Claim Missing Document
Check
Articles

Found 6 Documents
Search

Pengaruh Readmisi Terhadap Biaya pada Pasien PPOK Eksaserbasi Akut dan Faktor-Faktor yang Mempengaruhinya Trirahmi Hardiyanti; Nanang Munif Yasin; Tri Murti Andayani
Majalah Farmaseutik Vol 17, No 3 (2021)
Publisher : Faculty of Pharmacy, Universitas Gadjah Mada

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.22146/farmaseutik.v17i3.65382

Abstract

Peningkatan beban ekonomi pada Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK) tidak terlepas dari adanya pengaruh readmisi dan faktor-faktor yang berhubungan seperti lama rawat inap, komorbid, dan pekerjaan. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui adanya hubungan lama rawat inap, komorbid, dan pekerjaan dengan readmisi serta mengetahui pengaruh readmisi terhadap biaya pada pasien PPOK eksaserbasi akut di Rumah Sakit Paru Respira Yogyakarta. Penelitian ini merupakan penelitian analitik observasional dengan pendekatan cross sectional. Data diambil secara retrospektif melalui rekam medik dan data dari bagian keuangan yang berisi biaya perawatan pasien rawat inap PPOK eksaserbasi akut di RS Paru Respira Yogyakarta periode 1 Januari 2014 sampai 31 Desember 2019. Data readmisi diperoleh dari rekam medik, diamati dalam kurun waktu satu sampai tiga tahun setelah pasien dilakukan rawat inap. Analisis biaya dilakukan dari perspektif rumah sakit meliputi biaya medis langsung, yaitu biaya kamar, biaya keperawatan, biaya jasa pelayanan medik, biaya tindakan non medik, biaya penunjang medik, dan biaya obat serta barang medik.  Analisis faktor faktor yang berhubungan dengan readmisi dan seberapa besar pengaruh frekuensi readmisi terhadap biaya menggunakan uji Chis-square dan Mann-whitney. Penelitian ini terdiri dari 100 pasien dengan 74 pasien tanpa readmisi dan 26 pasien readmisi. Karakteristik pasien yang dominan meliputi berusia ≥ 66 tahun; berjenis kelamin laki-laki; memiliki lama rawat inap < 4 hari; memiliki komorbid ≥ 1; bekerja sebagai petani, buruh, dan pekerja swasta; dan anggota program BPJS kelas tiga. Sekitar 26% pasien readmisi dengan frekuensi readmisi 1-2 kali selama satu tahun. Biaya rata-rata terapi tiap pasien PPOK rawat inap readmisi dan tanpa readmisi yaitu Rp3.056.551 dan Rp2.829.114. Hasil penelitian menunjukan bahwa lama rawat inap berhubungan dengan readmisi pasien PPOK eksaserbasi akut (p = 0,004). Readmisi mempengaruhi biaya pasien PPOK eksaserbasi akut. Biaya tindakan non medis adalah biaya yang paling berpengaruh (p = 0,005).
Evaluasi Rasionalitas Penggunaan Obat Antihipertensi Pada Pasien Hipertensi Rawat Jalan Di Rumah Sakit Pusri Palembang Periode Oktober 2019 - Maret 2020 Hardiyanti, Trirahmi; Wahab, Sabda; Muliana, Hilda; Sepriana, Evi
JOURNAL OF HEALTH SCIENCE Vol 2 No 2 (2024): Journal of Health Science
Publisher : LPPM Universitas Kader Bangsa

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.54816/jhs.v2i2.542

Abstract

Hipertensi merupakan penyakit tidak menular disertai dengan peningkatan tekanan darah mencapai angka >140/90 mmHg. Hipertensi juga menjadi faktor resiko utama penyebab penyakit kardiovaskular lainnya. Angka kejadian hipertensi beserta komplikasinya terus meningkat setiap tahun sehingga potensi adanya ketidakrasionalan penggunaan obat juga semakin meningkat. Adapun tujuan dari penelitian ini yaitu untuk mengetahui rasionalitas penggunaan obat antihipertensi di Instalasi Rawat Jalan Rumah Sakit Pusri Palembang periode Oktober 2019 – Maret 2020 dilihat dari tepat indikasi, tepat pasien, tepat obat, dan tepat dosis, serta melihat hubungan kualifikasi dokter dengan rasionalitas peresepan obat. Penelitian ini merupakan penelitian observasional deskriptif dan pengambilan data secara retrospektif melalui rekam medik. Metode pengambilan sampel yang digunakan yaitu purposive sampling dan metode Chi Square untuk uji statistik. Sampel pada penelitian ini adalah 408 pasien. Hasil penelitian menunjukkan bahwa rasionalitas penggunaan obat antihipertensi di di Instalasi Rawat Jalan Rumah Sakit Pusri Palembang Periode Oktober 2019 – Maret 2020 yaitu tepat indikasi 100%, tepat pasien 99,75%, tepat obat 98,77%, tepat dosis 97,75%. Tidak ada hubungan antara kualifikasi dokter dengan rasionalitas penulisan resep dilihat dan diperoleh nilai Asmyp.Sig 0,99>0,05. Kata Kunci: Hipertensi, Evaluasi, Rasionalitas
Studi Interaksi Obat Pada Pasien Gagal Jantung: Review Artikel Trirahmi Hardiyanti; Hardiyanti, Trirahmi; Citra Nabela, Dela; Ayu Nabila, Ananda; Duta, Aria; Yanti, Eva Dwi
JURNAL LENTERA ILMIAH KESEHATAN Vol. 3 No. 1 (2025): (Juni 2025)
Publisher : CV. Q2 Lantera Ilmiah Institut

