Claim Missing Document
Check
Articles

Found 8 Documents
Search

Pengaturan terhadap Rangkap Jabatan sebagai Menteri sekaligus Pemimpin Daerah dalam Pandangan Politik Hukum Indonesia Dita Rosalia Arini
JURNAL SYNTAX IMPERATIF : Jurnal Ilmu Sosial dan Pendidikan Vol 3 No 2 (2022): Jurnal Syntax Imperatif: Jurnal Ilmu Sosial dan Pendidikan
Publisher : Rifa'Institute

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.36418/syntax-imperatif.v3i2.156

Abstract

Konsep tatanan pemerintahan yang dirumuskan melalui hukum tata negara yang tertuang dalam tujuan dan cita-cita negara Indonesia, mengharuskan penyelenggaraan tatanan pemerintahan berdasarkan ketentun perundang-undangan yang berlaku, hal ini dikarenakan Indonesia adalah negara hukum. Terlaksananya tugas dan fungsi untuk mencapai tujuan negara tidak terlepas dari pemangku jabatan yang ditunjuk untuk melaksanakan tugas dan fungsinya. Perihal rangkap jabatan menyangkut etika moral dan kultur birokrasi. Permasalahan yang diangkat adalah Apakah fenomena terhadap isu rangkap jabatan diatur dan diperbolehkan dalam peraturan perundang-undangan di Indonesia? Metode yang digunakan adalah kualitatif dengan pendekatan nomatif yuridis. Tujuan penelitian ini ialah untuk melihat bagaimana berbagai praktik dan regulasi yang memiliki kaitan dengan upaya kultur birokrasi di Indonesia terhadap fenomena rangkap jabatan Hasil dari penelitian menunjukkan tidak adanya aturan undang-undang yang mengatur mengenai larangan rangkap jabatan rangkap jabatan dapat menimbulkan konflik kepentingan. Praktik rangkap jabatan harus dihilangkan dalam penyelenggaran negara. Nilai-nilai etika dan moral dapat dijadikan pedoman dalam penyelenggaraan suatu negara. Dengan kata lain, rangkap jabatan dapat menimbulkan konflik kepentingan antara masing-masing jabatan yang diduduki
Eksistensi Pasal 14 Undang-Undang Tindak Pidana Korupsi No.31 Tahun 1999 Jo Undang-Undang No. 20 Tahun 2001 Terhadap Praktek Penegakan Hukum Dita Rosalia Arini
YUSTISIA MERDEKA : Jurnal Ilmiah Hukum Vol. 8 No. 2 (2022): JURNAL YUSTISIA MERDEKA
Publisher : Universitas Merdeka Madiun

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.33319/yume.v8i2.148

Abstract

The content that contained in article 14 of the Corruption Act related to law enfocement is a legal corridor that must be condered in its implementation. The issue that will be raised is how does article 14 of the Corruption Act against the Law Enforcement Practices Exist? The method used in this journal is the normative juridicial method. The results of the study indicate that the existance of the regulations containd in the provisions of article 14 is a limiter and determinant of whether other criminal acts can be tried as a criminal act of corruption, so that not all criminal acts must be resolveds by corruption trial
EKSISTENSI PASAL 14 UNDANG-UNDANG TINDAK PIDANA KORUPSI TERHADAP PRAKTEK PENEGAKAN HUKUM Arini, Dita Rosalia
Jurnal Hukum Respublica Vol. 21 No. 2 (2022): Jurnal Hukum Respublica
Publisher : Faculty of Law Universitas Lancang Kuning

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.31849/respublica.v21i2.10149

