Claim Missing Document
Check
Articles

Found 17 Documents
Search

Uji efek ekstrak daun papaya (Carica papaya L.) terhadap kadar gula darah tikus Wistar (Rattus norvegicus) yang diinduksi aloksan Senduk, Cynthia C.C.; Awaloei, Henoch; Nangoy, Edward
e-Biomedik Vol 4, No 1 (2016): eBiomedik
Publisher : Universitas Sam Ratulangi

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.35790/ebm.v4i1.12291

Abstract

Abstract: Indonesia is a tropical country with more than 9,600 kinds of medicinal plants; one of them is papaya. Extract of papaya leaf (Carica papaya) is presumed to have hypoglycemia effect because it contains flavonoid, alkaloid, saponin, and tannin. This study aimed to evaluate the effect of papaya leaf extract on elevated blood glucose levels on Wistar rats induced with alloxan. This was an experimental study with 18 male Wistar rats as subjects, divided into 6 groups (3 rats in each group). Group 1, the negative control group, was given aquadest only. Group 2, the positive control group, was treated with alloxan 120 mg/kg body weight (BW) followed by novomix 0.2 iu/200 g BW. Group 3 and 4 were treated with alloxan 120 mg/kg BW followed by papaya leaf extract dosing 250 mg and 500 mg/kg BW respectively. Group 5 and 6 were treated with papaya leaf extract dosing 250 mg and 500 mg/kg BW without alloxan induction. Blood glucose levels were measured on day 1, day 2, and day 3 every six hours at 0, 6, 12, 18, and 24 hours. The results showed that 250 mg/kg BW and 500 mg/kg BW of papaya leaf extract could reduce the elevated blood glucose on Wistar rats for 12 hours after treatment. Conclusion: The extract of papaya leaves could reduce blood sugar levels in hyperglicemic Wistar rats induced by alloxan. Keywords: papaya leaves (carica papaya L.), blood sugar levels, alloxan. Abstrak: Indonesia merupakan salah satu negara beriklim tropis yang memiliki banyak jenis tumbuhan. Sekitar 9.600 spesies tumbuhan merupakan tumbuhan yang berkhasiat obat, salah satunya ialah pepaya. Ekstrak daun pepaya (Carica papaya L.) diduga mempunyai efek hipoglikemia karena mengandung flavonoid, alkaloid, saponin, dan tannin. Penelitian ini bertujuan untuk menguji pengaruh pemberian ekstrak daun pepaya (Carica papaya L.) terhadap kadar gula darah tikus Wistar (Rattus norvegicus) yang diinduksi aloksan. Jenis penelitian ini eksperimental. Subyek penelitian yang digunakan ialah 18 ekor tikus Wistar jantan yang dibagi menjadi 6 kelompok (setiap kelompok terdiri dari 3 tikus). Kelompok 1 (K1) merupakan kelompok kontrol negatif hanya diberikan aquades; kelompok 2 (K2) merupakan kelompok kontrol positif diberikan aloksan dan novomix 0,2 iu/200 g BB; kelompok 3 (K3) dan kelompok 4 (K4) merupakan kelompok perlakuan diberikan aloksan kemudian ekstrak daun pepaya dengan dosis 250 mg/kg BB dan 500 mg/kg BB; kelompok 5 (K5) dan kelompok 6 (K6) merupakan kelompok perlakuan diberikan daun pepaya dengan dosis 250 mg/kg BB dan 500 mg/kg BB tanpa induksi aloksan. Data diperoleh dari pemeriksaan kadar gula darah dari semua kelompok tikus Wistar pada hari ke-1, ke-2, dan ke-3 pada jam ke-0, 6, 12, 18, dan 24. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pemberian ekstrak daun pepaya dengan dosis 250 mg dan 500 mg/kg BB tikus berefek menurunkan kadar gula darah tikus wistar selama 12 jam pasca pemberian ekstrak daun pepaya. Simpulan: Ekstrak daun pepaya berpotensi memiliki efek dalam menurunkan kadar gula darah pada tikus Wistar.Kata kunci: daun pepaya (carica papaya L.), kadar gula darah, aloksan
Perhitungan Biaya Satuan (Unit Cost) Berdasarkan Clinical Pathway Bronkopneumonia Anak di RSUP Prof. Dr. R. D. Kandou Manado Periode Juli 2017- Juni 2018 Arikalang, Giza E. E.; Nangoy, Edward; Mambo, Christi D.
eBiomedik Vol 7, No 1 (2019): eBiomedik
Publisher : Universitas Sam Ratulangi

