Claim Missing Document
Check
Articles

PILIHAN BAHASA DWIBAHASAWAN SUNDA-INDONESIA BERBAHASA PERTAMA SUNDA DI KABUPATEN BANDUNG Wagiati, Wagiati; Wahya, Wahya; Riyanto, Sugeng
Lingua Vol 14, No 1 (2018): January 2018
Publisher : Lingua

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Penelitian ini mendeskripsikan pemilihan bahasa (language choice) oleh dwibahasawan Sunda-Indonesia berbahasa pertama Sunda di Kabupaten Bandung.Metode yang digunakan adalah metode kualitatif dengan analisis data deskriptif.Analisis dibagi menjadi penggunaan bahasa (Sunda dan Indonesia) pada enam ranah komunikasi, yaitu ranah kekeluargaan, ketetanggaan, kekariban, pendidikan, transaksi, dan pemerintahan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa bahasa Sunda digunakan oleh dwibahasawan Sunda-Indonesia berbahasa pertama Sundadi Kabupaten Bandung pada hampir pada semua ranah komunikasi.Dari enam ranah komunikasi yang diteliti, pada empat ranah komunikasi, yaitu kekeluargaan, kekariban, ketetanggaan, dan transaksi, mereka lebih memilih menggunakan bahasa Sunda sebagai bahasa komunikasinya. Dengan skor 20 untuk selalu, skor 10 untuk kadang-kadang, dan skor 0 untuk tidak pernah, skor yang didapat pada empat ranah tersebut memperlihatkan bahwa bahasa Sunda hampir selalu digunakan, yaitu skor 17,55 untuk ranah kekeluargaan, 18,81 untuk ranah kekariban, 17,46 untuk ranah ketetanggaan, dan 16,84 untuk ranah transaksi. Adapun pada ranah pendidikan, sebagian besar dari responden lebih memilih menggunakan bahasa Indonesia sebagai bahasa komunikasinya. Penggunaan bahasa Sunda pada ranah ini hanya mencapai skor 6,87. Sementara itu, pada ranah pemerintahan, bahasa Sunda dan bahasa Indonesia digunakan dengan intensitas yang hampir seimbang, yaitu dengan skor 11,71 untuk bahasa Sunda.This research describes language choice by Sundanese-Indonesian bilinguals with Sundanese first language in Bandung Regency. The method used is qualitative method with descriptive data analysis. The analysis is divided into the use of language (Sundanese and Indonesian) in the six domains of communication, namely the domain of kinship, neighborhood, closeness, education, transactions, and government. The results show that Sundanese is used by Sundanese-Indonesian bilinguals with Sundanese first language in Bandung Regency in almost all communications spheres. Of the six communication domains studied, in the four domains of communication, namely kinship, closeness, neighborhood, and transactions, they prefer to use Sundanese as the language of their communication. With a score of 20 for always, a score of 10 for sometimes, and a score of 0 for never, the score obtained in these four domains shows that Sundanese is almost always used, namely the score of 17.55 for the familial sphere, 18.81 for the domain of the closeness, 17.46 for neighboring domains, and 16.84 for the transaction domain. As for education, most of respondents prefer to use Indonesian language as its communication language. The use of Sundanese in this domain only reached a score of 6.87. Meanwhile, in the domainof government, Sundanese and Indonesian languages are used with almost equal intensity, i.e. with a score of 11.71 for the Sundanese language.
PENGUASAAN PERIBAHASA SUNDA OLEH PENUTUR SUNDA DI KECAMATAN LURAGUNG, KABUPATEN KUNINGAN, PROVINSI JAWA BARAT Riyanto, Sugeng; Suparman, Tatang; Wagiati, Wagiati
SUAR BETANG Vol 13, No 1 (2018): Suar Bétang, Vol.13, No.1, Edisi Juni, 2018
Publisher : Balai Bahasa Kalimantan Tengah

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (31.501 KB) | DOI: 10.26499/surbet.v13i1.73

