Claim Missing Document
Check
Articles

Found 9 Documents
Search

Hubungan antara Kadar Seng dalam Serum dengan Fungsi Eksekutif pada Anak dengan Gangguan Pemusatan Perhatian dan Hiperaktivitas (GPPH) Rivo Mario Warouw Lintuuran; Tjhin Wiguna; Nurmiati Amir; Agung Kusumawardhani
Sari Pediatri Vol 17, No 4 (2015)
Publisher : Badan Penerbit Ikatan Dokter Anak Indonesia (BP-IDAI)

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (220.58 KB) | DOI: 10.14238/sp17.4.2015.285-91

Abstract

Latar belakang. Belum ada hubungan yang jelas antara kadar seng serum dengan gangguan fungsi eksekutif pada anak dengan GPPH.Tujuan. Mengidentifikasi perbedaan rerata kadar seng dalam serum anak GPPH dengan gangguan dan tanpa gangguan fungsi eksekutif, anak non-GPPH, serta mendapatkan korelasi antara kadar seng dalam serum dengan fungsi eksekutif.Metode. Penelitian potong-lintang yang disertai dengan kelompok kontrol. Dari dua sekolah dasar di Jakarta, secara acak diambil 90 anak sebagai subjek penelitian yang terbagi dalam 3 kelompok, yaitu anak GPPH dengan gangguan (n=30) dan tanpa gangguan (n=30) fungsi eksekutif, serta non-GPPH (n=30). Kadar seng serum diperiksa dengan metode ICP-MS di Laboratorium Prodia Jakarta. Fungsi eksekutif didapatkan melalui kuesioner BRIEF versi Bahasa Indonesia. Analisis data menggunakan SPPS for Windows versi 20.Hasil. Dari seluruh subjek penelitian, 75% mengalami defisiensi seng. Kadar seng tidak normal terdapat pada 60% anak GPPH dengan gangguan fungsi eksekutif. Rerata serum seng pada kelompok anak GPPH dengan gangguan dan tanpa gangguan fungsi eksekutif, serta non-GPPH berturut-turut 59,40, 55,36, dan 52,93 μg/dL. Tidak dijumpai perbedaan rerata seng di antara tiga kelompok tersebut (p=0,119). Koefisien korelasi antara kadar seng serum dengan fungsi eksekutif adalah r=0,128.Kesimpulan. Kadar seng serum diduga tidak berhubungan secara langsung dengan gangguan fungsi eksekutif, tetapi lebih berhubungan dengan gejala klinis GPPH yang menyerupai beberapa gejala gangguan fungsi eksekutif
Hubungan Kadar Karbon Monoksida dengan Gambaran Psikopatologi dan Kognitif pada Pengemudi Ojek Online Agnes Tineke Waney Rorong; Rivo Mario Warouw Lintuuran; Dyani Pitra Velyani; Daniella Satyasari; Ika Nur Fitriana
Jurnal Sehat Indonesia (JUSINDO) Vol. 6 No. 02 (2024): Jurnal Sehat Indonesia (JUSINDO)
Publisher : Publikasi Indonesia

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.59141/jsi.v6i02.103

Abstract

Keterpaparan bahan bakar bensin, di antaranya karbon-monoksida (CO) dalam jangka panjang merupakan konsekuensi kerja pengemudi ojek online (ojol). Afinitas tinggi CO dengan hemoglobin (COHb) berpotensi toksik terhadap kesehatan. Risiko gangguan jiwa meliputi depresi, cemas, somatoform dan kognisi. Penelitian ini bertujuan menilai hubungan kadar CO dengan psikopatologi dan kognisi pada pengemudi ojek online. Metode penelitian ini menggunakan desain potong lintang dengan populasi target supir ojek online Jabodetabek bertempat di kampus B Universitas Trisakti Jakarta. Pengukuran gambaran psikopatologi menggunakan kuesioner SRQ-20, kognisi dengan MMSE dan COHb (kadar tinggi ³ 3,5%). Hasil menunjukkan 123 responden dengan rerata usia 37,2 tahun; gender laki-laki 80,5%; pendidikan SMA 74%; pendapatan bulanan <= Rp. 4,9 juta (94,3%). Kadar COHb laki-laki 0,8x lebih tinggi dibanding perempuan yang seluruhnya normal. Terdapat hubungan signifikan antara gender dan kadar COHb (p=0,029), dan antara kadar COHb dengan masa kerja > 5 tahun (p=0,029). Tidak terdapat hubungan signifikan antara fungsi kognitif dan kadar COHb. Gambaran psikopatologi sebanyak 26,8% namun tidak terdapat hubungan dengan kadar COHb (p=0,778). Penelitian berikutnya direkomendasikan untuk melihat faktor-faktor lain yang dapat memberi kontribusi pada psikologi dan kognitif pengemudi ojek online.
Relationship between Sociodemographic and Psychopathology in Communities in Wanci Village, Wakatobi Regency I Made Wikrama Resindra; Kenwa, Komang Wiswa Mitra; Lintuuran, Rivo Mario Warouw
Jurnal Psikiatri Surabaya Vol. 12 No. 2 (2023): November
Publisher : Faculty of Medicine, Universitas Airlangga

