Claim Missing Document
Check
Articles

Found 34 Documents
Search

FUNGSI DPRD DALAM PEMBENTUKAN PERATURAN DAERAH DI KABUPATEN BUNGO Taupiqqurrahman, Taupiqqurrahman; Nasution, Ali Imran
SUPREMASI Jurnal Hukum Vol 3, No 1 (2020)
Publisher : Universitas Sahid

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.36441/supremasi.v3i1.121

Abstract

Peraturan daerah merupakan bagian dari peraturan perundang-undangan yang ada di Indonesia. Dalam hierarki peraturan perundangan-undangan sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 bahwa Perda kabupaten/kota berada diurutan ketujuh setelah Perda Propinsi. Kabupaten Bungo sebagai daerah yang otonom, mempunyai kewenangan untuk menetapkan peraturan daerah. Dalam kurun waktu Tahun 2016-2019 pemerintahan daerah kabupaten Bungo sudah menetapkan 61 Perda. Perda yang ditetapkan sudah berdasarkan berdasarkan Program pembentukan peraturan daerah. Propemperda merupkan instrumen perencanaan program pembentukan perda yang disusun secara terencana, terpadu, dan sistematis. Dalam penetapan Propmerda bagian dari kewenangannya DPRD. Dalam Pasal 149 Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 DPRD mempunyai 3 fungsi, yang salah satunya adalah Pembentukan Peraturan Daerah.
The Changes Impact on State Ministries Nomenclature Toward National Development Progress Nasution, Ali Imran
Veteran Law Review Vol 4, No 2 (2021): November 2021
Publisher : Faculty of Law, Pembangunan Nasional Veteran Jakarta University

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.35586/velrev.v4i2.3159

Abstract

The government is given the responsibility to performing national development in order to pursue national goals as the establishment of Indonesia. As head of government, President is assisted by ministers to carry out national development. However, the already formed state ministries frequently had to change its nomenclature amidst President's leadership. Changes in ministries nomenclature generally occur due to merger or splitting of ministries. This study aims to understand the regulation of changing ministries nomenclature and how it will affected national development. The methodology uses in this study is normative research by statutory and conceptual approach. The results indicate that the timing of changing ministry's nomenclature raises ambiguity. Changes in ministries nomenclature amidst of President's leadership have affected on ministry's work programs implementation that have been prepared by prior ministries.
FUNGSI DPRD DALAM PEMBENTUKAN PERATURAN DAERAH DI KABUPATEN BUNGO Taupiqqurrahman Taupiqqurrahman; Ali Imran Nasution
SUPREMASI : Jurnal Hukum Vol 2, No 2 (2020)
Publisher : Universitas Sahid

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.36441/supremasi.v3i1.121

Abstract

Peraturan daerah merupakan bagian dari peraturan perundang-undangan yang ada di Indonesia. Dalam hierarki peraturan perundangan-undangan sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 bahwa Perda kabupaten/kota berada diurutan ketujuh setelah Perda Propinsi. Kabupaten Bungo sebagai daerah yang otonom, mempunyai kewenangan untuk menetapkan peraturan daerah. Dalam kurun waktu Tahun 2016-2019 pemerintahan daerah kabupaten Bungo sudah menetapkan 61 Perda. Perda yang ditetapkan sudah berdasarkan berdasarkan Program pembentukan peraturan daerah. Propemperda merupkan instrumen perencanaan program pembentukan perda yang disusun secara terencana, terpadu, dan sistematis. Dalam penetapan Propmerda bagian dari kewenangannya DPRD. Dalam Pasal 149 Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 DPRD mempunyai 3 fungsi, yang salah satunya adalah Pembentukan Peraturan Daerah.
Sanksi Administratif terhadap Kepala Daerah yang tidak Melaksanakan Program Strategis Nasional Wicipto Setiadi; Ali Imran Nasution
Jurnal Penelitian Hukum De Jure Vol 20, No 4 (2020): Edisi Desember
Publisher : Badan Penelitian dan Pengembangan Hukum dan Hak Asasi Manusia

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (424.588 KB) | DOI: 10.30641/dejure.2020.V20.473-486

