Claim Missing Document
Check
Articles

Found 15 Documents
Search

Implementasi Perjanjian Perkawinan Sebelum, Saat Dan Sesudah Perkawinan Masri , Esther; Wahyuni , Sri
Jurnal Kajian Ilmiah Vol. 21 No. 1 (2021): Januari 2021
Publisher : Lembaga Penelitian, Pengabdian Kepada Masyarakat dan Publikasi (LPPMP)

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (126.845 KB) | DOI: 10.31599/jki.v21i1.310

Abstract

Marriage agreement is an agreement made by the parties before and during the marriage which includes everything that is not limited to property but can also include other things outside of property. Since the decision of the constitutional court number 69/PUU-XIII/2015 the meaning of the marriage agreement has been loosened so that the marriage agreement can not only be made before, when the marriage is carried out but can be made as long as it is in the marriage bond as long as it does not violate the applicable legal rules, religious rules and norms decency. In the marriage agreement, the two parties namely the husband and wife can declare their will and agree on assets and separate assets. In this study the authors used a normative legal approach, namely a study using a statutory approach and descriptive analytical research characteristics. It can be concluded, based on the decision of the constitutional court number 69/PUU-XIII/2015, a marriage agreement can not only be made before, when a marriage is held, but can be made after a marriage is carried out to protect the constitutional rights of citizens and human rights. Keywords: Marriage, Marriage Agreement, Property Abstrak Perjanjian perkawinan adalah perjanjian yang dibuat oleh para pihak sebelum dan saat dilangsungkan perkawinan yang mencakup segala sesuatu yang tidak terbatas pada harta benda tetapi juga dapat mencakup hal lain di luar harta benda. Sejak adanya Putusan Mahkamah Konstitusi nomor 69/PUU-XIII/2015 makna perjanjian perkawinan semakin dilonggarkan sehingga perjanjian perkawinan tidak hanya dapat dibuat sebelum, saat dilangsungkan perkawinan namun dapat dibuat sepanjang dalam ikatan perkawinan, asalkan tidak melanggar aturan hukum yang berlaku, aturan agama dan norma kesusilaan. Dalam perjanjian kawin, kedua pihak yakni suami istri dapat menyatakan kehendak dan bersepakat terhadap harta kekayaan untuk melakukan penyatuan harta, dan pemisahan harta. Dalam penelitian ini, penulis menggunakan pendekatan hukum normatif yaitu suatu penelitian dengan menggunakan pendekatan perundang-undangan dan sifat penelitian deskriptif analitis. Dapat disimpulkan, berdasarkan Putusan Mahkamah Konstitusi nomor 69/PUU-XIII/2015, perjanjian perkawinan tidak hanya dapat dibuat sebelum, saat dilangsungkan perkawinan namun dapat dibuat setelah dilaksanakan suatu perkawinan untuk menjaga hak-hak konstitusional warga negara dan hak asasi manusia. Kata kunci: Perkawinan, Perjanjian Perkawinan, Harta Benda
PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP BARANG PENUMPANG DI BAGASI PESAWAT TERBANG DALAM RANGKA MEWUJUDKAN KETAHANAN NASIONAL Sri Wahyuni; Esther Masri
Jurnal Hukum dan Bisnis (Selisik) Vol 7 No 1 (2021): Juni 2021
Publisher : Program Magister Ilmu Hukum Universitas Pancasila

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (81.915 KB) | DOI: 10.35814/selisik.v7i1.2399

Abstract

This research is motivated by the occurrence of several cases of lost items in aircraft luggagewhich have caused losses and have an impact on the trust of the Indonesian people and theinternational community in the security of the Indonesian aviation industry. This study aims todetermine how the legal protection of passenger items in aircraft baggage in order to achievenational resilience. Regarding the concept of national resilience, it is a dynamic condition of anation that contains resilience in facing challenges that can endanger the integrity of theIndonesian nation's survival based on the principle of national resilience and the provisions ofLaw Number 8 of 1999 concerning Consumer Protection and Aviation Law. The researchmethod used is a normative legal research method, thus this study will analyze cases of lostitems in aircraft baggage in accordance with applicable laws and regulations. Based on theresults of research and analysis, it can be concluded that the legal protection of passenger goodsdivided by aircraft has not been fulfilled properly, especially regarding the amount ofcompensation value, this is an important point for providing solutions to create security andpublic trust in the aviation industry in order to achieve national resilience
Implementasi Perjanjian Perkawinan Sebelum, Saat Dan Sesudah Perkawinan Esther Masri; Sri Wahyuni
Jurnal Kajian Ilmiah Vol. 21 No. 1 (2021): Januari 2021
Publisher : Lembaga Penelitian, Pengabdian Kepada Masyarakat dan Publikasi (LPPMP)

