Claim Missing Document
Check
Articles

Found 18 Documents
Search

TRADISI MEREAMI BAGI ETNIS BUTON DI DESA BUBU KECAMATAN KAMBOWA KABUPATEN BUTON UTARA Yuslan Irawan; sitti hermina
SANGIA JOURNAL OF ARCHAEOLOGY RESEARCH Vol. 3 No. 1: June 2019
Publisher : Laboratorium Jurusan Arkeologi Fakultas Ilmu Budaya Universitas Halu Oleo

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (619.219 KB) | DOI: 10.33772/sangia.v3i1.577

Abstract

The purpose of this research is to find out and describe the process of implementing the tradition ofreforming, as well as analyzing the symbolic meaning contained in the tradition of reforming. The location of thisresearch is Bubu Village, Kambowa District, North Buton Regency. Determination of informants using purposivesampling technique. Data collection is done through direct observation, in-depth interviews and documentation.Data analysis is carried out in a description through three channels, namely, data reduction, data presentationand conclusion drawing. The results of this study indicate that the tradition of reforming is a tradition intended forpeople who have just had a new vehicle, in the hope that the vehicle can avoid bad things, besides this traditionaims to express gratitude because it has a vehicle and hopes that the fortune will always delegated. There arethree stages in the process of implementing the tradition of reami, namely the initial stages of preparationincluding the mecalentu procession (determining mari good) and the procession of medambai (cooking). Theimplementation stage includes a procession of accusing chickens, chicken slaughter processions, and chickenblood sprinkling processions. The final stage of the haroa included the priest burning incense, reading thecongratulatory prayer, and finally eating together. The symbolic meaning contained in the reami tradition isdivided into two: symbolic meanings of equipment including the meaning of rice, money and eggs, the meaningof fruits, the meaning of native chicken, the meaning of chicken blood, the meaning of incense (comfort), themeaning of rice one plate and eggs 1 seed in gutters . The symbolic meaning of behavior includes the meaningof the day (determination of the day), the meaning of the implementation of reami in the morning, the meaning ofcleaning parts of chicken as much as 3 times and the meaning of raising the sun rising when slaughtering chickens.
PERUBAHAN ADAT PERKAWINAN MASYARAKAT DESA TONGALERE KECAMATAN WAWONII UTARA KABUPATEN KONAWE KEPULAUAN: 1987-2018 Yusriani Yusriani; Abdul Alim; Ajeng Kusuma Wardani; Sitti Hermina
Journal Idea of History Vol 3 No 1 (2020): Volume 3 Nomor 1, Januari - Juni 2020
Publisher : Jurusan Ilmu Sejarah Fakultas Ilmu Budaya Universitas Halu Oleo

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.33772/history.v3i1.1014

Abstract

Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan adat perkawinan masyarakat Desa Tongalere Kecamatan Wawonii Utara Kabupaten Konawe Kepulauan: 1987-2018. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode sejarah menurut Kuntowijoyo dengan tata kerja penelitian sejarah sebagai berikut: (1) Pemilihan Topik, (2) Heuristik sumber (3) Verifikasi sumber, (4) Interpretasi sumber, (5) Historiografi. Hasil penelitian menunjukkan bahwa: (1) Pelaksanaan adat perkawinan masyarakat Desa Tongalere Kecamatan Wawonii Utara terdiri dari beberapa tahap berikut: (a) Melamasi (pelamaran), (b) Mompepanga (peminangan), (c) Kawia (kawin/ijab kabul), (d) Ponteoa (pengantaran). (2) Bentuk perkawinan masyarakat Desa Tongalere Kecamatan Wawonii Utara yaitu (a) Perkawinan meminang (saba), (b) Kawin lari (mompolaisako), (c) Kawin paksa (mompolaisako). (3) Perubahan dalam adat perkawinan masyarakat Desa Tongalere Kecamatan Wawonii Utara yaitu (a) Perlengkapan adat (kolungku sara) yaitu tidak digunakannya talam adat tempat peletakan kolungku sara, (b) Mahar (tinasuka) yaitu berubah dari “boka” menjadi “ringgi” setelah itu menjadi kelapa, (c) Proses pernikahan/perkawinan yaitu dimulai dari pemilihan jodoh sampai dengan ponteoa, namun dengan adanya perubahan proses pemilihan jodoh sudah tidak digunakan lagi. (4) Faktor penyebab terjadinya perubahan pelaksanaan adat perkawinan masyarakat Desa Tongalere yaitu (a) Pengaruh kebudayaan masyarakat lain, (b) Sistem pendidikan yang maju, (c) Transportasi dan informasi.
TRADISI KASEBU MASYARAKAT WASILOMATA DI DESA WASILOMATA II KECAMATAN MAWASANGKA KABUPATEN BUTON TENGAH: 1930-2018 Aris Maeu; Evang Asmawati; Sitti Hermina
Journal Idea of History Vol 3 No 2 (2020): Volume 3 Nomor 2, Juli - Desember 2020
Publisher : Jurusan Ilmu Sejarah Fakultas Ilmu Budaya Universitas Halu Oleo