Abstract

Polemik tentang Presiden berwenang atau tidak berwenang memberhentikan kepala daerah muncul kembali saat pemerintah mengusulkan Rancangan Undang-Undang Cipta Kerja. Disebutkan sebelumnya di dalam draft Rancangan Undang-Undang Cipta Kerja bahwa Presiden dapat memberhentikan kepala daerah yang tidak melaksanakan Program Strategis Nasional. Setelah disahkannya Rancangan Undang-Undang Cipta Kerja menjadi undang-undang, rumusan tersebut tidak dicantumkan. Namun demikian, rumusan Pasal tersebut sudah ada di dalam ketentuan Pasal 68 Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah. Permasalahan yang muncul dalam penelitian ini adalah apa dasar teoretis Presiden berwenang memberhentikan kepala daerah dan bagaimana tata cara pemberhentian kepala daerah yang tidak melaksanakan Program Strategis Nasional. Metode penelitian menggunakan jenis penelitian hukum normatif dengan pendekatan peraturan perundang-undangan dan pendekatan konseptual. Hasil penelitian menunjukkan bahwa dasar teori penjatuhan sanksi adminsitratif adalah berdasarkan teori sistem pemerintahan presidensial dan konsepsi negara kesejahteraan yang dianut oleh Indonesia. Prosedur pemberian sanksi ini dilakukan secara hierarkis melalui jalur non-pengadilan. Perlu dibuat aturan pemberian sanksi melalui jalur pengadilan untuk memberikan kepastian hukum dan mencegah munculnya penyalahgunaan wewenang oleh Presiden.
Ambiguitas sanksi hukum terhadap masyarakat yang menolak vaksinasi Covid-19 Ali Imran Nasution; Wicipto Setiadi; Yusuf Eko Nahuddin
Jurnal Cakrawala Hukum Vol 12, No 3 (2021): December 2021
Publisher : University of Merdeka Malang

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.26905/idjch.v12i3.6417

Abstract

In 2020, the President of Indonesia established Presidential Regulation Number 99 of 2020 concerning the Procurement and Implementation of Vaccinations to Annihilate Covid-19 Pandemic. Furthermore, this Presidential Regulation was amended by Presidential Regulation Number 14 of 2021 which contained a particular provision to impose legal sanctions on people who violated rules by do not participate in Covid-19 vaccination. Administration sanctions such as postponing or terminating social security awarding or social assistance will be imposed on a citizen who does not comply with that particular provision. This kind of administrative sanction will potentially harm the rights of lower classes people. This study is to analyze the ambiguity of legal sanctions against people who refuse to get Covid-19 vaccination and to analyze the alternative solution to take out the ambiguity of imposing sanctions on people who violated these particular rules. This research method uses normative legal research by statutory and conceptual approach. This study concludes that the ambiguity caused by those sanctions is contradicted with the legislation rules and principles. Therefore, social work sanctions can be used as an alternative solution to substitute administrative sanctions that cause ambiguity and violated the community’s rights.How to cite item: Nasution, A., Setiadi, W., Nahuddin, Y. (2021). Ambiguitas sanksi hukum terhadap masyarakat yang menolak vaksinasi Covid-19. Jurnal Cakrawala Hukum, 12(3), 233-244. doi:https://doi.org/10.26905/idjch.v12i3.6417.
KEABSAHAN PERATURAN DAERAH MEMASUKKAN PERATURAN BERSAMA MENTERI SEBAGAI DASAR HUKUM PEMBENTUKAN PERATURAN DAERAH Ali Imran Nasution
Jurnal Ilmu Hukum Vol 9, No 2 (2020): JIH FH UNRI, Vol 9 No 2: 2020
Publisher : Fakultas Hukum Universitas Riau

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (313.242 KB) | DOI: 10.30652/jih.v9i2.7901

