Claim Missing Document
Check
Articles

Found 12 Documents
Search

Penegakan Hukum Terhadap Pungutan Liar Yang Dilakukan Oleh Oknum Administrasi Pemerintahan Marendra Agistia; Ahmad Heru Romadhon; Fajar Rachmad Dwi Miarsa; Rahayu Sri Utami; Sugiarto Raharjo Japar
Journal of International Multidisciplinary Research Vol. 2 No. 2 (2024): Februari 2024
Publisher : PT. Banjarese Pacific Indonesia

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.62504/jjba2g71

Abstract

Penegakan hukum terhadap pungutan liar yang dilakukan oleh oknum administrasi pemerintah merupakan suatu perjuangan yang melibatkan aspek hukum, sosial, dan politik. Fenomena pungutan liar, atau yang sering disebut dengan pungli, telah menjadi masalah yang meresahkan dalam tatanan pemerintahan di berbagai negara, termasuk di Indonesia. Pungutan liar seringkali merugikan masyarakat dan menciptakan ketidakpercayaan terhadap pemerintah. Oleh karena itu, penegakan hukum terhadap praktik pungutan liar ini menjadi penting untuk memulihkan kepercayaan masyarakat terhadap lembaga pemerintahan dan memastikan kepatuhan terhadap aturan hukum. Dalam konteks penegakan hukum terhadap pungutan liar oleh oknum administrasi pemerintah, beberapa langkah diperlukan. Pertama, penyelidikan dan pengumpulan bukti yang cermat perlu dilakukan untuk mengungkap praktik pungutan liar tersebut. Hal ini memerlukan kerja sama antara aparat penegak hukum, lembaga pengawas, dan masyarakat dalam memberikan informasi yang mendukung proses penyelidikan. Kedua, perlu adanya proses hukum yang transparan dan adil bagi pelaku pungutan liar. Pengadilan yang independen dan bebas dari intervensi politik sangat penting agar proses peradilan dapat berjalan dengan lancar. Selain itu, pendekatan pencegahan juga harus ditingkatkan melalui edukasi kepada masyarakat tentang hak-hak mereka dan konsekuensi hukum bagi pelaku pungutan liar. Penguatan tata kelola pemerintahan dan sistem pengawasan internal juga perlu diimplementasikan guna mencegah praktik pungutan liar di lingkungan administrasi pemerintah. Dengan pendekatan yang komprehensif, penegakan hukum terhadap pungutan liar oleh oknum administrasi pemerintah diharapkan dapat membawa perubahan positif dalam menciptakan tata kelola pemerintahan yang bersih, transparan, dan akuntabel. Dengan demikian, kepercayaan masyarakat terhadap pemerintah dapat pulih, dan tercipta tatanan pemerintahan yang lebih adil dan bertanggung jawab.
The Importance of Increasing Awareness of Business Permits and Technological Transformation in Empowering MSMEs: Bouncing Back Post COVID-19 Pandemic Wijaya, Sonny; Lilla Puji Lestari; Ahmad Heru Romadhon; M Choifin
Community Development Journal Vol 7 No 3 (2023): Community Development Journal
Publisher : Universitas Nahdlatul Ulama Surabaya

