kakek, nenek, keponakan, sepupu dan lainnya berdasarkan ikatan keluarga sedarah. Kekerasan seksual menjadi salah satu hal yang sering terjadi dan keadaan tersebut menjadi semakin parah dengan munculnya sebuah ideologi menjaga nama baik keluarga. Permasalahan penelitian ini yakni, faktor faktor penyebab menyebabkan terdakwa melakukan Tindak Pidana Melakukan Kekerasan Memaksa Anak Melakukan Perbuatan Cabul (Studi Putusan Nomor: 44/Pid.Sus/2023/PN Bbu) dan Bagaimanakah dasar pertimbangan Hakim dalam menjatuhkan putusan pidana kepada pelaku Tindak Pidana Melakukan Kekerasan Memaksa Anak Melakukan Perbuatan Cabul (Studi Putusan Nomor: 44/Pid.Sus/2023/PN Bbu). Metode penelitian yang digunakan pada penelitian ini adalah pendekatan yuridis normatif dan pendekatan empiris. Pendekatan normatif ini dilakukan dengan melihat masalah hukum sebagai kaidah yang dianggap sesuai dengan penelitian yuridis normatif. Penelitian yuridis normatif dilakukan dengan cara studi kepustakaan terhadap hal-hal yang bersifat teoritis yaiu suatu pendekatan yang dilakukan dengan cara menelah sumber hukum, asas- asas hukum dan pendapat sarjana serta peraturan perundang-undangan yang berlaku. Pendekatan Empiris yaitu pendekatan yang dilakukan melalui penelitian secara langsung terhadap objek penelitian dengan cara pengamatan observation dan wawancara interview yang berhubungan dengan masalah penelitian. Hasil penelitian Faktor-faktor penyebab kekerasan seksual anak dalam hubungan keluarga terdiri dari faktor internal dan eksternal. Ketidakmatangan emosional dan kurangnya kontrol impuls adalah faktor internal yang memicu perilaku cabul sebagai pelecehan seksual. Kedua faktor ini membuat pelaku sulit mengendalikan dorongan impulsif, merugikan anak atau keluarga. Faktor eksternal, seperti stres ekonomi dan ketidakstabilan sosial, menciptakan kondisi yang memicu perilaku kekerasan, termasuk perbuatan cabul terhadap anak. Pengaruh media yang melegitimasi kekerasan seksual juga berdampak, memengaruhi pandangan individu terhadap hubungan keluarga dan merangsang perilaku cabul. Peran agama dapat membentengi individu dari perilaku kekerasan melalui pemahaman etika dan moral. Pendidikan, rehabilitasi, dan pengawasan media penting dalam pencegahan dan penanganan kasus perbuatan cabul di keluarga. Dan dalam memutuskan putusan pidana, hakim mempertimbangkan dakwaan berdasarkan Pasal 82 ayat (2) Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 17 Tahun 2016 Tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2016 Tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak Menjadi Undang-Undang yang unsur-unsurnya yakni setiap orang, Melakukan Kekerasan atau ancaman Kekerasan, memaksa, melakukan tipu muslihat, melakukan serangkaian kebohongan, membujuk Anak untuk melakukan atau membiarkan dilakukan perbuatan cabul; dan Yang dilakukan oleh orang tua, wali, orang-orang yang mempunyai hubungan keluarga, pengasuh anak, pendidik, tenaga kependidikan, aparat yang menangani perlindungan anak, atau dilakukan oleh lebih dari satu orang secara bersama-sama yang masing masing unsur tersebut telah terpenuhi. Tidak ditemukan alasan pembenar atau pemaaf dalam persidangan. Terdakwa dinyatakan bersalah dan dijatuhi pidana. Hakim mempertimbangkan faktor memberatkan seperti dampak traumatis pada anak dan meresahkan masyarakat. Namun, faktor meringankan termasuk upaya Terdakwa berdamai. Saran diharapkan orangtua orangtua disarankan untuk lebih memperhatikan segala kegiatan dan juga aktivitas anak. Orangtua juga harus lebih memahami kondisi psikis anak dan juga lebih memperhatikan perkembangan anak. Dan Kepada Penegak Hukum, diharapkan dapat Meningkatkan efektivitas penegakan hukum terhadap tindak kekerasan seksual terhadap anak, dengan peningkatan koordinasi antar lembaga hukum, pelatihan yang terus-menerus bagi penyidik dan jaksa, serta pemantapan sistem pengadilan untuk memastikan penanganan kasus tersebut sesuai dengan standar hukum yang berlaku.
Tinjauan Yuridis Terhadap Pembatalan Perjanjian Jual Beli Secara Sepihak (Studi Putusan Nomor: 144/Pdt.G/2023/PN Tjk) Putri, Mega Nisa; Rusli, Tami; Satria, Indah
Journal of Accounting Law Communication and Technology Vol 1, No 2 (2024): Juli 2024
Publisher : CV. Rayyan Dwi Bharata