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.52120/jlik.v3i1.99

Abstract

Gagal jantung, ditandai ketidak mampuan jantung memompa darah secara efektif, merupakan penyebab kematian utama global. Tingginya prevalensi hipertensi sebagai faktor risiko, ditambah penggunaan terapi kombinasi yang umum, meningkatkan risiko interaksi obat yang serius. Penelitian ini menggunakan metode systematic review terhadap artikel ilmiah berbahasa Indonesia dari Google Scholar (2014-2024). Kata kunci pencarian meliputi Farmakodinamika, Farmakokinetika, Gagal Jantung, Interaksi Obat, dan Keparahan. Dari 11.500 artikel awal, 10 artikel memenuhi kriteria inklusi (jurnal peer-reviewed, fokus pada interaksi obat pada pasien gagal jantung, tersedia dalam PDF dan akses bebas) dan dieksklusi kriteria eksklusi (opini, editorial, tidak menyebutkan mekanisme interaksi obat, duplikasi, atau tidak relevan), kemudian dianalisis. Analisis literatur menunjukkan prevalensi tinggi interaksi obat pada pasien gagal jantung. Interaksi terjadi melalui mekanisme farmakodinamik dan farmakokinetik, melibatkan berbagai golongan obat (diuretik, ACE inhibitor, ARB, beta-blocker, digoksin). Kombinasi tertentu meningkatkan risiko hiperkalemia (spironolakton dengan ACE inhibitor/ARB), toksisitas digoksin (digoksin-furosemide), dan hipotensi (bisoprolol-furosemide). Aspirin dan clopidogrel juga sering terlibat interaksi. Keparahan interaksi bervariasi (minor, moderate, mayor. Terapi kombinasi pada gagal jantung meningkatkan risiko interaksi obat yang signifikan. Pemantauan ketat terhadap elektrolit, tekanan darah, dan denyut jantung, serta perencanaan pengobatan yang cermat, sangat penting untuk meminimalkan risiko efek samping dan meningkatkan kualitas hidup pasien.
FAKTOR – FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN PENYAKIT PARU OBSTRUKTIF KRONIK (PPOK) Hardiyanti, Trirahmi; Zalianty, Novia; Jannah, Miftahul; Malau, Sangrasti; Sari, ApriyanimVusvita
Jurnal Kesehatan Tambusai Vol. 6 No. 3 (2025): SEPTEMBER 2025
Publisher : Universitas Pahlawan Tuanku Tambusai

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.31004/jkt.v6i3.47558

Abstract

Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK) adalah kondisi paru-paru yang berlangsung lama, yang ditandai dengan penyumbatan aliran udara yang semakin buruk dan berkesinambungan. Penyakit ini merupakan salah satu penyebab utama masalah kesehatan dan kematian di seluruh dunia, terutama di antara orang dewasa dan lansia. Dalam penelitian ini, yang dilakukan melalui tinjauan literatur secara sistematis, tujuan utamanya adalah untuk mengenali dan merangkum berbagai faktor risiko yang berhubungan dengan PPOK. Proses evaluasi melibatkan penggunaan aplikasi Publish or Perish untuk menemukan artikel ilmiah dalam basis data Google Scholar. Peneliti mencari dengan kata kunci Faktor Risiko serta PPOK dan membatasi pencarian hanya pada publikasi dari lima tahun terakhir (2020–2025). Artikel yang memenuhi syarat inklusi akan dibahas, terutama yang mengkaji faktor risiko PPOK dan menerapkan metode penelitian yang berkualitas, kemudian dianalisis secara deskriptif. Hasil dari kajian ini menunjukkan bahwa sejumlah faktor risiko utama termasuk usia, jenis kelamin, faktor genetik, infeksi saluran pernapasan yang sering terjadi, paparan bahan kimia di tempat kerja, debu, asap, polusi udara, dan kebiasaan merokok. Selain itu, penggunaan bahan bakar biomassa serta kekurangan alfa1 antitripsin juga meningkatkan risiko terjadinya PPOK. Untuk menghindari dan mengatasi PPOK, fokus yang baik adalah mengurangi faktor risiko tersebut melalui pendidikan masyarakat, mendorong pola hidup sehat, mengontrol polusi udara, dan mengenali populasi yang berisiko tinggi di tahap awal. Diharapkan hasil penelitian ini dapat menjadi landasan untuk mengembangkan cara yang lebih efektif dalam mencegah dan mengobati PPOK di masa depan.
INTERAKSI OBAT PADA PASIEN PPOK: TINJAUAN SISTEMATIS DAN META-ANALISIS Hardiyanti, Trirahmi; Febrianti, Anggi; Devita, Devita; Afifah, Seftiana Nur; Jumana, Jumana
Jurnal Kesehatan Tambusai Vol. 6 No. 3 (2025): SEPTEMBER 2025
Publisher : Universitas Pahlawan Tuanku Tambusai