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.33086/cdj.v7i3.5285

Abstract

The COVID-19 pandemic has had a significant impact on Micro, Small, and Medium Enterprises (MSMEs) worldwide, including in the village where the author conducted Community Service (Kuliah Kerja Nyata – KKN), in Sawocangkring Village, Cangkring Hamlet, Wonoayu, Sidoarjo, East Java, Indonesia from August 1st to 31st, 2023. During this community service activity, many local MSMEs experienced setbacks and even had to close down when the COVID-19 pandemic hit the country. To ensure the sustainability and recovery of MSMEs post COVID-19 pandemic, it is important to raise awareness of the role of business permits and technological transformation in empowering MSMEs. However, there is still a lack of knowledge and understanding among MSME owners regarding the importance of these two aspects. This community service activity was conducted using a qualitative approach with a descriptive method, involving observation and interviews. Additionally, primary data was collected through pre and post activity surveys in the form of questionnaires administered to MSMEs owners. In this case, as a pilot project for community service activities, the author focused only on selecting 2 leading MSMEs as partners for this community service activity. The results of this community service activity related to business permits include socialization and assistance in obtaining the Business Identification Number (Nomor Induk Berusaha - NIB). As for technological transformation, socialization and assistance were provided in creating websites for MSMEs, Google Map location services, and e-commerce platforms such as Shopee and Tokopedia. In the context of post COVID-19 pandemic MSME recovery, increasing awareness of the importance of business permits and technological transformation plays a crucial role in empowering MSMEs. By enhancing the knowledge and understanding of MSMEs owners regarding legitimate business permit procedures and the benefits of technological transformation, MSMEs can gain better access to markets, financing, and resources needed to recover and grow their businesses.
Kompleksitas Penegakan Hukum dan Perlindungan Anak dari Kejahatan Asusila di Indonesia Boby Pratama Dirja; Ahmad Heru Romadhon; Fajar Rachmad Dwi Miarsa; Bambang Soegiarto
Journal of International Multidisciplinary Research Vol. 1 No. 2 (2023): Desember 2023
Publisher : PT. Banjarese Pacific Indonesia

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.62504/jimr915

Abstract

Penelitian ini mengkaji kompleksitas penanganan kejahatan asusila terhadap anak di Indonesia, khususnya terkait inefisiensi Undang-Undang Perlindungan Anak dan lemahnya penegakan hukum. Latar belakang penelitian didasarkan pada maraknya kasus kejahatan asusila terhadap anak, definisi anak yang beragam, serta lambatnya penanganan kasus oleh berbagai lembaga. Metode penelitian menggunakan pendekatan yuridis normatif dengan menganalisis literatur kepustakaan dan peraturan perundang-undangan yang relevan. Hasil pembahasan menunjukkan adanya kelemahan dalam sistem peradilan, terutama penanganan kasus oleh Polri dan KPAI, serta perlu adanya harmonisasi aturan hukum dan prosedur antara peradilan umum dan disiplin internal Polri. Penelitian juga mengungkap perlunya pendekatan multisektoral dan terintegrasi yang melibatkan berbagai pihak untuk pencegahan dan penanganan kasus kejahatan asusila terhadap anak, serta pentingnya memperkuat sistem pengawasan dan akuntabilitas semua lembaga yang bertanggung jawab.
Perlindungan Hukum dan Pertanggungjawaban Pidana Terhadap Demonstran Sebagai Korban Kekerasan Oleh Aparat Apriara Vonnie K; Ahmad Heru Romadhon
Journal of International Multidisciplinary Research Vol. 3 No. 1 (2025): Januari 2025
Publisher : PT. Banjarese Pacific Indonesia

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.62504/jimr1168

Abstract

Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis teori hukum dalam konteks kebebasan menyampaikan pendapat di muka umum yang diatur dalam Undang-Undang Nomor 9 Tahun 1998 Tentang Menyampaikan Pendapat di Muka Umum, serta perlindungan hukum terhadap demonstran yang menjadi korban kekerasan oleh aparat kepolisian. Relevansi penelitian ini terletak pada pentingnya memahami penerapan teori pemidanaan dalam hukum pidana, serta kaitannya dengan hak asasi manusia, khususnya dalam konteks demonstrasi yang dijamin oleh undang-undang.Relevansi lebih lanjut muncul dari kebutuhan untuo meningkatkan pemahaman terhadap peran dan batasan diskresi kepolisian dalam situasi tertentu, seperti aksi unjuk rasa. Hasil penelitian menunjukkan bahwa teori pemidanaan seperti teori absolut, relatif dan gabungan memiliki dampak langsung terhadap penegakan hukum terhadap tindakan pidana, termasuk kekerasan oleh aparat. Temuan utama dari penelitian ini adalah bahwa meskipun hukum menjamin kebebasan berpendapat, pelanggaran yang dilakukan oleh aparat kepolisian terhadap demonstran, terutama melalui tindakan kekerasan yang berlebihan, dapat dikenakan sanksi pidana sesuai ketentuan hukum yang berlaku. Penelitian ini menyarankan perlunya penetapan batasan yang jelas dalam penerapan diskresi oleh aparat kepolisian dan pentingnya perlindungan hukum yang lebih kuat terhadap hak-hak demonstran agar tercipta keadilan, ketertiban, dan kesejahteraan rakyat. Selain itu, penelitian ini juga merekomendasikan evaluasi yerhadap implementasi kebijakan dan peraturan yang ada guna mencegah terjadinya penyalahgunaan wewenang oleh aparat kepolisian dalam pengamanan demonstrasi yang berlebihan.
Pertanggungjawaban Hukum dan Perlindungan Hukum Terhadap Anak Korban Kekerasan Seksual Farrah Rahma Azarine; Ahmad Heru Romadhon
Journal of International Multidisciplinary Research Vol. 3 No. 1 (2025): Januari 2025
Publisher : PT. Banjarese Pacific Indonesia