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.20473/jps.v12i2.44087

Abstract

Introductions: Mental disorders are a group of symptoms that co-occur in individuals at a particular time. Symptoms of mental disorders can include physical, biological, psychological, and cognitive symptoms. Mental disorders are considered a silent epidemic in rural areas. This condition is caused by the lack of access to health service centers, especially in the 3T areas (Tertinggal, Terdepan dan Terluar) or fall behind, frontier, and outermost. Wakatobi Regency is one of the regencies in Southeast Sulawesi Province, which has 142 islands and is included in the 3T area. Objective: This study aims to determine the sociodemographic description and its relationship with psychopathology in Wanci Village, Wakatobi Regency residents. Methods: This research is included in the cross-sectional survey using an accidental sampling technique. Respondents amounted to 46 people who have fulfilled the requirements. The research instrument used was the Self Reporting Questionnaire-20 (SRQ-20). Results: A total of 46 samples included in the inclusion criteria found that 22 respondents (47.8%) had SRQ-20 values ≥6 or experienced mental-emotional disorders. In bivariate analysis using chi-square tests, significant results were obtained (P<0.05) for age (P=0.029) and spouse (P=0.035). Conclusion: In this study, it was found that there was a statistically significant relationship between age and spouse variables on psychopathology.
PSIKOEDUKASI TENTANG EKSPRESI EMOSI PADA PELAKU RAWAT LANSIA DENGAN DEPRESI PASCA STROKE Lintuuran, Rivo Mario Warouw; Rorong, Agnes Tineke Waney; Satyasari, Daniella; Syafita, Arvia; Kogoya, Alvionita; Hartono, Adinda Mozart Rahmadhina Riyandi; Zachrani, Aliviannisa Hasmah; Suyanto, Alysa Naila Putri; Puteri, Amara Alifia; Kusharianto, Andhika Arief
Jurnal Pengabdian Masyarakat Trimedika Vol. 1 No. 1 (2024)
Publisher : Universitas Trisakti

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.25105/abdimastrimedika.v1i1.19030

Abstract

Post-stroke depression may worsen the wellbeing of elderly with stroke. Depression in elderly may be contributed by psychosocial factors including emotional expression in the family or caregiver. Objective: To identify and manage post-stroke depression in elderly and caregiver emotional expression which may impact patient’s physical and mental health. Methods: Data collection was taken at Krendang by means of visiting patient’s home and conducting interview, observation, and physical/mental examination. Results: A 63-year-old woman post stroke one year ago, was found with hypertension and left hemiparesis. Clinical and psychometric evaluations (Geriatric Depression Scale score 8, Abbreviated Mental Test score 7) yielded depression and decline cognitive function. Psychosocial issues revealed high emotional expression and anxiety in caregiver. Psychoeducation on physical and mental condition was provided to patient and family, especially in controlling emotional expression in caregiver. Conclusion: Psychoeducation on emotional expression and its management may help increase patient and caregiver’s quality of life.
PENYULUHAN DAN PELATIHAN FUNGSI KOGNITIF PADA LANSIA DI KELURAHAN KRENDANG, JAKARTA BARAT Dwiputri, Xena Aura; Fadhlan, Muhammad; Sulaiman, Zahra Annisya Putri; Suyatno, Nuraeni Aprilia Ningsih; Rorong, Agnes Tineke Waney; Lintuuran, Rivo Mario Warouw; Velyani, Dyani Pitra; Satyasari, Daniella; Fitriana, Ika Nur
Jurnal Pengabdian Masyarakat Trimedika Vol. 1 No. 2 (2024)
Publisher : Universitas Trisakti