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.33772/history.v3i2.1124

Abstract

Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan tradisi upacara Kasebu masyarakat Wasilomata di Desa Wasilomata II Kecamatan Mawasangka Kabupaten Buton Tengah 1930-2018. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode sejarah dengan tahapan-tahapan kerja, yaitu; (1) Pemilihan Topik, (2) Pengumpulan Sumber, (3) Verifikasi Sumber, (4) Interpretasi Sumber, (5) Historiografi. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa: (1) upacara Kasebu adalah upacara syukuran atas hasil panen kebun yang dilaksanakan masyarakat daerah Mawasangka yang telah ada sejak tahun 1930, (2) tradisi upacara Kasebu telah mengalami perubahan dari proses pelaksanaan tradisi upacara Kasebu yang pertama seiring dengan perubahan zaman. Perubahan dalam tradisi upacara Kasebu yaitu adu fisik (potumbu 1980-2018), perubahan tempat tradisi Kasebu 2001-2018, pembawaan sesajen (Dula 2000-2018), serta mengunjungi mata air gelap (Kahohondo) dan air baru (Oe Buou 2005-2018).
KEHIDUPAN SOSIAL BUDAYA MASYARAKAT MUNA PADA MASA PENDUDUKAN JEPANG: 1942-1945 Wa Santi Wa Santi; Sarman Sarman; Faika Burhan; Sitti Hermina
Journal Idea of History Vol 4 No 1 (2021): Volume 4 Nomor 1, Januari - Juni 2021
Publisher : Jurusan Ilmu Sejarah Fakultas Ilmu Budaya Universitas Halu Oleo

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.33772/history.v4i1.1304

Abstract

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui latar belakang masuknya pendudukan Jepang di Muna dan untuk mengetahui kehidupan sosial budaya masyarakat Muna pada masa pendudukan Jepang: 1942-1945. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode sejarah menurut Kuntowijoyo yang terdiri atas lima tahapan sejarah yaitu: (1) Pemilihan Topik, (2) Heuristik (Pengumpulan Sumber), (3) Verifikasi (Kritik Sumber), (4) Interpretasi (Penafsiran Sumber), dan (5) Historiografi (Penulisan Sejarah). Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa: (1) latar belakang masuknya pendudukan Jepang di Muna yaitu karena ketertarikan Jepang terhadap Pulau Muna untuk dijadikan sebagai salah satu daerah pertahanan di Asia Tenggara karena letak Pulau Muna yang strategis. Jauh sebelum pendudukan Jepang, beberapa orang Jepang telah bertempat tinggal di Muna. Jumlah orang-orang Jepang yang berada di Pulau Muna tidak diketahui pasti. Orang-orang Jepang tersebut ditugaskan untuk melakukan propaganda-propaganda anti Belanda secara rahasia. Selain itu mereka juga ditugaskan untuk memberikan informasi yang dibutuhkan oleh militer Jepang. (2) Kehidupan sosial budaya masyarakat Muna pada masa pendudukan Jepang yaitu masyarakat dipaksa untuk tunduk kepada Jepang sehingga menunjukkan perbedaan strata sosial. Jepang bertindak sebagai penguasa dan masyarakat Muna adalah bawahannya. Seni budaya masyarakat Muna juga tidak mengalami perkembangan disebabkan jarangnya terjadi keramaian dan pesta yang merupakan tempat bagi masyarakat untuk memunculkan seni tradisional, seperti tari Linda, tari Modero, dan tari-tarian lainnya.
TRADISI KAHAWOTINO LAMBU (MENEMPATI RUMAH BARU) PADA ETNIS MUNA DI DESA KORIHI, KECAMATAN LOHIA, KABUPATEN MUNA Samsul Samsul; La Ode Dirman; Rahman Samusu; Sitti Hermina
Journal Idea of History Vol 4 No 2 (2021): Volume 4 Nomor 2, Juli - Desember 2021
Publisher : Jurusan Ilmu Sejarah Fakultas Ilmu Budaya Universitas Halu Oleo