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.62504/jimr1170

Abstract

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengidentifikasi dan menganalisis kerangka hukum yang mengatur perlindungan anak serta tanggung jawab pelaku kekerasan seksual. Penelitian ini menggunakan metode penelitian yuridis normatif, dengan pendekatan konseptual. Teknik analisis data dilakukan melalui kajian pustaka dan analisis dokumen hukum yang relevan, yang bertujuan untuk menggali dan memahami norma-norma hukum yang ada terkait perlindungan anak. Hasil penelitian menunjukkan bahwa meskipun ada berbagai peraturan yang mengatur tentang perlindungan anak, penerapan hukum masih menghadapi beberapa kendala. Salah satunya adalah kurangnya kesadaran serta edukasi tentang hak-hak anak yang seharusnya diketahui oleh masyarakat luas. Selain itu, stigma yang ada dalam masyarakat juga menjadi hambatan besar dalam penegakan hukum yang efektif. Kekerasan seksual terhadap anak dapat mengakibatkan dampak psikologis dan fisik yang berkepanjangan, bahkan merusak perkembangan anak dalam jangka panjang. Oleh karena itu, jaminan keamanan bagi korban menjadi hal yang sangat penting dalam sistem peradilan yang adil. Korban harus merasa aman untuk melapor dan mendapatkan dukungan yang memadai, termasuk perlindungan fisik, layanan psikologis, dan jaminan kerahasiaan identitasnya sebagai bentuk dukungan pemulihan selama proses hukum berlangsung. Penelitian ini memberikan rekomendasi untuk perbaikan sistem hukum serta perluasan program rehabilitasi bagi korban kekerasan seksual. Diharapkan, hasil penelitian ini dapat memberikan kontribusi yang signifikan dalam penyusunan kebijakan hukum yang lebih efisien dalam melindungi anak-anak dan mencegah pelecehan seksual di masa depan.
Pertanggungjawaban Hukum Terhadap Tindakan Doxing Dalam Perbuatan Penipuan Dalam Pelunasan Sistem Jasa Titip Online Nanda Fitri Dian Permatasari; Ahmad Heru Romadhon
Journal of International Multidisciplinary Research Vol. 3 No. 1 (2025): Januari 2025
Publisher : PT. Banjarese Pacific Indonesia