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.35790/ebm.7.1.2019.22219

Abstract

Abstract: Calculation of unit cost could give some information to healthcare policy. Broncho-pneumonia is a lung inflammation disease that occurs in around 30% of babies with high mortality risk. This study was aimed to determine the general depiction of unit cost calculation for bronchopneumonia among pediatric patients at Prof. Dr. R. D. Kandou Hospital according to clinical pathway. This was an observational retrospective study. Samples were obtained by using random sampling as many as 42 samples that fulfilled inclusion criteria. Processed data included patients’ demography, treatment, and the average of direct cost calculation. The results showed that the implemented therapy consisted of antibiotic, non-antibiotic, fluid therapy, ancillary laboratory examination, radiology, and ancillary diagnostics. Total cost for drugs was Rp. 8,822,455; laboratory Rp. 28,568,725; radiology Rp. 9,912,400; and ancillary diagnostic examination Rp. 7,110,000. Compared to the cost covered by BPJS, the hospital had some excess as follows: drug unit Rp. 958,549, radiology Rp. 1,771,517, and ancillary diagnostic examination Rp. 581,852. For ancillary laboratory examination in the hospital, there was a difference as much as Rp. 1,341,276 less than the the BPJS coverage. Conclusion: There was an excess difference within drug unit, radiology, and ancillary examinations for pediatric bronchopneumonia, while laboratorium unit possess lesser cost than BPJS.Keywords: bronchopneumnonia, cost unitAbstrak: Perhitungan biaya satuan merupakan salah satu informasi masukan dalam pembuatan kebijakan pelayanan. Bronkopneumonia ialah penyakit radang paru yang terjadi pada sekitar 30% anak balita dengan risiko kematian yang tinggi. Penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan gambaran perhitungan biaya satuan pada pasien bronkopneumonia anak di RSUP Prof. Dr. R. D. Kandou berdasarkan clinical pathway. Jenis penelitian ialah observasional retrospektif. Sampel penelitian dikumpulkan dengan metode random sampling berjumlah 42 sampel yang memenuhi kriteria inklusi. Data meliputi data demografi pasien, gambaran pengobatan, dan penghitungan rata-rata biaya langsung. Hasil penelitian mendapatkan bahwa terapi yang digunakan ialah antibiotik, non antibiotik, terapi cairan, serta penunjang laboratorium, radiologi, dan penunjang diagnostik. Total biaya untuk obat Rp. 8.822.455, laboratorium Rp. 28.568.725, radiologi Rp. 9.912.400, dan penunjang diagnostik Rp. 7.110.000. Bila dibandingkan dengan biaya tanggungan BPJS, rumah sakit memiliki selisih lebih pada unit obat sebanyak Rp. 958.549, radiologi Rp. 1.771.517, dan penunjang diagnostik Rp. 581.852. Untuk penunjang laboratorium, terdapat selisih kurang sebesar Rp. 1.341.276. Simpulan: Pada pengobatan bronkopneumonia anak terdapat perbedaan selisih lebih pada unit obat, radiologi, dan penunjang diagnostik, serta terdapat selisih kurang pada unit laboratoriumKata kunci: bronkopneumonia, perhitungan biaya satuan
Gambaran dan Rasionalitas Penggunaan Antibiotik pada Pasien Dewasa dengan Community Acquired Pneumonia di RSUP Prof. Dr. R. D. Kandou Manado Periode Juni 2017-Mei 2018 Prakoso, Dimas; Posangi, Jimmy; Nangoy, Edward
eBiomedik Vol 6, No 2 (2018): eBiomedik
Publisher : Universitas Sam Ratulangi

