Claim Missing Document
Check
Articles

Found 23 Documents
Search

Toponimi Nama Tempat Berbahasa Sunda di Kabupaten Banyumas Sobarna, Cece -; Gunardi, Gugun; Wahya, Wahya
PANGGUNG Vol 28, No 2 (2018): Dinamika Keilmuan Seni Budaya dalam Inovasi Bentuk dan Fungsi
Publisher : LP2M ISBI Bandung

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.26742/panggung.v28i2.426

Abstract

ABSTRACT The continuous changes of society have brought some impacts to the name of a place. Even though it is only a name, it actually deals with the cultural perspective of the surrounding communities. Currently, toponym becomes important for society as a part of identity formation processes including for the Sundanese. Beside spoken in West Java and Banten, Sundanese language is also spoken by Central Java communities who live in western areas such as Cilacap, Brebes, and Banyumas regencies. In Cilacap and Brebes regencies, Sundanese language is still an effective language for daily communication. However, in Banyumas regency, this language undergo changes. In fact, the Sundanese language in Banyumas is a quite unique since the archaic words such as pineuh  (sleeping) and teoh (below) are still found. This area still keeps its oral tradition such as the story about the history of the place names. The study of the place name is an effort to strengthen an identity as the place name can be understood as a symbol rooted on the history of the place in its local culture. This tradition contributes toward a sustainability of the place name along with their cultural values.Key words: place names, local wisdom, identity   ABSTRAK       Perubahan masyarakat yang terus-menerus berpengaruh pada perubahan penamaaan tempat di suatu daerah.Tidak hanya sekadar nama, dalam penamaan sebuah tempat terkandung pandangan  masyarakat pemiliknya. Saat ini, toponimi menjadi bagian penting dalam kehidupan manusia sebagai bagian dari proses pembentukan identitas. Selain di wilayah Jawa Barat dan Banten, bahasa Sunda digunakan pula oleh sebagian masyarakat Jawa Tengah yang berada di bagian barat, seperti Kabupaten Cilacap, Brebes, dan Banyumas. Di wilayah Kabupaten Cilacap dan Brebes bahasa Sunda sampai sekarang masih digunakan. Namun, di wilayah Kabupaten Banyumas, bahasa Sunda mengalami penyusutan. Padahal, bahasa Sunda di wilayah tersebut cukup menarik, yakni masih ditemukan kata-kata arkais, seperti pineuh ‘tidur’ dan teoh ‘bawah’. Wilayah ini juga masih menyimpan banyak tradisi lisan, di antaranya adalah ihwal cerita terjadinya nama tempat.  Pengkajian nama tempat merupakan sebuah upaya yang strategis dalam rangka penguatan jati diri bangsa karena nama tempat dapat dipahami sebagai tanda yang mengacu pada cerita dan sejarah yang berakar pada budaya lokal. Tradisi ini berkontribusi terhadap kelanggengan nama berikut nilai-nilai budaya di dalamnya.Kata kunci: nama tempat, kearifan lokal, jati diri
PILIHAN BAHASA DWIBAHASAWAN SUNDA-INDONESIA BERBAHASA PERTAMA SUNDA DI KABUPATEN BANDUNG Wagiati, Wagiati; Wahya, Wahya; Riyanto, Sugeng
Lingua Vol 14, No 1 (2018): January 2018
Publisher : Lingua