Abstract

Bagaimanakah Eksistensi Pasal 14 Undang-Undang Tindak Pidana Korupsi terhadap Praktek Penegakan Hukum. Penelitian yang peneliti lakukan ialah penelitian normatif dengan metode pendekatan perundang-undangan dan putusan pengadilan serta sumber data primernya adalah Undang-Undang Tindak Pidana Korupsi Nomor 20 tahun 2001 Jo Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999, Undang-Undang Perbankan, Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2014 tentang Asuransi dan Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang PPLH serta data sekundernya berupa hasil penelitian terdahulu, jurnal-jurnal hukum terdahulu yang selanjutnya akan peneliti analisis dan bandingkan dengan praktek penegakan hukumnya yang terjadi di Indonesia. Eksistensi pengaturan yang dimuat dalam ketentuan Pasal 14 ini menjadi pembatas dan penentu apakah perbuatan pidana lain dapat diadili sebagai tindak pidana korupsi, sehingga tidak semua perbuatan pidana harus diselesaikan dengan peradilan tindak pidana korupsi.
KENDALA DAN HAMBATAN ADVOKAT DALAM MEMPEROLEH KEWENANGAN YANG SAMA DENGAN JPU PADA PROSES PEMBUKTIAN DALAM SISTEM PERADILAN PIDANA INDONESIA Arini, Dita Rosalia
Semarang Law Review (SLR) Vol. 5 No. 2 (2024): Oktober
Publisher : Fakultas Hukum, Universitas Semarang

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.26623/slr.v5i2.10825

Abstract

Evidence is an important stage in a criminal justice process. Advocates have the same position as prosecutors in the criminal justice system where advocates are legal advisors to defendants while prosecutors are state representatives who represent the community. However, even though you have the same position, it does not mean you have equal authority, especially in terms of the evidentiary process. Therefore, there are obstacles and constraints for advocates in obtaining the same authority as the prosecutor in the evidentiary process in the Indonesian criminal justice system. This research uses qualitative methods with descriptive normative analysis. The results of the research show that there are at least 5 (five) obstacles and obstacles for advocates in obtaining the same authority as the prosecutor, namely: the process of collecting evidence, access to samples of evidence collected by the police, limited information, limited legal opportunities given to advocates and partiality of judicial institutions. it is a little more difficult for the prosecutor because they are in the same unit under a government agency.AbstrakPembuktian merupakan tahapan penting dalam suatu proses peradilan pidana. Advokat memiliki kedudukan yang setara dengan JPU pada sistem peradilan pidana yang mana advokat merupakan penasehat hukum terdakwa sementara JPU merupakan perwakilan negara yang mewakili masyarakat. Namun, meskipun memiliki kedudukan yang sama tidak berarti memiliki kewenangan yang sejajar terutama dalam hal proses pembuktian. Oleh karena itu terdapat hambatan dan kendala bagi advokat dalam memperoleh kewenangan yang sama dengan JPU pada proses pembuktian dalam sistem peradilan pidana nasional Indonesia. Penelitian ini menggunakan metode kualitatif dengan analisis normatif deskriptif. Hasil penelitian menunjukkan terdapa setidaknya 5 (lima) kendala dan hambatan advokat dalam memperoleh kewenangan yang sama dengan JPU yakni: proses mengumpulkan alat bukti, akses memperoleh sampel bukti yang dikumpulkan kepolisian, informasi yang terbatas, Keterbatasan peluang hukum yang diberikan kepada advokat dan Keberpihakkan lembaga peradilan yang sedikit lebih berat kepada JPU karena berada dalam satu kesatuan yang sama dibawah lembaga pemerintahan.
Memanusiakan Hak Asasi Manusia: Ethnic Profiling & Counter Terrorism di Palestina Elkristi Ferdinan Manuel; Dita Rosalia Arini; Ahmad Iqbal; Prameswara Winriadirahman; Faqih Zuhdi Rahman; Wendy Budiati Rakhmi; Ema Nurkhaerani; Dwi Najah Tsirwiyati; Slamet Tri Wahyudi; Irsyaf Marsal
JURPIKAT (Jurnal Pengabdian Kepada Masyarakat) Vol. 6 No. 2 (2025)
Publisher : Politeknik Piksi Ganesha Indonesia