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.35790/ebm.6.2.2018.22156

Abstract

Abstract: Irrational utilization of antibiotic led to several burdens for healthcare providers, one of them is antibiotic resistance. Community acquired pneumonia (CAP) has increased mortality rate due to irrational antibiotic utilization. This study was aimed to obtain a general depiction and antibiotic rational utilization quantitatively assessed of CAP in adult patients at Prof. Dr. R. D. Kandou Hospital Manado from June 2017 to May 2018. This was a retrospective descriptive study with a cross sectional design. Samples were 42 patients with CAP obtained by using simple random sampling. The results showed that values of DDD/100 inpatient days were, as follows: beta-lactam (33), macrolides (13.758), and fluoroquinolone (20.072). According to the ratio between estimated DDD value of Prof. Dr. R. D. Kandou and DDD WHO, all prescribed antibiotics had DDD values below or close to the value of DDD WHO. Albeit, there were discrepancies between antibiotic utilization in the field and reccomendation of Clinical Practice Guideline of Internal Medicine Department. Conclusion: Within the period of June 2017 - May 2018 the most prescribed antibiotic classes for CAP in adult patients at Prof. Dr. R. D. Kandou Hospital were beta-lactam, macrolides, and fluoroquinolone meanwhile the most prescribed antibiotics were ceftriaxone and azithromycin. In general, drug utilization was rational assessed quantitatively by using DDD WHO criteria.Keywords: antibiotic rationality, CAP, DDD WHO, Prof. Dr. R. D. Kandou Abstrak: Penggunaan antibiotik yang tidak rasional dapat membebani tenaga kesehatan, salah satunya ialah resistensi antibiotik. Community acquired pneumonia (CAP) mengalami peningkatan mortalitas tinggi akibat penggunaan antibiotik yang tidak tepat. Penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan gambaran umum dan penilaian rasionalitas secara kuantitatif dari penggunaan antibiotik pada pasien dewasa dengan CAP di RSUP Prof. Dr. R. D. Kandou Manado periode Juni 2017-Mei 2018. Jenis penelitian ialah deskriptif retrospektif dengan desain potong lintang. Sampel sebanyak 41 pasien dewasa dengan CAP diambil dengan simple random sampling. Hasil penelitian mendapatkan DDD/100 hari rawat inap penggunaan antibiotik dari tiga golongan antibiotik yaitu beta-lactam (33), makrolida (13,758), dan florokuinolon (20,072). Berdasarkan rasio estimasi DDD di RSUP Prof. Dr. R. D. Kandou Manado dan DDD WHO seluruh obat yang digunakan masih berada di bawah DDD WHO atau mendekati nilai tersebut. Terdapat perbedaan antara penggunaan antibiotik di lapangan dan rekomendasi dari Panduan Praktek Klinis dari Bagian Ilmu Penyakit Dalam. Simpulan: Pada periode Juni 2017 - Mei 2018 golongan antibiotik yang paling banyak diberikan untuk pasien dewasa dengan CAP di RSUP Prof. Dr. R. D. Kandou Manado ialah beta-lactam, diikuti makrolida dan florokuinolon sedangkan antibiotik yang paling banyak diberikan ialah ceftriaxone dan azithromisin. Secara keseluruhan penggunaan obat sudah rasional secara kuantitatif diukur dengan kriteria DDD WHO.Kata kunci: rasionalitas antibiotik, CAP, DDD WHO, RSUP Prof. Dr. R. D. Kandou Manado
UJI EFEK ANTIBAKTERI AIR PERASAN DAGING BUAH NANAS (ANANAS COMOSUS (L)MERR) TERHADAP BAKTERIKLEBSIELLA PNEUMONIAE Makalew, Miranda A. J.; Nangoy, Edward; Wowor, Pemsi M.
e-Biomedik Vol 4, No 1 (2016): eBiomedik
Publisher : Universitas Sam Ratulangi

