Claim Missing Document
Check
Articles

Found 13 Documents
Search

Pancasila as the Marriage Legal Idea for Indigenous Women and Ancestors Tridewiyanti, Kunthi
Law Research Review Quarterly Vol 2 No 4 (2016): L. Research Rev. Q. (November 2016) "Pancasila and Global Ideology: Challenges an
Publisher : Faculty of Law Universitas Negeri Semarang

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.15294/snh.v2i01.21328

Abstract

The phenomenon of injustice in the field of marriage for indigenous women and tribesmen continues to occur, including that it can be seen from discriminatory policies. This doctrinal research is expected to answer the problem, because Pancasila should be the legal ideal (recht idée) of the foundation of marital law that has "justice" for them. This paper will discuss: First, Pancasila as a legal ideal. Second, Pancasilas is a justified legal ideal using the Pancasila legal theory. Third, Pancasila as the ideal of marriage law. Fourth. Pancasila as a marriage law ideal for indigenous women and followers using the "legal development theory" offered by Mochtar Kusumaatmadjadan Niken Savitri with "feminist legal theory" to address the issue of injustice in the marital field.
Bunga Rampai APHA Indonesia: Melihat Covid-19 dari Perspektif Hukum Adat Windia, Wayan P.; Irianto, Sulistyowati; Wulansari, Chatarina Dewi; Rato, Dominikus; Pide, A Suriyaman Mustari; Sembiring, Rosnidar; Utomo, Laksanto; Sulastriyono, Sulastriyono; Hammar, Robert K.R; Syamsuddin, Syamsuddin; Rumkel, Nam; Adiasih, Ning; Tridewiyanti, Kunthi; Yulianti, Rina; Aida, Nur; Ardianto, Yosia
Jurnal Hukum Adat Indonesia 2020: Bunga Rampai APHA Indonesia: Melihat Covid-19 dari Perspektif Hukum Adat
Publisher : Asosiasi Pengajar Hukum Adat (APHA) Indonesia, Fakultas Hukum Universitas Trisakti - Jakarta Barat, Indonesia

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (5003.029 KB) | DOI: 10.46816/jial.v1i1.1

Abstract

Ketika pertama kali diumumkan sebagai pandemi global pada 11 Maret 2020 lalu oleh WHO jumlah infeksi di seluruh dunia telah mencapai lebih dari 121.000. Indonesia masih merasa aman dari wabah virus yang sudah melumpuhkan sebagian negara-negara di dunia, Presiden Joko Widodo pada awal Maret lalu yang tadinya membuat masyarakat berada di zona nyaman, harus mengakui kekalahan dengan adanya laporan kasus covid-19 yang disebabkan oleh virus SARS-Cov-2 atau yang lebih dikenal dengan sebutan virus Corona. Penyebaran virus yang tak-pernah-disangka akan sampai di Indonesia itu hingga kini masih berlanjut. Pusat Pemodelan Matematika dan Simulasi Institut Teknologi Bandung mempekirakan pandemi ini akan mencapai puncaknya pada akhir Maret dan berakhir pada pertengahan April 2020. Bahkan dengan kedinamisan data yang ada, prediksi tersebut bisa saja berubah. Data ini tentunya bukan untuk membuat kepanikan di tengah masyarakat, namun lebih untuk membuat masyarakat waspada dan memberikan gambaran bagi pemerintah dalam penanganannya. Yakni penanganan secara kompehensif, khususnya untuk mencegah penyebaran yang lebih luas agar jumlah infeksi dapat ditekan. Kini sebaran Covid 19 makin luas dan menghawatirkan. Jumlah kasus orang yang terpapar Covid-19 di Indonesia pun terus meningkat dari hari ke hari. Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) sampai tanggal 28 April 2020 menyatakan ada sebanyak 9.511 orang positif, sembuh 1.254 orang sembuh, dan meninggal sebanyak 773 orang telah meninggal dunia akibat virus tersebut. Pemerintah memang telah menetapkan wabah Covid-19 itu sebagai bencana non alam dengan status sebagai bencana nasional berdasarkan ketentuan Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2007 tentang Bencana Nasional. Pemerintah juga telah membentuk Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19. Di level daerah, masingmasing pemerintah daerah juga telah membentuk satuan tugas untuk menangani wabah Covid-19. Perluasan sebaran Covid 19 tersebut telah berimplikasi terhadap berbagai aspek kehidupan masyarakat di bidang ekonomi, sosial, budaya, dan hukum. Dari aspek peraturan perundang-undangan, setidaknya Indonesia telah memiliki 2 (dua) Undang-undang dan 1 (satu) Peraturan Pemerintah yang mengatur mengenai penanganan wabah yaitu UU Nomor 4 Tahun 1984 tentang Wabah Penyakit Menular, UU Nomor 6 Tahun 2018 tentang Kekarantinaan Kesehatan, dan Peraturan Pemerintah Nomor 21 Tahun 2020 tentang Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB). Ketiga instrumen hukum tersebut belum terlalu lengkap diatur oleh peraturan teknis di bawahnya, terutama UU 6 Tahun 2018. Hal ini menjadi kendala dan urgen menjadi prioritas pemerintah. Untuk mencegah meluasnya sebaran Covid 19, Pemerintah-pun telah melakukan berbagi upaya untuk memutus mata rantai penularan virus Covid 19. Imbauan menggunakan masker, rajin mencuci tangan pakai sabun, social distancing, physical distancing, WFH, SFH, beribadah di rumah, sampai dengan penerapan PSBB. Namun nampaknya upaya pencegahan tersebut belum efektif sebagaimana yang diharapkan walaupun telah ada peraturan perundangundangan (hukum tertulis) yang menjadi dasar pelaksanaannya.
IMPLIKASI DAN IMPLEMENTASI PENCEGAHAN PERKAWINAN ANAK Titing Sugiarti; Kunthi Tridewiyanti
Jurnal Legal Reasoning Vol 4 No 1 (2021): Desember
Publisher : Fakultas Hukum Universitas Pancasila

