Claim Missing Document
Check
Articles

Found 2 Documents
Search
Journal : Sujud: Jurnal Agama, Sosial dan Budaya

Dampak Perkawinan di Bawah Umur dalam Perspektif  Fikih Kontemporer Siti Saadah; Muhammad Jetrin Alvito; Yogi Oktaviana
Sujud: Jurnal Agama, Sosial dan Budaya Vol. 1 No. 4 (2025): OKTOBER-DESEMBER
Publisher : Indo Publishing

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.63822/x2cmhs11

Abstract

Penelitian ini untuk melihat dampak Perkawinan di Bawah Umur dalam Perspektif  Fikih Kontemporer. Metode yang digunakan yaitu kualitatif dengan kajian literatur. Hasil kajian didapati bahwa empat madzhab memiliki pandangan yang bervariasi mengenai treshold usia yang membuat seseorang dikatakan baligh. Menurut pandangan Imam Syafi’i, seorang pria dianggap telah baligh pada usia 15 tahun, sedangkan bagi perempuan adalah 9 tahun. Sementara itu, Imam Hanafi berpendapat bahwa seorang anak perempuan dinyatakan baligh saat berusia 17 tahun, dan anak laki-laki pada usia 18 tahun. Lain halnya dengan Imam Malik, yang menekankan tanda kedewasaan seseorang adalah adanya pertumbuhan rambut halus di bagian tubuh tertentu, yang berlaku untuk kedua jenis kelamin. Di sisi lain, Imam Hanbali menentukan bahwa kedewasaan untuk pria dan wanita terjadi saat mereka mencapai usia yang sama, yaitu 15 tahun. Banyak ulama juga telah menegaskan bahwa meskipun seorang ayah dapat menikahkan anaknya yang belum baligh, dalam madzhab Imam Syafi’i lebih baik jika calon mempelai perempuan sudah diyakini dewasa yang ditandai dengan baligh, dan orang tua disarankan menanyakan persetujuan putrinya agar tidak ada paksaan dalam proses pernikahan
Izin Poligami di Pengadilan Agama: (Studi Kasus Putusan PA Samarinda Nomor 2007/Pdt.G/2024/PA.Smd) Suci Nurhidayah; Siti Saadah; Verdiana Dwi Erlyna; Syahrul Adam
Sujud: Jurnal Agama, Sosial dan Budaya Vol. 1 No. 4 (2025): OKTOBER-DESEMBER
Publisher : Indo Publishing

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.63822/wjc86561

Abstract

This article discusses the implementation of polygamy permits in the Samarinda Religious Court, using a case study of Decision Number 2007/Pdt.G./2024/PA.Smd. Polygamy in Islam is permitted under certain conditions, as long as the husband is able to act fairly, has financial means, and obtains permission from the first wife. This research uses a qualitative, normative method with a library study approach to examine the legal basis, procedures, and judges' considerations in granting permission for polygamy. The results show that the judge in the case granted the applicant's request for permission for polygamy because the legal requirements, both alternative and cumulative, were met, as stipulated in Law Number 1 of 1974 and the Compilation of Islamic Law (KHI). This decision reflects that permission for polygamy is not granted freely, but rather through legal, moral, and social considerations to safeguard the family's well-being and protect the rights of the wife and children.