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.35790/ebm.v4i1.11287

Abstract

Abstract: Treatment based on natural materials has long been used by people in various parts of the world. One of the natural materials used by the community for treatment is pineapple fruit (Ananas comosus (L) Merr).In addition to the empirical use, research was also conducted to obtain scientific data of such use. The research about the antibacterial effects of pineapple fruit is one of them. Gram-negative bacteria are often used to test the antibacterial effect of pineapple fruit. Klebsiella pneumoniae is a gram-negative bacteria that cancause nosocomial infections and community infections. This study aimed to determine the antibacterial effect of the juice of pineapple fruit pulp against Klebsiella pneumoniae. This study was conducted using experimental methods in the Laboratory of Pharmacology and the Laboratory of Microbiology, Faculty of Medicine, University of Sam Ratulangi. The juice of pineapple fruit pulp that used in this study were divided into three concentrations, the concentration of 100%, 50% and 25%. The antibacterial effect was tested using the disc diffusion method. The average diameter of inhibition zone from thejuice of pineapple fruit pulp concentration of 100%, 50% and 25% respectively of 1.76 mm, 1.12 mm, and 0.67 mm. It can be concluded that the juice of pineapple fruit pulp has potential antibacterial effect against Klebsiella pneumoniae.Keywords: juice of pineapple fruit pulp, klebsiella pneumoniae, antibacterial effectAbstrak: Pengobatan berbasis bahan alam sudah lama digunakan oleh masyarakat di berbagai belahan dunia.Salah satu bahan alam yang digunakan masyarakat untuk pengobatan adalah buah nanas (Ananas comosus (L) Merr).Selain penggunaan secara empiris, penelitian juga dilakukan untuk mendapatkan data ilmiah dari penggunaan secara empiris tersebut.Penelitian tentang efek antibakteri buah nanas merupakan salah satunya.Bakteri uji yang sering digunakan untuk menguji efek antibakteri buah nanas adalah bakteri gram negatif.Klebsiella pneumoniae merupakan bakteri gram negatif yang dapat menyebabkan infeksi nosokomial dan infeksi komunitas.Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui ada atau tidaknya efek antibakteri air perasan daging buah nanas terhadap bakteri Klebsiella pneumoniae.Penelitian ini dilaksanakan menggunakan metode eksperimental di Laboratorium Farmakologi dan Laboratorium Mikrobiologi Fakultas Kedokteran Universitas Sam Ratulangi.Air perasan daging buah nanas yang digunakan dalam penelitian ini dibagi menjadi tiga konsentrasi, yaitu konsentrasi 100%, 50%, dan 25%.Pengujian efek antibakteri dalam penelitian ini menggunakan metode difusi cakram. Dari penelitian ini didapatkan rata-rata diameter zona hambat air perasan daging buah nanas konsentrasi 100%, 50%, 25% berturut-turut 1,76 mm, 1,12 mm, dan 0,67 mm. Dapat disimpulkan bahwa air perasan daging buah nanas mempunyai potensi efek antibakteri terhadap bakteri Klebsiella pneumoniae.Kata kunci: air perasan daging buah nanas, klebsiella pneumoniae, efek antibakteri
Uji daya hambat jamur endofit rimpang lengkuas (Alpinia galanga l.) terhadap pertumbuhan bakteri Escherichia coli dan Staphylococcus aureus Putri, Vita A.D; Posangi, Jimmy; Nangoy, Edward; Bara, Robert A.
e-Biomedik Vol 4, No 2 (2016): eBiomedik
Publisher : Universitas Sam Ratulangi

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.35790/ebm.v4i2.14665

Abstract

Abstract: Endophytic fungi could be used as an alternative antibiotic because it produced bioactive compounds, which are developed as basic ingredients for medicine such as antibiotic, antioxcide, anticancer. Endophytic fungi can be isolated from Rhizome of Alpinia galanga L. which is abundant in Indonesia. The aim of this study was to find the inhibiting zone of endophytic fungi rhizome of Alpinia galanga L. to the growth of Staphylococcus aueus and Escherichia coli. This was an experimental laboratory study using modified Kirby-Bauer well diffusion technique in Marine Pharmaceutical and Biology Molecular laboratory of FPIK faculty in Sam Ratulangi University. Endophytic fungi were produced by Rhizome of Alpinia galanga L. which are cultured in carbohydrate-rich media. Then, it produced various fungi isolate, which is being used for testing its bioactiy to Staphylococcus aureus and Escherichia coli. The results showed that only 2 isolates of endophytic fungi that have inhibitory and the range of the average value of inhibition zone endophytic fungi rhizome of Alpinia galanga L. against Staphylococcus aureus 19 mm to 21.3 mm, while the Escherichia coli 21.3 mm to 22.3 mm. Conclusion: Endophytic fungi Rhizome of Alpinia galanga L. could inhibit the bacterial growth of Staphylococcus aureus and Escherichia coli.Keywords: Staphylococcus aureus, Escherichia coli, endophytic fungi Abstrak: Jamur endofit salah satu sumber bahan baku obat yang memproduksi senyawa bioaktif potensial dalam menghasilkan efek antibiotik, antikanker, antioksidan. Jamur endofit dapat ditemukan pada tanaman Lengkuas Alpinia galanga L. yang banyak terdapat di Indonesia. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui daya hambat jamur endofit terhadap Staphylococcus aureus dan Escherichia coli. Jenis penelitian ialah eksperimental laboratorik dengan modifikasi Kirby-Bauer sumuran di Laboratorium Biologi Molekular dan Farmasetika Laut FPIK-UNSRAT. Jamur endofit yang dihasilkan dari rimpang Lengkuas Alpinia galanga L. yang dikultur dalam media kaya karbohidrat menghasilkan berbagai isolat jamur yang kemudian diuji bioaktivitasnya terhadap Staphylococcus aureus dan Escherichia coli. Hasil penelitian mendapatkan hanya 2 isolat jamur endofit yang memiliki daya hambat dan kisaran nilai rata-rata zona hambat jamur endofit rimpang Lengkuas Alpinia galanga L. terhadap Staphylococcus aureus 19 mm sampai dengan 21,3 mm, sedangkan terhadap Escherichia coli 21,3 mm sampai dengan 22,3 mm. Simpulan: Jamur endofit rimpang lengkuas Alpinia galanga L. dapat menghambat pertumbuhan Staphylococcus aureus dan Escherichia coli. Daya hambat jamur endofit lebih besar pada Escherichia coli daripada Staphylococcus. Kata kunci: Staphylococcus aureus, Escherichia coli, jamur endofit
Uji daya hambat ekstrak etanol daun srikaya (Annona squamosa) terhadap pertumbuhan bakteri Escherichia coli dan Staphylococcus aureus Tansil, Alberta Y.M.; Nangoy, Edward; Posangi, Jimmy; Bara, Robert A.
e-Biomedik Vol 4, No 2 (2016): eBiomedik
Publisher : Universitas Sam Ratulangi