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.33772/history.v4i2.1458

Abstract

Penelitian ini bertujuan untuk: (1) menggambarkan eksistensi tradisi kahawotino lambu pada etnis Muna di Desa Korihi Kecamatan Lohia, Kabupaten Muna; 2) menjelaskan pola pewarisan tradisi kahawotino lambu di Desa Korihi Kecamatan Lohia Kabupaten Muna. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah deskriptif kualitatif. Sumber data dalam penelitian ini terdiri dari data primer dan data sekunder. Teknik pengumpulan data dalam penelitian ini adalah observasi atau pengamatan, yaitu peneliti terjun langsung ke lapangan untuk memperoleh data dan mengumpulkan data. Proses pada kegiatan ini lebih ditekankan pada ketelitian dalam eksistensi dan pola pewarisan tradisi kahawotino lambu. Wawancara dilakukan dengan menggali informasi secara mendalam tentang eksistensi dan pola pewarisan tradisi kahawotino lambu di Desa Korihi, Kecamatan Lohia, Kabupaten Muna dengan informan yang telah ditentukan. Dokementasi dilakukan agar dapat memperkuat data hasil dari wawancara dan observasi. Teknik penentuan informan dalam penelitian ini dilakukan dengan teknik purposive sampling. Data dianalisis dengan teknik reduksi data, penyajian data dan penarikan kesimpulan. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa tradisi kahawotino lambu merupakan tradisi memasuki rumah baru yang dilakukan oleh suku Muna ketika hendak menempati rumah baru. Tradisi ini oleh suku Muna dianggap sebagai salah satu bentuk rasa syukur kepada Allah Swt., atas rahmat dan rezeki. Tanggapan generasi muda terhadap tradisi kahawotino lambu saat ini, yaitu generasi muda sudah tidak terlalu mempercayai adanya kepercayaan terhadap nenek moyang, mereka beranggapan bahwa tradisi tersebut sudah tidak penting lagi dan mereka lebih mengikuti perkembangan zaman dan kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi. Adapun pola pewarisan tradisi kahawotino lambu di Desa Korihi Kecamatan Lohia Kabupaten Muna terdiri dari tiga cara, yaitu (1) melalui keluarga, (2) dengan berguru, dan (3) pewarisan dalam pertunjukan.
IDENTIFIKASI KEARIFAN LOKAL MASYARAKAT DI DESA MUARA SAMPARA KECAMATAN KAPOIALA KABUPATEN KONAWE SULAWESI TENGGARA Faika Burhan; Elmy Selfiana Malik; Sarman Sarman; Abdul Latif; Sitti Hermina
Journal Idea of History Vol 5 No 1 (2022): Volume 5 Nomor 1, Januari - Juni 2022
Publisher : Jurusan Ilmu Sejarah Fakultas Ilmu Budaya Universitas Halu Oleo