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.25105/

Abstract

Lansia dapat mengalami penurunan fungsi kognitif seiring dengan bertambahnya usia dan pengaruh faktor-faktor medis dan non medis. Salah satu masalah yang dapat terjadi adalah munculnya kepikunan dan gangguan seperti demensia Alzheimer jika tidak dicegah. Tujuan: Meningkatkan pengetahuan dan kesadaran tentang pentingnya menjaga fungsi kognitif guna mencegah kepikunan atau demensia Alzheimer. Metode: Kegiatan dilakukan di Kelurahan Krendang terhadap 38 lansia. Penilaian pengetahuan lansia dilakukan dalam bentuk pre-test sebelum penyuluhan dan pelatihan, maupun post-test setelah penyuluhan dan pelatihan.  Hasil: Penyampaian edukasi tentang fungsi kognitif kepada lansia dapat meningkatan pengetahuan khususnya dalam mengenali apa saja fungsi kognitif tersebut dan faktor-faktor yang memengaruhi seseorang bisa sehat maupun memiliki masalah kognitif. Terdapat peningkatan rata-rata skor tes 2,76 (dari total 5, sebelum pelatihan) ke 3,18 (sesudah) pelatihan dengan kenaikan 15,64% nilai tes. Sejumlah 34,21% mengalami peningkatan skor setelah dilakukan penyampaian informasi mengenai fungsi kognitif Kesimpulan: Penyuluhan dan pelatihan fungsi kognitif pada lansia terbukti meningkatkan pengetahuan yang dapat berujung pada pemeliharaan maupun perbaikan fungsi kognitif mereka, termasuk menurunkan risiko terjadinya demensia Alzheimer.
Perempuan Post-Menopause dengan Pseudocyesis di Daerah Rural : Segi Perspektif Sosial Budaya Resindra, I Made Wikrama; Mogi, Jessica Gloria; Lintuuran, Rivo Mario Warouw
Majalah Kedokteran Indonesia Vol 74 No 3 (2024): Journal of The Indonesian Medical Association - Majalah Kedokteran Indonesia, Vo
Publisher : PENGURUS BESAR IKATAN DOKTER INDONESIA (PB IDI)

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.47830/jinma-vol.74.3-2024-1231

Abstract

Introduction: Pseudocyesis originates from the Greek language, consisting of 2 syllables, namely: Pseudo (false) and Kyesis (pregnancy). Pseudocyesis is a mental health condition where the affected individual believes they are pregnant, accompanied by signs and symptoms of pregnancy. The Kei society adheres to a patrilineal kinship system and has preserved customary laws handed down through generations known as “Larvul Ngabal”. These customary laws regulate several aspects of life including marriage and descent.Case Report: A 60-year-old woman came to the outpatient clinic to checked her pregnancy. The patient stated that for the past 2 months, her abdomen had been growing larger and she felt fetal movements inside. Obstetric examination and supporting tests did not reveal the presence of a fetus. The patient was educated that she was not pregnant, but she remained convinced that she was pregnant.Case Discussion: This patient has already entered post-menopausal age and has been married for the second time. The patient and her husband desire to have a male child. The Kei society adheres to a patrilineal system, where a male child is hoped to continue or strengthen the paternal lineage. However, the patient currently does not have any offspring. Therefore, this situation may have an impact on her condition.Conclusion: Pseudocyesis reflects somatization disorder in the patient due to the unfulfilled desire to have offspring. This condition can be influenced by several factors including socio-cultural ones.
Saat Bicara Tidak Menyembuhkan: Laporan Kasus Pendekatan Umum Tatalaksana Depresi Pada Tuli Lintuuran, Rivo Mario Warouw
Jurnal Locus Penelitian dan Pengabdian Vol. 4 No. 7 (2025): JURNAL LOCUS: Penelitian dan Pengabdian
Publisher : Riviera Publishing

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Depression is a common psychological problem in general population as well as in deaf community. Deaf with mental problems tend to face challenges not just stigma, but also lack of proper health care and a complex medical treatment. Very few studies in Indonesia focused on deaf and mental disorder. This case report described a 31 year old deaf female with depression. Since one year ago, she reported depressive symptoms such as low mood, anhedonia, feeling useless and anxious about her private life and work situation. Patient had minimal understanding of mental disorder and how to receive medical help which derived mostly from those who talk. This case report discussed a general approach in treating and several challenges in handling mental disorder in deaf individual especially psychopharmacological treatment and psychotherapy which needed verbal communication thus creating more complex approach from doctor who speaks to patient who used sign language. Using sign language interpreter may help patient and doctor creating therapeutic relationship and good outcome. Comprehensive understanding towards deaf with mental disorder may help the patient receiving adequate and equal service as general population.
Hubungan Kadar Karbon Monoksida dengan Gambaran Psikopatologi dan Kognitif pada Pengemudi Ojek Online Rorong, Agnes Tineke Waney; Lintuuran, Rivo Mario Warouw; Velyani, Dyani Pitra; Satyasari, Daniella; Fitriana, Ika Nur
Jurnal Sehat Indonesia (JUSINDO) Vol. 6 No. 02 (2024): Jurnal Sehat Indonesia (JUSINDO)
Publisher : CV. Publikasi Indonesia