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (126.845 KB) | DOI: 10.31599/jki.v21i1.310

Abstract

Marriage agreement is an agreement made by the parties before and during the marriage which includes everything that is not limited to property but can also include other things outside of property. Since the decision of the constitutional court number 69/PUU-XIII/2015 the meaning of the marriage agreement has been loosened so that the marriage agreement can not only be made before, when the marriage is carried out but can be made as long as it is in the marriage bond as long as it does not violate the applicable legal rules, religious rules and norms decency. In the marriage agreement, the two parties namely the husband and wife can declare their will and agree on assets and separate assets. In this study the authors used a normative legal approach, namely a study using a statutory approach and descriptive analytical research characteristics. It can be concluded, based on the decision of the constitutional court number 69/PUU-XIII/2015, a marriage agreement can not only be made before, when a marriage is held, but can be made after a marriage is carried out to protect the constitutional rights of citizens and human rights. Keywords: Marriage, Marriage Agreement, Property Abstrak Perjanjian perkawinan adalah perjanjian yang dibuat oleh para pihak sebelum dan saat dilangsungkan perkawinan yang mencakup segala sesuatu yang tidak terbatas pada harta benda tetapi juga dapat mencakup hal lain di luar harta benda. Sejak adanya Putusan Mahkamah Konstitusi nomor 69/PUU-XIII/2015 makna perjanjian perkawinan semakin dilonggarkan sehingga perjanjian perkawinan tidak hanya dapat dibuat sebelum, saat dilangsungkan perkawinan namun dapat dibuat sepanjang dalam ikatan perkawinan, asalkan tidak melanggar aturan hukum yang berlaku, aturan agama dan norma kesusilaan. Dalam perjanjian kawin, kedua pihak yakni suami istri dapat menyatakan kehendak dan bersepakat terhadap harta kekayaan untuk melakukan penyatuan harta, dan pemisahan harta. Dalam penelitian ini, penulis menggunakan pendekatan hukum normatif yaitu suatu penelitian dengan menggunakan pendekatan perundang-undangan dan sifat penelitian deskriptif analitis. Dapat disimpulkan, berdasarkan Putusan Mahkamah Konstitusi nomor 69/PUU-XIII/2015, perjanjian perkawinan tidak hanya dapat dibuat sebelum, saat dilangsungkan perkawinan namun dapat dibuat setelah dilaksanakan suatu perkawinan untuk menjaga hak-hak konstitusional warga negara dan hak asasi manusia. Kata kunci: Perkawinan, Perjanjian Perkawinan, Harta Benda
URGENSI PENCEGAHAN PERUNDUNGAN DUNIA MAYA (CYBERBULLYING) TERHADAP PELAJAR Rabiah Al Adawiah; Esther Masri
Abdi Bhara Vol 1 No 1 (2022): Juni 2022
Publisher : Fakultas Hukum Universitas Bhayangkara Jakarta Raya

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (516.286 KB) | DOI: 10.31599/abhara.v1i1.1172