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.35814/jlr.v4i1.2968

Abstract

Perkawinan Anak di Indonesia sudah menjadi gejala sosial, apalagi ketika di masa Pandemi Covid -19 telah memberikan dampak serius terhadap laju penambahan angka perkawinan anak. Beberapa penemuan di lapangan, kasus perkawinan anak meningkat tajam di masa Pandemi Covid -19. Atas dasar itu peneliti akan mempertanyakan Bagaimana implikasi dan implementasi berlakunya Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2019 terkait pencegahan perkawinan anak. Penelitian ini menggunakan metode yuridis normatif, dengan mengumpulkan data sekunder, berupa bahan hukum primer, sekunder dan tersier. Hasil Penelitian menunjukkan bahwa Implikasi dalam upaya pemetaan dan harmonisasi kebijakan terus dilakukan oleh Pemerintah untuk mencegah perkawinan anak. Harmonisasi diperlukan agar berbagai regulasi tingkat pusat dan daerah dapat selaras, saling mendukung dan efektif dalam pelaksanaannya di lapangan. Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2019 Tentang Perkawinan masih perlu disinkronisasikan dengan Peraturan Mahkamah Agung Nomor 5 Tahun 2019 Tentang Pedoman Mengadili Permohonan Dispensasi Perkawinan. Upaya ini dilakukan untuk konsistensi dan ketegasan para hakim dalam memutuskan perkara dispensasi sesuai dengan semangat mencegah atau menolak perkawinan anak. Walaupun Pemerintah berupaya untuk mencegah terjadinya Perkawinan anak dengan menerbitkan Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2019, ada aturan dispensasi dan diikuti dengan dikeluarkannya Peraturan Mahkamah Agung Nomor 5 Tahun 2019, namun dalam implementasi nya masih ditemui beberapa kasus perkawinan anak apalagi di masa pandemi Covid -19 data yang diperoleh meningkat dengan beberapa faktor penyebabnya yaitu faktor sosial, agama, ekonomi, budaya, penerapan kegiatan belajar mengajar secara daring yang tidak efektif, dan akses terhadap konten negatif media sosial dan internet telah meningkatkan perilaku online yang berisiko, seperti kekerasan siber, predator dan sebagainya.
URGENSI NILAI-NILAI PANCASILA DALAM PENGATURAN TENTANG PEMASYARAKATAN Myrna A. Safitri; Ricca Anggraeni; Adnan Hamid; Kunthi Tridewiyanti
Pancasila: Jurnal Keindonesiaan Vol. 1 No. 2 (2021): VOLUME 1 NOMOR 2 OKTOBER 2021
Publisher : Badan Pembinaan Ideologi Pancasila

