Claim Missing Document
Check
Articles

Found 27 Documents
Search

EKSISTENSI PERDAMAIAN ANTARA KORBAN DENGAN PELAKU TINDAK PIDANA KECELAKAAN LALU LINTAS DALAM SISTEM PEMIDANAAN (Studi Kasus Pengadilan Negeri Medan) Hotmarta Adelia Saragih; Edi Warman; Alwan Alwan
Jurnal Mahupiki Vol 2, No 1 (2014)
Publisher : Jurnal Mahupiki

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (400.319 KB)

Abstract

ABSTRAK Hotmarta Adelia Saragih* Dalam kenyataanya di masyarakat, perdamaian antara korban dengan pelaku tindak pidana  kecelakaan lalu lintas sering terjadi.  Meskipun telah terjadi perdamaian antara korban dengan pelaku tindak pidana kecelakaan lalu lintas, tidak menutup kemungkinan perkara tersebut oleh  pihak kepolisian diajukan dan diperiksa di sidang pengadilan walaupun para pihak tidak menginginkan perkara tersebut dilanjutkan secara hukum. Berkaitan dengan hal tersebut, permasalahan yang ingin diteliti adalah mengenai bagaimana pengaturan kecelakaan lalu lintas setelah adanya perdamaian antara korban dengan pelaku, bagaimana eksistensi perdamaian dalam kecelakaan lalu lintas dalam putusan Pengadilan Negeri Medan dan bagaimana kebijakan hukum dalam perdamaian kecelakaan lalu lintas. Metode penelitian yang digunakan adalah penelitian deskriptif yaitu penelitian yang bersifat menemukan fakta-fakta seadanya (fact finding). Dalam melakukan langkah-langkah penelitian deskriptif tersebut perlu diterapkan pendekatan masalah sehingga masalah yang akan dikaji menjadi lebih jelas dan tegas. Pendekatan masalah tersebut dilakukan melalui cara Yuridis Normatif dan Yuridis Empiris. Metode pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian studi kepustakaan (library research), untuk memperoleh data primer, data ini diperoleh dengan menggunakan teknik wawancara dan menggunakan teknik sampel (sampling). Peraturan perundang-undangan yang mengatur mengenai kecelakaan lalu lintas diatur dalam KUHP dan juga Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan. Sebagai pelaksanaan asas lex specialis derogate lex generalis, maka ketentuan yang berlaku saat ini adalah Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan. Dalam undang-undang ini,  perdamaian yang telah dilakukan oleh korban dengan pelaku dalam kecelakaan lalu lintas tidak menggugurkan tuntutan pidana terhadap pelaku. Sementara dalam sistem pemidanaan, belum ada pengaturan mengenai kewajiban hakim untuk mempertimbangkan perdamaian dalam putusan hakim sehingga masih terdapat perbedaan eksistensi perdamaian dalam putusan hakim. Dalam putusan hakim pengadilan Negeri Medan, tidak semua perdamaian dalam kecelakaan lalu lintas dijadikan sebagai salah satu pertimbangan dalam menjatuhkan pidana.   Eksistensi perdamaian tersebut tidak dapat dijadikan sebagai alasan menghapus pidana, melainkan sebagai alasan yang meringankan pidana bagi terdakwa.. Dalam kecelakaan lalu lintas,  kebijakan hukum pidana lebih dititikberatkan kepada kebijakan penal melalui pemberian pidana. Sementara kebijakan non penal lebih diarahkan pada pencegahan terhadap terjadinya kecelakaan lalu lintas.    
PERANAN KEPOLISIAN DALAM PENYIDIKAN KASUS KECELAKAAN LALU LINTAS YANG MENGAKIBATKAN LUKA BERAT DAN KEMATIAN (STUDI KASUS DI POLRESTA PEMATANG SIANTAR) Ramadan Ramadan; Edi Warman; Liza Erwina
Jurnal Mahupiki Vol 2, No 1 (2014)
Publisher : Jurnal Mahupiki