Abstract

Perundungan dunia maya (Cyberbullying) telah menjadi fenomena yang mengkhawatirkan dalam satu dekade terakhir, terutama di kalangan pelajar. Cyberbullying merupakan bentuk baru dari bullying yang melibatkan penggunaan media elektronik. Berbeda dengan bentuk-bentuk bullying lainnya, cyberbullying mencapai audiens yang jauh lebih luas dengan kecepatan tinggi, melampaui batas waktu dan ruang fisik dan pribadi. Dampak kasus cyberbullying lebih dahsyat daripada perundungan biasa, karena meninggalkan rekam digital seperti foto, video, dan tulisan sehingga ingatan dan rasa malu bagi korban akan terus ada selama jejak digital tersebut diakses oleh orang lain. Oleh karena itu, pentingnya upaya pencegahan agar dapat terhindar dan tidak terjerumus dalam bahaya dan dampak cyberbullying beserta aspek hukum yang mengaturnya. Kegiatan yang dilakukan di kalangan pelajar berupa penyuluhan melalui Webinar merupakan upaya pencegahan (preventif) yang perlu dilakukan agar siswa dapat terhindar dari bahaya dan dampak perundungan dunia maya (cyberbullying) serta aspek hukum yang mengatur jika terjadi tindakan cyberbullying. Tujuan dari kegiatan ini adalah meningkatkan pengetahuan dan pemahaman kepada siswa SMK Industri Nasional 1, Setu Bekasi, agar terhindar dari tindakan cyberbullying baik sebagai pelaku maupun korban.
KEDUDUKAN HARTA BENDA DALAM PERKAWINAN MENURUT UNDANG-UNDANG NOMOR 1 TAHUN 1974 Esther Masri; Otih Handayani
Abdi Bhara Vol 1 No 2 (2022): Desember 2022
Publisher : Fakultas Hukum Universitas Bhayangkara Jakarta Raya

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (654.481 KB) | DOI: 10.31599/abhara.v1i2.1705

Abstract

Harta benda dalam perkawinan sangat dibutuhkan untuk menciptakan kesejahteraan keluarga. Namun, harta tersebut dapat menimbulkan konflik dalam rumah tangga karena pasangan suami istri tidak memahami kedudukan harta dalam perkawinan jika terjadi perceraian dan kematian. Kedudukan harta benda diatur dalam Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan yang mengenal 3 (tiga) macam harta yaitu harta bersama, harta bawaan dan harta perolehan. Harta bersama adalah harta benda yang diperoleh selama perkawinan sedangkan harta bawaan dan perolehan adalah harta bawaan dari masing-masing suami dan istri. Harta benda yang diperoleh suami istri sebagai hadiah atau warisan berada di bawah penguasaan masing-masing sepanjang para pihak tidak menentukan lain. Adanya ketentuan hukum mengenai harta bawaan dan harta perolehan namun dapat dijadikan harta bersama dengan membuat suatu perjanjian perkawinan. Tim pengabdian kepada masyarakat Fakultas Hukum Universitas Bhayangkara melaksanakan kegiatan penyuluhan hukum di Perumahan Citra Villa Mangunjaya Kecamatan Tambun Selatan Kabupaten Bekasi yang secara langsung berinteraksi dengan masyarakat khususnya ibu-ibu di Rukun Warga 028. Tujuan dari kegiatan ini adalah meningkatkan pengetahuan dan pemahaman masyarakat mengenai kepemilikan dan kedudukan harta benda dalam perkawinan, dapat membedakan harta bersama dan harta bawaan sehingga mengetahui hak dan kewajiban masing-masing terhadap harta benda mereka. Hasil kegiatan dibuat dan didokumentasikan dalam bentuk laporan pelaksanaan serta dimuat dalam jurnal ilmiah agar dapat memberikan manfaat di bidang akademis dan dalam tataran praktis
Pertanggungjawaban Wali Dalam Menjalankan Kekuasaan Terhadap Harta Anak Di Bawah Umur Setelah Berakhirnya Perwalian Kartika Gusmawati; Esther Masri; Otih Handayani
Jurnal Hukum Sasana Vol. 9 No. 1 (2023): June 2023
Publisher : Faculty of Law, Universitas Bhayangkara Jakarta Raya