Abstract

Peribahasa Sunda merupakan kumpulan kearifan lokal yang tersimpan rapi dalam bahasa, terutama berisi nasihat dan contoh pekerti yang baik. Penelitian yang dilakukan ini bertujuan membuktikan bahwa bahasa Sunda, melalui peribahasa, berperan penting dalam menyumbang kearifan bangsa. Penelitian ini berancangan kualitatif dengan data yang dikuantifikasi. Penelitiannya berupa penelitian lapangan. Lokasi penelitian berada di Kecamatan Luragung, Kabupaten Kuningan, Provinsi Jawa Barat. Data dikumpulkan dari dua belas pembahan yang berbahasa pertama Sunda dan berumur antara 13 tahun dan 47 tahun. Hasil penelitian menunjukkan bahwa informan muda jauh lebih sedikit menguasai peribahasa daripada informan dewasa. Semua informan menganggap penting untuk mengetahui peribahasa Sunda, tetapi disayangkan bahwa generasi muda kurang memiliki kesempatan untuk mempelajarinya dan antara lain juga terdesak oleh bahasa Indonesia. Semua informan bangga pada bahasa Sunda sebagai bahasa daerah dan sebagai penyimpan kebudayaan(The Mastery of Sundanese Proverbs by Sundanese Speakers in Luragung Sub-district, Kuningan District, West Java Province)Sundanese proverb is a collection of local wisdom stored neatly in the language, especially containing advice and examples of good character. This research aims to prove that Sundanese language, through proverbs, plays an important role in contributing to the wisdom of the nation. This qualitative research is a field research. The research location is in Luragung District, Kuningan Regency, West Java Province. The data were collected from twelve first language speakers of Sundanese language between 13 years and 47 years old. The results show that younger informants fewer master proverbs than adult informants. All informants considered it is important to know the Sundanese proverb but regretted that the younger generation lacked the opportunity to learn it and among other things also pressed by the Indonesian language. All informants are proud of Sundanese as a regional language and as a cultural store.
PEMERTAHANAN BAHASA SUNDA SEBAGAI ALAT KOMUNIKASI OLEH PENUTUR SUNDA DI KOMPLEKS PERUMAHAN DI KABUPATEN BANDUNG Wagiati, NFN; Zein, Duddy
SUAR BETANG Vol 12, No 1 (2017): Suar Betang, Vol. 12, Nomor 1, Juni 2017
Publisher : Balai Bahasa Kalimantan Tengah

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.26499/surbet.v12i1.14

Abstract

This study describes the maintenance of the Sundanese language as a means of communication by speakers living in residences in Bandung Regency. The method used is qualitative method with descriptive data analysis. The analysis is divided into six domains of communication, namely kinship, neighborhood, intimacy, education, transaction, and government. The result of the research shows that (1) Sundanese is often used by Sundanese speakers in residential complex in Bandung in four communication domains, namely kinship, intimacy, neighborhood, and transaction. It means that the maintenance of Sundanese language in all four domains is still quite strong. In the realm of education and government, the maintenance of Sundanese language is very weak. (2) The interlocutor factor is crucial to the decision of the use of Sundanese language in the realm of communication. In the realm of education, there are non-Sundanese students who still maintain their mother tongue. This condition continues to grow until finally the number of students speaking Sundanese as their mother tongue decrease in number. In the realm of transaction, the interlocutor factor is also crucial. Sundanese is used by Sundanese speakers if the interlocutor is clearly identified as Sundanese. If it is not recognized, the Indonesian language will be used. Younger speakers also use Indonesian more when dealing with officials in government offices, including village head offices, some of whom are Sundanese and speak one
KALIMAT INVERSI DENGAN SUBJEK KOMPLEKS DALAM BAHASA INDONESIA RAGAM JURNALISTIK Wagiati, NFN; Zein, Duddy
SUAR BETANG Vol 13, No 1 (2018): Suar Bétang, Vol.13, No.1, Edisi Juni, 2018
Publisher : Balai Bahasa Kalimantan Tengah