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Penelitian ini mendeskripsikan pemilihan bahasa (language choice) oleh dwibahasawan Sunda-Indonesia berbahasa pertama Sunda di Kabupaten Bandung.Metode yang digunakan adalah metode kualitatif dengan analisis data deskriptif.Analisis dibagi menjadi penggunaan bahasa (Sunda dan Indonesia) pada enam ranah komunikasi, yaitu ranah kekeluargaan, ketetanggaan, kekariban, pendidikan, transaksi, dan pemerintahan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa bahasa Sunda digunakan oleh dwibahasawan Sunda-Indonesia berbahasa pertama Sundadi Kabupaten Bandung pada hampir pada semua ranah komunikasi.Dari enam ranah komunikasi yang diteliti, pada empat ranah komunikasi, yaitu kekeluargaan, kekariban, ketetanggaan, dan transaksi, mereka lebih memilih menggunakan bahasa Sunda sebagai bahasa komunikasinya. Dengan skor 20 untuk selalu, skor 10 untuk kadang-kadang, dan skor 0 untuk tidak pernah, skor yang didapat pada empat ranah tersebut memperlihatkan bahwa bahasa Sunda hampir selalu digunakan, yaitu skor 17,55 untuk ranah kekeluargaan, 18,81 untuk ranah kekariban, 17,46 untuk ranah ketetanggaan, dan 16,84 untuk ranah transaksi. Adapun pada ranah pendidikan, sebagian besar dari responden lebih memilih menggunakan bahasa Indonesia sebagai bahasa komunikasinya. Penggunaan bahasa Sunda pada ranah ini hanya mencapai skor 6,87. Sementara itu, pada ranah pemerintahan, bahasa Sunda dan bahasa Indonesia digunakan dengan intensitas yang hampir seimbang, yaitu dengan skor 11,71 untuk bahasa Sunda.This research describes language choice by Sundanese-Indonesian bilinguals with Sundanese first language in Bandung Regency. The method used is qualitative method with descriptive data analysis. The analysis is divided into the use of language (Sundanese and Indonesian) in the six domains of communication, namely the domain of kinship, neighborhood, closeness, education, transactions, and government. The results show that Sundanese is used by Sundanese-Indonesian bilinguals with Sundanese first language in Bandung Regency in almost all communications spheres. Of the six communication domains studied, in the four domains of communication, namely kinship, closeness, neighborhood, and transactions, they prefer to use Sundanese as the language of their communication. With a score of 20 for always, a score of 10 for sometimes, and a score of 0 for never, the score obtained in these four domains shows that Sundanese is almost always used, namely the score of 17.55 for the familial sphere, 18.81 for the domain of the closeness, 17.46 for neighboring domains, and 16.84 for the transaction domain. As for education, most of respondents prefer to use Indonesian language as its communication language. The use of Sundanese in this domain only reached a score of 6.87. Meanwhile, in the domainof government, Sundanese and Indonesian languages are used with almost equal intensity, i.e. with a score of 11.71 for the Sundanese language.
PERUBAHAN BUNYI VOKAL PADA KATA SERAPAN BAHASA ARAB DALAM BAHASA INGGRIS Rohbiah, Tatu Siti; Nur, Tajudin; Wahya, Wahya; Gunardi, Gugun
Lingua Didaktika: Jurnal Bahasa dan Pembelajaran Bahasa Vol 13, No 2 (2019)
Publisher : English Department FBS UNP

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (1508.306 KB) | DOI: 10.24036/ld.v13i2.104200

Abstract

This research aims to analyze and formulate rules of change that occur in Arabic borrowings in English phonologically. Thus research can describes vocal sound changes in Arabic borrowings in English. This research is to answer the question such as how are the process of monophthong and diphthong vowel changes in Arabic borrowings in English. This research is a qualitative type which is analyzed and written descriptively to answer how the process of changing phonologically with a method consisting of three stages, namely: (1) data codification method, (2) data analysis method, and (3) method of presenting the results of data analysis and the data source used by researcher froms Oxford Advanced Learners Dictionary and Al-Maurid: A Modern Arabic-English Dictionary, and also from magazines such as Time, Bloomberg Business Week, and News Scientist. The result findings are 103 words in Arabic borrowings in English that were analyzed, it was found phonological changes on monophthong and diphthong vowel sounds caused by the unavailability of the type of Arabic sound in English and the influence of sound falling before and after it.
ASMÂ YAUM AL-QIYÂMAH FÎ AL-QUR’ÂN AL-KARÎM MIN KHILÂL AL-MANZHÛR AL-DALÂLÎ AL-MA’RIFÎ WA QIYAMUHU AL-TARBAWIYAH AL-RÛHIYAH Kosim, Abdul; Nur, Tajudin; Wahab, T. Fuad; Wahya, Wahya
Arabi : Journal of Arabic Studies Vol 3, No 2 (2018)
Publisher : IMLA (Arabic Teacher and Lecturer Association of Indonesia)