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (237.542 KB)

Abstract

PERANAN KEPOLISIAN DALAM PENYIDIKAN KASUS KECELAKAAN LALU LINTAS YANG MENGAKIBATKAN LUKA BERAT DAN KEMATIAN (STUDI KASUS DI POLRESTA PEMATANG SIANTAR)     RAMADAN Prof.Dr.Ediwarman,SH,M.HUM Liza Erwina,SH,M.HUM Abstrak Undang-undang RI Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan telah lama disosialisasikan, tetapi angka kecelakaan dan pelanggaran  lalu lintas di Indonesia tetap tinggi. Polisi sebagai bagian dari aparat penegak hukum merupakan salah satu subsistem yang bertugas dalam bidang penyidik dan penyelidik tindak pidana seperti halnya dalam penyidikan kasus kecelakaan lalu lintas. Permasalahan yang diangkat dan dibahas dalam skripsi ini adalah bagaimana aturan hukum kecelakaan berlalu lintas sebagai tindak pidana kelalaian yang menyebabkan kematian pada orang lain? Bagaimana peranan kepolisian dalam penyidikan kasus kecelakaan berlalu lintas yang menyebabkan kematian? Bagaimana upaya polisi dalam menanggulangi kasus kecelakaan berlalu lintas yang menyebabkan kematian? Adapun tujuan penulisan skripsi ini adalah untuk mengetahui  peranan kepolisian dalam penyidikan kasus kecelakaan lalu lintas yang mengakibatkan kematian (studi kasus di Polresta Pematang Siantar). Metode dalam penulisan skripsi ini adalah deskriptif-normatif yang bersifat kualitatif. Pendekatan yang digunakan adalah konseptual. Materi penelitian diambil dari data primer dan data sekunder, kemudian dianalisis secara kualitatif untuk menjawab permasalahan penelitian. Peran kepolisian dalam melakukan penyidikan kasus kecelakaan lalu lintas yang menyebabkan kematian korban yaitu dengan memproses laporan/informasi, mendatangi tempat kejadian perkara, melakukan permintaan visum et repertum, membuat  berita acara pemeriksaan di TKP dengan melakukan pemanggilan, penangkapan, penahanan, pemeriksaan, penyitaan barang bukti, pemberkasan perkara. Upaya yang dilakukan polisi untuk menanggulangi kecelakaan lalu lintas yaitu dengan cara penal dan non penal. Pihak kepolisian segera mendatangi lokasi tempat kejadian kecelakaan lalu lintas sehingga segera mendapatkan barang bukti dan saksi-saksi yang akan mempermudah dalam proses penyusunan berkas perkara.  
KAJIAN YURIDIS PEMBUKTIAN KEJAHATAN MAYANTARA (CYBERCRIME) DALAM LINGKUP TRANSNASIONAL (Studi Putusan) Evi Lestari; Edi Warman; Rafiqoh Lubis
Jurnal Mahupiki Vol 3, No 1 (2014)
Publisher : Jurnal Mahupiki

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (382.825 KB)