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.59141/jsi.v6i02.103

Abstract

Keterpaparan bahan bakar bensin, di antaranya karbon-monoksida (CO) dalam jangka panjang merupakan konsekuensi kerja pengemudi ojek online (ojol). Afinitas tinggi CO dengan hemoglobin (COHb) berpotensi toksik terhadap kesehatan. Risiko gangguan jiwa meliputi depresi, cemas, somatoform dan kognisi. Penelitian ini bertujuan menilai hubungan kadar CO dengan psikopatologi dan kognisi pada pengemudi ojek online. Metode penelitian ini menggunakan desain potong lintang dengan populasi target supir ojek online Jabodetabek bertempat di kampus B Universitas Trisakti Jakarta. Pengukuran gambaran psikopatologi menggunakan kuesioner SRQ-20, kognisi dengan MMSE dan COHb (kadar tinggi ³ 3,5%). Hasil menunjukkan 123 responden dengan rerata usia 37,2 tahun; gender laki-laki 80,5%; pendidikan SMA 74%; pendapatan bulanan <= Rp. 4,9 juta (94,3%). Kadar COHb laki-laki 0,8x lebih tinggi dibanding perempuan yang seluruhnya normal. Terdapat hubungan signifikan antara gender dan kadar COHb (p=0,029), dan antara kadar COHb dengan masa kerja > 5 tahun (p=0,029). Tidak terdapat hubungan signifikan antara fungsi kognitif dan kadar COHb. Gambaran psikopatologi sebanyak 26,8% namun tidak terdapat hubungan dengan kadar COHb (p=0,778). Penelitian berikutnya direkomendasikan untuk melihat faktor-faktor lain yang dapat memberi kontribusi pada psikologi dan kognitif pengemudi ojek online.
Stres Kerja Berhubungan dengan Keluhan Muskuloskeletal pada Dokter Gigi Syahril, Ririn Setiawati; Ariyani, Annisaa Putri; Indrawati, Ary; Lintuuran, Rivo Mario Warouw; Anggraini, Wita; Sulistyowati, Indrani; Then, Cheryl Vincenza
Journal of Integrated System Vol. 8 No. 1 (2025): Journal of Integrated System Vol. 8 No. 1 (June 2025)
Publisher : Universitas Kristen Maranatha

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.28932/jis.v8i1.9819

Abstract

Stres kerja yang dialami oleh dokter gigi merupakan salah satu akibat ketidakseimbangan antara tuntutan pekerjaan dan kemampuan diri, sehingga memicu menurunnya kondisi mental. Profesi dokter gigi menuntut ketelitian tingkat tinggi dan keterampilan dalam melakukan perawatan gigi. Durasi kerja yang panjang dan postur tubuh yang statis serta canggung, meningkatkan risiko terjadinya keluhan muskuloskeletal dengan keluhan pada struktur tubuh meliputi saraf, tendon, otot, sendi, ligamen, tulang dan sistem sirkulasi darah. Stres kerja berdampak pada keluhan muskuloskeletal melalui efeknya pada psikologis dengan mempengaruhi sistem saraf pusat dan perifer sehingga terjadi ketegangan otot yang meningkatkan risiko keluhan muskuloskeletal. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui tingkat stress, bagian tubuh yang mengalami keluhan muskuloskeletal, dan hubungan antara keduanya pada dokter gigi. Populasi penelitian ini merupakan dokter gigi di salah satu provinsi di Indonesia. Sebanyak 27 dokter gigi telah memenuhi kriteria inklusi. Kuesioner stres kerja digunakan sebagai alat ukur dalam mengidentifikasi tingkat stres yang muncul akibat pekerjaan dan Nordic Body Map untuk keluhan muskuloskeletal pada bagian tubuh. Ditemukan sebanyak 63% responden mengalami tingkat stres kerja dengan kategori tinggi dan keluhan muskuloskeletal banyak dikeluhkan pada bagian lengan bawah bagian kanan, punggung, dan leher bagian bawah. Data dianalisis dengan uji korelasi Spearman dan diperoleh nilai p-value 0,001, terdapat hubungan antara stres kerja dan keluhan muskuloskeletal.