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.33772/history.v5i1.1648

Abstract

Penelitian ini bertujuan mendeskripsikan Kearifan Lokal Masyarakat di Desa Muara Sampara Kecamatan Kapoiala Kabupaten Konawe Sulawesi Tenggara. Penelitian ini bersifat deskripsi kualitatif melalui metode wawancara, observasi dan dokumentasi di lapangan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa kearifan lokal Masyarakat Desa Muara Sampara Kecamatan Kapoiala dapat dilihat dalam bentuk aktivitas lalu lintas perahu dan pincara. Pembuatan dan penggunaan perahu dan pincara sudah dilakukan sejak tahun 1960-an, bahkan menurut informasi sebelumnya pincara pernah digunakan sebagai jalur lalu lintas perdagangan pada masa Kerajaan Konawe. Hal ini merupakan bentuk kearifan lokal masyarakat yang sudah dilakukan sejak dahulu hingga saat ini untuk mempertahankan hidup (2) sikap solidaritas kelompok masyarakat di Desa Muara Sampara Kecamatan Kapoiala terwujud dalam aktivitas gotong royong dalam mendukung pembangunan di Desa Muara Sampara. Sikap gotong royong tersebut terlihat dalam kegiatan sosial maupun budaya yang tercermin dalam perilaku masyarakat yang sederhana dalam jiwa kebersamaan. Kebersamaan etnis Bugis, Makassar dan Tolaki di Desa Muara Sampara terlihat dari sikap solidaritas dan sikap saling menghargai yang tetap terjaga hingga sekarang.
Makna Tradisi Zakat Fitrah (Lawatino Pitaraa) dalam Pembentukan Karakter Kepedulian Sosial Masyarakat Etnik Muna Wa Kuasa Baka; Usman Rianse; La Ode Topo Jers; Sitti Hermina; Samsul Samsul; La Ode Aris
ETNOREFLIKA: Jurnal Sosial dan Budaya Vol. 12 No. 2 (2023): Volume 12, Issue 2, June 2023
Publisher : Laboratorium Jurusan Antropologi, Fakultas Ilmu Budaya, Universitas Halu Oleo

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.33772/etnoreflika.v12i2.2049

Abstract

This research aims (1) to explain the procedure for implementing the tradition of zakat fitrah (known as "lawatino pitaraa") in the Muna ethnic community, and (2) to discover and explain the wisdom and symbolic meanings inherent in the tradition of zakat fitrah's implementation in shaping the character of the Muna ethnic community. This study was conducted in Muna Regency, Southeast Sulawesi Province. The selection of informants was carried out using the snowballing technique. The data collection techniques used were: (1) direct observation, (2) in-depth interviews, and (3) literature study related to zakat fitrah. Qualitative descriptive data analysis was performed on the procedure for implementation and the symbolic meanings of zakat fitrah in the tradition of the Muna ethnic community. The research findings indicate that: (1) The implementation of "lawatino pitaraa" in the Muna ethnic group is led by a "modhi" who functions as the zakat administrator. The main stages of its implementation include: (a) the "muzakki" (the person giving zakat) handing over money according to their zakat obligation or substituting it with rice or corn; (b) the "muzakki" articulating their intention, (c) the "muzakki" grasping the rice or corn, (d) the turn of the zakat administrator to hold the rice or corn while simultaneously blowing on it with intention, (e) the zakat administrator leading a prayer to Allah SWT followed by the "muzakki"; (2) The significance of zakat fitrah's implementation in fostering the social concern character of the Muna ethnic group includes values of honesty/integrity, adherence to principles, surrender, inner peace, and submission to Allah SWT for the forgiveness of sins, purification of wealth, hope for a better future life, health, and longevity, as well as gratitude to Allah SWT. Zakat fitrah represents a social responsibility to create collective happiness among different social, cultural, and economic groups.
Ecotaurism through the Cultural Heritage of the Mekongga Kingdom in the Wundulako District Erens E. Koodoh; Laxmi Laxmi; Sitti Hermina; Nurhidayah Rahman; Runni Yanti Mansur
Jurnal Penelitian Pendidikan IPA Vol 9 No SpecialIssue (2023): UNRAM journals and research based on science education, science applic
Publisher : Postgraduate, University of Mataram

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.29303/jppipa.v9iSpecialIssue.5792

Abstract

The advent of globalization has resulted in changes in people's lifestyles that are more modern, resulting in people being more inclined to choose new cultures that are considered more practical than local cultures. One of the factors causing local culture to be forgotten nowadays is the lack of future generations who have an interest in learning and inheriting their culture. Therefore, the aim of writing this article is to explain the community's efforts to strengthen social status through the cultural heritage of the Mekongga kingdom. The data collection technique used in this research is Snowball Sampling through observation participation and in-depth interviews. This type of qualitative research uses ethnographic research methods. The results of this research show that the people in Wundulako District, known as the Mekongga people, strengthen their social status through the cultural heritage of the Mekongga Kingdom, namely by carrying out death ceremonies, Wonua mosehe cultural rituals, mesosambakai cultural rituals, mosehe cultural rituals within the royal family, and through Mekongga cultural games, namely Mepae-pae Festival with traditional game competitions such as Metinggo (engrang), Mehule (Gasing), Mebaguli (candlenut kernel marbles), and Mesuke (picking and hitting the stem).
TRADISI MAPASIKARAWA DALAM PERKAWINAN MASYARAKAT BUGIS DI KECAMATAN WOLO KABUPATEN KOLAKA Arini Safitri; Wa Kuasa Baka; Sitti Hermina
LISANI: Jurnal Kelisanan, Sastra, dan Budaya Vol 1 No 1 (2018): Volume 1 Nomor 1, Januari - Juni 2018
Publisher : Jurusan Tradisi Lisan, Fakultas Ilmu Budaya, Univeritas Halu Oleo