Abstract

ABSTRAK Evi Lestari Situmorang* Kejahatan mayantara (cybercrime) merupakan kejahatan yang terjadi di dunia maya (cyberspace) yang tidak mengenal batas yurisdiksi serta penggunaan internet oleh siapa saja dan kapan saja saja di seluruh dunia. Sehingga dapat digolongkan bahwa kejahatan mayantara (cybercrime) termasuk kejahatan transnasional. Oleh karena sifatnya yang transnasional, pembuktian kejahatan mayantara (cybercrime) juga menjadi hal yang membutuhkan perhatian bagi negara Indonesia dalam rangka penegakan hukum serta menentukan yurisdiksi kejahatan transanasional ini sesuai Hukum Acara yang berlaku di Indonesia. Berdasarkan latar belakang di atas diangkatlah beberapa permasalahan yaitu: bagaimanakah  eksistensi kejahatan mayantara (cybercrime), bagaimanakah  kejahatan mayantara (cybercrime) dalam hukum pidana positif  di Indonesia, serta bagaimanakah pembuktian kejahatan mayantara (cybercrime) dalam lingkup transnasional. Penelitian skripsi ini merupakan penelitian hukum normatif  atau penelitian yuridis normatif yaitu penelitian ilmiah untuk menemukan kebenaran berdasarkan logika keilmuan hukum dari sisi normatifnya. Penelitian ini menitikberatkan pemakaian bahan pustaka dan data sekunder. Data sekunder tersebut terdiri atas bahan hukum primer, bahan hukum sekunder, dan bahan hukum tertier. Pembuktian kejahatan mayantara (cybercrime) dalam lingkup transnasional yang terjadi di Indonesia menggunakan sistem pembuktian berdasarkan undang-undang secara negatif. Diakuinya alat bukti elektronik sebagai alat bukti yang sah dalam hukum acara Indonesia telah diatur pula di beberapa undang-undang. Munculnya kejahatan mayantara (cybercrime) ini disebabkan oleh faktor kesadaran hukum masyarakat yang kurang, faktor keamanan pelaku dalam melakukan kejahatan, faktor budaya hukum, dan masih kurangnya aparat penegak hukum yang memiliki kemampuan dalam hal cybercrime, serta peraturan perundang-undangan yang belum berlaku secara efektif dalam menanggulangi kejahatan tersebut. Kebijakan penanggulangan kejahatan ini dapat ditempuh dengan pendekatan penal dan non penal. [1] * Penulis, Mahasiswi Departemen Hukum Pidana Universitas Sumatera Utara.
PERTANGGUNGJAWABAN PIDANA TERHADAP PELAKU TINDAK PIDANA PEMBUJUKAN ANAK MELAKUKAN PERSETUBUHAN DARI PERSPEKTIF VIKTIMOLOGI (Analisis Putusan Pengadilan Negeri Medan No. 1518/Pid.B/2014/PN.Mdn; Putusan Pengadilan Negeri Medan No.1840/Pid.B/2014/PN.Mdn, dan Nesya Yulya; Edi Warman; Rafiqoh Lubis
Jurnal Mahupiki Vol 1, No 01 (2015)
Publisher : Jurnal Mahupiki

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (384.663 KB)