Abstract

The purpose of this study is to analyze the legal basis for the authority to form Joint Ministerial Regulations and how the legality of Regional Regulations that incorporate Joint Ministerial Regulations as the legal basis for establishing regional regulations. The research method used is normative legal research with statutory approach and conceptual approach. The results showed that the establishment of a Joint Ministerial Regulation did not have attribution or delegation authority. Thus, according to the formal principle of the formation of statutory regulations, Regional Regulations that put Joint Ministerial Regulations as a legal basis for the formation of legislation are formally unlawful.
THE EXISTENCE OF REGIONAL REPRESENTATIVE COUNCIL IN THE POSITION OF THE LEADERS OF THE PEOPLE'S CONSULTATIVE ASSEMBLY Rahmat Bijak Setiawan Sapii; Yoan Dwi Pratama; Tasya Darosyifa; Ali Imran Nasution
Jurnal Cendekia Hukum Vol 8, No 1 (2022): JCH (JURNAL CENDEKIA HUKUM)
Publisher : STIH Putri Maharaja

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.33760/jch.v8i1.535

Abstract

Through the fourth amendment to the 1945 Constitution of the Republic of Indonesia, the Regional Representative Council was formed as a representation of groups and regions which also added new rooms in parliament. The existence of the DPD is often considered weak because of its limited authority both in carrying out functions and getting attention in filling the MPR leadership positions which are dominated by the DPR in the 2019 MD3 Law. The purpose of this study is to determine, examine and analyze the existence of the Regional Representatives Council in occupying the leadership position of the People's Consultative Assembly and examine the compositional division that should be between the DPR and DPD in occupying the leadership position of the People's Consultative Assembly. This research method uses normative law with a statutory and conceptual approach. This research concludes that the composition of leadership position between DPR and DPD to fill the MPR is not balanced.  Because if you stick to the 2019 MD3 Law, it will cause injustice to the DPD which is a high state institution at the level of the DPR. In addition, there is also legal uncertainty regarding the number of MPR leaders who come from representatives of the DPR as a consequence of implementing the parliamentary threshold. Therefore, we need an ideal arrangement that does not come out of the constitution but provides legal certainty and justice.
AKTUALISASI KONSEP MEANINGFUL PARTICIPATION DALAM PEMBENTUKAN PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN Ali Imran Nasution; Rahmat Bijak Setiawan Sapii
Jurnal Surya Kencana Dua : Dinamika Masalah Hukum dan Keadilan Vol 9, No 2 (2022): Jurnal Surya Kencana Dua: Dinamika Masalah Hukum & Keadilan
Publisher : Universitas Pamulang

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.32493/SKD.v9i2.y2022.26207

Abstract

Pengaturan partisipasi masyarakat dalam pembentukan peraturan perundang-undangan yang berlaku dewasa ini dianggap tidak memenuhi kebutuhan masyarakat. Hal tersebut ditandai dengan ketidakpuasan beberapa pihak yang berupaya menangguhkan keberlakuannya melalui Judicial Review. Permasalahan yang diangkat dalam penelitian ini yakni bagaimana konsep meaningful participation dalam pembentukan peraturan perundang-undangan serta bagaimana implikasinya terhadap kualitas produk peraturan perundang-undangan. Penelitian ini merupakan jenis penelitian yuridis normatif dengan metode pendekatan perundang-undangan dan konseptual. Dalam menjawab permasalahan peneliti menggunakan bahan hukum primer berupa peraturan perundang-undangan, bahan hukum sekunder berupa buku dan jurnal ilmiah, serta bahan tersier berupa data faktual yang sesuai dengan topik yang diangkat. Hasil penelitian ini menerangkan bahwa konsep meaningful participation secara normatif menghendaki perluasan hak masyarakat dalam berpartisipasi pada pembentukan perundang-undangan. Hal tersebut ditandai dengan melekatnya kewajiban bagi pembentuk undang-undang untuk mempertimbangkan dan menanggapi masukan atau saran masyarakat. Melalui penerapan konsep tersebut produk peraturan perundang-undangan akan memenuhi kualitas secara formil maupun materil serta mendapatkan legitimasi masyarakat. Sehingga dalam memastikan hal tersebut diperlukannya pengaturan mengenai konsep meaningful participation pada undang-undang.
Sosialisasi dan Pendampingan Dalam Upaya Pemenuhan Hak-Hak Anak Korban Kekerasan Dan Diskriminasi Satino Satino; Rosalia Dika Agustanti; Taupiqqurrahman Taupiqqurrahman; Ali Imran Nasution; Rianda Dirkareshza
Jurnal Altifani Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat Vol. 3 No. 1 (2023): Januari 2023 - Jurnal Altifani Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat
Publisher : Indonesian Scientific Journal