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.33772/lisani.v1i1.848

Abstract

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui tahapan pelaksanaan, makna simbolik, dan pola pewarisan ilmu tradisi mappasikarawa. Metode penelitian yang digunakan adalah deskriptif kualitatif dengan metode pengumpulan data melalui pengamatan secara langsung, wawancara mendalam dan dokumentasi. Analisis data dilakukan secara deskripsi melalui tiga alur yaitu reduksi data, penyajian data dan menarik kesimpulan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa prosesi tradisi mappasikarawa memiliki dua tahap. Pertama tahap awal yaitu tahap pengantaran mempelai laki-laki ke rumah mempelai perempuan disebut sebagai mappaenre botting urane, tahap ijab kabul, dan tahap pembukaan pintu disebut sebagai pattimpa tange’. Kedua tahap pelaksanaan mappasikarawa yang memiliki makna yaitu mempelai pengantin laki-laki dituntun masuk ke kamar mempelai pengantin wanita untuk kegiatan pembatalan wudhu dengan menyentuh bagian-bagian tubuh mempelai wanita seperti telapak tangan yang berisi, lengan, dada, dahi, berlomba berdiri dan mencium tangan mempelai laki-laki (suami). Dalam pola pewarisan tradisi mappasikarawa yaitu dengan cara belajar, baik dari pihak keluarga maupun masyarakat secara umum.
RITUAL KAFONIISINO SANGIA PADA MASYARAKAT MUNA DESA WAALE-ALE KABUPATEN MUNA Wiwin Widyati; La Niampe; Sitti Hermina
LISANI: Jurnal Kelisanan, Sastra, dan Budaya Vol 1 No 1 (2018): Volume 1 Nomor 1, Januari - Juni 2018
Publisher : Jurusan Tradisi Lisan, Fakultas Ilmu Budaya, Univeritas Halu Oleo

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.33772/lisani.v1i1.849

Abstract

Rumusan masalah dalam penelitian ini adalah: 1) Bagaimana tahapan pelaksanaan ritual kafonisino sangia pada masyarakat Muna, 2) Bagaimana makna simbolik yang terkandung dalam ritual kafonisino sangia pada masyarakat Muna. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode deskriptif kualitatif, dengan informan penelitian yang diambil secara sengaja (purposive sampling). Teknik analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisis deskriptif kualitatif. Hasil penelitian menunjukkan bahwa Kafonisino sangia adalah ritual yang dilakukan mengunjungi beberapa tempat yang dianggap keramat dan kuburan leluhur. Penelitian ini menunjukkan bahwa proses pelaksanaan ritual kafonisino sangia pada masyarakat Muna Desa Waale-Ale Kecamatan Tongkuno Selatan Kabupaten Muna, masih melakukan ritual Kafonisino sangia yang terdiri atas tiga tahapan yaitu: a) tahapan persiapan merupakan perencanaan pelaksanaan tradisi Kafonisino Sangia, b) tahap pelaksanaan merupakan pokok dari rangkaian acara tradisi Kafonisino Sangia, c) tahap penutup merupakan kegiatan akhir dari rangkaian pelaksanaan ritual Kafonisino Sangia yang ditandai dengan pembacaan doa di rumah BontonoTa’u dan di di rumah Maampade serta pingitan gendang (kaombono ganda) di rumah Maampade. Makna yang terkandung dalam ritual Kafonisino Sangia bahwa manusia membentuk sebuah proses komunikasi berdasarkan tindakan dengan saling interaksi antara satu sama lain sehingga menimbulkan simbol tanda dari hasil kesepakatan yang sama.