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.52738/pjk.v1i2.19

Abstract

Sebagaimana diatur dengan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1995, sistem pemasyarakatan di Indonesia telah mengubah konsep pemenjaraan pada era kolonial Belanda ke konsep pemasyarakatan. Perubahan konsep ini dimaksudkan untuk menerapkan program-program yang sifatnya menjerakan sekaligus merehabilitasi serta mereintegrasi narapidana secara sosial. Dengan demikian narapidana dapat kembali lagi menjadi warga masyarakat yang baik. Dalam praktiknya, tujuan ideal dari konsep pemasyarakatan ini tidak mudah terwujud. Persoalan-persoalan dalam pelaksanaan sistem pemasyarakatan ini sejatinya saling berkelindan, sehingga kebutuhan untuk mengubah Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1995 menjadi penting. Dalam kaitan dengan rencana perubahan hukum itu maka penting pula mempelajari bagaimana sistem pemasyarakatan sesuai dengan nilai-nilai Pancasila dan bagaimana norma hukum baru yang akan dibentuk menguatkan nilai-nilai Pancasila. Dengan menggunakan metode penelitian doktrinal, penelitian ini menyimpulkan bahwa Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1995 masih berisikan norma-norma yang belum lengkap atau tidak dirumuskan dengan jelas dan kuat terkait dengan beberapa sila Pancasila, seperti untuk meningkatkan rasa cinta tanah khususnya bagi narapidana terorisme dan separatisme. Pun studi ini menemukan bahwa nilai-nilai Pancasila dalam filsafat pemidanaan berkait dengan kemanusiaan, edukasi dan keadilan. Konsep keadilan bergeser dari keadilan retributif dan restitutif menjadi keadilan restoratif.
PENYELESAIAN PERMASALAHAN WARIS DAN HARTA BERSAMA AKIBAT PERCERAIAN DI DESA SUKAHARJA, BOGOR, JAWA BARAT Yunan Prasetyo Kurniawan; Kunthi Tridewiyanti; Naomi Dominique Hutahaean; Henri Christian Pattinaja; Endra Wijaya
PROSIDING SERINA Vol. 2 No. 1 (2022): PROSIDING SERINA IV 2022
Publisher : Lembaga Penelitian dan Pengabdian Kepada Masyarakat Universitas Tarumanagara

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (577.404 KB) | DOI: 10.24912/pserina.v2i1.19958

Abstract

Permasalahan waris dan harta bersama perkawinan, akibat dari perceraian sering menjadi isu dalam masyarakat Indonesia, khususnya di Desa Sukaharja, Bogor. Problematika harta perkawinan akibat dari perceraian, seharusnya dibagi dua menjadi sama rata antara suami dan istri, yang berdasarkan dalam ketentuan Pasal 128 KUHPerdata, “Setelah bubarnya persatuan, maka harta benda kesatuan dibagi dua antara suami dan istri, atau antara para ahli waris mereka masing-masing, dengan tak mempedulikan soal dari pihak yang manakah barang-barang itu diperolehnya”. Harta dalam perkawinan selalu menjadi masalah yang selalu dibicarakan dan berpengaruh besar dalam kehidupan perkawinan dan apabila mereka bercerai. Dalam undang-undang perkawinan, harta benda yang ada setelah perkawinan akan menjadi harta bersama. Pembagian dari harta bersama setelah perceraian harus didasarkan pada unsur keadilan untuk masing-masing pihak yang terikat dan tidak hanya menguntungkan satu pihak.
PENYELESAIAN MASALAH HUKUM PIDANA DI DESA SUKAHARJA , BOGOR, JAWA BARAT Yunan Prasetyo Kurniawan; Kunthi Tridewiyanti; Muhammad Soleh Bagja; Theo Andreas; Salwa Ummu Fazya; Annisa Fitri; Henri Christian Pattinaja
Jurnal Bakti Masyarakat Indonesia Vol. 5 No. 1 (2022): Jurnal Bakti Masyarakat Indonesia
Publisher : Lembaga Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat, Universitas Tarumanagara