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.25008/altifani.v3i1.346

Abstract

Anak dalam hidupnya seharusnya dapat tumbuh dan berkembang tanpa mengalami kekerasan. Oleh sebab itu perlu ada pemahaman dalam diri anak bahwa terjadinya kekerasan merupakan bentuk pelanggaran Undang-Undang Perlindungan Anak. Tidak banyak yang memahami bahwa sekecil apapun bentuk kekerasan dan diskriminasi yang di alami oleh anak akan mengakibatkan hancurnya kehidupannya. Banyak orang menganggap bahwa kekerasan dan diskriminasi adalah hal yang lumrah ketika seseorang dalam keadaan tertentu, dalam hal ini jika anak salah pergaulan, lingkungan yang tidak mendukung, dan bahkan karena faktor tidak punya orang tua. Hal seperti itu seakan menjadi pembenaran bahwa anak akan mendapatkan kekerasan dan diskriminasi. Pentingnya diadakan sosialisasi dan pendampingan diharapkan dapat menampung keluh dan kesah anak yang pernah mengalami kekerasan dan diskriminasi, sehingga ke depan bisa di antisipasi tentang bagaimana seharusnya pemerintah dalam mencegah terjadinya kekerasan dan diskriminasi pada anak. Oleh sebab itu, Pengabdi akan mengkaji tentang bentuk kekerasan yang dialami anak, pengertian dan bentuk perlindungan anak, dan pemahaman anak tentang kekerasan dalam hidupnya. Dalam rangka mendukung penulisan ini menggunakan metode dialog, diskusi dan pendampingan kepada para orang tua dan anak-anak di lingkungan Kelurahan Pangkalan Jati, Kecamatan Cinere, Kota Depok. Kegiatan dihadiri oleh 20 orang termasuk di dalamnya stakeholder dan pemuda karang taruna. Setelah semua proses selesai dilaksanakan diharapkan solusi yang ditawarkan akan menjadi obat bahwa peran kasih sayang antar sesama manusia menjadi hal yang berharga di dunia.
Harmonisasi Regulasi Hak Lingkungan Masyarakat Adat Suku Laut Pada Agenda Pembangunan Berkelanjutan Davilla Prawidya Azaria; Ali Imran Nasution; Taupiqqurrahman Taupiqqurrahman; Tajna Putri Jasmine; Muhammad Rafi Raditya
UNES Journal of Swara Justisia Vol 7 No 4 (2024): UNES Journal of Swara Justisia (Januari 2024)
Publisher : Program Magister Ilmu Hukum Universitas Ekasakti

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.31933/ujsj.v7i4.433

Abstract

Masyarakat adat merupakan kelompok masyarakat yang rentan terpinggirkan dalam agenda pembangunan manusia. Suku Laut sebagai salah satu kelompok masyarakat adat yang bergantung pada laut dalam kesehariannya akan sangat terancam hak atas lingkungannya di masa krisis iklim. Tulisan ini bertujuan untuk menganalisis keselarasan peraturan perundang-undangan mengenai lingkungan di tingkat nasional dan daerah dengan Agenda 2030 Sustainable Development Goals dan konvensi-konvensi internasional terkait. Penelitian dilakukan secara normatif dengan studi kepustakaan melalui pendekatan peraturan perundang-undangan yang berlaku dan pendekatan konseptual atau gagasan, yang kemudian dianalisis secara deskriptif kualitatif. Konsep perlindungan masyarakat adat dengan hak-hak tradisional termasuk hak lingkungan telah dirumuskan dalam Konstitusi yang diturunkan pada peraturan perundang-undangan di bawahnya sampai ke peraturan daerah tingkat kabupaten. Rancangan Undang-Undang Masyarakat Hukum Adat yang menjadi payung hukum utama tingkat nasional penting untuk memuat ketentuan tentang jaminan hak-hak atas lingkungan sebagai hak tradisional bagi masyarakat yang dapat memberikan perlindungan komprehensif bagi masyarakat adat di tengah krisis iklim.