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.57235/jalakotek.v1i2.2159

Abstract

Perkembangan arus globalisasi ekonomi di bidang jasa pada saat ini sangat berkembang pesat sehingga masyarakat semakin banyak mengikatkan diri kepada masyarakat lain yang akan menimbulkan suatu perjanjian. Perjanjian merupakan “persetujuan” tertulis maupun lisan yang dibuat oleh dua orang atau lebih, dan masing-masing bersepakat untuk menaati apa yang tersebut dalam persetujuan tersebut. Permasalahan dalam penelitian ini adalah bagaimana suatu tindakan pembatalan perjanjian jual beli secara sepihak dapat dikategorikan sebagai perbuatan melawan hukum serta bagaimana pertimbangan hakim dalam menyatakan bahwa gugatan penggugat gugur (Berdasarkan Putusan Nomor 144/Pdt.G/2023/PN.Tjk). Metode penelitian yang di gunakan dalam penelitian ini melalui pendekatan yuridis normatif dan yuridis empiris dengan menggunakan data sekunder dan primer. selanjutnya analisis secara yuridis kualitatif. Hasil penelitian skripsi ini dapat disimpulkan bahwa perjanjian dapat dibatalkan jika tidak memenuhi syarat sahnya perjanjian. Misalnya, ketidaksepakatan atau ketidakcakapan para pihak dapat menjadi dasar pembatalan perjanjian oleh salah satu pihak yang merasa dirugikan. Demikian pula, jika terjadi wanprestasi atau ingkar janji, pihak yang dirugikan dapat meminta pembatalan perjanjian kepada Hakim. Namun apabila syarat syarat sahnya perjanjian sudah terpenuhi dan salah satu pihak sudah memenuhi kewajiban hukumnya sesuai yang diperjanjikan namun pihak lain membatalkan perjanjian tersebut secara sepihak maka pihak yang membatalkan perjanjian tersebut dapat dikategorikan melakukan perbuatan melawan hukum karena telah menimbulkan kerugian bagi pihak lain. Namun proses hukum dalam persidangan berdasarkan Putusan Nomor 144/Pdt.G/2023/PN Tjk yang melibatkan gugatan Perbuatan Melawan Hukum atas pembatalan perjanjian jual-beli batu bara secara sepihak mengalami kendala, terutama karena tidak hadirnya Penggugat, dalam persidangan, bahkan setelah dipanggil secara patut sebanyak tiga kali. Akibatnya, hakim menyatakan gugatan gugur berdasarkan ketidakhadiran pihak-pihak yang bersengketa, sesuai dengan Pasal 124 HIR/Pasal 148 RBg. Keputusan hakim tersebut menunjukkan bahwa kehadiran dan partisipasi aktif para pihak dalam proses peradilan sangat penting untuk mencapai keadilan dan kepastian hukum. Saran ditujukan penulis kepada Para pihak yang akan membuat perjanjian sebaiknya memahami dengan jelas syarat-syarat sah perjanjian yang diatur dalam KUHPerdata. Hal ini akan membantu menghindari potensi pembatalan perjanjian karena tidak terpenuhinya syarat-syarat tersebut. Serta jika terjadi suatu sengketa dalam perjanjian sebiaknya pihak-pihak dapat mempertimbangkan mediasi atau penyelesaian sengketa lainnya untuk mencapai kesepakatan yang dapat diterima oleh kedua belah pihak sebelum mencapai tahap pengadilan. Dengan mengikuti saran-saran ini, diharapkan dapat mengurangi risiko terjadinya perbuatan melawan hukum dalam perjanjian jual-beli dan meningkatkan pemahaman serta kesadaran hukum di kalangan pelaku bisnis.