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.24912/jbmi.v5i1.18462

Abstract

The problem of criminal law is a problem that does not escape people's lives, both rural and urban, including thepeople of Sukaharja Village, Bogor, West Java. They feel anxious because theft is rampant in their village area,children are addicted to playing gadgets causing unwanted consequences for parents such as trying drugs andvictims of cyberbullying, as well as the fear felt by witnesses, especially in buying and selling land. Therefore, theFaculty of Law, University of Pancasila in collaboration with Sukaharja Village held legal counseling which aims toprovide a way out for people who continue to experience problems related to criminal law, such as ensuring thatwitnesses will get legal protection who need not be afraid of things that are wrong with them. bad enough totraumatize them. In this activity, what is felt by the community in the field of criminal law is jointly discussed, thentried to provide a solution by lecturers in the field of criminal law. In overcoming gadget addiction to children,village heads can build shared playgrounds so that children can play outside the house with parental supervisionand the government can provide free tourist support so that children can learn from the natural environmentnaturally together with their parents. In addition, witnesses should be treated like humans who should not be chaseduntil they are traumatized when they become witnesses and not ask questions that intimidate witnesses, both in termsof buying and selling land and other cases.   ABSTRAK: Problema hukum pidana merupakan masalah yang tidak luput dalam kehidupan masyarakat, baik desa maupun kota,tidak terkecuali masyarakat Desa Sukaharja, Bogor, Jawa Barat. Mereka merasa keresahan sebab pencurianmerajalela di daerah desa mereka, anak-anak yang kecanduan bermain gadget sehingga timbul akibat yang tidakdiinginkan oleh orang tua seperti mencoba narkoba dan korban cyberbullying, serta ketakutan yang dirasakan olehsaksi, terutama dalam jual beli tanah. Oleh karena itu, Fakultas Hukum Universitas Pancasila bekerja sama denganDesa Sukaharja mengadakan penyuluhan hukum yang bertujuan untuk memberikan pandangan jalan keluar bagimasyarakat yang terus mengalami permasalah terkait hukum pidana, seperti meyakinkan bahwa saksi akanmendapatkan perlindungan hukum yang tidak perlu takut akan hal- hal yang buruk sehingga timbul trauma bagimereka. Dalam kegiatan ini, apa yang dirasakan masyarakat di bidang hukum pidana secara bersama-samadidiskusikan, kemudian mencoba memberikan jalan keluarnya oleh para dosen bidang hukum pidana. Dalammengatasi kecanduan gadget terhadap anak, kepala desa dapat membangun taman bermain bersama agar anak-anakdapat bermain di luar rumah dengan pengawasan orang tua serta pemerintah dapat memberikan dukungan tempatwisata gratis agar anak-anak dapat belajar dari lingkungan alam secara alami bersama dengan orang tua. Di sampingitu, para saksi seharusnya dilakukan seperti manusia yang tidak sepatutnya sampai dikejar-kejar hingga membuatrasa trauma ketika menjadi saksi serta tidak memberikan pertanyaan yang mengintimidasi saksi, baik dalam hal jualbeli tanah maupun kasus lainnya.
TINDAK PIDANA KEKERASAN SEKSUAL DALAM KITAB UNDANG-UNDANG SIMBUR CAHAYA DAN KITAB UNDANG-UNDANG TANJUNG TANAH Hidayahni Permana Sari Putri; Yamin Yamin; Kunthi Tridewiyanti
Kertha Semaya : Journal Ilmu Hukum Vol 11 No 1 (2022)
Publisher : Fakultas Hukum Universitas Udayana