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.35790/ebm.v4i2.14344

Abstract

Abstract: Srikaya leaf contains terpenoid, polyphenol, alkaloid, and flavonoid that can potentially be an antibacterial. This study was aimed to obtain the potency of srikaya leaf extract against Staphylococcus aureus (ATCC25923) and Escherichia coli (ATCC11229). This was an experimental laboratory study using the Kirby-Bauer modified well diffusion technique in the Phytochemistry and Microbiology Laboratory of MIPA Faculty at Sam Ratulangi University. Srikaya leaf extract was obtained by using ethanol maceration technique. The concentrations of the extract were as follows: 50%, 25%, and 12.5%. Ciprofloxacin was used as the positive control while CMC as the negative one. The results showed that CMC did not have any inhibition zone around the well. Ciprofloxacin showed the largest mean diameters of inhibition zones: 35.78 mm against E.coli and 36.55 mm against S.aureus. The mean diameters of inhibition zones of Srikaya leaf extract 50% were 9.13 mm against E.coli and 13.78 mm against S.aureus. The mean diameters of inhibition zones of Srikaya leaf extract 25% were 7.8 mm against E.coli and 13.55 mm agaisnt S.aureus. Meanwhile, the mean diameters of inhibition zones of srikaya leaf extract 12.5% were 7.05 mm against E.coli and 11.31mm agaimst S.aureus. Conclusion: Srikaya leaf extract could potentially inhibit the growth of S.aureus and E.coli. The srikaya leaf extract could inhibit S.aureus more effectively than E.coli.Keyword: antibacterial, srikaya leaf extract, Staphylococcus aureus, Escherichia coli  Abstrak: Daun Srikaya mengandung terpenoid, fenolik, alkaloid, dan flavonoid yang berpotensi sebagai antibakteri. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui uji daya hambat ekstrak daun srikaya terhadap Staphylococcus aureus (ATCC25923) dan Escherichia coli (ATCC11229). Jenis penelitian ialah eksperimental laboratorium dengan modifikasi Kirby-Bauer sumuran di Laboratorium Fitokimia dan Mikrobiologi Fakultas MIPA Universitas Sam Ratulangi. Ekstrak daun srikaya diperoleh dari proses maserasi dengan etanol 96%. Konsentrasi ekstrak kental yang digunakan ialah 50%, 25%, 12,5%. Siprofloksasin digunakan sebagai kontrol positif dan CMC sebagai kontrol negatif. Hasil penelitian mendapatkan CMC tidak mempunyai zona hambat. Siprofloksasin memiliki diameter zona hambat yang paling besar. Rerata diameter zona hambat yang dihasilkan oleh siprofloksasin ialah 35,78 mm terhadap bakteri E.coli dan 36,55 mm terhadap S.aureus. Rerata diameter zona hambat ekstrak daun srikaya 50% ialah 9,13 mm terhadap E.coli dan 13,78 mm terhadap bakteri S.aureus. Rerata diameter zona hambat ekstrak daun srikaya 25% ialah 7,8 mm terhadap E.coli dan 13,25 mm terhadap S.aureus. Rerata diameter zona hambat ekstrak daun srikaya 12,5% ialah 7,05 mm terhadap E.coli dan 11,31 mm terhadap S.aureus. Simpulan: Ekstrak daun srikaya berpotensi memiliki efek daya hambat terhadap pertumbuhan bakteri S.aureus dan E.coli. Daya hambat ekstrak daun srikaya lebih besar terhadap S.aureus daripada E.coli.Kata kunci: antibakteri, ekstrak daun srikaya, Staphylococcus aureus, Escherichia coli
Uji efektivitas ekstrak melati (Jasminum sambac) pada penyembuhan luka insisi kelinci (Oryctolagus cuniculus) Jayalandri, Ni Luh G.L.; Nangoy, Edward; Posangi, Jimmy; Bara, Robert A.
e-Biomedik Vol 4, No 1 (2016): eBiomedik
Publisher : Universitas Sam Ratulangi

