Claim Missing Document
Check
Articles

Found 6 Documents
Search

WATERBIRDS BIODIVERSITY AND ATTENDANCE IN Rhizophora Sp. MANGROVE STANDS OF VARYING PLANTING AGES Kadarsah, Anang
TROPICAL WETLAND JOURNAL Vol 1, No 1 (2015)
Publisher : The Journal is published by Graduate Programe of Lambung Mangkurat University

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Many species of waterbirds depend on wetland sites and related with variated habitats based on the maturity of ecosystems. The objective of this study was to determine the attendance and biodiversity of waterbirds in Rhizophora sp. mangrove stands of varying planting ages in Subang, West Java. Comparisons were made among five stands of different ages in 4 years, 12 years, 21 years, 29 years, and 38 years. Parameters compared were mangrove structure and waterbirds biodiversity. Structure of mangrove was observed in three plots measuring 10 m x 10 m, while waterbirds abundance was doing by bird watching in the three times of test. Results show that mangrove structure differed among stand ages, except in plant cover physiognomy. Average tree height at the youngest stand (4 years) was 1.56±0.33 meters, DBH 2.92±0.23 cm,, and biomass 1.45 kg m-2 ; whereas at the oldest stand (38 years), average height 8.13±5.65 meters, DBH 16.29±7.23 cm, and biomass 108.62 kg m-2. Sixteen species waterbirdss were recorded found in Rhizophora sp. mangrove stands. Six recorded species are listed as endangered in the IUCN Red List. Occurence of waterbirds shows a variety ranged from eight to thirteen species, with the lowest occurrence at the 4 years stand (9.5%) and highest at 29 years (46.2%). The general conclusion is that age (time) affected certain parameters of mangrove structure, but have no effect to waterbirds attendance. Presence of waterbirds also did not show a clear trend or pattern among stands.Keywords: biodiversity, mangrove, Rhizophora, waterbirds.
LITTER DECOMPOSITION IN Rhizophora sp. MANGROVE STANDS OF VARYING PLANTING AGES Kadarsah, Anang
TROPICAL WETLAND JOURNAL Vol 2, No 1 (2016)
Publisher : The Journal is published by Graduate Programe of Lambung Mangkurat University

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Information about litter decomposition in Rhizophora Sp. mangrove stands of different planting ages is very important to find out the main factors affecting the whole information on structure and function of mangrove ecosystem and to improve mangrove management in the future. The objective of this study was to determine the litter decomposition in Rhizophora sp. mangrove stands of varying planting ages, with a case study in Subang Regency, West Java Province. Comparisons of litter decomposition were taken from five stands of planting ages (4 years, 12 years, 21 years, 29 years, and 38 years old). Four parameters of litter decomposition compared were dry weight of litter, decomposition rate, litter decomposition coefficient, and half-life time. The observation on Rhizophora Sp. mangrove stands was conducted in three plots of 10 m x 10 m. The results show that the litter decomposition parameters, especially dry weight of litter, decomposition rate, litter decomposition coefficient, and half-life time, were different on each planting age of Rhizophora sp. mangrove stands. The fastest time for litter decomposition was found in 12 years old of Rhizophora Sp. stands with the achievement for 90 days of observation and the decomposition efficiency of 100%. Meanwhile, the slowest was found in 38 years old of Rhizophora Sp. mangrove stands with more than 120 days, and the litter decomposition efficiency was about 97.84%. Environmental conditions (soil and water conditions, nitrogen content, and soil fauna) play a major role on its differentiation. It can be concluded that the litter decomposition in Rhizophora sp. mangrove stands of varying planting ages change over time because of the environmental conditions, but the complexity of the relation between ages is not always apparent.
Produksi Madu dan Identifikasi Tumbuhan Sumber Pakan Lebah Kelulut Heterotrigona itama pada Meliponikultur di Desa Padang Panjang Kamilya, Siti Rezqina; Kadarsah, Anang; Satriadi, Trisnu
Jurnal Natural Scientiae Vol 4, No 2 (2024): November 2024
Publisher : Universitas Lambung Mangkurat