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.31004/jkt.v6i3.47561

Abstract

Penyakit paru obstruktif kronik (PPOK) merupakan kondisi inflamasi kronis yang bersifat progresif dan membutuhkan pengelolaan terapi jangka panjang. Penatalaksanaan PPOK umumnya melibatkan penggunaan kombinasi obat-obatan seperti bronkodilator, kortikosteroid inhalasi (ICS), antibiotik, dan agen farmakologis lainnya. Namun, penggunaan beberapa obat secara bersamaan meningkatkan risiko terjadinya interaksi obat yang dapat menurunkan efektivitas terapi dan menimbulkan efek samping serius. Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi dan menganalisis interaksi obat yang paling umum terjadi pada pasien PPOK melalui pendekatan tinjauan sistematis dan meta-analisis. Artikel diperoleh melalui pencarian literatur di tiga basis data elektronik (PubMed, Scopus, dan Cochrane) dengan metode seleksi berdasarkan panduan PRISMA 2020. Dari 1.200 artikel awal, 16 studi memenuhi kriteria inklusi dan dianalisis lebih lanjut secara deskriptif dan kuantitatif menggunakan forest plot dan funnel plot. Hasil menunjukkan bahwa interaksi paling sering melibatkan ICS (fluticasone, budesonide) dengan inhibitor enzim CYP3A4 seperti ritonavir dan klaritromisin, bronkodilator β2-agonis dengan β-blocker nonselektif, kombinasi antikolinergik, serta theophylline dengan antibiotik makrolida. Efek klinis yang umum dilaporkan mencakup supresi adrenal, bronkospasme, pneumonia, dan toksisitas sistemik. Temuan ini menekankan pentingnya pemantauan terapi secara ketat pada pasien PPOK, terutama dalam penggunaan kombinasi obat. Apoteker klinis memiliki peran penting dalam mendeteksi dan mencegah interaksi obat untuk meningkatkan keamanan dan keberhasilan terapi. Oleh karena itu, pemahaman yang komprehensif terhadap interaksi obat menjadi aspek penting dalam manajemen pasien PPOK.
STUDI TINGKAT PENGETAHUAN TERHADAP SIKAP PASIEN DALAM PENGGUNAAN ANTIBIOTIK TANPA RESEP DOKTER DI BEBERAPA APOTEK KOTA PALEMBANG Hardiyanti, Trirahmi; Pratama, Romario
Jurnal Kesehatan Tambusai Vol. 6 No. 3 (2025): SEPTEMBER 2025
Publisher : Universitas Pahlawan Tuanku Tambusai

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.31004/jkt.v6i3.49629

Abstract

Penggunaan antibiotik secara tidak tepat, seperti konsumsi tanpa rekomendasi atau resep dari tenaga medis, berpotensi memicu timbulnya resistensi antibiotik. Fenomena ini dipengaruhi oleh beragam faktor, salah satunya keterbatasan pengetahuan masyarakat mengenai penggunaan antibiotik, yang pada akhirnya mendorong praktik konsumsi tanpa pengawasan medis. Tujuannya dari penelitian ini guna mengidentifikasi keterkaitan antara tingkat pengetahuan dengan sikap pasien dalam penggunaan antibiotik tanpa resep di sejumlah apotek di Kota Palembang, sekaligus menelusuri berbagai faktor yang melatarbelakangi perilaku tersebut. Pendekatan yang digunakan yaitu observasional analitik dengan desain cross-sectional. Partisipan penelitian terdiri dari 60 responden yang ditentukan melalui metode total sampling. Instrumen yang digunakan berupa kuesioner, sementara analisis data dilakukan dengan uji Chi-square. Hasil univariat menunjukan sebagian besar responden berusia 26-35 tahun (38,3%), berstatus menikah (73,3%), berpendidikan terakhir SMA (68,33%) dan pekerjaan terbanyak adalah ibu rumah tangga (26,7%). Penelitian menunjukkan bahwasanya pasien dengan tingkatan pengetahuan maupun sikap pasien dalam penggunaan antibiotik tanpa resep berada pada katagori cukup dengan persentase 51,17% dan 73,4%. Pasien banyak membeli antibiotik dengan keluhan deman (31,7%) dan amoksilin obat yang paling banyak dibeli (50%). Beberapa faktor yang menyebabkan penggunaan antibiotik tanpa resep antara lain dikarenakan ke dokter membutuhkan waktu yang lebih lama (73,3%), pasien tidak tahu obat yang dibeli adalah antibiotik (63,3%) dan pernah menggunakan antibiotik tersebut sebelumnya (55%). Terdapat hubungan antara tingkat pengetahuan maupun sikap terhadap penggunaan antibiotik tanpa resep dokter di beberapa apotek kota Palembang (p=0,008<0,05). Kata kunci: antibiotik, resep dokter, sikap, tingkat pengetahuan