Abstract

ABSTRAK Nesya Yulya* Prof.Dr. Ediwarman, SH, M.Hum.** Rafiqoh Lubis, SH, M.Hum.*** Anak merupakan pihak yang sangat lemah secara sosial dan hukum, sehingga sering dijadikan bahan eksploitasi dan tindak kekerasan. Belakangan ini, banyak sekali terjadi kasus kejahatan seksual terhadap anak di Indonesia yang dilakukan oleh orang-orang terdekat anak seperti orang tua, guru, pacar, teman dan lain-lain. Data yang dikumpulkan oleh Pusat Data dan Informasi Komisi Nasional Indonesia dari tahun 2010 hingga tahun 2014 tercatat sebanyak 21.869.797 kasus pelanggaran hak anak, yang tersebar di 34 provinsi. Sebesar 42-58% dari pelanggaran hak anak itu, merupakan kejahatan seksual terhadap anak, selebihnya adalah kasus kekerasan fisik dan penelantaran anak. Keadaan di atas yang kemudian memunculkan pertanyaan bagi penulis yang kemudian diangkat menjadi rumusan masalah dalam penulisan skripsi ini yaitu bagaimana Pengaturan yang mengatur tentang Tindak Pidana pembujukan anak untuk melakukan persetubuhan, bagaimana faktor penyebab terjadinya Tindak Pidana pembujukan anak untuk melakukan persetubuhan dan bagaimana pertanggungjawaban terhadap pelaku pembujukan anak untuk melakukan persetubuhan apakah sudah memberikan perlindungan terhadap anak dalam putusan pengadilan. Metode pendekatan yang dipergunakan dalam penelitian ini adalah penelitian yuridis normatif, dilakukan penelitian terhadap peraturan perundang-undangan, putusan pengadilan dan berbagai literatur yang berkaitan dengan permasalahan skripsi ini. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa pengaturan hukum yang mengatur tentang tindak pidana persetubuhan terhadap anak dibawah umur dapat dikaji dari KUHP dan UU No.21 Tahun 2007 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang. Sedangkan tindak pidana pembujukan anak untuk melakukan persetubuhan diatur dalam UUNo.23 Tahun 2002 jo. UU No.35 Tahun 2014 tentang Perubahan atas UU No.23 Tahun 2002 tentang Perlindungan anak. Faktor-faktor penyebab terjadinya tindak pidana pembujukan anak untuk melakukan persetubuhan dapat dikategorikan ke dalam dua faktor yaitu faktor internal dan faktor eksternal. Majelis Hakim dalam memutus kasus pembujukan anak untuk melakukan persetubuhan cenderung menghukum para terdakwa dengan Pasal 81 ayat (2) UU No.23 tahun 2002 tentang perlindungan anak. * Mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara Departemen Hukum Pidana ** Dosen Pembimbing I/Staf Pengajar Departemen Hukum Pidana Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara ***  Dosen Pembimbing II/Staf Pengajar Departemen Hukum Pidana Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara
ANALISIS PENJATUHAN PUTUSAN BEBAS (VRIJSPRAAK) TERHADAP TERDAKWA TINDAK PIDANA NARKOTIKA (Studi Putusan PN Tebing Tinggi Nomor: 701/Pid.B/2010/PN-TTD jo. Putusan MARI Nomor : 2280 K/Pid.Sus/2012) Edi Warman; Nurmala Waty
Jurnal Mahupiki Vol 1, No 02 (2016)
Publisher : Jurnal Mahupiki

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (586.328 KB)

Abstract

ABSTRAK Olivia Intan Maria Sinurat* Prof. Dr. Ediwarman,SH., M.Hum ** Nurmalawaty, SH., M.Hum *** Tindak pidana narkotika merupakan tindak pidana yang termasuk ke dalam kejahatan luar biasa. Putusan bebas khususnya dalam kasus narkotika selalu menjadi hal yang kontroversial dalam masyarakat, karena seorang pelaku dalam tindak pidana narkotika merupakan seseorang yang dipandang tercela. Bahkan dalam Undang-Undang Narkotika sanksi pidana terberat yang dapat dijatuhkan kepada pelaku tindak pidana narkotika adalah pidana mati. Putusan bebas yang dijatuhkan atas kasus narkotika pasti menimbulkan pertanyaan, apa yang menjadi dasar pertimbangan Hakim dalam menjatuhkan putusan bebas, khususnya dalam kasus narkotika. Hal inilah yang menimbulkan pertanyaan bagi penulis yang kemudian diangkat menjadi rumusan permasalahan, yaitu bagaimana pengaturan hukum mengenai penjatuhan putusan bebas dalam tindak pidana narkotika, faktor yang menyebabkan Hakim menjatuhkan putusan bebas dalam tindak pidana narkotika dan apa kebijakan hukum bagi terdakwa yang telah dijatuhkan putusan bebas. Untuk menjawab masalah tersebut maka metode yang penulis gunakan adalah menggunakan metode penelitian hukum normative yaitu dengan melakukan penelitian kepustakaan yakni penelitian yang dilakukan dengan meneliti bahan-bahan kepustakaan, khususnya perundang-undangan dan kepustakaan hukum serta melakukan wawancara langsung dengan obyek yang berhubungan. Pengaturan mengenai penjatuhan putusan bebas dalam tindak pidana narkotika dikaji secara terpisah, yaitu dari KUHAP yang mengatur mengenai penjatuhan putusan bebas yang diatur dalam Pasal 191 ayat (1) KUHAP dan dari undang-undang narkotika, yang mana pengaturan mengenai tindak pidana narkotika diatur dalam Undang-undang Nomor 9 Tahun 1976, yang kemudian digantikan dengan Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1997, yang kemudian diganti lagi dengan Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 yang berlaku sampai saat ini. Dalam Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 ini pengaturan mengenai tindak pidana narkotika diatur dalam Pasal 111 sampai dengan Pasal 148. Adapun faktor-faktor yang menyebabkan Hakim menjatuhkan putusan bebas dalam tindak pidana narkotika adalah apabila tidak memenuhi asas pembuktian menurut undang-undang secara negatif dan apabila tidak memenuhi asas batas minimum pembuktian. Kebijakan hukum bagi terdakwa yang telah dijatuhi putusan bebas adalah berhak menuntut ganti kerugian dan rehabilitasi (pemulihan nama baik).  
Analisis Yuridis Kewenangan Densus 88 Dalam Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme Di Indonesia Dalam Perspektif Kriminologi Kristin Manurung; Edi Warman; Mahmud Mulyadi
Jurnal Mahupiki Vol 1, No 01 (2017)
Publisher : Jurnal Mahupiki