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.35790/ebm.v4i1.12487

Abstract

Abstract: Flowers and leaves of jasmine (Jasminum sambac) have chemical substances that contain phytoconstituents such as alkaloids, glycosides, saponins, terpenoids and flavonoids. Flavonoid, an antioxidant, plays some importnat roles in wound healing due to their antibacterial effect. This study aimed to determine the effectiveness of jasmine leaf extract on incision wound healing in rabbits. This was an experimental study using three rabbits as test subjects. Wounds of 0.3 cm depth, 5 cm length, and 0.5 cm widened at both ends of the wound were made on the right and left sides of the back. Incised wound on the left side was treated with jasmine leaf extract ointment meanwhile the wound on the right side was untreated and was covered only with sterile gauze. Wounds were observed for two weeks to evaluate the changes of macroscopical length. The results showed that wounds treated with jasmine leaf extract ointment shrank and their edges united with the surrounding tissues faster than the untreated wounds. Conclusion: Jasmine leaf extract ointment accelerated incised wound healing in rabbits. Keywords : wound healing, incision wounds, jasmine leaves Abstrak: Bunga dan daun melati (Jasminum sambac) memiliki kandungan kimia yang berpotensi farmakologi seperti alkaloid, glycosid, saponin, terpenoid dan flavonoid. Flavonoid berpotensi sebagai antioksidan dan mempunyai kerja yang dibutuhkan dalam proses penyembuhan luka seperti antibakteri. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui efektivitas ekstrak daun melati pada penyembuhan luka insisi kelinci. Jenis penelitian ini eksperimental menggunakan tiga ekor kelinci sebagai hewan uji. Punggung kanan dan kiri kelinci diinsisi sedalam 0,3 cm dengan panjang 5 cm yang dilebarkan 0,5 cm pada kedua ujung sisi luka. Luka punggung kiri diberi salep ekstrak daun melati, luka punggung kanan tidak diberi perlakuan hanya ditutup kasa steril. Pengamatan selama dua minggu untuk melihat perubahan panjang luka secara makroskopik. Hasil penelitian mendapatkan bahwa luka yang diberi salep ekstrak daun melati lebih cepat mengecil serta memiliki permukaan luka yang rata dan menyatu dengan kulit sekitar dibandingkan luka yang tidak diberi salep ekstrak daun melati. Simpulan: Salep ekstrak daun melati memiliki efek untuk mempercepat penyembuhan luka insisi kelinci.Kata kunci: penyembuhan luka, luka insisi, daun melati
UJI DAYA HAMBAT EKSTRAK SPONS LAUT CALLYSPONGIA AERIZUSA TERHADAP PERTUMBUHAN BAKTERI SHIGELLA DAN STAPHYLOCOCCUS EPIDERMIDIS Korompis, Tifany T.; Mambo, Christi D.; Nangoy, Edward
eBiomedik Vol 5, No 2 (2017): eBiomedik
Publisher : Universitas Sam Ratulangi