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.31599/sasana.v9i1.2263

Abstract

Wali merupakan orang yang diberikan kewenangan untuk melakukan suatu perbuatan hukum demi melindungi kepentingan anak yang tidak memiliki kedua orang tua atau kedua orang tuanya tidak cakap melakukan perbuatan hukum. Pertanggungjawaban wali terhadap pribadi dan harta anak yang berada di bawah perwaliannya hingga anak tersebut dewasa dan cakap dalam melakukan perbuatan hukum. Metode penelitian yang penulis gunakan adalah yuridis normatif yakni penelitian studi kepustakaan dengan menelaah peraturan perundang-undangan yang berkaitan dengan permasalahan atau isu hukum yang sedang dihadapi. Hasil penelitian penulis bahwa harta anak yang di bawah perwalian berupa benda tetap seperti tanah dan bangunan serta kepemilikan hak atas tanahnya masih atas nama wali maka saat berakhirnya perwalian atau anak dinyatakan dewasa wali berkewajiban dan bertanggung jawab menyerahkan seluruh harta anak tersebut dengan melakukan peralihan hak berupa hibah yang harus dibuatkan akta hibah di hadapan Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT) melalui prosedur hukum yang benar. Kemudian, penerima hibah harus mengurus proses peralihan hak atas tanah ke kantor Badan Pertanahan Nasional agar status hibah tersebut menjadi hak miliknya.
Meningkatkan Kesadaran Hukum Mengenai Pencurian Motor dan Bank Keliling (Plecit) Bagi Masyarakat Di Desa Pusaka Rakyat Carolina Tumanggor, Imelda Anastasya; Kirana , Andi Chandra; Inri, Vanessa; Sartika, Rahfa Dwi; Yunita , Nanda; Karen, Theresia; Elisabet; Nopriando , Welian; Masri, Esther
Abdi Bhara: Jurnal Pengabdian Kepada Masyarakat Vol. 3 No. 1 (2024): Abdi Bhara: Jurnal Pengabdian Kepada Masyarakat
Publisher : Fakultas Hukum Universitas Bhayangkara Jakarta Raya

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.31599/ac7yk911

Abstract

Pengabdian kepada masyarakat melalui Kuliah Kerja Nyata (KKN) merupakan salah satu bentuk kontribusi mahasiswa dalam mengatasi permasalahan yang ada di masyarakat. Kegiatan Kuliah Kerja Nyata (KKN) dengan tema Meningkatkan Kesadaran Hukum Mengenai Pencurian Motor dan Bank Keliling (plecit) Bagi Masyarakat di Desa Pusaka Rakyat yang bertujuan untuk memberikan pemahaman dan kesadaran hukum yang lebih mendalam kepada masyarakat mengenai dua isu hukum yang signifikan. Melalui penyuluhan hukum ini, mahasiswa KKN berupaya meningkatkan kesadaran masyarakat terhadap tindakan pencurian motor yang marak terjadi serta praktik bank keliling (plecit) yang sering merugikan masyarakat. Metode pelaksanaan berupa ceramah dan diskusi yang dilakukan oleh pemateri guna memberikan informasi secara mendalam berkenaan dengan permasalahan yang terkait, serta meningkatkan kesadaran hukum masyarakat terhadap terjadinya tindakan kriminal yakni pencurian kendaraan bermotor di Desa pusaka rakyat, Kec Tarumajaya, Kabupaten Bekasi
POLIGAMI DALAM PERSPEKTIF UNDANG-UNDANG NOMOR I TAHUN 1974 TENTANG PERKAWINAN DAN KOMPILASI HUKUM ISLAM (KHI) Masri, Esther
KRTHA BHAYANGKARA Vol. 13 No. 2 (2019): KRTHA BHAYANGKARA: DECEMBER 2019
Publisher : Fakultas Hukum Universitas Bhayangkara Jakarta Raya

