Tingginya angka perceraian di Jawa Barat pada tahun 2024 yang mencapai 88.842 kasus berdampak pada banyak anak yang mengalami ketidakhadiran figur ayah, baik secara fisik maupun emosional. Kondisi ini memengaruhi perkembangan emosional dan dinamika komunikasi interpersonal, khususnya pada perempuan remaja akhir yang berada dalam tahap penting pembentukan identitas diri. Penelitian ini bertujuan untuk memahami pengalaman komunikasi interpersonal perempuan remaja akhir berusia 18–21 tahun yang tumbuh tanpa kehadiran figur ayah. Metode yang digunakan adalah pendekatan fenomenologi Edmund Husserl untuk menggali makna subjektif pengalaman informan melalui tahapan reduksi fenomenologis. Data dianalisis dengan mengacu pada teori komunikasi interpersonal yang mencakup lima aspek utama: keterbukaan, empati, perilaku suportif, sikap positif, dan kesetaraan. Hasil penelitian menunjukkan hambatan dalam aspek keterbukaan dan kesetaraan dalam komunikasi dengan keluarga, sedangkan aspek empati dan dukungan lebih banyak muncul dalam relasi pertemanan. Penelitian ini memberikan pemahaman mendalam mengenai cara perempuan remaja akhir membentuk dan mempertahankan relasi interpersonal di tengah ketidakhadiran figur ayah, serta dapat menjadi rujukan bagi keluarga tunggal, praktisi konseling, dan pembuat kebijakan untuk merancang pendekatan komunikasi yang lebih empatik dan mendukung kesejahteraan psikososial remaja.