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.62504/jimr1174

Abstract

Tindakan mempublikasi informasi pribadi seseorang tanpa seizin pemilik data pribadi (Doxing) yang marak terjadi dalam interaksi digital termasuk dalam kegiatan jual beli melalui sistem jasa titip online (Jastip). Tujuan dari penelitian ini adalah guna menganalisis pertanggungjawaban hukum atas tindakan doxing yang diperbuat oleh pemilik layanan jasa titip online sebagai bentuk penghakiman atas tindakan penipuan yang dilakukan oleh pelanggan. Pendekatan yuridis normatif digunakan untuk menggali permasalahan ini, yang berfokus pada pemahaman dan analisis aturan dan doktrin-doktrin hukum di Indonesia yang sudah ada dengan berpusat pada peraturan perundang-undangan terkait Undang-undang Informasi dan Transaksi Elektronik dan KUHP. Hasil penelitian ini menyimpulkan bahwa tindakan doxing dapat dikenakan sanksi hukum berdasarkan Pasal 27A dan Pasal 27B UU ITE yang mengatur tentang pencemaran nama baik dan penyebaran informasi yang melanggar hukum. Selain itu, pada kasus penipuan yang terjadi dalam sistem jasa titip online, Pasal 28 ayat (1) UU ITE dapat menjadi landasan hukum yang lebih relevan menggantikan ketentuan umum dalam Pasal 378 KUHP. Penyedia layanan jasa titip online disarankan untuk menetapkan peraturan yang jelas mengenai kewajiban dan sanksi, serta kebijakan pembatalan sepihak atau tindakan hukum jika pelanggan gagal melunasi. Bentuk penyelesaian masalah yang dipertimbangkan secara matang tidak hanya mengakhiri masalah secara menyeluruh, tetapi juga mencegah munculnya permasalahan baru.
PERTANGGUNGJAWABAN HUKUM DAN PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP KORBAN PENIPUAN PENCARI KERJA Deby Ayu Wulandari; Ahmad Heru Romadhon
Holistik Analisis Nexus Vol. 2 No. 1 (2025): Januari 2025
Publisher : PT. Banjarese Pacific Indonesia

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.62504/nexus1164

Abstract

Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis pertanggungjawaban hukum terhadap pelaku penipuan pencari kerja dan perlindungan hukum bagi korban penipuan. Penelitian ini menggunakan metode penelitian hukum yuridis normatif dengan pendekatan perundang-undangan (statute approach), yang berfokus pada analisis terhadap dokumen hukum yang relevan terkait dengan pertanggungjawaban hukum dan perlindungan hukum dalam kasus penipuan pencari kerja. Teknik analisis data dilakukan dengan mengumpulkan informasi dari berbagai sumber hukum kepustakaan, seperti jurnal ilmiah, artikel, serta sumber dari internet, guna memperoleh pemahaman yang lebih mendalam mengenai permasalahan yang sedang diteliti. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pertanggungjawaban hukum terhadap pelaku penipuan pencari kerja harus didasarkan pada unsur-unsur hukum yang berlaku, seperti kemampuan tanggung jawab pelaku, kesalahan yang dilakukan (baik kesengajaan atau kelalaian), serta tidak adanya alasan maaf. Penipuan dalam pencarian kerja dapat merugikan korban secara finansial dan psikologis, bahkan merusak citra perusahaan atau agen rekrutmen yang sah. Pelaku penipuan dapat dijerat dengan hukum pidana berdasarkan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) dan Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE). Penegakan hukum yang tegas serta perlindungan hukum yang tepat sangat penting untuk melindungi hak-hak pencari kerja dan mencegah kerugian yang lebih besar. Pemerintah memiliki peran penting dalam mengantisipasi penipuan dengan meningkatkan kesadaran masyarakat, memperketat peraturan perekrutan, serta menyediakan saluran pengaduan dan sistem verifikasi lowongan pekerjaan yang lebih transparan dan akurat.
PERTANGGUNGJAWABAN HUKUM DAN PERLINDUNGAN KONSUMEN DALAM JUAL BELI ONLINE DI ECOMMERCE Marendra Agistia; Ahmad Heru Romadhon
Holistik Analisis Nexus Vol. 2 No. 1 (2025): Januari 2025
Publisher : PT. Banjarese Pacific Indonesia