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.26499/surbet.v13i1.70

Abstract

Penelitian ini berjudul “Kalimat Inversi dengan Subjek Kompleks dalam Bahasa Indonesia Ragam Jurnalistik”.  Tujuan penelitian ini adalah (1) mengkaji konstruksi predikat dan konstruksi subjek pada kalimat inversi dengan subjek kompleks dan (2) mengkaji perubahan struktur dari predikat-subjek menjadi subjek-predikat pada kalimat inversi dengan subjek kompleks. Hasil penelitian menunjukkan bahwa dalam bahasa Indonesia ragam jurnalistik banyak ditemukan kalimat inversi dengan subjek kompleks. Bentuk verba yang menjadi predikat pada umumnya berupa verba pasif berawalan {ter-} atau {di-}. Konstituen pengisi predikatnya ada yang berupa kata, yakni verba saja, dan ada pula yang berupa verba + adverbia dan membentuk frasa verbal. Subjek kompleks berdasarkan konstruksinya dapat berupa frasa dan dapat pula berupa klausa. Perubahan struktur dari predikat-subjek menjadi subjek-predikat pada kalimat inversi dengan subjek kompleks pada umumnya bergantung pada konstituen pengisi predikat. Jika predikat berupa verba saja, pembalikan struktur dari predikat-subjek menjadi subjek-predikat akan menghasilkan kalimat yang kurang lazim. Namun, jika predikat berupa verba + adverbia sehingga membentuk frasa verbal, pembalikan struktur dari predikat-subjek menjadi subjek-predikat akan menghasilkan kalimat yang lazim(Inversion Sentences with Complex Subject in Indonesian Language of Journalistic Variety)This research titled “Inversion Sentences with Complex Subjects in Journalistic Style-Indonesian Language.” The purposes of this study are (1) to study the construction of predicate and subject construction in inversion sentences with a complex subject, and (2) to study the change of structure of predicate-subject to subject-predicate in inversion sentence with a complex subject. The result of the research shows that sentences inversion with the complex subject is found frequently used in Journalistic Style-Indonesian Language. The form of verbs that become the predicate is generally a passive verb which beginning with {ter-} or {di-}. The constituents of predicate filler are found in the form of a word, which is verb only and also found in the form of verb + adverbs which forms verbal phrases. The complex subject based on the construction can be whether a phrase or a clause. The structural changes from predicate-subject to subject-predicate in inversion sentences with complex subjects generally depend on the constituents of predicate filler. If the predicate is only a verb, the reversal of the structure from predicate- subject to subject-predicate will form less common sentences. However, if the predicate form is verb + adverbial and creates a verbal phrase, the reversal of the structure from subject-predicate to subject-predicate will form a common sentence
Recovery patterns and a linguistic therapy model of Sundanese-Indonesian bilingual aphasia: A neurolinguistic study Nasrullah, Riki; Suganda, Dadang; Wagiati, W.; Riyanto, Sugeng
Indonesian Journal of Applied Linguistics Vol 9, No 2 (2019): Vol. 9, No. 2, September 2019
Publisher : Universitas Pendidikan Indonesia

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.17509/ijal.v9i2.20243

Abstract

This study observed a 54-year-old patient with Sundanese-Indonesian bilingual aphasia at one brain hospital in Jakarta, Indonesia. He underwent a speech therapy with the treatment given to his second language (Indonesian) during the first 2 weeks of post-onset, and received treatment to his both languages simultaneously for one and a half months post-onset. This research was conducted by using two approaches, namely, a theoretical approach and a methodological approach. In terms of the theory, the approach used in this study is neurolinguistic. In terms of the methodology, the approach is analytic-descriptive with a cohort method. The patient had been diagnosed with having expressive-receptive aphasia in both languages. Three-time evaluations of his competence in his two languages (during the period of one and a half months post-onset) showed an interesting recovery pattern. In the first evaluation result (two weeks post-onset), it was found that the patient showed a nonparallel recovery; Indonesian (the second language) recovered earlier than Sundanese (the first language). However, in the second evaluation result (a month post-onset), it was found that the improvement in proficiency of the languages showed a parallel recovery; the proficiency improvement of Indonesian after having been given treatment in the therapy showed a recovery parallel to that of Sundanese, even though Sundanese had not been given any treatment at all for a month post-onset. The linguistic track record of this patient showed that Indonesian had a higher level of familiarity compared to Sundanese, and this is correlated with the recovery process of both the languages.
Kegandaan Makna Verba Kakeru かける dalam Novel Batsugeemu バツゲーム: Analisis Sintaksis dan Semantik S, Irzam Sarif; Wagiati, Wagiati
Chi'e: Journal of Japanese Learning and Teaching Vol 8 No 2 (2020): CHI'E Jurnal Pendidikan Bahasa Jepang (Journal of Japanese Learning and Teaching)
Publisher : Universitas Negeri Semarang