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (511.664 KB) | DOI: 10.24865/ajas.v3i2.94

Abstract

This study aimed to discuss the names of judgment day in the Qur'an through cognitive semantic approach and the values of spiritual education. Through the cognitive semantic approach, the conception of meaning to describe the judgment day in the Qur’an was formulated by mapping the meaning resulted from the source domain (Sd) to target domain (Sd). To show and compare references in (Sd) to (Td), referential technique was used. From organizing (Sd) to (Td) on metaphorical expressions which showed the judgment day in the Qur'an, the conceptions of the meaning of state, time, movement, and change were generated. The studies on the names of judgment day in the Qur'an influence the value of moral education, which is able to increase faith in God, observe nature and its big symptoms, create good character between God and man, and believe in God’s noble character.
PANGAN DALAM PERSPEKTIF BUDAYA SUNDA: MATERI PENGABDIAN KEPADA MASYARAKAT DI DESA SINDULANG, KECAMATAN CIMANGGUNG, KABUPATEN SUMEDANG Wahya, Wahya; Rahman, Fadly; Hamid, Abdul
Midang Vol 2, No 1 (2024): Midang: Jurnal Pengabdian Kepada Masyarakat, Februari 2024
Publisher : Unpad Press

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.24198/midang.v2i1.50859

Abstract

Setiap bangsa di dunia tidak dapat melepaskan dirinya dari keperluan akan pangan atau makanan karena pangan merupakan sumber tenaga ketika melakukan aktivitas. Dengan pangan manusia dapat mempertahankan hidupnya di dunia. Oleh karena itu dicari berbagai cara melalui budaya agar pangan tetap dapat terus hadir dan diingat dalam kehidupan. Pangan dalam perspektif budaya Sunda memiliki nilai-nilai kearifan lokal. Pangan bukan hanya sekadar sesuatu yang diperlukan fisik untuk memberikan tenaga ketika melakukan aktivitas, tetapi memiliki nilai-nilai dalam kehidupan. Oleh karena itu, bukanlah hal yang aneh masalah makanan itu diangkat dalam ungkapan atau peribahasa dalam budaya Sunda yang menunjukkan kecerdasan orang Sunda dalam memandang makanan dari perspektif budayanya. Orang yang tidak kebagian makanan istimewa diasosiakan dengan bengkok tikoro ‘kehabisan makanan karena telat datang’. Keadaan masyarakat yang makmur digambarkan dengan murah sandang murah pangan ‘murah pakaian murah makanan’. Ketika bertamu hanya mendapatkan minuman tanpa makanan disindir dengan ngaburuy ‘seperti kecebong’. Orang kaya yang banyak makanan dan uang diilustrasikan dengan rea ketan rea keton ‘banyak ketan dan uang’. Budaya pangan melekat dengan kehidupan orang Sunda.
Morfofonemik Bahasa Indonesia pada Kata Serapan Bahasa Inggris yang Berawalan Fonem Voiceless: Kajian Teori Optimalitas Ferdiansyah, Irfan; Wagiati, Wagiati; Wahya, Wahya
Stilistika: Jurnal Pendidikan Bahasa dan Sastra Vol 17 No 2 (2024)
Publisher : Universitas Muhammadiyah Surabaya