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

ABSTRAKSIKristin Jones Manurung*1Ediwarman**Mahmud Mulyadi***Tindak pidanaTerorisme merupakan tindak pidana luar biasa (extra ordinarycrime) sehingga membutuhkan penanganan yang luar biasa pula (extra ordinarymeasures). Di Indonesiapemberantasan Tindak Pidana Terorisme dilakukan olehDensus 88 yang merupakan satuan khusus dari Kepolisian Republik Indonesia.Dalam beberapa kasus penanganan terorisme yang dilakukan oleh Densus 88seringkali terduga teroris meninggal dunia ditangan Densus 88 tanpa melewati prosesperadilan pidana terlebih dahulu. Hal ini menimbulkan polemik dikalanganmasyarakat karena dianggap merupakan pelanggaran terhadap Hak Asasi Manusia.Hal inilah yang menimbulkan pertanyaan bagi penulis yang kemudian diangkatmenjadi rumusan permasalahan, yaitu bagaimanakahpengaturan hukum mengenaikewenangan Densus 88 dalam Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme,Apakahfaktorpenyebabterjadinya tindak pidana terorismedanbagaimanakahkebijakanhukumpidana terhadap penyalahgunaan wewenang yang dilakukan Densus 88 dalampemberantasan tindak pidana terorisme.Untuk menjawab masalah tersebut maka metode yang penulis gunakanadalahmenggunakan metodepenelitian hukum normatifyaitu dengan melakukan penelitiankepustakaanyaknipenelitian yang dilakukan dengan meneliti bahan-bahankepustakaan, khususnya perundang-undangan dan kepustakaan hukum yang berkaitandengan kewenangan Densus 88 dalam Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme.Pengaturan mengenai kewenangan Densus 88 dalam Pemberantasan TindakPidana Terorisme dapat kita lihat dalam Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2003tentang tindak Pidana Terorisme, dalam beberapa hal yang tidak diatur dalamUndang-Undang Terorisme juga digunakan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana(KUHP), Densus 88 juga tunduk pada Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2002 tentangkepolisian Negara Republik Indonesia.Adapunfaktor-faktor yang menyebabkanterjadinya tindak pidana terorisme merupakan akumulasi dari beberapa faktor sepertifaktor psikologis, ekonomi, politik,agama, sosiologis, ideologi dan pahamradikalisme.Kebijakan hukum pidana terhadap penyalahgunaan wewenang yangdilakukan Densus 88 dalam pemberantasan tindak pidana terorisme dapat dilakukanmelalui sarana non penal dan penal.
AJIAN HUKUM MENGENAI PERAN KEPOLISIAN DALAM PENANGGULANGAN TINDAK PIDANA PENCUCIAN UANG (Studi di Kepolisian Daerah Sumatera Utara (POLDASU) ) Jeremia Sipahutar; Edi Warman; Mahmud Mulyadi
Jurnal Mahupiki Vol 1, No 01 (2017)
Publisher : Jurnal Mahupiki