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.24843/KS.2022.v11.i01.p10

Abstract

Pada artikel ini akan dipaparkan sekelumit tentang jejak-jejak artefak norma tentang tindak pidana pelecehan seksual dalam Kitab Undang-Undang Tanjung Tanah dan Undang-Undang Simbur Cahaya. Undang-Undang Tanjung Tanah yang ditemukan di kawasan Kerinci, Jambi, merupakan salah satu naskah tertua, karena ditulis sekitar abad XIV dengan segala pola perumusan dalam rangka kodifikasi norma hukum di masa lalu. Selain itu, artikel ini juga menyajikan jejak-jejak norma dalam UU Penerangan. Analisis disajikan dalam disiplin ilmu filologi. Teks-teks yang dihadirkan oleh para filolog dapat menggambarkan jejak artefak normatif mengenai kejahatan seksual di masa lalu. Artikel ini menyimpulkan bahwa sanksi pidana untuk kejahatan seksual dalam UU Tanjung Tanah lebih berat, bahkan hingga hukuman mati. Dalam Undang-Undang Simbur Cahaya, tindak pidana kekerasan seksual lebih merupakan sanksi administratif dengan denda tertentu. This article presents the traces of the norm artifacts regarding the crime of sexual harrasment in the Tanjung Tanah Law and the Simbur Cahaya Law. The Tanjung Tanah Law, which was found in the Kerinci area, Jambi, is one of the oldest manuscripts because it was written around the XIV century with all patterns of formulation in the context of codifying legal norms in the past. In addition, this article also explains a bit about the traces of norms in the Act of Lighting. In the method of presenting the text editions of the Tanjung Tanah Law and the Simbur Cahaya Law, the discipline of philology is used. The texts presented by philologists can illustrate traces of normative artifacts regarding sexual crimes in the past. Criminal sanctions for sexual crimes in the Tanjung Tanah Law are more severe, even up to the death penalty. In the Simbur Cahaya Act, the crime of sexual violence is more of an administrative sanction with a specified fine.
PENYALAHGUNAAN KONSEP KAWIN MUT’AH PADA PRAK- TIK KAWIN KONTRAK Abdullah, Zaitun; Tridewiyanti, Kunthi
Journal of Islamic Law Studies Vol. 2, No. 1
Publisher : UI Scholars Hub

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Marriage is an emotional and physical bond between a man and a woman to establish a perpetual family as stipulated in The Marriage Act Number 1 Year 1974 and The Islamic Law Compilation (Kompilasi Hukum Islam). However, there are facts that in Tugu Utara Village (Desa), Cisarua, Bogor, many couples conduct marriage just for temporary period. That marriage known as the con- tract marriage (perkawinan kontrak), and people who live in Tugu Utara Village call it with mut’ah marriage. Of course, that is an interesting matter to study, because it seems there is a mistake in un- derstanding the concept of mut’ah marriage. By conducting non-doctrinal research, this research will show that the people’s perception in Tugu Utara Village about contract marriage, which is consid- ered same as mut’ah marriage, is totally wrong. The inaccuracies are due to, among others, couples who have conducted contract marriage are not the followers of Shiite, and also, in some points, the marriage contract was in fact very different from the real mut’ah marriage practice. Besides that, the contract marriage, which is conducted in Tugu Utara Village, in many aspects is unlawful.
The Development of Indonesian Marriage Law in Contemporary Era Nurul Miqat; Handar Subhandi Bakhtiar; Safrin Salam; Kunthi Tridewiyanti; Kayode Muhammed Ibrahim
De Jure: Jurnal Hukum dan Syari'ah Vol 15, No 1 (2023)
Publisher : Shariah Faculty UIN Maulana Malik Ibrahim Malang

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.18860/j-fsh.v15i1.17461

Abstract

Family law is part of the legal system that applies in Indonesia, which has developed along with social developments in society. This paper provides an overview of how the development of family law in Indonesia uses a normative approach and describes the development of family law in Indonesia these days. The development of family law in Indonesia is influenced by several factors, ranging from the historical aspect of law to today's social developments. The development of family law develops according to the community's needs for legal certainty and aspects related to family relations, starting from age limits for prospective husbands and prospective wives, child status, and marriage agreements to a marital status that is not administratively registered.
The Development of Indonesian Marriage Law in Contemporary Era Miqat, Nurul; Bakhtiar, Handar Subhandi; Salam, Safrin; Tridewiyanti, Kunthi; Ibrahim, Kayode Muhammed
De Jure: Jurnal Hukum dan Syari'ah Vol 15, No 1 (2023)
Publisher : Shariah Faculty UIN Maulana Malik Ibrahim Malang

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.18860/j-fsh.v15i1.17461

Abstract

Family law is part of the legal system that applies in Indonesia, which has developed along with social developments in society. This paper provides an overview of how the development of family law in Indonesia uses a normative approach and describes the development of family law in Indonesia these days. The development of family law in Indonesia is influenced by several factors, ranging from the historical aspect of law to today's social developments. The development of family law develops according to the community's needs for legal certainty and aspects related to family relations, starting from age limits for prospective husbands and prospective wives, child status, and marriage agreements to a marital status that is not administratively registered.