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.15294/chie.v8i2.39081

Abstract

Polisemi (tagigo) adalah kata yang memiliki makna lebih dari satu. Dalam bahasa Jepang, terdapat banyak kata yang berpolisemi, seperti pada verba kakeru かける. Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan makna yang terdapat pada verba kakeru かける serta hubungan antara makna dasar verba kakeru かける dengan makna perluasannya. Pengumpulan data dilakukan dengan mengambil kalimat yang mengandung verba kakeru かける yang diambil dari sumber data berupa novel berbahasa Jepang yang berjudul batsugeemu バツゲーム. Data dianalisis dengan menentukan klasifikasi makna verba kakeru かける. Kemudian, hubungan antara makna yang dimiliki verba kakeru かける dideskripsikan dengan menganalisis gaya bahasa yang menentukan perluasan maknanya. Hasil penelitian ini membuktikan bahwa terdapat 6 perluasan makna pada verba kakeru かける yaitu 1) memanggil; 2) memakai; 3) Menelepon; 4) berbicara; 5) menghabiskan/melakukan; 6) meletakkan; 7) perasaan. Adapun makna perluasannya terjadi secara metafora, metonimi, dan sinekdoke.
Tarik-Menarik Bahasa Sunda dan Bahasa Jawa di Kabupaten Pangandaran dalam Tinjauan Dialektoekolinguistik Wagiati Wagiati; Duddy Zein
MABASAN Vol. 14 No. 1 (2020): Mabasan
Publisher : Kantor Bahasa Nusa Tenggara Barat

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.26499/mab.v14i1.332

Abstract

Penelitian ini mengkaji tarik-menarik bahasa Sunda dan bahasa Jawa di Kabupaten Pangandaran sebagai bentuk primordialisme masyarakat perbatasan Jawa Barat dan Jawa Tengah dalam tinjauan dialektoekolinguistik. Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini terdiri atas dua, yaitu pendekatan teoretis dan pendekatan metodologis. Secara teoretis, pendekatan yang digunakan di dalam penelitian ini adalah pendekatan dialektoekolinguistik. Adapun secara metodologis, penelitian ini menggunakan metode kualitatif-deskriptif. Penyediaan data yang dilakukan dengan metode cakap dan metode simak. Instrumen yang digunakan dalam proses pengumpulan data adalah daftar kosakata (swadesh) yang memuat bahasa dalam sistem kekerabatan yang ada, kata ganti, dan bagian tubuh. Metode analisis yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode komparatif-sinkronis. Penelitian ini dilakukan di Kabupaten Pangandaran, Provinsi Jawa Barat – Indonesia dengan memilih lima kecamatan sebagai daerah pengamatan yang ditentukan berdasarkan arah mata angin, yaitu Kecamatan Cimerak, Kecamatan Sidamulih, Kecamatan Kalipucang, Kecamatan Padaherang, dan Kecamatan Pangandaran. Hasil penelitian menunjukkan bahwa: (1) bahasa Sunda dialek Pangandaran memperlihatkan adanya gejala (a) variasi bunyi vokal, (b) variasi bunyi konsonan, (c) aparesis, (d) apokop, dan (e) gejala leksikal; (2) gejala-gejala bahasa yang ada memperlihatkan adanya tarik-menarik antara bahasa Sunda dan bahasa Jawa di Kabupaten Pangandaran sebagai bentuk primordialisme masyarakat perbatasan Jawa Barat dan Jawa Tengah.
Maka: Antara Fakta dan Tata Bahasa dalam Bahasa Indonesia Umi Kulsum; Cece Sobarna; Tajudin Nur; Wagiati Wagiati
MABASAN Vol. 15 No. 1 (2021): Mabasan
Publisher : Kantor Bahasa Nusa Tenggara Barat

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.26499/mab.v15i1.445

Abstract

Banyaknya pemakaian maka dalam kondisi berbahasa Indonesia sekarang bertolak belakang dengan kajian atau bahasan mengenai maka. Tidak ditemukan tulisan pakar yang membahas maka secara terperinci, termasuk dalam Tata Bahasa Baku Bahasa Indonesia yang hanya menyebutkan maka sebagai konjungtor subordinatif hasil. Uraian mengenai maka yang agak lengkap justru ditemukan dalam Kamus Umum Bahasa Indonesia karya W.J.S. Poerwadarminta yang sudah cukup lama terbit. Tulisan ini mencoba mengamati maka dari sisi kenyataan (fakta) yang ada dan dari sisi tata bahasa. Maka dalam tulisan ini ditinjau atas perilaku sintaksis, makna, dan bentuknya. Berdasarkan perilaku sintaksis dan makna, maka yang mengikuti anak kalimat mempunyai frekuensi kemunculan yang paling banyak (jika…, maka….). Batas maka sebagai konjungtor antarkalimat dan konjungtor antarklausa sangat tipis, apalagi dalam ragam lisan. Berdasarkan bentuknya dapat dinyatakan bahwa sebagian besar maka merupakan konjungsi dasar (tidak bergabung dengan bentuk lain). Akan tetapi, ada juga modifikasi maka, yaitu bergabung dengan –nya dan bergabung dengan dari itu.
PENGUASAAN PERIBAHASA SUNDA OLEH PENUTUR SUNDA DI KECAMATAN LURAGUNG, KABUPATEN KUNINGAN, PROVINSI JAWA BARAT Sugeng Riyanto; Tatang Suparman; Wagiati Wagiati
SUAR BETANG Vol 13, No 1 (2018): Juni 2018
Publisher : Balai Bahasa Kalimantan Tengah

