ABSTRAK Kasus rabun jauh (myopia) pada anak usia sekolah terus mengalami peningkatan secara global. Di kawasan Asia Tenggara, prevalensi myopia pada tahun 2022 tercatat sekitar 30% pada anak-anak dan mencapai 80–90% pada orang dewasa. Di Indonesia sendiri, diperkirakan ada sekitar 18,9 juta anak di bawah usia 15 tahun yang mengalami gangguan penglihatan akibat myopia. Kondisi ini umumnya dipengaruhi oleh faktor keturunan (genetik) dan faktor lingkungan. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui faktor-faktor apa saja yang berperan dalam kejadian myopia pada siswa SDN 1 Cikalang di Kota Tasikmalaya. Penelitian dilakukan dengan desain observasional analitik menggunakan pendekatan potong lintang (cross-sectional). Teknik pengambilan sampel dilakukan secara total sampling, melibatkan 180 siswa kelas 4 dan 5, dan dilaksanakan selama bulan Februari 2024. Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah kuesioner dan Snellen Chart untuk pemeriksaan ketajaman penglihatan. Analisis data mencakup analisis univariat, bivariat dengan uji chi-square, serta analisis multivariat menggunakan regresi logistik. Hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat hubungan yang signifikan antara status myopia pada orang tua (p<0,001) dan kebiasaan membaca dengan pencahayaan redup (p<0,001) terhadap kejadian myopia pada anak. Sementara itu, variabel seperti usia (p=0,221), jenis kelamin (p=0,454), pengetahuan tentang myopia (p=0,731), pekerjaan orang tua (p=0,521), dan kebiasaan menonton televisi (p=0,240) tidak menunjukkan hubungan yang bermakna. Faktor yang paling dominan dalam mempengaruhi terjadinya myopia adalah riwayat myopia pada orang tua, dengan nilai p<0,001 dan odds ratio sebesar 58,633 (CI 95%: 6,241 – 373,259). Penelitian ini merekomendasikan pentingnya peningkatan edukasi mengenai kelainan refraksi myopia serta pelaksanaan skrining penglihatan secara berkala sebagai upaya deteksi dini terhadap risiko myopia pada anak-anak. Kata Kunci : genetic, deteksi myopia, refraksi