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.37339/jurpikat.v6i2.2400

Abstract

Tujuan dari kegiatan pengabdian kepada masyarakat ini adalah untuk memberikan pandangan non-populer terhadap genosida yang terjadi di Palestina, serta memberikan sudut pandang berbeda dalam melihat permasalahan tersebut, yaitu menggunakan pendekatan Hak Asasi Manusia. Permasalahan dalam konflik tersebut adalah masyarakat masih memandang konflik Palestina dengan subjektifitas dan keberpihakan. Kegiatan ini menggunakan metode sosialisasi terbuka dan diskusi interaktif yang diikuti oleh 20 peserta dari masyarakat seni dan kedokteran di T-Space Bintaro. Kesimpulan dari pengabdian untuk para peserta adalah pentingnya menganalisa kasus internasional, menggunakan sudut pandang kemanusiaan dan universalisme dalam konsep Hak Asasi Manusia serta menggeser paradigma tersebut menjadi keberpihakan terhadap kehidupan dan keberlangsungan umat manusia
Devil’s Justice: Genosida & Keadilan Bagi Warga Palestina (Promosi Pandangan Hak Asasi Manusia) Ferdinan Manuel, Elkristi; Arini, Dita Rosalia; Iqbal, Ahmad; Winriadirahman, Prameswara; Rahman, Faqih Zuhdi; Rakhmi, Wendy Budiati; Nurkhaerani, Ema; Tsirwiyati, Dwi Najah; Wahyudi, Slamet Tri; Marsal, Irsyaf; Nasution, Ali Imran
Jurnal Pengabdian kepada Masyarakat Nusantara Vol. 6 No. 2 (2025): Jurnal Pengabdian kepada Masyarakat Nusantara Edisi April - Juni
Publisher : Lembaga Dongan Dosen

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.55338/jpkmn.v6i2.6021

Abstract

Tujuan dari kegiatan pengabdian kepada masyarakat betapa pentingnya memberikan paradigma baru dalam memandang genosida yang terjadi bagi warga Palestina. Prinsip keadilan sejati nyatanya tidak berlaku bagi kasus-kasus kejahatan kemanusiaan yang terjadi di seluruh dunia, khususnya di Paliestina. Prinsip ini menjadikan keadilan berubah makna menjadi devil’s justice yang menggambarkan bagaimana kekuasaan dan hawa nafsu menuyelimuti jiwa manusia terhadap manusia lainnya. Keadilan model seperti ini tidak mencerminkan keadilan sejati bila dikaitkan dengan pendekatan keselamatan bagi manusia dalam bingkai Hak Asasi Manusia (HAM). Hasil dari pengabdian kepada masyarakat ini adalah memberikan pemahaman secara holistik terhadap kasus-kasus kemanusiaan yang terjadi dan bagaimana pemberian sudut pandang ini merubah paradigma bagi peserta yang hadir di T-Space, Bintaro, Tangerang Selatan dari keadilan dalam sebuah peperangan dan kejahatan manusia yang terjadi berubah menjadi tumbahnya rasa hormat kepada martabat manusia yang dikesampingkan dalam peristiwa kejahatan. Salin itu, dengan pengabdian kepada masyarakat ini turut memberikan pemahaman bagaimana kekerasan secara keilmuan bukan hanya kekerasan personal saja, lebih jauh dari itu kekerasan struktural melalui tatanan sosial, dan kekerasan kultural yang lebih kompleks telah terjadi, sehingga dalam menganalisa genosida yang terjadi di Palestina, seluruh peserta mendapatkan pandangan yang menyeluruh dan holistik tersebut.
Tantangan Implementasi Yurisdiksi ICC dalam Penegakan Hukum atas Kejahatan Genosida di Negara Non-Pihak Anisah, Aura; Wahdah, Azzhara Nikita; Nirwana, Rena Putri; Arini, Dita Rosalia
Media Hukum Indonesia (MHI) Vol 3, No 4 (2025): December
Publisher : Penerbit Yayasan Daarul Huda Kruengmane