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.31599/krtha.v13i2.7

Abstract

Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan dan Kompilasi Hukum Islam (KHI) mengatur mengenai seorang pria hanya boleh memiliki seorang istri dan seorang wanita hanya boleh memiliki seorang suami, yang dikenal dengan asas monogami. Asas monogami yang dimaksud bukanlah asas monogami mutlak tetapi asas monogami terbuka. Artinya, jika suami tidak mampu berlaku adil terhadap hak-hak istri bila lebih dari seorang maka cukup seorang istri saja. Poligami dibolehkan tentunya dengan pengecualian dan syarat-syarat tertentu. Tidak mudah untuk berpoligami karena keadilan adalah syarat mutlak dan yang terpenting harus dengan persetujuan istri. Kompilasi Hukum Islam juga mengatur ketentuan dan syarat untuk berpoligami bagi umat islam. Ketentuan-ketentuan yang terdapat dalam Undang-Undang perkawinan pada prinsipnya selaras dengan ketentuan hukum islam. Tujuan dari Undang-Undang Perkawinan dan Kompilasi Hukum Islam memberikan ketentuan dan persyaratan terhadap seorang suami untuk menikah lagi agar tidak terjadi sikap sewenang-wenang dari suami terhadap istri-istri (perempuan) demi terciptanya keluarga sakinah, mawaddah dan rahmah. Saat ini di Indonesia banyak terjadi kasus poligami yang tidak dijalankan sesuai prosedur dan bertentangan dengan ketentuan syariah yang dapat membawa kemudharatan terhadap istri dan anak-anak.
PELANGGARAN PRINSIP ITIKAD BAIK DALAM PERJANJIAN ASURANSI PADA P.T. ASURANSI JIWASRAYA CABANG PADANG Masri, Esther
KRTHA BHAYANGKARA Vol. 12 No. 1 (2018): KRTHA BHAYANGKARA: JUNE 2018
Publisher : Fakultas Hukum Universitas Bhayangkara Jakarta Raya

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.31599/krtha.v12i1.33

Abstract

This study uses empirical juridical method where research with a view to legal provisions in practice. This study concerns the basic factors underlying the onset of any breach of the principle of utmost good faith in the insurance agreement as well as how the settlement and legal consequences of the breach of the principle of utmost good faith in the contract of insurance. The author uses the qualitative data analysis to make an assessment of data that authors get on the field with the help of literatures related research. Based on the research that earned the author the P.T. Asuransi Jiwasraya (Persero) Padang Branch that the factors underlying the violation of the principle of utmost good faith can be caused by internal factors (the insurer) is an insurance agent and risk selectors (underwriter) and external factors i.e. insured parties. Violation of the dishonest agents caused the insurer gives a description of the products offered to the prospective insured because only the pursuit of targets and commissions, vice versa the insured provides false information when responding to a question from the insurer. Completion of the offence principle of utmost good faith this is done first by deliberation, if agreement was not reached will proceed through court proceedings. As a result of legal violations of principle of utmost good faith is the insurance agreement void or in other words the insurer has no duty to indemnify if the claims of the insured object.
Kebijakan Anggaran Pangan Berbasis Konstitusi Pangan Sauni, Herawan; Barus, Sonia Ivana; Masri, Esther; Ahmad Saifulloh, Putra Perdana
Jurnal Hukum Sasana Vol. 10 No. 2 (2024): Jurnal Hukum Sasana: December 2024
Publisher : Faculty of Law, Universitas Bhayangkara Jakarta Raya

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.31599/sasana.v10i2.3267

Abstract

Anomali anggaran ketahanan pangan terjadi karena dalam Regulasi Pangan tidak ada standar baku tentang Ketahanan Pangan. Berbeda dengan anggaran pendidikan dalam APBN wajib dianggarkan sekurang-kurangnya 20 persen dari APBN untuk memenuhi kebutuhan penyelenggaraan pendidikan nasional. Penulis berkesimpulan urgensinya anggaran ketahanan pangan untuk pemerataan peningkatan produktivitas, sehingga kapasitas produksi dapat meningkat. sehingga ketahanan pangan tetap terjaga dan distribusi panen lebih merata. Sehingga hal tersebut akan memberikan potensi dampak positif dalam ketahanan pangan. Untuk menjaga agar penataan anggaran tetap sesuai dengan peruntukkannya, maka review rencana anggaran sebelum dilaksanakan tetap diperlukan agar spending review bisa lebih akurat. Fokus utama spending review adalah untuk efisiensi anggaran. Spending review secara lugas menyebut angka yang harus dihemat karena terdapat inefisiensi anggaran. Oleh karena itu, angka inefisiensi yang dihasilkan spending review dapat digunakan sebagai acuan dalam penyusunan anggaran. Ke depan, penataan anggaran yang sudah semakin baik ini perlu diikuti oleh implementasi yang efektif. Dalam hal ini tentu diperlukan koordinasi dan sinergi yang konkrit antarpihak terkait, terutama antara pemerintah di tingkat pusat dan kabupaten/kota. Sinergitas ini perlu terus dibangun dan dimantapkan dalam pembangunan nasional secara berkelanjutan.