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.35790/ebm.5.2.2017.18478

Abstract

Abstract: Callyspongia sp. is a kind of marine sponges that produces secondary metabolites, such as steroids, alkaloids, flavonoids, and terpenoids which can be used as antibacterial agents. This study was aimed to determine the inhibition activity of Callyspongia aerizusa marine sponge extract against the growth of Shigella and Staphylococcus epidermidis bacteria. This was an experimental laboratory study. Inhibition activity was tested by using the modified Kirby-Bauer method. The inhibition zones formed by the marine sponge extract were measured. The results showed that the inhibition zones of marine sponge extract against Shigella bacteria was 6.1 mm and against Staphylococcus epidermidis bacteria was 6.6 mm. Conclusion: Callyspongia aerizusa extract had moderate inhibition activity against the growth of Shigella and Staphylococcus epidermidis bacteria.Keywords: inhibition test, Callyspongia aerizusa, Shigella, Staphylococcus epidermidis Abstrak: Callyspongia sp. merupakan salah satu jenis spons laut yang menghasilkan metabolit sekunder berupa steroid, alkaloid, flavonoid, dan terpenoid yang bisa dimanfaatkan sebagai bahan antibakteri. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui ada tidaknya daya hambat dari ekstrak spons laut Callyspongia aerizusa terhadap pertumbuhan bakteri Shigella dan Staphylococcus epidermidis. Jenis penelitian ialah eksperimental laboratorik. Uji daya hambat dengan metode Kirby-Bauer yang dimodifikasi menggunakan sumuran untuk mengukur zona hambat yang terbentuk oleh ekstrak spons laut Callyspongia aerizusa. Hasil penelitian mendapatkan zona hambat yang terbentuk pada bakteri Shigella sebesar 6,1 mm dan pada bakteri Staphylococcus epidermidis sebesar 6,6 mm. Simpulan: Ekstrak spons laut Callyspongia aerizusa memiliki daya hambat sedang terhadap pertumbuhan bakteri Shigella dan Staphylococcus epidermidis.Kata kunci: uji daya hambat, Callyspongia aerizusa, Shigella, Staphylococcus epidermidis
Uji efek antibakteri ekstrak batang akar kuning (Arcangelisia flava Merr.) terhadap bakteri Staphylococcus aureus dan Escherichia coli Kaharap, Angga Dehes; Mambo, Christy; Nangoy, Edward
e-Biomedik Vol 4, No 1 (2016): eBiomedik
Publisher : Universitas Sam Ratulangi

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.35790/ebm.v4i1.12138

Abstract

Abstract: Indonesia has a high diversity of flora and fauna in the world. Many types of plants can be used as a medicinal plant; one of them is yellow root (Arcengelisia flava Merr.) which has been known empirically by the Dayak community in Central Kalimantan as natural herbs to treat jaundice. This study aimed to determine the antibacterial effect of the yellow root bark extract against Staphylococcus aureus and Escherichia coli. This study was conducted in the Laboratory of Pharmacology and the Laboratory of Microbiology Faculty of Medicine University of Sam Ratulangi. This was an experimental laboratory study using the Kirby-Bauer modified technique. Yellow root bark extract was obtained from maceration process using ethanol 96%. The antibacterial effect was tested by using the well diffusion method. The results showed that distilled water, the negative control, did not generate inhibition zone around the wells. Ciprofloxacin, the positive control, had the greatest diameter of inhibitory zone. The average diameter of inhibition zone generated by ciprofloxacin was 39.23 mm against Staphylococcus aureus and 40.95 mm against Escherichia coli. Meanwhile, yellow root extract generated an average diameter inhibition zone of 12.27 mm against Staphylococcus aureus and 14.44 mm against Escherichia coli. Conclusion: Yellow root bark extract potentially had antibacterial effect against Staphylococcus aureus and Escherichia coli. Keywords: antibacterial, yellow root bark, Staphylococcus aureus, Escherichia coli. Abstrak: Indonesia memiliki keberagaman flora dan fauna yang tinggi di dunia. Banyak jenis tanaman yang dapat dijadikan sebagai tanaman obat, salah satunya akar kuning (Arcangelisia flava Merr.) yang telah lama dikenal secara empiris oleh masyarakat dayak di Kalimantan Tengah sebagai tanaman herbal alami untuk mengobati penyakit kuning. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui efek antibakteri dari ekstrak batang akar kuning terhadap bakteri Staphylococcus aureus dan Escherichia coli dan dilakukan di Laboratorium Farmakologi, dan Laboratorium Mikrobiologi Fakultas Kedokteran Universitas Sam Ratulangi. Jenis penelitian ini eksperimental laboratorium dengan metode modifikasi Kirby-Bauer. Uji efek antibakteri menggunakan metode sumuran. Esktrak batang akar kuning diperoleh dari proses maserasi dengan etanol 96%. Hasil penelitian memperlihatkan akuades sebagai kontrol negatif tidak menimbulkan zona hambat di sekitar sumur. Siprofloksasin sebagai kontrol positif memiliki diameter zona hambat yang paling besar. Rerata diameter zona hambat yang dihasilkan oleh siprofloksasin 39,23 mm terhadap Staphylococcus aureus dan 40,95 mm terhadap Escherichia coli. Ekstrak akar kuning menghasilkan rerata diameter zona hambat sebesar 12,27 mm terhadap Staphylococcus aureus dan 14,44 mm terhadap Escherichia coli. Simpulan: Ekstrak batang akar kuning berpotensi memiliki efek antibakteri terhadap bakteri Staphylococcus aureus dan Escherichia coli. Kata kunci: antibakteri, ekstrak akar kuning, staphylococcus aureus, escherichia coli
Uji Efek Anti Bakteri Madu Hutan dan Madu Hitam Terhadap Bakteri Staphylococcus aureus, Escherichia coli, dan Pseudomonas aeruginosa Kaligis, Clayton J.; Nangoy, Edward; Mambo, Christi D.
eBiomedik Vol 8, No 1 (2020): eBiomedik
Publisher : Universitas Sam Ratulangi