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (388.294 KB)

Abstract

ABSTRAKJeremia Sipahutar*Ediwarman**Mahmud Mulyadi***Kegiatan pencucian uang sangat merugikan masyarakat dan Negara karenadapatmempengaruhi atau merusak stabilitas perekonomian nasional serta keuangan Negaradanjuga membahayakan sendi-sendi kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegaraberdasarkan Pancasila dan Undang-Undang DasarRepublik Indonesia1945. Penulisanskripsi ini bertujuan untuk mengetahui dasar hukum yang berkaitan dengan tindak pidanapencucian uang, peran Kepolisian di wilayah hukum kota medan terhadap tindak pidanapencucian uang dan faktor-faktor penghambat Kepolisian dalam menanggulangi tindakpidana pencucian uang.Penelitian ini menggunakan metode pendekatan kualitatif deskriptif danmenggunakan metode pengumpulan data dengan cara studi kepustakaan(Library Research),yang berasal dari buku-buku, makalah-makalah,situs internet maupun peraturan perundang-undangan yang terkait dengan judul skripsi ini. Peneliti juga melakukan Studi lapangan(Field Research) dengan melakukan Wawancara Terarah (Direct Interview) dan observasiyang dilakukan di Kepolisian Daerah Sumatera Utara (Poldasu).Peran kepolisian dalam pelaksanaan tugasnya sebagai penegakan hukum terdapathambatan-hambatan yaitu baik dari faktor internal maupun faktor eksternal. Peranankepolisian dalam menanggulangi tindak pidana pencucian uangmeliputi upaya pre-entif,upaya prefentif dan upaya represif. Peraturan yang terkait tindak pidana pencucian uang iniberdasarkan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2010 tentang pencegahan dan pemberantasantindak pidana pencucian uang di Indonesia.Upaya Penal(represif) dan upaya non-penal(preventif) yang dapat dilakukan Kepolisian untuk menanggulangi tindak pidana pencucianuangdalamrangka menjalankan tugasnya sebagai aparat Negara yang memelihara keamanandan ketertiban masyarakat, menegakkan hukum, sertamelindungi, mengayomi dan melayanimasyarakat didasarkan pada Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2002 tentang KepolisianNegaraRepublikIndonesia
ANALISIS HUKUM MENGENAI PENY ALAHGUNAAN NARKOTIKA OLEH ANAK DALAM PERSPEKTIF KRIMINOLOGI (STUDI PUTUSAN N o. 311 K/PID.SUS/2014) ROBBY IRSAN; Edi Warman; Mahmud Mulyadi
Jurnal Mahupiki Vol 1, No 01 (2017)
Publisher : Jurnal Mahupiki

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (355.014 KB)

