p-Index From 2020 - 2025
0.778
P-Index
This Author published in this journals
All Journal Jurnal Jarlit
Prasojo, Bintang
Unknown Affiliation

Published : 4 Documents Claim Missing Document
Claim Missing Document
Check
Articles

Found 4 Documents
Search

KAJIAN STRATEGI PENGEMBANGAN DESAIN RUANG KREATIF SEBAGAI WADAH INTERAKSI DAN EKSPRESI BERBASIS PARIWISATA BUDAYA UNTUK KEBERDAYAAN MASYARAKAT DALAM MENINGKATKAN EKONOMI KREATIF DI YOGYAKARTA Martino Dwi Nugroho, Martino Dwi Nugroho; Mahdi Nurcahyo; Hartoto Indra Suwahyunto; Prasojo, Bintang
Jurnal Jarlit Vol. 19 No. 1 (2023): Peningkatan Ekonomi Kreatif Berbasis Pariwisata Budaya untuk Keberdayaan Masya
Publisher : Badan Perencanaan Pembangunan Daerah Kota Yogyakarta

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.70154/jid.v19i1.63

Abstract

Pelestarian budaya di Kota Yogyakarta perlu dilakukan dengan menyediakan ruang publik. Fungsi ruang publik tersebut adalah untuk mengakomodasi kegiatan-kegiatan kreatif dalam merawat nilai-nilai tradisi. Tujuan penelitian ini adalah mengembangkan ruang kreatif di Kota Yogyakarta khususnya di Ruang Terbuka Hijau Publik dan Daerah Aliran Sungai (DAS) ditinjau dari komponen pariwisata budaya. Serta membuat parameter desain yang bisa diterapkan pada ruang kreatif di Kota Yogyakarta sehingga mencapai desain yang memiliki nilai-nilai lokalitas dan mendukung perkembangan ekonomi kreatif. penelitian ini menggunakan metode Design thinking, metode kualitatif dan kuantitatif serta metode SWOT. Hasil penelitian menunjukkan bahwa Pengembangan ruang publik kreatif berbasis pariwisata budaya dapat ditelisik dari aspek daya tarik wisata dengan menghadirkan potensi ekonomi kreatif yang unggul dan berkualitas. Ini menjadi faktor kunci yang dapat menentukan motivasi wisatawan untuk berwisata sekaligus menjadi alasan fundamental dari pertimbangan mengapa seseorang memilih satu destinasi tertentu. Daya tarik wisata juga sangat menentukan tingkat kepuasan dan loyalitas wisatawan yang akan berdampak pada kesejahteraan ekonomi masyarakat terhadap keberlanjutan destinasi wisata. Beberapa hal yang perlu diperhatian dalam pengelolaan pariwisata berbasis budaya yang akan diterapkan di DAS dan Perkampungan antara lain: 1) Identitas lokal, 2) Penerapam Eko Budaya, 3) perlunya pendampingan dalam pengelolaan lembaga, 4) perlunya penyediaan infrastruktur, 5) tersedianya aksesibilitas yang memadai, 6) Melibatkan warga dalam pengelolaan wisata dengan model kelola pariwisata berbasis masyarakat Community Based Tourism (CBT).
MODEL SOSIAL EKONOMI URBAN FARMING: STUDI KASUS KELOMPOK TANI KELURAHAN GIWANGAN KOTA YOGYAKARTA Devi, Laksmi Yustika; Ramadhani, Amesta Kartika; Pitria, Meidesta; Prasojo, Bintang
Jurnal Jarlit Vol. 19 No. 1 (2023): Peningkatan Ekonomi Kreatif Berbasis Pariwisata Budaya untuk Keberdayaan Masya
Publisher : Badan Perencanaan Pembangunan Daerah Kota Yogyakarta

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.70154/jid.v19i1.64

Abstract

Penelitian ini merupakan penelitian lanjutan yang mengkaji sosial ekonomi urban farming di Kalurahan Giwangan, Kota Yogyakarta secara rinci dengan metode kualitatif dan kuantitatif sehingga mendapatkan pemahaman dan wawasan mengenai profil sosial ekonomi pelaku, peran, hingga model sosial ekonomi urban farming. Secara detail, tujuan penelitian ini adalah: (1) identifikasi awal, tinjauan pustaka, landasan teori dan benchmarking terkait dengan urban farming pada Kalurahan Giwangan Kota Yogyakarta; (2) pengambilan data melalui survei dan wawancara, pengolahan dan analisis data; (3) penyusunan model sosial ekonomi urban farming; dan (4) monitoring serta evaluasi peran dan penerapan model sosial ekonomi urban farming. Penelitian ini dilakukan dengan metode participatory action research. Pengumpulan data dilakukan dengan observasi lapangan, wawancara mendalam dengan ketua kelompok tani, survei pada pelaku urban farming, dan FGD dengan melibatkan pemangku kepentingan. Kuesioner disebarkan kepada 85 anggota kelompok tani yang tergabung ke dalam 16 KT/KWT di Kalurahan Giwangan. Hasil dari penelitian menegaskan penelitian sebelumnya bahwa praktik urban farming sudah dilakukan cukup lama di Kelurahan Giwangan, meskipun ada beberapa yang masih rintisan. Pelaku urban farming sebagian besar berusia 51-60 tahun yang melakukan kegiatan untuk hobi dan tujuan pelestarian lingkungan (tidak berorientasi profit). Beberapa pelaku menginginkan pengembangan bisnis melalui keterlibatan anak muda untuk membantu dari aspek teknologi. Hambatan yang umum dialami adalah gangguan hama, kekurangan modal dan tenaga kerja. Selain itu tantangan yang masih dihadapi adalah keberlanjutan, baik keberlanjutan program urban farming kelompok maupun keberlanjutan bisnisnya. Beberapa aspek urban farming yang masih perlu ditingkatkan, yaitu aspek pengembangan ketahanan pangan, aspek pelestarian lingkungan, dan aspek peningkatan penghasilan.
STRATEGI PEMBAGIAN DAN PENGUATAN PERAN POKDARWIS DAN PENGURUS KAMWIS DALAM MENUNJANG PENINGKATAN KUALITAS PELAYANAN PARIWISATA BERDASARKAN PERGUB DIY NOMOR 40 TAHUN 2020 Setya Nugraha, Bima; Putranti, Deslaely; Eko Prabowo, Husni; Prasojo, Bintang
Jurnal Jarlit Vol. 20 No. 1 (2024): Penguatan Kualitas Sumber Daya Manusia untuk Keberlanjutan Pembangunan Kota Yo
Publisher : Badan Perencanaan Pembangunan Daerah Kota Yogyakarta