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.62504/nexus1172

Abstract

Berkembangnya kondisi digital sudah menciptakan kemudahan pada banyak kondisi kehidupan, salah satunya pada aktivitas jual beli online melalui platform e-commerce. Namun, aktivitas ini juga menghadirkan tantangan, seperti risiko penipuan dan pelanggaran hak konsumen. Penelitian ini membahas pertanggungjawaban hukum pada pelaku usaha yang merugikan konsumen serta bentuk perlindungan hukum ditawarkan kepada konsumen pada transaksi jual beli di e-commerce, khususnya melalui platform seperti TikTok Shop. Metode penelitian yang pakai ialah metode hukum normatif dengan pendekatan perundang-undangan. Hasil analisis mengatakan bahwa setara dengan Pasal 19 Undang-Undang Perlindungan Konsumen (UUPK), pelaku usaha bertanggung jawab mengganti produk konsumen akibat produk yang tidak sesuai. Pemerintah telah menciptakan Badan Perlindungan Konsumen Nasional (BPKN) dan Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen (BPSK) untuk menyelesaikan sengketa serta memberikan perlindungan hukum kepada konsumen. Upaya perlindungan konsumen juga mencakup pemberian informasi yang faktual dan transparan, menambah pemantauan terhadap pelaku usaha, serta pemaparan hukuman bagi pelaku penipuan. Perlindungan hukum ini bertujuan memberikan kepastian hukum, mencegah kerugian konsumen, dan membuat keadaan jualan online aman serta terpercaya. Kerja sama antara pemerintah, pelaku usaha, dan konsumen sangat penting untuk mengatasi permasalahan yang timbul dalam transaksi di e-commerce.
Law Enforcement Against Cosmetic Businesses Operating Without a BPOM Distribution Permit Inayatun Nazliyah; Fajar Rachmad Dwi Miarsa; Dhofirul Yahya; Ahmad Heru Romadhon
Journal of Law, Politic and Humanities Vol. 5 No. 3 (2025): (JLPH) Journal of Law, Politic and Humanities
Publisher : Dinasti Research

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.38035/jlph.v5i3.1587

Abstract

According to applicable law, cosmetics are pharmaceutical products that can only be distributed after obtaining a distribution permit. This permit serves as a consumer protection measure to ensure the safety of cosmetic products. To regulate the circulation of cosmetics without a valid distribution permit, the government has established regulations to oversee their distribution, ensuring consumer protection. This study aims to examine the legal framework governing cosmetic business licenses and the legal responsibilities of cosmetic business operators who lack a distribution permit. The research employs a normative juridical approach. Before being marketed, every cosmetic product must obtain a distribution permit through a notification process with the Food and Drug Supervisory Agency. Cosmetic distributors operating without this permit may face legal consequences, including both criminal and administrative sanctions.
Perlindungan Hukum Bagi Pekerja PKWT Berdasarkan Uu Nomor 13/2003 dan UU Nomor 6/2023 Zamroni Zamroni; Fajar Rachmad Dwi Miarsa; Ahmad Heru Romadhon
J-CEKI : Jurnal Cendekia Ilmiah Vol. 4 No. 2: Februari 2025
Publisher : CV. ULIL ALBAB CORP

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.56799/jceki.v4i2.7904

Abstract

Perjanjian Kerja Waktu Tertentu (PKWT) merupakan kerangka kerja yang penting dalam memenuhi kebutuhan tenaga kerja sementara di Indonesia. Meskipun memberikan fleksibilitas bagi pengusaha untuk menyesuaikan kebutuhan bisnis yang dinamis, PKWT sering kali menimbulkan masalah terkait keamanan kerja dan kesetaraan hak pekerja. Penelitian ini mengkaji perlindungan hukum bagi pekerja PKWT dengan menyoroti kesenjangan antara ketentuan regulasi dan implementasinya. Dengan pendekatan kualitatif dan metode tinjauan literatur, penelitian ini menganalisis temuan utama dari jurnal akademik dan dokumen hukum. Hasil penelitian menunjukkan bahwa meskipun regulasi seperti Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 dan Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2023 telah memberikan dasar hukum, lemahnya pengawasan, ketidakjelasan ketentuan kontrak, dan mekanisme penyelesaian sengketa yang kurang efektif tetap menjadi tantangan utama. Rekomendasi mencakup penguatan pengawasan pemerintah, penyederhanaan ketentuan kontrak, dan optimalisasi proses penyelesaian sengketa untuk memastikan perlakuan yang adil dan perlindungan hukum bagi pekerja PKWT.