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.30651/st.v17i2.22890

Abstract

This study analyzes the morphophonemic prefix me- on English loanwords in Indonesian language. The approach used to dissect the problem is the Optimality Theory. The method used is a qualitative method with descriptive. The source used in this study is the corpus ind_mixed_2013 in the Corpora Collection Leipzig, and the dictionary source used is the dictionary of Alan M. Stevens and A. Ed. Schmidgall-Tellings entitled A Comprehensive Indonesian-English Dictionary, Second Edition. The purpose of this study is to find the optimal candidate produced by the speaker and find out the relationship between the optimal candidate and the candidate with the most frequency in the corpus. The results obtained in this study show that the candidates most often formed by BI speakers are candidates who have experienced nationalization [n], and [ŋ]. Then, BI speakers have become accustomed to using optimal candidates, except for absorption words that begin with the phonemes /p/, /s/, and /k/.
INOVASI FONETIS BAHASA SUNDA DI PERBATASAN KABUPATEN MAJALENGKA DENGAN KABUPATEN CIREBON DAN KUNINGAN Pradana, Allif; Wahya, Wahya; Lyra, Hera Meganova
SEBASA Jurnal Pendidikan Bahasa dan Sastra Vol 6 No 2 (2023): SeBaSa
Publisher : Universitas Hamzanwadi

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.29408/sbs.v6i2.20922

Abstract

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui dan mendeskripsikan varian bahasa sunda di perbatasan Kabupaten Majalengka dengan Kabupaten Cirebon dan Kuningan yaitu di kecamatan sindangwangi sebagai wilayah borderland bahasa Sunda yang memiliki pembaharuan inovasi fonetis pada kosakata nya menjadikan bahasa sunda di kecmatan sindangwangi mempunyai perubahan dari bentuk ataupun makna. Teori yang digunakan dalam penelitian ini adalah teori borderland oleh dahareni (2010) dan Inovasi Internal oleh Wahya (1995). Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah deskriptif qualitatif oleh Djajasudarma (2010) untuk memaparkan secara dalam temuan dari penelitian dan teknik catat dan lanjutan simak oleh Nandra dan Reniwati untuk pencarian 229 kosakata budaya (2009). Hasil penelitian dari 35 kosakata asal dengan 40 varian inovatif beshasil ditemukan dan dideskripsikan menjadi: 1. Proses Fonologi satu tahap dengan: 1. Perubahan fonem, 2. Penambahan fonem, 3. Pengurangan fonem, 4. Metatesis, dan 2. Proses fonologi dua tahap untuk mengukur urutan diakronis dari 5 varian kosakata inovatif.
Fungsi Sosial Vokatif Bahasa Melayu Palembang di Kota Baturaja: Kajian Sosiolinguistik Putri, Laily Adha Intan; Wahya, Wahya; Wagiati, Wagiati
Aksara: Jurnal Bahasa dan Sastra Vol 25, No 2 (2024): Aksara: Jurnal Bahasa dan Sastra
Publisher : Universitas Lampung

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.23960/aksara/v25i2.pp692-703

Abstract

In communication, vocatives are quite often used. Vocatives are nouns whose presence is optional in a sentence and are directed at the person being spoken to (second person). The purpose of this study is to analyze how the social function of vocatives in Palembang Malay in Baturaja City. The theory of Wahya & Suparman (2023) is used in this study because it is more relevant in discussing regional language vocatives. This study is a field study with a qualitative descriptive research method. This study examines four domains, namely education, transactions, family, and intimacy so that they are located in schools, markets, residents' homes, and workspaces/classrooms. Data were collected using the listening method with basic tapping techniques and continued with recording techniques and note-taking techniques. The matching method and distributional method (agih) were used to analyze the data. The results of the data analysis are presented using informal techniques in the form of Palembang Malay data accompanied by their equivalents in Indonesian sentences in spoken language. The social functions of vocatives found in this study are (1) familiarity (full and fragmented proper names, Dek, kau, kamu); (2) politeness (Yuk/Ayuk, Buk, Bik, Cik); (3) endearment (Adek/Dek, Yuk/Ayuk, Nak), and (4) directive (full proper name, kau, kau tu). With this research, it is expected to add references on the influence of local culture in the use of vocatives and strengthen the theory of sociolinguistic studies on vocatives in regional languages in Indonesia.Keywords: vocative; Palembang Malay; social function of vocatives; sociolinguistics
DIMENSI SOSIOLINGUISTIK PENGGUNAAN VOKATIF KEHORMATAN UTUH DALAM CERITA REKAAN BERBAHASA SUNDA Wahya, Wahya; Pakpahan , Ferry Parsaulian
Jurnal Kajian Budaya dan Humaniora Vol 7 No 1 (2025): Jurnal Kajian Budaya dan Humaniora (JKBH), Februari, 2025
Publisher : PT. RANESS MEDIA RANCAGE