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Pengurus Pokdarwis dan Pengurus Kampung Wisata Se-Kota Yogyakarta telah terbentuk, namun perannya belum optimal dalam menggerakkan partisipasi masyarakat kampung dalam bidang pariwisata sehingga manfaat ekonomi yang diperoleh masyarakat dari destinasi wisata belum optimal. Hal ini juga disebabkan masih adanya tumpang tindih peran dalam aturan perundang-undangan (antara Pergub DIY No 40 tahun 2020 dan Perwal Kota Yogyakarta No 116 tahun 2016) dan belum jelasnya pembagian peran. Kegiatan ini bertujuan untuk meningkatkan pengetahuan tentang pentingnya peran pokdarwis dan pengurus kampung wisata dalam meningkatkan perekonomian masyarakat di sekitar destinasi wisata di Kota Yogyakarta. Metode yang digunakan adalah penentuan peran menggunakan metode job analysis dengan alat observasi, wawancara dan kuisioner. Hasil kegiatan penelitian menunjukkan bahwa di Kota Yogyakarta ini pariwisata berbasis masyarakat sudah banyak berkembang. Terdapat 25 kampung wisata dan 45 kelompok sadar wisata yang terlibat dalam pengelolaan pariwisata berbasis masyarakat. Dalam penelusuran di lapangan ternyata hubungan antar kelembagaan dalam pengelolaan pariwisata di wilayah cukup kompleks. Selain dua lembaga tadi juga terdapat pengelola wisata lainnya yang berasal dari komunitas dan pribadi. Dilihat dari permasalahan terkait dari ketugasan pokdarwis dan kampung wisata dalam pengekolaan pariwisata di wilayah sebenarnya masing-masing pihak sudah memahami peran dan ketugasannya namun belum ada pembagian peran yang bersifat tertulis. Selanjutnya perlu disusun dan disahkan peraturan walikota untuk menjadi pedoman dan menjamin pelaksanaan peran masing-masing pokdarwis dan kampung wisata dalam mengelola potensi wisata berbasis masyarakat di Kota Yogyakarta.
PENGEMBANGAN KESENIAN KOLABORASI JATHILAN DENGAN BARONGAN UNTUK MENDUKUNG WISATA TANJUNG WINONGO KELURAHAN PATANG PULUHAN SEBAGAI KELURAHAN BERBASIS BUDAYA DI YOGYAKARTA Zuhro, Aida Roihana; Martono, Martono; Kuswarsantyo, Kuswarsantyo; Muhajirin, Muhajirin; Prasojo, Bintang
Jurnal Jarlit Vol. 20 No. 1 (2024): Penguatan Kualitas Sumber Daya Manusia untuk Keberlanjutan Pembangunan Kota Yo
Publisher : Badan Perencanaan Pembangunan Daerah Kota Yogyakarta

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Penelitian ini bertujuan mengembangkan kolaborasi desain barongan macan, macan lumping, dan topeng macan guna menjadikan Patangpuluhan sebagai kelurahan budaya. Dengan pendekatan Research and Development (R&D), penelitian ini mengembangkan desain dan koreografi pementasan ketiga elemen tersebut untuk mendukung kesenian di Grojogan Tanjung Winongo (GTW). Subjek penelitian melibatkan tokoh kesenian dan perajin kuda lumping, sementara teknik pengumpulan data meliputi wawancara, observasi, dan dokumentasi untuk memahami sudut pandang desain. Analisis data dilakukan secara deskriptif guna mengevaluasi estetika, kelayakan, serta nilai simbolisnya sebagai elemen pertunjukan. Hasil penelitian ini meliputi tiga luaran utama: (1) pengembangan desain barongan macan, macan lumping, dan topeng macan untuk media pertunjukan di GTW Patangpuluhan, (2) koreografi kolaboratif yang menyatukan ketiga elemen tersebut dalam satu pementasan, dan (3) video dokumentasi sebagai arsip dan media sosialisasi. Pementasan kolaboratif menunjukkan bahwa desain dan koreografi mampu memperkuat identitas budaya Patangpuluhan. Estetika yang garang merepresentasikan semangat melestarikan budaya lokal. Transformasi macan lumping sebagai bentuk seni adaptif berfungsi memperkenalkan budaya Patangpuluhan kepada masyarakat luas, menyeimbangkan nilai tradisional dengan tuntutan modern.