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.20527/jns.v4i2.12852

Abstract

-Produksi madu adalah jumlah madu yang dihasilkan lebah. Produksi madu oleh lebah kelulut Heterotrigona itama sangat dipengaruhi oleh ketersediaan sumber makanan. Sumber makanan lebah H.itama adalah nektar, serbuk sari dan resin pada tumbuhan. Salah satu budidaya lebah kelulut H.itama atau meliponikultur di Kalimantan Selatan terdapat di Desa Padang Panjang, Kecamatan Karang Intan, Kabupaten Banjar. Tujuan penelitian ini adalah menganalisis jenis tanaman sumber makanan lebah kelulut, mengetahui produksi madu, dan mendeskripsikan kondisi lingkungan meliputi suhu, kelembaban dan kecepatan angin pada budidaya meliponi di Desa Padang Panjang. Prosedur penelitian dibagi menjadi tiga, yaitu 1) menganalisis tanaman sumber makanan lebah kelulut H.itama dengan menggunakan kombinasi metode purposive sampling dan nesting plot, 2) menghitung produksi madu lebah kelulut H.itama dan 3) mendeskripsikan kondisi lingkungan termasuk suhu , kelembaban, dan kecepatan angin dalam budidaya meliponi di Desa Padang Panjang. Tanaman sumber makanan lebah H.itama pada budidaya meliponi di Desa Padang Panjang berjumlah 20 jenis tanaman dari 16 famili. Produksi madu lebah H.itama pada budidaya meliponi di Desa Padang Panjang pada bulan Oktober 2023, November 2023, Desember 2023 dan Januari 2024 berkisar antara 49,6 ml/stup sampai dengan 136,7 ml/stup. Kondisi lingkungan di lokasi penelitian untuk suhu, kelembaban udara, dan kecepatan angin masing-masing sebesar 28,3-31,9ºC, 65-70%, dan 4,4-5,7 mph.
Struktur Koloni Dan Bentuk Sarang Lebah Kelulut Heterotrigona itama Mendukung Praktik Meliponikultur Berkelanjutan Di Desa Padang Panjang Ulanda, Novilia; Kadarsah, Anang; Satriadi, Trisnu
Jurnal Natural Scientiae Vol 4, No 2 (2024): November 2024
Publisher : Universitas Lambung Mangkurat

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.20527/jns.v4i2.12854

Abstract

Penelitian ini menganalisis struktur koloni dan bentuk sarang lebah kelulutHeterotrigona itama untuk mendukung praktik meliponikultur berkelanjutan di Desa PadangPanjang, Kabupaten Banjar. Sampel lebah diambil dari kebun karet dan cempedak kemudiandiawetkan. Struktur koloni dianalisis berdasarkan parameter warna, sifat fisik, jumlah koloni,serta aktivitas keluar masuk sarang. Pengamatan dilakukan pukul 10.00–11.00. Aktivitas keluarmasuk lebah banyak didapati di kebun cempedak. Pintu masuk berbentuk corong di kebun karetdengan diameter ±3,1 cm lebih besar dibandingkan di kebun cempedak sekitar ±0,6 cm. Rata-ratapanjang corong di kebun karet adalah ±4,3 cm, lebih panjang dibandingkan di kebun cempedak±2,6 cm. Warna corong umumnya kuning kecoklatan 60% di kebun cempedak. Jumlah pot madudi kebun karet sebanyak ±25 pot, lebih banyak dibandingkan kebun cempedak. Volume pot madudi kebun karet ±4,1 ml/pot, lebih sedikit dibanding kebun cempedak. Volume log berbentuksilinder di kebun karet ±7,8 liter, lebih rendah dibandingkan di kebun cempedak. Rata-rata volume ukuran topping adalah ±11,2 liter di kebun karet, lebih besar dibanding di kebun cempedak. Rata-rata jarak sarang dari sumber air di kebun karet 10,4 m lebih jauh dibanding kebun cempedak sekitar ±9,4 m. Struktur koloni lebah H.itama sangat kompleks dan dinamis. Mereka hidup dalam kelompok, dengan masing-masing memainkan peran yang berbeda dalam produksi madu dan propolis.
Kajian Perbandingan Luas Pekarangan dan Kearifan Lokal Jenis Tanaman Obat di Pesisir Pantai Kabupaten Tanah Laut Kadarsah, Anang; Susilawati, Ika Oksi
Jurnal Biodjati Vol 3 No 1 (2018): May
Publisher : UIN Sunan Gunung Djati Bandung