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.61296/jkbh.v7i1.295

Abstract

ABSTRACT This study uses a descriptive qualitative method. Data collection uses the listening method with note-taking techniques. Data analysis uses the pragmatic matching method with a sociolinguistic approach. The data sources used are six Sundanese fictional story books. The use of honorific vocatives in the form of whole words based on this study is found in nineteen data. There are three honorific vocatives in the form of whole words, namely Juragan 'Boss', gamparan 'Sir/Madam’, and Dunungan 'Employer' with a total of 13, 5, and 1 respectively. Honorific vocatives in the form of whole words are used by speakers towards speech partners at the level of familiar code and respectful code, six and thirteen data respectively so that their use is dominated by the respectful code. There are eight types of social relations between speakers and speech partners in the use of honorific vocatives in the form of whole words, namely (a) channels, (b) jobs, (c) suspects-investigators, (d) workers-guests employers, (e) husband-wife, (f) workers-employers wives, (g) workers-staff wives, and (h) patients-nurses with a dominant social relationship of acquaintances. Keywords: vocatives, honorific vocatives, whole words, speech level codes, social relations,
PEMAKAIAN VOKATIF PENGHORMATAN ADÉN DAN DÉN ‘TUAN’ BAHASA SUNDA DALAM PERSPEKTIF SOSIOLINGUISTIK Wahya, Wahya
KABUYUTAN Vol 4 No 1 (2025): Kabuyutan, Maret 2025
Publisher : PT. RANESS MEDIA RANCAGE

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.61296/kabuyutan.v4i1.311

Abstract

Bahasa Sunda sebagai salah satu bahasa alamiah dengan jumlah penutur kedua terbanyak di Indonesia kaya dengan vokatif. Salah satu jenis vokatif ini adalah vokatif penghormatan. Di antara vokatif penghormatan ini adalah vokatif Adén dan Dén ‘Tuan’. Artikel ini membahas kedua vokatif ini. Penelitian vokatif ini bersifat deskriptif kualitatif. Pengumpulan data menggunakan metode simak dengan teknik catat. Penganalisisan data menggunakan metode distribusional. Sumber data yang digunakan merupakan sumber data tertulis tunggal, yaitu novel berjudul Kembang Rumah Tangga edisi 1996 karya Tjaraka. Berdasarkan pengematan ditemukan 33 data tuturan yang memuat vokatif penghormatan Adén dan Dén, yaitu 28 tuturan memuat vokatif Dén ‘Tuan’, 4 tuturan memuat vokatif penghormatan Adén ‘Tuan’, dan 1 tuturan memuat vokatif kombinasi penghormatan dan nama diri, yaitu Dén Sujana ‘Tuan Sujana’. Secara morfologi, vokatif Dén merupakan penggalan dari vokatif Adén. Ketiga macam vokatif penghormatan tersebut digunakan oleh penutur terhadap mitra tutur dalam hubungan sosial yang berbeda. yaitu (1) pembantu-majikan, dan (2) kenalan. Hubungan sosial pembantu-majikan terdapat pada 12 tuturan, sedangkan kenalan terdapat pada 21 tuturan sehingga hubungan sosial kenalan lebih mendominasi. Pemakaian ketiga macam vokatif kehormatan tersebut secara sosiolinguistik terkait pula dengan kesantunan, yakni pemakaian vokatif kombinasi Dén Sujana lebih santun dibandingkan dengan vokatif tunggal Adén dan Dén. Pemakaian vokatif Adén lebih santun dibandingjan dengan pemakian vokatif penggalan Dén. Pemakaian ketiga vokatif tersebut oleh penutur terhadap mitra tutur terdapat dalam tingkat tutur kode hormat.