Abstract

ABSTRAKSIMasalah penyalahgunaan narkoba telah menjadi masalah nasionalmaupun masalah internasional yang tidak pernah henti-hentinya dibicarakan.Hampir setiap hari terdapat berita mengenai masalah penyalahgunaannarkoba.Penyalahgunaan narkoba dapat menimbulkan kerusakan fisik, mental, emosimaupun sikap dalam masyarakat. Lebih memprihatinkan lagi bahwa narkobabahkan telah mengancam masa depan anak.Penelitian ini bertujuanuntuk mengetahui bagaimana pengaturanhukummengenai penyalahgunaan narkotika oleh anak,mengetahui faktor penyebabterjadinya penyalahgunaan narkotika oleh anak,mengetahui kebijakan hukumpidana dalam upaya pencegahan terhadap penyalahgunaan narkotika oleh anak.Analisis data yang dipergunakan dalam penelitian ini adalahPenelitianhukum normatifyaitumenggunakan berbagai data sekunder seperti peraturanperundang-undangan, keputusan pengadilan, teori hukum, buku-buku hukum,jurnal-jurnal hukum, karya tulis yang dimuat di media massa yang berkaitandengan tindak pidana yang dilakukan oleh anak dan berupa pendapat para sarjanadengan melakukan penelitian berdasarkan asas-asas hukum serta menganalisaputusanNomor311 K/PID.SUS/2014 mengenai kasus yang dilakukan oleh pelakuyang masih dibawah umur..Kesimpulan pokok yang dapat diambil dari penulisanskripsiini adalahbahwafaktor-faktor penyebab penyalahgunaan narkotika di kalangan remaja yaitu: Faktor yang berasal dari diri remaja itu sendiri.Upaya penanggulanganpenyalahgunaan narkotika padaremaja yang dilakukan dengan sarana penal dannon penal.Perlu peningkatan aktivitas pengawasan oleh orangtua, para guru danlembaga-lembaga lainnya yang berkaitan dengan pendidikan anak-anak, remajadan dewasa.
ELAKSANAAN UPAYA PAKSA PENGGELEDAHAN OLEH PENYIDIK POLRI DALAM TINDAK PIDANA PENYALAHGUNAAN NARKOTIKA (STUDI KASUS DI POLDA SUMUT) Lydia Lestarica; Edi Warman; Edi Yunara
Jurnal Mahupiki Vol 1, No 01 (2017)
Publisher : Jurnal Mahupiki

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (611.181 KB)

Abstract

ABSTRAKLidya Lestarica1Ediwarman**Edi Yunara***Penggeledahan merupakan bagian pengusutan atau penyidikan. Penggeledahan merupakan suatu tindakan penguasa untuk membatasi kebebasan orang, yaitu melanggar ketentraman rumah kediaman. Tindakan penggeledahan ini bisa saja diambil atas dasar dugaan. Oleh kar ena itu, seseorang bisa saja sewaktu-waktu digeledah untuk kepentingan penyelidikan dan penegakan hukum. Bahkan penggeledahan ini bisa saja berujung pada penahanan. Meskipun tindakan penggeledahan biasanya dilakukan pada orang yang telah ditetapkan sebagaitersangka atau terdakwa, tetapi jika seseorang suatu saat digeledah belum berarti seseorang tersebut telah menjadi tersangka, terdakwa ataupun terpidana. Tindakan penggeledahan ini bisa dilakukan terhadap siapapun. Karena langsung menyangkut hak asasi seseorang, maka penggeledahan harus dilakukan sesuai undang-undang. Pengaturan mengenai penggeledahan diatur dalam Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana.Permasalahan yang dibahas adalah mengenai aturan hukum mengenai upaya paksa penggeledahan terhadap penyalahgunaan narkotika, pelaksanaan upaya paksa penggeledahan oleh penyidik POLRI terhadap penyalahgunaan narkotika, dan  Standar Operasional Prosedur (SOP) Penggeledahan penyidik POLRI POLDA SUMUT serta hambatan dan upaya penanggulangan penggeledahan terhadap tindak pidana penyalahgunaan narkotika di wilayah hukum POLDA SUMUT.  Penelitian ini adalah penelitian hukum yang bersifat yuridis-normatif yaitu dengan menggunakan pendekatan Undang-Undang terhadap penyelesaian kasus-kasus penggeledahan penyalahgunaan narkotika. Sumber data yang digunakan di  dalam penelitian berupa bahan hukum primer dan ataupun bahan hukum sekunder yang ada hubungan dengan permasalahan yang dibahas dalam skripsi ini. Kemudian dalam menganalisis dilakukan  secara kualitatif yaitu apa yang diperoleh dari penelitian dilapangan secara tertulis dipelajari secara utuh dan menyeluruh (komprehensif).Hasil penelitian ini adalah pengertian upaya paksa penggeledahan serta tujuan pelaksanaan upaya paksa penggeledahan untuk mencari alat pembuktian dan menemukan pelaku tindak pidana, penggeledahan harus ada surat izin Ketua Pengadilan Negeri setempat, penyidik membawa surat tugas, setiap penggeledahan harus ada pendamping, penyidik membuat Berita Acara Penggeledahan, penjagaan rumah/tempat. Pembahasan skripsi ini juga menerangkan hambatan-hambatan yang terjadi dalam penggeledahan beserta dengan upaya penanggulangan hambatan tersebut.
ANALISIS PENYEBAB BERTAMBAHNYA KASUS TINDAK PIDANA PENCURIAN YANG DILAKUKAN KARYAWAN PTPN II DITINJAU DARI PERSPEKTIF KRIMINOLOGI Nurmalita Rahmi Harahap; Edi Warman; Edi Yunara
Jurnal Mahupiki Vol 1, No 01 (2017)
Publisher : Jurnal Mahupiki