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.26499/surbet.v13i1.73

Abstract

Peribahasa Sunda merupakan kumpulan kearifan lokal yang tersimpan rapi dalam bahasa, terutama berisi nasihat dan contoh pekerti yang baik. Penelitian yang dilakukan ini bertujuan membuktikan bahwa bahasa Sunda, melalui peribahasa, berperan penting dalam menyumbang kearifan bangsa. Penelitian ini berancangan kualitatif dengan data yang dikuantifikasi. Penelitiannya berupa penelitian lapangan. Lokasi penelitian berada di Kecamatan Luragung, Kabupaten Kuningan, Provinsi Jawa Barat. Data dikumpulkan dari dua belas pembahan yang berbahasa pertama Sunda dan berumur antara 13 tahun dan 47 tahun. Hasil penelitian menunjukkan bahwa informan muda jauh lebih sedikit menguasai peribahasa daripada informan dewasa. Semua informan menganggap penting untuk mengetahui peribahasa Sunda, tetapi disayangkan bahwa generasi muda kurang memiliki kesempatan untuk mempelajarinya dan antara lain juga terdesak oleh bahasa Indonesia. Semua informan bangga pada bahasa Sunda sebagai bahasa daerah dan sebagai penyimpan kebudayaan(The Mastery of Sundanese Proverbs by Sundanese Speakers in Luragung Sub-district, Kuningan District, West Java Province)Sundanese proverb is a collection of local wisdom stored neatly in the language, especially containing advice and examples of good character. This research aims to prove that Sundanese language, through proverbs, plays an important role in contributing to the wisdom of the nation. This qualitative research is a field research. The research location is in Luragung District, Kuningan Regency, West Java Province. The data were collected from twelve first language speakers of Sundanese language between 13 years and 47 years old. The results show that younger informants fewer master proverbs than adult informants. All informants considered it is important to know the Sundanese proverb but regretted that the younger generation lacked the opportunity to learn it and among other things also pressed by the Indonesian language. All informants are proud of Sundanese as a regional language and as a cultural store.
PEMERTAHANAN BAHASA SUNDA SEBAGAI ALAT KOMUNIKASI OLEH PENUTUR SUNDA DI KOMPLEKS PERUMAHAN DI KABUPATEN BANDUNG NFN Wagiati; Duddy Zein
SUAR BETANG Vol 12, No 1 (2017): Juni 2017
Publisher : Balai Bahasa Kalimantan Tengah

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.26499/surbet.v12i1.14

Abstract

This study describes the maintenance of the Sundanese language as a means of communication by speakers living in residences in Bandung Regency. The method used is qualitative method with descriptive data analysis. The analysis is divided into six domains of communication, namely kinship, neighborhood, intimacy, education, transaction, and government. The result of the research shows that (1) Sundanese is often used by Sundanese speakers in residential complex in Bandung in four communication domains, namely kinship, intimacy, neighborhood, and transaction. It means that the maintenance of Sundanese language in all four domains is still quite strong. In the realm of education and government, the maintenance of Sundanese language is very weak. (2) The interlocutor factor is crucial to the decision of the use of Sundanese language in the realm of communication. In the realm of education, there are non-Sundanese students who still maintain their mother tongue. This condition continues to grow until finally the number of students speaking Sundanese as their mother tongue decrease in number. In the realm of transaction, the interlocutor factor is also crucial. Sundanese is used by Sundanese speakers if the interlocutor is clearly identified as Sundanese. If it is not recognized, the Indonesian language will be used. Younger speakers also use Indonesian more when dealing with officials in government offices, including village head offices, some of whom are Sundanese and speak one