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.5281/zenodo.17569239

Abstract

The International Criminal Court (ICC) is a permanent judicial institution established under the 1998 Rome Statute, with a mandate to try serious crimes such as genocide, crimes against humanity, and war crimes. Although ICC jurisdiction formally applies to states parties to the Rome Statute, the crime of genocide occurring in non-party countries remains a global concern. This article examines how the ICC can exercise its jurisdiction over individuals from non-party states through a normative juridical approach, reviewing the principles of universality, the principle of state responsibility, and the principle of non-impunity as the basis for the legitimacy of international law. This research shows that the ICC has several mechanisms to overcome the limitations of formal jurisdiction, including through referrals to the UN Security Council, territorial jurisdiction if some elements of the crime occur in the state party, personal jurisdiction over the perpetrator who is a citizen of the state party, and ad hoc approval based on the Rome Statute. Nonetheless, the implementation of ICC law enforcement challenges against non-party states faces significant obstacles, including the denial of cooperation based on state sovereignty, geopolitical bias in the Security Council, and imbalances between large and small states in international law enforcement. In this study, it is emphasised that the ICC remains relevant as a complementary instrument when the national legal system is unable or unwilling to take action against the perpetrators of genocide. Reform of jurisdictional mechanisms and increased international cooperation are key to strengthening the ICC's effectiveness in upholding global justice and preventing impunity for serious crimes.
TINDAK KEJAHATAN GENOSIDA TERHADAP ETNIS UIGHUR DI XINJIANG DALAM PERSPEKTIF HUKUM PIDANA INTERNASIONAL Simanungkalit, Darryl Anne Lanita; Amaliah, Siti Nur; Andriyani, Adinda Zahra; Arini, Dita Rosalia
Causa: Jurnal Hukum dan Kewarganegaraan Vol. 12 No. 5 (2025): Causa: Jurnal Hukum dan Kewarganegaraan
Publisher : Cahaya Ilmu Bangsa

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis dan menguji apakah rangkaian tindakan yang dilakukan oleh Pemerintah Tiongkok terhadap Etnis Uighur di Xinjiang memenuhi unsur-unsur kejahatan Genosida dalam perspektif Hukum Pidana Internasional. Menggunakan metode penelitian yuridis normatif dengan pendekatan konseptual, perundang-undangan, dan kasus, studi ini mengkaji Konvensi Genosida 1948 dan Statuta Roma 1998 sebagai kerangka hukum utama. Temuan utama menunjukkan bahwa tindakan sistematis yang dilakukan oleh Tiongkok, seperti penahanan massal lebih dari satu juta Uighur di "kamp pendidikan ulang" yang melibatkan penyiksaan dan kondisi buruk, penghancuran identitas budaya dan agama, serta yang paling signifikan, kebijakan demografis agresif berupa sterilisasi dan pencegahan kelahiran paksa massal, secara substansial memenuhi unsur-unsur material Genosida. Tindakan tersebut sesuai dengan kategori-kategori Genosida, termasuk menyebabkan luka fisik/mental serius, menciptakan kondisi kemusnahan fisik, dan memaksakan tindakan untuk mencegah kelahiran (Pasal 6(d) Statuta Roma). Adanya pola perilaku yang meluas dan terorganisir mengindikasikan kuatnya niat khusus (dolus specialis) dari aparatur negara untuk menghancurkan, secara keseluruhan atau sebagian, kelompok etnis dan agama Uighur. Oleh karena itu, penelitian ini menyimpulkan bahwa kasus Xinjiang dapat diklasifikasikan secara legal dan empiris sebagai Genosida, meskipun upaya penegakan hukum internasional dihadapkan pada tantangan yurisdiksi dan politik yang signifikan terhadap negara anggota tetap Dewan Keamanan PBB. Kata kunci: Genosida, Etnis Uighur, Xinjiang, Hukum Pidana Internasional, Statuta Roma.