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (313.157 KB)

Abstract

ABSTRAK Masalah pencurian merupakan persoalan yang sudah sering terjadi. Masalah ini semakin menarik untuk diteliti karena tindak pidana pencurian yang terjadi ini dilakukan oleh karyawan sebuah perusahaan milik negara yaitu  PT. Perkebunan Nusantara II. Adanya tindak pidana pencurian ini tentunya sangat merugikan pihak perusahaan tersebut. Sehingga untuk mengantisipasi hal ini agar tidak terulang lagi maka perlu mengetahui ketentuan hukum yang mengatur mengenai masalah tindak pidana pencurian di dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana terutama termuat di dalam Buku II Pasal 362 s/d 367 yang mengatur tindak pidana pencurian dan ketentuan di dalam Peraturan Perusahaan yang dibuat PT. Perkebunan Nusantara II untuk diterapkan terhadap karyawan yang melakukan tindak pidana pencurian. Serta diteliti secara mendalam apa saja yang menjadi faktor penyebab terjadinya pidana pencurian yang dilakukan karyawan perusahaan dan juga upaya penanggulangan kejahatan. Metode yang digunakan adalah yuridis normatif dengan mendapatkan data yang berhubungan dengan penelitian yang diperoleh dari berbagai sumber. Dalam pengumpulan data Penulis mengadakan penelitian kepustakaan (Library Research) dan penelitian lapangan (Field Research). Penelitian dilakukan di PT. Perkebunan Nusantara II. Data pokok dalam penelitian ini adalah data sekunder meliputi bahan hukum primer yaitu Kitab Undang-Undang Hukum Pidana, bahan hukum sekunder yaitu bahan yang memberikan penjelasan mengenai bahan hukum primer seperti buku-buku, bahan hukum tersier yaitu bahan yang memberikan petunjuk maupun penjelasan terhadap bahan hukum primer dan sekunder seperti kamus bahasa maupun kamus hukum. Penyebab terjadinya tindak pidana pencurian yang dilakukan karyawan PT. Perkebunan Nusantara II disebabkan oleh faktor internal dan eksternal. Faktor eksternal  antara lain faktor ekonomi, faktor lingkungan dan pergaulan, dan faktor manajemen perusahaan. Faktor internal antara lain faktor daya emosional, faktor rendahnya moral, dan faktor jenis kelamin.  Berdasarkan faktor-faktor penyebab terjadinya tindak pidana pencurian yang dilakukan karyawan PT. Perkebunan Nusantara II yang telah disebutkan sebelumnya, maka diambil cara-cara atau upaya-upaya penanggulangan kejahatan. Upaya penanggulangan kejahatan yang dilakukan perusahaan terdiri dari upaya penal dan upaya non penal.