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.35790/ebm.8.1.2020.28704

Abstract

Abstract: Honey contains plenty of antibacterial components, among them are high osmolarity, acidic pH, hydrogen peroxide, and antimicrobial proteins. The aim of this study is to determine in vitro antibacterial activity of forest honey and black honey against Staphylococcus aureus, Escherichia coli, and Pseudomonas aeruginosa. The method used is experimental laboratory with dilution method at University of Sam Ratulangi Faculty of Mathematics and Natural Sciences Microbiology Laboratory. Concentrations of honey used are 100%, 50%, 25%, 12,5%, 6,25%, 3,125%, 1,56% dan 0,78% (v/v) respectively. Ciprofloxacin as positive control and aquadest as negative control. The results obtained in this study is that both forest honey and black honey exhibited antibacterial activity. The Minimum Inhibitory Concentration (MIC) of forest honey towards S. aureus, E. coli, and P. aeruginosa is 12,5%, 12,5%, and 25%. The MIC of black honey towards S. aureus, E. coli, and P. aeruginosa is 25%, 12,5%, and 25%. No Minimum Bactericidal Concentration (MBC) is found on both forest honey and black honey. In conclusion, forest honey and black honey exhibited antibacterial activity against Staphylococcus aureus, Escherichia coli, and Pseudomonas aeruginosa bacteria. The antibacterial effect of forest honey superior to black honey by a small margin.                                                                                                          Keywords: antibacterial, forest honey, black honey, Staphylococcus aureus, Escherichia coli, Pseudomonas aeruginosa  Abstrak: Madu memiliki banyak komponen antibakteri, diantaranya osmolaritas yang tinggi, pH asam, hidrogen peroksida, dan protein antimikroba. Penelitian ini bertujuan untuk menentukan aktivitas antibakteri in vitro madu hutan dan madu hitam terhadap Staphylococcus aureus, Escherichia coli, dan Pseudomonas aeruginosa. Metode yang digunakan yaitu eksperimental laboratorium dengan metode dilusi di Laboratorium Mikrobiologi Fakultas MIPA Universitas Sam Ratulangi. Konsentrasi madu yang digunakan ialah 100%, 50%, 25%, 12,5%, 6,25%, 3,125%, 1,56% dan 0,78% (v/v) secara berurutan. Ciprofloxacin sebagai kontrol positif dan akuades sebagai kontrol negatif. Hasil yang didapatkan pada penelitian ini yaitu kedua madu hutan dan madu hitam menunjukkan sifat antibakteri. Minimum Inhibitory Concentration (MIC) pada madu hutan terhadap S. aureus, E. coli, dan P. aeruginosa adalah 12,5%, 12,5%, dan 25% (v/v). MIC pada madu hitam terhadap S. aureus, E. coli, dan P. aeruginosa adalah 25%, 12,5%, dan 25% (v/v). Tidak ditemukan Minimum Bactericidal Concentration (MBC) pada kedua madu hutan dan madu hitam. Efek antibakteri madu hutan lebih kuat daripada madu hitam. Simpulan penelitian ini ialah madu hutan dan madu hitam memiliki efek antibakteri terhadap bakteri Staphylococcus aureus, Escherichia coli, dan Pseudomonas aeruginosa. Efek antibakteri madu hutan sedikit lebih besar daripada madu hitam.             Kata Kunci: antibakteri, madu hutan, madu hitam, Staphylococcus aureus, Escherichia coli, Pseudomonas aeruginosa