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.15575/biodjati.v3i1.2346

Abstract

Minimnya informasi mengenai lahan pekarangan di pesisir pantai Kabupaten Tanah Laut serta terbatasnya pengetahuan penduduk lokal dalam mengenal berbagai jenis tanaman berkhasiat obat pada pekarangan berdampak terhadap diabaikannya peran tanaman obat di pekarangan dan tingginya biaya pemeliharaan penduduk lokal untuk kesehatan. Tujuan penelitian ini adalah mengkaji perbandingan luas pekarangan dan menggali informasi kearifan lokal berbagai jenis tanaman obat dari lima desa di Pesisir Pantai Kabupaten Tanah Laut, Provinsi Kalimantan Selatan. Metode yang digunakan adalah pengamatan jenis-jenis tanaman obat serta wawancara pengetahuan penduduk lokal dalam memanfaatkan pekarangannya. Hasil penelitian menunjukkan rerata luas pekarangan rumah tertinggi di Desa Takisung (212 m2) dan terendah di Desa Sungai Bakau (49,1 m2). Perbandingan luas ideal (2:3) antara pekarangan dengan rumah ditemukan di Desa Batakan dan Desa Sungai Rasau. Jumlah jenis tanaman obat pada pekarangan berkisar dari 30 -52 jenis dengan Indeks Nilai Penting (INP) terbanyak adalah mangga, pisang talas, singkong, karet dan kelapa. Indeks diversitas tanaman obat pada pekarangan menunjukkan nilai bervariasi, tertinggi di Desa Sungai Rasau (1,390) dan terendah di Desa Sungai Bakau (1,130).  Dalam hal ini, potensi terbaik pengembangan tanaman obat pada pekarangan berada di Desa Takisung berdasarkan parameter keanekaragaman jenis tanaman obat dan tipe pekarangan rumahnya.
Microplastic contamination in Heterotrigona itama bee products (Honey, Pollen, Propolis) from Meratus Geopark, South Kalimantan Kadarsah, Anang; Putra, Aminuddin Prahatama; Nurliani, Anni; Suhartono, Eko
Biological Environment and Pollution Vol. 5 No. 1 (2025)
Publisher : Association for Scientific Computing, Electronics, and Engineering (ASCEE)

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.31763/bioenvipo.v5i1.904

Abstract

Microplastic pollution has become a significant environmental concern, with recent studies detecting microplastics in various ecosystems and natural products, including those produced by bees. This study investigates the presence, morphology, and distribution of microplastics in products of the stingless bee Heterotrigona itama—specifically honey, pollen, and propolis—collected from six meliponiculture sites within the Meratus Geopark, South Kalimantan, Indonesia. Samples were analyzed using stereomicroscopy to identify microplastic types, quantify particles, and measure sizes. The findings reveal that fibers and fragments are the predominant microplastic forms, with urban locations exhibiting higher contamination levels (approximately 309 to 318 particles per 100 ml) compared to rural areas. Notably, one rural site recorded the highest contamination level (approximately 362 particles per 100 ml), suggesting that factors beyond urbanization, such as agricultural practices and atmospheric deposition, contribute to microplastic pollution. The study underscores the role of bees as natural bioindicators for environmental monitoring and highlights the potential risks of microplastic contamination to bee health, food safety, and ecosystem sustainability. These insights are aligned with Sustainable Development Goal 12, which advocates for responsible consumption and production.